Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur dapat terjadi di semua bagian tulang, tidak hilang kemungkinan dapat terjadi
pada bagian ektremitas bawah salah satunya adalah pada bagian cruris. Cruris berasal dari
bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan
fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula (Brunner & Suddart, 2000). Fraktur cruris adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang
tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan penelitian dan
pengembangan Depkes RI tahun 2013 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam atau
tumpul. Dari 84.774 orang yang mengalami cedera. Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh
34.673 orang dan kecelakaan lalu lintas sepeda motor sebanyak 34.418 orang. Selanjutnya
penyebab cedera karena benda tajam tumpul 6.188 orang, transportasi darat lainnya 6.018
orang, dan kejatuhan 2.119 orang, sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan
proporsinya sangat kecil yang mengalami fraktur sebanyak 4.917 orang se-Indonesia.
Depkes RI (2011) melaporkan dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur
pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara
fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas
bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang
mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 9702 orang mengalami
fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula .
Penanganan segera pada klien yang di curigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur. Salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi interna
melalui operasi Orif (smetlzer, 2001). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Komplikasinya umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu
penekanan local, traksi yang berlebihan dan infeksi. (Rasjad, 1998).
Dalam masa orientasi penulis menemukan kasus Post Op Oref Tibia Sinistra + Orif K-
Wire Fibula Sinistra di ICU Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya, penulis
tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus karena penulis cukup berperan aktif dalam
memberikan pelayanan pada asuhan keperawatan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dibahas tersebut, maka munculah masalah
tentang bagaimana asuhan keperawatan mandiri pada klien dengan Post op Oref Tibia
Sinistra + Orif K-Wire Fibula Sinistra di ICU Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi
Surabaya ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk :
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana
asuhan keperawatan mandiri pada klien dengan Post op Oref Tibia Sinistra + Orif
K-Wire Fibula Sinistra di ICU Rumah Sakit Orthopedi & Traumatologi Surabaya.
2. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi syarat sebagian tugas masa orientasi

D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya penulisan laporan kasus ini diharapkan :
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dengan adanya penulisan laporan kasus ini dapat menjadi sumbangan
ilmu dan meningkatkan pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan pasien
dengan kasus Post op Oref Tibia Sinistra + Orif K-Wire Fibula Sinistra.
b. Bagi Penulis
Diharapkan dengan adanya penulisan laporan kasus ini mampu meningkatkan
pengetahuan dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Fraktur Cruris.

Anda mungkin juga menyukai