Anda di halaman 1dari 7

Teori-Teori komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses dimana seorang atau sekelompok orang atau organisasi yang besar
menyusun sebuah pesan dan mengirimkannya melalui beragam media kepada khalayak luas yang
anonim dan heterogen. Kehadiran media komunikasi modern sebagai dampak makin berkembangnya
teknologi informasi dan komunikasi cenderung mengaburkan batasan antara komunikasi antar
pribadi atau komunikasi interpersonal tradisional dan komunikasi massa.

Misalnya seorang yang memiliki perangkat komputer dan keterampilan mengoperasikan komputer
dapat mempublikasikan majalah sendiri. Hal ini menjadi pertanyaan para peneliti apakah berbagai
bentuk komunikasi baru tersebut dapat dikategorikan ke dalam komunikasi massa.

Para peneliti telah mengkaji media dan komunikasi selama lebih dari seabad. Terdapat tiga paradigma
dimana media menjadi kajian utama dalam penelitian komunikasi massa:

 Paradigma pertama adalah paradigma kekuatan efek media yang melihat kuatnya pengaruh media
terhadap khalayak massa.
 Paradigma kedua adalah paradigma efek terbatas atau efek minimalis media terhadap khalayak
massa.
 Paradigma ketiga, paradigma efek kumulatif media terhadap khalayak massa (Littlejohn dan Foss,
2009 : 623 – 624).

Terdapat beberapa teori komunikasi yang secara spesifik menitikberatkan pada komunikasi massa dan
beberapa teori lainnya yang digunakan untuk meneliti media massa. Sebagian besar teori yang
digunakan berkembang diluar bidang studi komunikasi yang kemudian diaplikasikan ke dalam studi
media oleh para peneliti.

Littlejohn dan Foss dalam bukunya Encyclopedia of Communication Theory (2009) membagi teori
komunikasi massa ke dalam tiga kategori, yaitu teori-teori yang berkaitan dengan budaya dan
masyarakat, teori-teori yang berkaitan dengan pengaruh dan persuasi media, dan teori-teori yang
berkaitan dengan penggunaan media. Selain teori-teori yang menekankan pada proses dampak media
massa dan khalayak massa, beberapa teori komunikasi massa juga menitikberatkan pada isi pesan
media serta struktur dan penampilan media massa.
Berikut adalah beberapa teori komunikasi massa beserta penjelasannya.

1. Teori Pengaturan Agenda (Agenda Setting Theory)


Teori pengaturan agenda merupakan salah satu teori yang menjelaskan efek kumulatif media. Beberapa
tokoh yang merumuskan teori ini adalah Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan Donald Shaw.
Teori pengaturan media menggambarkan kekuatan pengaruh media. Inti dari teori pengaturan media
adalah pembentukan kepedulian dan perhatian publik terhadap beberapa isu yang ditampilkan oleh
media berita.

Terdapat dua asumsi dasar yang mendasari sebagian besar penelitian mengenai pengaturan media yaitu
bahwa pers dan media tidak merefleksikan kenyataan yang sebenarnya setelah dilakukan penyaringan,
dan konsentrasi media terhadap beberapa isu dan subyek mengajak publik untuk menerima isu
tersebut lebih penting daripada isu lainnya.
2. Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency
Theory atau Dependency Theory)
Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali dirumuskan
oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka memandang bahwa bertemunya
media dengan khalayak didasarkan atas tiga perspektif, yaitu perspektif perbedaan individual,
perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial (Rakhmat, 2001 : 203)

Asumsi teori ini memandang bahwa dependensi relatif khalayak terhadap sumber media massa jika
dibandingkan dengan sumber informasi lainnya merupakan suatu variabel yang harus ditentukan
secara empiris. Semakin besar kadar dependensi khalayak terhadap media massa dilihat dari segi
perolehan informasi dan semakin tinggi kadar kritis serta ketidakstabilan masyarakat, maka akan
semakin besar pula kekuasaan yang dapat dimiliki oleh media (atau kekuasaan yang dikaitkan dengan
peranannya) (McQuail, 1987 : 84-85).

3. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)


Ahli teori berkebangsaan Jerman yang bernama Elisabeth Noelle-Neumann merumuskan teori
spiral keheningan melalui kajian yang menghubungkan efek media dengan dampak terhadap pendapat
umum dan pola perilaku demokratis khalayak.
Teori spiral keheningan didasarkan pada gagasan bahwa masyarakat yang merupakan minoritas dalam
khalayak luas tidak akan berbicara untuk melawan kaum mayoritas guna menghindari resiko diisolasi
atau penolakan oleh masyarakat sekitarnya. Pola perilaku seperti ini menjalar kepada yang lainnya, yang
mungkin dengan suara yang lebih moderat, untuk tetap diam saat mereka meyakini bahwa sebagian
besar orang setuju dengan sudut pandang mayoritas (Werder, 2009 : 634).
4. Teori Kesenjangan Pengetahuan (Knowledge Gap Theory)
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Phillip Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien.
Teori ini menyatakan bahwa bertambahnya jumlah informasi mengenai suatu topik mengakibatkan
bertambahnya pula kesenjangan pengetahuan antara mereka yang mengetahui lebih banyak dan
mereka yang mengetahui lebih sedikit.

Teori kesenjangan pengetahuan dapat membantu menjelaskan berbagai penelitian yang


menitikberatkan pada opini publik. Kesenjangan pengetahuan dapat menghasilkan bertambahnya
kesenjangan antara orang-orang yang memiliki status sosioekonomi yang rendah dan orang-orang yang
memiliki startus sosioekonomi yang tinggi.

Kemudian, memperbaiki kehidupan orang-orang dengan informasi melalui media massa tidak selalu
berjalan lancar sesuai dengan yang telah direncanakan karena menemui berbagai hambatan-hambatan
komunikasi. Media massa mungkin saja memberikan efek memperbesar perbedaan kesenjangan
diantara anggota kelas sosial.

Terdapat lima alasan untuk menjustifikasi terjadinya kesenjangan pengetahuan sebagaimana yang
diutarakan oleh Tichenor, Donohue, dan Olien (1970) yaitu bahwa orang-orang dengan tingkat
sosioekonomi yang lebih tinggi :

 Memiliki keterampilan komunikasi, pendidikan, kemampuan membaca, kemampuan mengingat


informasi yang lebih baik.
 Dapat menyimpan informasi secara lebih mudah atau mengingat topik berdasarkan latar belakang
pengetahuan.
 Memiliki konteks sosial yang lebih relevan.
 Lebih baik dalam melakukan terpaan selektif, penerimaan, dan retensi.
 Lebih mudah menjangkau media massa.

5. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)


Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa (1987 : 99 -100), teori ini berasal dari teori
sekaligus bukti awal mengenai peran media dalam pembangunan nasional. Teori ini berpandangan
bahwa media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat dilakukan
dengan mengorbankan nilai-nilai tradisional dan hilangnya keaslian budaya lokal.
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai
kapitalisme dan karenanya proses imperialistis serta dilakukan secara sengaja, atau disadari dan
sistematis, yang menempatkan Negara yang sedang berkembang dan lebih kecil di bawah kepentingan
kekuasaan kapitalis yang lebih dominan.

6. Teori Studi Kultural Kritis (Critical Cultural Studies Theories)


Teori ini menitikberatkan pada peran sosial media massa dan bagaimana media dapat digunakan untuk
mendefinisikan hubungan kekuasaan diantara beragam subkultur dan menjaga status quo. Para ahli
meneliti bagaimana media berhubungan dengan berbagai masalah seperti ideologi, ras, kelas sosial, dan
gender.

Kemudian, media tidak hanya dilihat sebagai sebuah refleksi budaya tapi juga sebagai produser budaya
mereka sendiri. Penekanannya adalah pada bagaimana struktur sosial dan politik mempengaruhi
komunikasi bermedia dan bagaimana dampak hubungan kekuasaan dalam menjaga atau mendukung
kekuasaan tersebut dalam masyarakat.

7. Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory)


Teori sosial kognitif dibangun pertama kali oleh seorang psikolog Albert Bandura sekitar tahun
1960an.

Teori ini menitikberatkan pada bagaimana dan mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa
yang dilihat melalui media. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan
mengalaminya secara langsung.

Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada sejumlah faktor, yaitu kemampuan subyek
untuk memahami dan mengingat apa yang ia lihat, mengidentifikasi karakter bermedia, dan berbagai
hal yang membimbing kepada proses pemodelan perilaku. Teori sosial kognitif adalah salah satu teori
yang paling sering digunakan untuk meneliti media dan komunikasi massa.

8. Teori Pengembangan (Cultivation Theory)


Teori pengembangan adalah suatu pendekatan yang dibangun oleh Profesor George Gerbner. Ia
memulai proyek penelitian mengenai indikator-indikator budaya pada pertengahan tahun 1960an.
Penelitian ini untuk mengkaji apakah dan bagaimana menonton televisi dapat mempengaruhi ide atau
gagasan pemirsa mengenai dunia.
Berdasarkan pendapat para peneliti, televisi adalah pendongeng utama di dalam masyarakat masa kini.
Selain itu, televisi juga telah menjadi sumber utama sosialisasi bagi masyarakat. Televisi juga
menampilkan sebuah mainstream atau pandangan yang seragam mengenai dunia saat ini.

Selain itu, terdapat beberapa tema yang secara konsisten diangkat ke layar televisi yaitu kekerasaan,
peran gender secara stereotype, dan berbagai macam program virtual lainnya. Semakin sering
seseorang menonton televisi maka akan ia akan semakin percaya bahwa bahwa kenyataan yang ada
dalam tayangan televisi sama dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan nyata. Karenanya, pemirsa
kelas berat akan merasa bahwa dunia tempat ia tinggal adalah tempat yang paling berbahaya.

9. Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)


Teori jarum hipodermik disebut juga dengan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory. Menurut
teori ini, media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat terhadap khalayak
massa. Media massa pada kurun waktu 1940an hingga 1950an digambarkan memiliki pengaruh yang
sangat kuat terhadap perubahan perilaku.

Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap teori kuatnya dampak media massa adalah
berkembangnya popularitas radio serta televisi yang begitu cepat, munculnya industri-industri persuasi
seperti periklanan dan propaganda, hasil penelitian yang dilakukan oleh Payne Fund pada tahun
1930an yang menitikberatkan pada dampak motion pictures terhadap anak-anak serta monopolisasi
media massa yang dilakukan oleh Hitler selama perang dunia II untuk menyatukan rakyat Jerman
dibelakang partai Nazi.

Teori ini mengasusmsikan bahwa media massa dapat mempengaruhi sebagian besar kelompok orang-
orang secara langsung dan seragam dengan cara membombardir mereka dengan pesan-pesan yang
sesuai yang dirancang untuk memantik respon yang diinginkan.

10. Teori Dua Tahap (Two Step Flow Theory)


Teori dua tahap diformulasikan oleh Paul F. Lazarfeld dan kawan-kawan berdasarkan hasil survey
terhadap pemilih. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa hubungan sosial informal memegang
peranan dalam memodifikasi perilaku yang mana masing-masing individu memilah isi media
kampanye.

Studi ini juga mengindikasikan bahwa berbagai ide atau gagasan seringkali mengalir dari radio dan surat
kabar kepada pemuka pendapat dan dari mereka kemudian disampaikan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, kelompok sosial informal memiliki beberapa tingkatan dalam mempengaruhi orang-orang
dan cara mereka memilah isi media dan bertindak terhadapnya.

11. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses and Gratification Theory)


Teori ini yang digagas oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch muncul sebagai
reaksi terhadap penelitian komunikasi massa tradisional yang menekankan pada pengirim dan pesan.
Teori penggunaan dan kepuasaan menekankan pada khalayak yang aktif dalam menggunakan media
massa. Yang menjadi poin utama teori penggunan dan kepuasan adalah orientasi psikologis dalam
memenuhi kebutuhan, motivasi, dan kepuasan pengguna media massa.
Asumsi teori penggunaan dan kepuasaan adalah menjelaskan penggunaan serta fungsi media bagi
individu, kelompok, dan masyarakat secara umum. Terdapat tiga tujuan dalam mengembangkan teori
penggunaan dan kepuasan yaitu:

 Menjelaskan bagaimana masing-masing individu menggunakan komunikasi massa untuk


memuaskan kebutuhannya,
 Menemukan hal-hal yang mendasari motivasi penggunaan media dari masing-masing individu,
 Mengidentifikasi konsekuensi positif maupun negatif dari penggunaan media oleh masing-masing
individu.

Inti dari teori penggunaan dan kepuasan terletak pada asumsi anggota khalayak secara aktif mencari
media massa untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu.

12. Teori Media (Medium Theory)


Marshall McLuhan dan Harold Innis adalah dua orang peneliti yang seringkali diasosiasikan
dengan teori media. Teori media dicetus oleh Marshall McLuhan (1964) yang menyatakan
bahwa medium is the message atau media adalah pesan.
Pernyataan ini menekankan pada bagaimana media komunikasi berbeda tidak hanya dalam terminologi
isi tetapi juga pada bagaimana mereka dibangun dan disalurkan melalui pikiran dan rasa. Ia
membedakan media dengan proses kognitif. Ide McLuhan yang paling terkenal adalah saluran sebagai
kekuatan dominan yang harus dipahami untuk mengetahui bagaimana media mempengaruhi
masyarakat dan budaya.

Teori media menitikberatkan pada karaketristik media itu sendiri lebih dari sekedar apa yang
dikirimkan atau bagaimana suatu informasi diterima. Dalam teori media, sebuah media tidaklah
sesederhana sebuah surat kabar, internet sebagai media informasi, kamera digital dan sebagainya.
Lebih dari itu, media merupakan lingkungan simbolis dari beberapa tindakan komunikatif.

Di sisi lain, media sebagai bagian dari pesan apapun yang dikirimkan, memiliki dampak bagi setiap
individu dan masyarakat. Tesis McLuhan menyatakan bahwa orang-orang beradaptasi terhadap
lingkungannya melalui berbagai macam keseimbangan atau rasio indrawi, dan media saat ini utamanya
membawa sebuah rasio inderawi yang mempengaruhi persepsi.

13. Teori Kekayaan Media (Media Richness Theory)


Teori yang dianggap sangat mempengaruhi teori media paling tidak untuk media baru adalah teori
kekayaan media yang dicetuskan oleh Richard Daft dan Robert Lengel dalam sebuah artikel tahun
1986. Teori kekayaan media didasarkan pada teori kontingensi dan teori proses informasi yang
dicetuskan oleh Galbraith (1977).

Dua asumsi utama dari teori kekayaan media adalah orang-orang menginginkan dapat mengatasi
ketidakpastian dalam organisasi serta keberagaman media yang secara umum digunakan dalam sebuah
organisasi kerja lebih baik untuk menyelesaikan tugas dibandingkan yang lain.

Dengan menggunakan empat macam kriteria, Daft dan Lengel menyajikan hierarki kekayaan media
yang diawali dari tingkat kekayaan yang tinggi ke tingkat kekayaan yang lebih rendah untuk
mengilustrasikan kapasitas berbagai tipe media terhadap proses komunikasi dalam organisasi. Kriteria
tersebut adalah ketersediaan umpan balik yang segera, kapasitas media untuk mentransmisikan
berbagai petunjuk seperti bahasa tubuh, intonasi suara dan infleksi, penggunaan bahasa sebagai alat
komunikasi, dan fokus personal terhadap media.

Komunikasi tatap muka adalah media komunikasi yang paling kaya dalam sebuah hierarki diikuti
berikutnya oleh telepon, surat elektronik, surat, catatan, memo, laporan khusus dan flyer serta bulletin.
Dilihat dari perspektif strategi manajemen, teori kekayaan media berpendapat bahwa manajer dapat
melakukan beberapa improvisasi dalam penampilan dengan menyesuaikan karakteristik media dengan
karakteristik tugas.

14. Teori Konsistensi (Consistency Theories)


Festinger memformulasikan teori konsistensi yang membicarakan tentang kebutuhan orang-orang
untuk konsisten terhadap keyakinan dan penilaian yang dimiliki. Dalam rangka untuk mengurangi
disonansi yang dibentuk oleh inkonsistensi dalam kepercayaan, penilaian, dan tindakan, orang akan
mengekspos dirinya dengan beragam informasi yang konsisten dengan ide dan tindakan mereka serta
menutup bentuk-bentuk komunikasi lain.

15. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations Theory)


Teori yang digagas oleh Bryce Ryan dan Neil Gross (1943) menitikberatkan pada proses dimana
sebuah ide baru dikomunikasikan melalui beragam saluran komunikasi diantara anggota suatu sistem
sosial. Model ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pikiran serta tindakan orang-
orang serta proses mengadopsi sebuah teknologi atau ide baru.

16. Teori Terpaan Selektif (Selective Exposure Theory)


Tahun 1960 melalui bukunya The Effects of Mass Communication, Joseph T. Klapper merangkum
berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli.
Klapper menyimpulkan bahwa efek komunikasi massa terjadi melalui serangkaian faktor-faktor
perantara yaitu proses selektif yang meliputi persepsi selektif, terpaan selektif, dan ingatan selektif, dan
proses kelompok, norma kelompok, dan kepemimpinan opini.
Teori terpaan selektif menggambarkan khalayak tidaklah pasif sebagaimana pandangan teori peluru.
Khalayak sebagai sasaran berbagai macam isi komunikasi bersifat aktif dengan cara selektif memilih isi
media (Adler dan Rodman, 2003 : 475).
17. Teori Perbedaan Individu (Individual Differences Theory)
Teori perbedaan individu memandang bahwa media massa memberikan pengaruh yang berbeda-beda
kepada masing-masing khalayak sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh khalayak. Misalnya saja
khalayak dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan dapat mudah menerima pesan-pesan yang berisi
imbauan logis.
Selain tingkat pendidikan, karakteristik khalayak yang dapat mempengaruhi perbedaan efek media
massa terhadap khalayak adalah usia, jenis kelamin, wilayah, tingkat intelektual, kelas sosio ekonomi,
dan lain-lain yang dalam metode penelitian komunikasi disebut dengan aspek demografis (Adler dan
Rodman, 2003 : 476).
18. Teori Framing (Framing Theory)
Menurut Ingrid Volkmer (2009 : 407-408) konsep teori framing berkaitan dengan tradisi agenda setting.
Teori framing bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai skema dimana individu memandang dunia.
Akar dari teori framing seringkali dikaitkan dengan ahli sosiologi Erving Goffman yang berpendapat
bahwa rancangan intepretatif merupakan pusat dari beberapa elemen pokok dari sistem kepercayaan
budaya.
Goffman menyebut rancangan frames intepretatif yang kita gunakan dalam pengalaman kehidupan
sehari-hari untuk menggambarkan dunia. Frames membantu untuk mengurangi kompleksitas
informasi melalui dua proses penyajian, yaitu frames membantu mengintepretasikan dan membentuk
kenyataan atau realitas. Konsep frame yang dikenalkan oleh Goffman memiliki akar konseptual
dalam teori fenomenologi yaitu suatu pendekatan filsafat yang berpendapat bahwa pemaknaan tentang
dunia diberikan oleh individu yang didasarkan atas kepercayaan kehidupan dunia, pengalaman serta
pengetahuan.

Manfaat Mempelajari Teori Komunikasi Massa

Perlu dipahami bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi baru telah mengaburkan
pengertian media dan komunikasi massa itu sendiri. Teori-teori baru, seperti teori media baru, sedang
dikembangkan oleh para peneliti untuk menjelaskan perubahan sifat media.

Ulasan singkat mengenai teori komunikasi massa tersebut merupakan salah satu jalan untuk dapat
lebih memperkaya pemahaman kita mengenai media serta pengaruhnya dalam kehidupan kita.
Disamping itu, dengan memahami berbagai teori komunikasi massa dapat memberikan landasan
teoristis bagi siapapun yang berkecimpung dalam penelitian komunikasi massa.

Anda mungkin juga menyukai