Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM

Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi

Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta,

termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan pemilik modal,

tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan ekosistem, tidak ada

produksi yang hanya berorientasi untung semata, jurang kemiskinan yang tidak terlalu

dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan dan mubadzir, tidak ada korupsi dan mensiasati

pajak hingga trilyunan rupiah, dan tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah

lainnya. Dalam kondisi tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan,

kebahagiaan di dunia dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya.

Ekonomi Islam yang ada sekarang, teori dan praktik, adalah hasil nyata dari upaya

operasionalisasi bagaimana dan melalui proses apa visi Islam tersebut dapat direalisasikan.

Walau harus diakui bahwa yang ada sekarang belum merupakan bentuk ideal dari visi Islam

itu sendiri. Bahkan menjadi sebuah ironi, sebagian umat Islam yang seharusnya

mengemban visi tersebut, saat ini distigmakan sebagai teroris, koruptor, munafik,

pembalak. Dan sebagian umat Islam yang lain tidak henti-hentinya saling mencurigai,

berburuk sangka, berperang dan bahkan saling mengkafirkan antarsesama mereka.

Perkembangan ekonomi Islam adalah salah satu harapan untuk mewujudkan visi Islam

tersebut. Hal ini karena ekonomi Islam adalah satu bentuk integral dalam mewadahi,

sebagaimana dinyatakan Masrhal, dua kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupan


dunia yaitu ekonomi dan agama. Terintegrasikannya dua kekuatan ini dalam satu wadah

ekonomi Islam adalah merupakan penyatuan kembali bahwa kehidupan ini berhulu dan

bermuara pada satu, yaitu Allah SWT (tawhīd). Secara prinsip tauhid adalah menekankan

kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup atas

dasar dan menuju Allah SWT. Dalam pemahaman Islam seharusnya tidak ditemukan

kontradiksi antara dua hal, yang apalagi mempengaruhi pribadi-pribadi muslim menjadi

pribadi yang pecah (split personality).

Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur’an: “Dan carilah pada apa

yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah

kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.”

Ekonomi Islam adalah salah satu jawaban dari bagaimana visi Islam direalisasikan, proses

realisasi visi Islam adalah mewujudkan ekonomi Islam dalam bentuk realitas. Proses

mewujudkan ekonomi Islam menjadi sebuah realitas dapat dilihat dari dua wujud yang saat

ini sudah berkembang, yaitu wujud teori ekonomi Islam dan praktik ekonomi Islam.

B. Pemikiran Ekonomi Rasulullah Saw.

Kehidupan Rasulullah dan masyarakat muslim dimasa beliau adalah teladan yang

paling baik implementasi islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode mekkah

masyarakat muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh

dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang quraisy.


Barulah pada periode madinah, Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat

madinah sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian

pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip

yang mendasar bai pengelolaan ekonomi. Karakter umum dari perekonomian pada masa

itu adalah konmitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma serta perhatiyannya yang

besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan

secara etis dalam bingkai syariah islam sementara sumber daya ekonomi tida boleh

menumpuk segelintir orang melaikan harus berendar bagi kesajahteraan seluruh umat.

Pasar menduduki peranan penting sebagai makanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan

masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesahteraan dan menegakkan keadilan.

Kegiatan ekonomi paras relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk

menjaga agar makanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralis islam

Rosulullah mndirikan Al-Hisbah. Al-Hisbah adalah institusi yang bertugas sebagai

pengawas pasar Rosulullah juga membentuk baitul mal, sebuah institusi yang

bertindak sebagai pengelola keuangan negara. Baitul mal ini memegang peranan

yang sangat penting bagi perekonomian termasuk dalam melakukan kebijakan yang

bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Rasulullah mengawali pembangunan

madinah dengan tanpa sumber keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan

juga timpang. Selanjutnya untuk memutar roda perekonomian, Rasulullah

mendorong kerja sama usaha diantara anggota masyarakat misalnya muzaro’ah,

mudharabah, musyaqoh, dll. Sehingga terjadi peningkatan produktifitas. Namun

sejalan dengan perkembangan masyarakat muslim maka sember penerimaan negara

juga meningkat. Sumber pemasukan negara berasal dari beberapa sumber, tetapi
yang paling pokok adalah zakat dan usher. Secara garis besar pemasukan negara ini

dapat digolongkan bersumber dari ummat islam sendiri, non muslim, dan umum.

Beberapa sumber pendapatan yang tidak terlalu besar berasal dari beberapa

sumber, misalnya tebusan tawanan perang, pinjaman dari kaum muslim, humus atau

rikas harta karun temuan pada periode sebelum islam, amwal fadla pajak bagi kaum

muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat,

zakat fitrah, kafarat maupun sedekah dari kaum muslimin.1

Sebelum Islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena

tidak mempunyai pemimpin yang berdault penuh. Hukum pemerintahannya tidak

pernah berdiri tegak dan masyarakatnya hidup dalam ketidakpastian. Oleh karena

itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib menemui Nabi Muhammad Saw

yang memiliki sifat Al-Amin(terpercaya) untuk menjadi pemimpin mereka.

Dalam catatan sejarah pertemuan tersebut berlangsung dua kali, yakni pada tahun

12 Kenabian yang dikenal dengan Bai’at Aqabah Pertama dan tahun 13 Kenabian

yang dikenal dengan Bai’at Aqabah Kedua.

Atas dasar kedua Bai’at tersebut dan setelah mendapat perintah Allah SWT Nabi

Muhammad Saw berhijrah dari kota Mekkah ke kota Yatsrib sesuai dengan

perjanjian, dikota yang sangat subur ini Rasulullah Saw disambut dengan hangat

serta diangkat sebagai pemimpin kota Yatsrib yang sejak itu berubah nama menjadi

kota Madinah. Dalam waktu yang singkat Rasulullah Saw telah menjadi pemimpin
sebuah komunitas kecil yang jumlahnya terus bertambah hingga Rasulullah pun

menjadi pemimpin bangsa Madinah. Setelah memimpin Rasulullah Saw segera

melakukan perubahan dalam menata kehidupan masyarakat Madinah berdasarkan

nilai-nilai qurani.

Oleh karena itu, Rasulullah Saw perlahan-lahan mengatasi berbagai masalah

utama tanpa bergantung pada faktor keuangan. Dalam hal ini Rasulullah melakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membangun Masjid

Setibanya Rasulullah Saw di kota Madinah, tugas utama yang dilakukan

adalah mendirikan masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam

pembentukan masyarakat Muslim. Tanah yang digunakan untuk membangun

masjid adalah sumbangan dari Abu Bakar r.a. pembangunan masjid dilakukan

dengan menggunakan struktur yang sangat sederhana.

Selain sebagai tempat ibadah masjid yang kemudian hari dikenal dengan Masjid

Nabawi ini juga berfungsi sebagai Islamic Senter yang mana semua aktivitas kaum

muslimin dipusatkan ditempat ini. Rasulullah Saw dapat menghindari pengeluaran

yang sangat besar untuk membangun infrastuktur negara Madinah yang baru

dibentuk.

2. Merehabilitasi Kaum Muhajirin

Setelah mendirikan masjid, tugas berikutnya yang dilakukan Rasulullh Saw

adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin

(penduduk Makkah yang berhijrah ke Madinah). Untuk memperbaiki keadaan ini

dan menghindari kemungkinan munculnya dampak negatif dikemudian hari,


Rasulullah Saw menerapkan kebijakan yang arif dan bijaksana, yakni dengan cara

menanamkan tali persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.

Dengan demikian, ukhuwwah ini juga didasarkan pada prinsip-prinsip material.

Rasulullah Saw memerintahkan agar setiap keluarga ataupun individu dari kaum

Anshar memberikan sebagian hartanya kepada kaum Muhajirin sampai kaum

Muhajirin tersebut memperoleh mata pencaharian baru yang dapat dijadikan

pegangan dalam melangsungkan hidupnya.

3. Membuat Konstitusi Negara

Setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan

kaum Anshar, tugas berikutnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah

menyusun Konstitusi Negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah

sebagai suatu negara. Dalam kontitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan

tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara, baik muslim

maupun nonmuslim serta sistem pertahanan dan keamanan negara. Sesuai dengan

prinsip-prinsip islam setiap orang dilarang melakukan aktivitas yang dapat

mengganggu stabilitas dan kehidupan manusia dan alam. Dalam kerangka ini,

Rasululah melarang setiap individu untuk memotong rumput, menebang pohon atau

membawa masuk senjata untuk tujuan kekerasan ataupun peperangan disekitar kota

Madinah.

4. Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara

Setelah melakukan upaya dan stabilitas dibidang sosial, politik serta

pertahanan dan keamanan, Rasulullah meletakan dasar-dasar sistem keuangan

negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.


Dalam hal perekonomian Rosulallah telah mengajarkan transaksi-transaksi

perdagangan secara jujur, adil, dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh

kecewa. Ia selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan

standar dan kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Selain itu ada beberapa

larangan yang diberlakukan Rasulallah Saw untuk menjaga agar seseorang dapat

berbuat adil dan jujur, yaitu:

1. Larangan Najsy.

Najsy adalah sebuah praktik dagang dimana seorang penjual menyuruh orang

lain untuk memuji barang dagangannya atau membeli barang dagangannya.

Najsy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan

oleh para pembeli.

2. Larangan Bay’ Ba’dh ‘Ala Ba’dh

Praktik bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh

seseorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam

tahap negoisasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga.

3. Larangan Tallaqi dan Al-Rukban

Praktek ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang

dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba dipasar. Rasulullah

melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya

kenaikan harga.

4. Larangn Ihtinaz dan Ihtikar


Praktek ini adalah praktek penimbunan harta seperti emas, perak dan lain

sebagainya. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang seperti

makanan dan kebutuhan sehari-hari.

C. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Pemerintahan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq(51
SH-13 H/537-634 M)

Setelah Rasulullah Saw. wafat, yang bernama lengkapnya Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi
terpilih sebagai Khalifah Islam pertama[1] dari Khulafa al-Rasyidin, sahabat terdekat Nabi Saw.
dan salah seoarang yang pertama masuk Islam (al-sabiqun al-awwalun). Ia merupakan
pemimpin agama sekaligus kepala Negara kaum Muslimin.

Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar lebih
banyak terkonsentrasi padapersoalan dalam negeri, dimana saat itu harus berhadapan
dengankelompok murtad, pembangkang zakat, dan nabi palsu. Yang berakhir
dengankeputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah, (perang
melawan kemurtadan).

Kemudian setelah menyelasaikan persoalan tersebut, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke
wilayah Utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam
kedudukan umat Islam.[2] Dalam masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan
perubahan, Ia meneruskan sistem perekonomian yang telah di bangun Nabi seperti
membangun kembali baitmaal,melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta
mengambil alih tanah orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam.

Selanjutnya dalam mendistribusikan harta baitmaal, Abu Bakar menerapkan prinsip


kesamarataan yakni, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-
bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Harta
BaitMaal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung di
distribusikannya.

Dalam pemerintahan Abu Bakar, ciri-ciri ekonominya adalah:

1. Menerapkan praktek akad-akad perdaganganyang sesuai dengan prinsip syariah.

2. Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat.

3. Tidak menjadikan ahli badar sebagai pejabat Negara, tidak mengistimewakan ahli badar
dalam pembagian kekayaan Negara.

4. Mengelolah barang tambang rikazyang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja
sehingga menjadi sumber pendapatan Negara.
5. Tidak merubah kebijakan Rasullah saw dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasullah Saw
Abu Bakar tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah , maka pada
masanya,jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda benda
lainya.

6. Penerapan prinsip persamaan dalam distribusi kekayaan Negara.

7. Ia memperhatikan akurasi penghitungan zakat. Hasil penghitungan zakat dijadikan sebagai


pendapatan negara yang disimpan dalam baitul maal dan langsung di distribusikan seluruhnya
pada kaum Muslimin.[3]

Khalifah Abu Bakar as-Shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi

seperti yang telah di praktikan oleh Rasulullah:

1. Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan zakat

2. Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan

3. Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkandemi kepentingan umat
Islam

4. Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip kesamarataan, dengan begitu selama
pemerintahan Abu bakar as-Shidiq harta di Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka
waktu lama karena langsung di distribusikan kepada kaum muslim.

D. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab(40
SH-23 H/584-644 M)

Umar Ibn Khattab merupakan Khalifah Islam kedua, Ia menyebut dirinyasebagai Khalifah
Khalifati Rasulullahartinyapengganti dan penggantiRasulullah, kemudian Ia juga yang
memperkenalkan istilah Amir al-Mukminin komandan orang-orang beriman.Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun Iabanyak melakukan ekspansi hingga
wilayah Islam meliputi jazirah Arab,sebagian wilayah kekuasaan romawi seperti Syiria, Palestina,
dan Mesir, sertaseluruh wilayah kerajaan Persia. Atas prestasi inilah orang baratmenjulukinya
sebagai the Saint Paul of Islam.[4]

Beberapa hal yang dilakukan Umar ibn al-Khattab dalam pengembangan perekonomian umat
Islam pada saat itu adalah:

1. Banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah
kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk
Irak.
2. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.

3. Pendirian lembaga Baitul Maal. Pada masa umar bin khattab, pemasukan negara ke baitul
maalcukup banyak,khalifah Umar ibn al-Khattab dalam mendistribusikan harta Baitul Mal,
mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:

a. Departemen Pelayanan Militer

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif.

c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam.

d. Departemen Jaminan Sosial.

4. Khalifah Umar mengambil inisiatif tentang penggunaan dana Baitul Maal tersebut untuk
tidak mendistribusikan harta BaitulMaal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk
keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.

5. Membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola
harta Baitul Maal.

6. Pejabat Propinsi yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada
Gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta
bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.

7. Kepemilikan Tanah dalam Umar bin Khattab adalahPara tentara dan beberapa sahabat
terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat
dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut.
Muadz bin Jabal, mengatakan, apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan
menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan
meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.Mayoritas sumber
pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid
(Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran,
pengumpulan,dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah
tersebut.[5]

Umar bin khattab melakukan langkah-langkah besar pengembangan ekonomi dalam bidang
pertanian. Antara lain:

1. Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masyarakat yang bersedia menggarapnya namun


siapa yang gagal mengelola selama 1 tahun maka dia akan kehilangan kepemilikan tanah
tersebut.

2. Pada masa ke Khalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki kanal dan pintu air
serba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian.
3. Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara
sehat, yaitu dengan cara:

a. Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati, dan
kurma syria sebesar 50%

b. Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman, Damaskus, Mekkah dan
Bahrain)

Selain itu Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer. Lembaga
yang menangani tugas ini dinamakan Al-Diwan, ini merupaka Al-Diwan Islam yang pertama.[6]

E. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan(47 SH- 35
H/577-656 M)

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun,Khalifah Usman Ibn Affan
berhasil memperluas kekuasan Islamsampai ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yangtersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga Ia
berhasilmenumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah.

Pada enam tahun awal kekuasaanya , Usman lebih terkonsentrasi melakukan penataan baru
dengan mengikuti kebijakan Khalifah sebelumnya.[7] Hal ini paling tidak di dasari atas semakin
luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara dari berbagai
unsur seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar.

Dalam mengembangkan sumber daya alam, Usman melakukan pembuatan saluran air,
pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanen guna
mengamankan jalur perdagangan. Selain itu, Usman juga memperkenalkan tradisi
mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir. Selama pemerintahannya
Usman juga melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa gubernur,
dalam pengelolaan tanah negara Usman menerapkan kebijakan membagi-bagikannya kepada
fakir miskin. Usman juga membentuk armada laut kaum Muslimin di bawah komando
Muawiyah, hingga membangun supremasi kelautanya di wilayah Mediterania. Loadicea dan
wilayah di Semenanjung Syria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi pelabuhan pertama
negara Islam. Namun demikian, Usman harus menanggung beban anggaran yang tidak sedikit
untuk memelihara angkatan laut tersebut.[8]

Khalifah Usman tidak mengambil upah dari kantornya, sebaiknya ia meringankan beban
pemerintah dalam hal-hal yang serius bahkan menyimpan uang dibendahara negara. Hal
tersebut meninggalkan kesalapahaman dengan Abdullah ibn Irqam, bendahara bitul maal.
Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak
harir pada pertemuan publik yang dihadiri Khalifah. Permasalahan tersebut semakin rumit ketika
muncul berbagai pernyataan kontroversi mengenai pembelanjaan harta Bitul Mal yang tidak
hati-hati.[9]

Khalifah Usman bin Affan tetap memperrtahankan sistim pemberian bantuan dan santunan
serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun
meyakini prinsip kesamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan
bantuan yang berbeda ketingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian pendistribusian harta bitul
maal, Usman menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan Umar ibn al-
Khatab.[10]

Dalam hal pengelolaan zakat khalifah Usman mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang
dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat
dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh
beberapa oknum pengumpul zakat. Disamping itu Khalifah usman berpendapat bahwa zakat
hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh hutang-hutang
bersangkutan. Ia juga mengurangi dana dari pension, selama menjadi khalifah Usman menaikan
dana pension sebesar 100 dirham.

Untuk meningkatkan pengeluaran di bidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana


pension dan pembangunan berbagai wilayah taklukan baru, Negara membutuhkan dana
tambahan. Oleh karena itu khalifahUsman membuat beberapa perubahan administrasi tingkat
atas dan pengganti beberapa Gubernur.

Dengan harapan dapat memberikan tambahan pemasukan bagi bitul maal, Khalifah Usman
menerapakan kebijakan membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu untuk tujuan
reklamasi. Dari hasil kebijakan ini, negara memperoleh pendpatan sebesar 50 juta dirham atau
naik 41 juta dirham jika di bandingkan pada masa Umar ibn Khattab yang tidak membagi-bagikan
tanah tersebut. Sekalipun tidak ada kebijakan control harga, seperti halnya Khalifah sebelumnya
yang tidak menyerahkan tingkat harga sepenuhnya kepada pengusaha, tetapi tetap memperoleh
informasi yang akurat tentang kondisi harga di pasaran. [11]

Memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam
bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai banyak kekecewaan kaum muslimin
yang ditimbulkan oleh kebijakan Usman sendiri yang di anggap banyak menguntungkan keluarga
Khalifah, pemerintahan lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah Usman bin Affan.

F. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib(23 SH-40
H/600-661 M)

Khalifah keempat ini mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun
demikian hal tersebut tidak berarti bahwa Ia dengan mudahnya menjalankan roda
pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat berpotensi menciptakan
konflik dari pemerintahan sebelumnya. Khalifah yang terkenal sangat sederhanaini, tidak
memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan sistem perekonomian, hal ini disebabkan
banyaknya konflik yang terjadi pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama enam
tahun.

Terbunuhnya Khalifah Usman menjadi isu sentral merebaknya konflik-konflik tersebut. Namun
demikian patut dicatat bahwa dalam mengelola perekonomian Ia sangat berhati-hati terlebih
dalam membelanjakan keuangan negara. Bahkan diriwayatkan juga Ali menarik diri dari daftar
penerimaan gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 dirham setiap tahunnya. Dalam
masalah perekonomian satu hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah
pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.

Selama pemerintahannya, Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap para pemilik
tanah sebesar 4000 dirham dan mengijinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kufah, memungut zakat
terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.

Pada masa khalifah Ali ibn Abi Thalib prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah
diperkenalkan, sistim distribusi setiap pekan sekali, alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap
sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Selain itu Ali juga
membentuk kepolisian secara resmi yang disebut syurthah, sedangkan dalam mendistribusikan
harta bait maal masih tetap sama dan tidak ada perkembangan aktivitas yang berarti pada masa
ini.

Kabijakan Ali bin Abi Thalib dalam kebijakan ekonomi adalah:

1. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan Negara kepada


masyarakat.

2. Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat
terhadap sayuran segar.

3. Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang yang curangdalampenimbunan


barang, dan pasar gelap.

4. Membentuk petugas keamanan yang disebut dengan Syurthah (Polisi). yang dipimpin oleh
Shahibus Syurthah.

5. Ketat dalam menangani keuangan negara dan Melanjutkan kebijakan Umar.

G. UMAR Bin Aziz

Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada usia 37 tahun berdasarkan wasiat Sulaiman
bin Abdul Malik. Ada satu yang menarik pada saat pengangkatan Umar bin Abdul Aziz, yang di
mana budaya pelantikan yang diadakan secara turun temurun pada Khalifah sebelumnya, Umar
bin Abdul Aziz tidak mengikuti karena tidak suka hal itu beliau lebih memilih memerintahkan
orang-orang agar berkumpul untuk mendirikan shalat. Saat masa kepimpinannya, Umar bin
Abdul Aziz melakukan beberapa kebijakan, Salah satu kebijakan beliau pada bidang agama yaitu
menghidupkan kembali ajaran Al-Quran dan sunah Nabi. Umar bin Abdul Aziz menitikberatkan
penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Beliau
memerintahkan menjadikan masjid-masjid sebagai tempat untuk mempelajari hukum Allah SWT
sebagaimana yang berlaku di zaman Rasulullah Saw dan para Khulafaurrasyidin. Umar bin Abdul
Aziz sebagai pemimpin yang baik mengingatkan kewajiban sebagai muslim yang artinya menjadi
contoh kebaikan.

Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz Dinasti Bani Umayyah semakin kuat, Baitul Maal
penuh dengan harta zakat karena tidak mau menerima zakat hal itu dikarenakan tidak ada
pemberontakan, berkurangnya penyelewengan dan rakyat hidup sejahtera. Ada 8 kebijakan
umar bin Aziz di bidang perekonimian, yaitu:

1. Meningkatkan upah kaum buruh setara dengan setengah gaji para pejabat negara
atau istana
2. Melarang gubernur menggunakan uang umat sebagai modal usaha pribadinya
3. Memutusakan bahwa negara menanggung utang seseorang jika memang orang
tersebut benar-benar terbukti tidak mampu membayar utang selama utangnya
bukan untuk bermaksiat
4. Menganjurkan kebebasan berusaha dan tidak mencampuri harga-harga
5. Melarang menjual tanah kharaj
6. Meringankan pajak petani
7. Memerintahkan penghematan
“jika suratku ini tiba ditanganmu, maka pertajam pena dan perkecil tulisan,
gabungkan keperluan” yg banyak dalam 1 lembar, karena kaum muslimin tidak
memerlukan kata” panjang yang merugikan baitul mal”
8. Menetapkan gaji untuk para balita yang yatim karena orang tuanya gugur dalam
peperangan.

Untuk menerapkan kebijakan tersebut Khalifah Umar melakukan Redistribusi kekayaan negara
yaitu Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi,
penyederhanaan sistem administrasi. Pada dasarnya Umar telah menghemat belanja negara,
dan pada waktu yang sama mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah
masyarakat. Dengan cara begitu Umar bin abdul azis memperbesar sumber-sumber pendapatan
negara melalui zakat, pajak dan jizyah.

Kejayaan Ekonomi Islam di era Umar bin Abdul Aziz bisa tercipta bukan karena sistem ekonomi
saja yang islami. Melainkan karena beliau menegakkan syariah degan tegas dan menyeluruh
dalam kekhalifahannya,
Ekonomi Islam hanya akan mungkin berhasil jika diterapkan dalam masyarakat Islam yang
menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah), baik di bidang ekonomi itu sendiri maupun di
bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial, pendidikan, budaya, dan lain-lain (Al-Qaradhawi,
1995)

h. Ibnu Khaldun
Dalam pemikiran ekonomi ibnu khaldun, ia memiliki beberapa teori yang terdiri
atas :

1. TEORI PRODUKSI

Bagi ibn khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial
dan internasional. Yang terdiri atas :

Tabiat manusiawi dari produksi


Organisasi sosial dari produksi
Organisasi internasional dari produksi
2. TEORI NILAI, UANG, dan HARGA

a. Teori nilai

Bagi Ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang
dikandungnya.

b. Teori uang

Menurut Ibnu Khaldun, uang tidak selalu identik dengan kesejahteraan tetapi hanya alat
dimana kesejahteraan akan diraih. Berkaitan tentang fungsi uang, menurutnya uang
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai ukuran pertukaran (standard of excange) dan sebagai
penyimpan nilai (store of value). Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak,
adalah ukuran nilai semua akumulasi modal.

c. Teori harga

Harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan
bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga,
demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan
menyebabkan penurunan harga.

3. TEORI DISTRIBUSI
Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur : gaji (imbal jasa bagi produser), laba ( imbal
jasa bagi pedagang), dan pajak (imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa). Terdiri
atas :

a. Pendapat tentang penggajian elemen-elemen tersebut

Harga imbal jasa dari setiap unsur ini dengan sendirinya ditentukan oleh hukum
permintaan dan penawaran.

1). Gaji

Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya,
gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang

2). Laba

Laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang.

3). Pajak

Pajak bervariasi meurut kekayaan penguasa dan penduduknya.

b. Eksistensi distribusi optimum

1). Gaji

Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika
gaji terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minat untuk
bekerja.

2). Laba

Jika laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak
dapat memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang
akan melikuidasi saham-sahamnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena
tekanan inflasi.

3). Pajak

Jika pajak terlalu rendah pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya. Jika pajak terlalu
tinggi tekanan fiskal menjadi terlalu kuat sehingga laba para pedagang dan produsen
menurun dan hilanglah insetif mereka untuk bekerja.
Empat. TEORI SIKLUS

Bagi ibnu khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk.
Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk bekerja,
demikian juga permintaan tergatung pada jumlah pembeli dan hasrat mereka untuk membeli.
Terdiri atas :
a. Siklus populasi

Produksi ditentukan oleh populasi. Semakin banyak populasi, semakin banyak pula
produksinya. Demikian juga, semakin besar populasi, semakin besar pula permintaannya
terhadap pasar dan semakin besar produksinya.

b. Siklus keuangan public


1). Pengeluaran pemerintah

Bagi Ibnu Khaldun, sisi pengeluaran publik sangat penting. Negara merupakan faktor
produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, negara meningkatkan produksi dan
dengan pajaknya negara membuat produksi menjadi lesu

2). Perpajakan

Perekonomian yang makmur di awal suatu pemerintahan menghasilkan penerimaan


pajak yang lebih tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah, sementara perekonomian
yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih rendah
dengan tarif yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan keadilan
dalam perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap kemakmuran suatu
negara.
I. Pemikiran dan Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam Indonesia tak bisa lepas dari awal
sejarah masuknya Islam di negeri ini. Bahkan aktivitas ekonomi syariah di tanah air tak
terpisahkan dari konsepsi lingua franca. Menurut para pakar, mengapa bahasa Melayu menjadi
bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu adalah bahasa yang populer dan digunakan
dalam berbagai transaksi perdagangan di kawasan ini. Para pelaku ekonomi pun didominasi
oleh orang Melayu yang identik dengan orang Islam. Bahasa Melayu memiliki banyak kosa kata
yang berasal dari bahasa Arab. Ini berarti banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep Islam dalam
kegiatan ekonomi. Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas ekonomi syariah tidak dalam
bentuk formal melainkan telah berdifusi dengan kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman
dalam bahasanya. Namun demikian, penelitian khusus tentang institusi dan pemikiran ekonomi
syariah nampaknya belum ada yang meminatinya secara khusus dan serius. Oleh karena itu,
nampak kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah Islam
dalam kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun pernah lahir Piagam Jakarta dan gagal
dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi dalam pengertian penegakan syariat Islam di
Indonesia tak pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih diorientasikan
pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah. Salah satu pilihanya adalah gerakan
koperasi yang dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan syariah Islam. Oleh karena itu,
gerakan koperasi mendapat sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok pesantren. [22]
Kelahiran bank Islam di Indonesia hari demi hari semakin kuat karena beberapa faktor:
1) adanya kepastian hukum perbankan yang melindunginya;
2) tumbuhnya kesadaran masayarakat manfaatnya lembaga keuangandanperbankan
syariah;
3) dukungan politik atau political will dari pemerintah.
Akan tetapi, kelahiran bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian lembaga-
lembaga pendidikan perbankan syariah. Sejak tahun 1990-an ketika Dirjen Bimbaga Islam
Depag RI melakukan posisioning jurusan-jurusan di lingkungan IAIN, penulis pernah
mengusulkan kepada Menteri Agama dan para petinggi di Depag RI agar mempersiapkan
institusi untuk mengkaji kecenderungan dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air.
Usaha maksimal saat itu ialah memilah jurusan Muamalat/Jinayat pada Fakultas syariah IAIN
menjadi dua, yakni Jurusan Muamalat dan Jurusan Jinayah-Siyasah.
Maraknya perbankan syariah di tanah air tidak diimbangi dengan lembaga pendidikan yang
memadai. Akibatnya, perbankan syariah di Indonesia baru pada Islamisasi nama
kelembagaanya. Belum Islamisasi para pelakunya secara individual dan secara material. Maka
tidak heran jika transaksi perbankan syariah tidak terlalu beda dengan transaksi bank
konvensional hanya saja ada konkordansi antra nilai suku bunga dengan nisbah bagi hasil.
Bahkan terkadang para pejabat bank tidak mau tahu jika nasabahnya mengalami kerugian atau
menurunnya keuntungan. Mereka “mematok” bagi hasil dengan rate yang benar-benar
menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak. Di lain pihak, kadangkala ada nasabah yang
bersedia mendepositkan dananya di bank syariah dengan syarat meminta bagi hasilnya
minimal sama dengan bank konvensional milik pemerintah. Terlepas dari kekurangan dan
kelebihan perbankan syariah, yang pasti dan faktual adalah bahwa ia telah memberikan
konstribusi yang berarti dan meaningfull bagi pergerakan roda perekonomian Indonesia dan
mengatasi krisis moneter.
DSN-MUI sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 telah banyak mengeluarkan fatwa-
fatwa tentang ekonomi Islam (mu’amalah maliyah) untuk menjadi pedoman bagi para pelaku
ekonomi Islam khususnya perbankan syari’ah. Dalam metode penerbitan fatwa dalam bidang
mu’amalah maliyah diyakini menggunakan kempat sumber hukum yang disepakati oleh ulama
suni; yaitu Al-Quran al Karim, Hadis Nabawi, Ijma’ dan Qiyas, serta menggunakan salah satu
sumber hukum yang masih diperselisihkan oleh ulama; yaitu istihsan, istishab, dzari’ah, dan
‘urf.
Dalam proses penerbitan fatwa diperkirakan mempelajari empat mazhab suni, yaitu imam
mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali disamping pertimbangan lain yang
bersifat temporal dan kondisional. Oleh karena itu, perlu mengkaji secara seksama dan perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat fatwa-fatwa MUI dalam bidang ekonomi Islam dari
segi metode perumusannya, sisi ekonomi di sekelilingnya dan respons masyarakat terhadap
fatwa-fatwa itu.[24]
Di Indonesia, atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia bersama kalangan pengusaha muslim
sejak 1992 telah beroperasi sebuah bank syari’ah, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
sistem operasionalnya mengacu pada No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi Hasil. Pada tahun
1998, disahkan Undang-undang RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun
1992 tentang perbankan. Secara legal, perbankan syari’ah telah diakui sebagai subsistem
perbankan nasional.
Di tengah dinamika tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan syari’ah, pada tahun 1997
krisis ekonomi datang menerjang memporak-porandakan sistem perbankan nasional.
Sebagaimana diungkap oleh Warkum, mulai bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999
pemerintah menutup 55 bank, mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu
melakukan rekapitalisasi. Pada Oktober 2001, sebagaimana laporan Majalah Investasi[1][1]
terjadi lagi satu bank konvensional yang dibekukan atau Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).
Dari 240 bank sebelum krisis, kini hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa
bantuan pemerintah.[1][2]
Di antara lembaga keuangan syari’ah yang berkembang secara pesat di tengah sistem
perbankan yang sedang sakit adalah antara lain bank syari’ah, BPRS dan BMT. Bank Syari’ah
berkembang berdampingan dengan bank-bank konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan
munculnya Bank BNI Syari’ah, Bank Mandiri Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank Danamon
Syari’ah, BII Syariah. Di samping itu berkembang juga lembaga keuangan syari’ah yang bersifat
mikro, yang bergerak di kalangan ekonomi bawah, yaitu BMT (Baitul Maal wat-Tamwil).

Anda mungkin juga menyukai