Anda di halaman 1dari 14

2

partisipatif akan membawa peserta didik untuk mampu berhadapan secara


langsung dengan realitas yang ada di lingkungannya. Sehingga, peserta didik
dapat mengintegrasikan antara materi yang ia pelajari di kelas dengan realitas
yang ada.
Untuk itu sebagai calon pendidik, perlu bahwasanya untuk mengetahui lebih
jelas tentang teori pengajaran John Dewey ini. Karena itu kiranya sangat penting
bagi kami membahas mengenai materi ini, yang telah kami susun dalam bentuk
makalah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana riwayat hidup John Dewey?
2. Bagaimana konsep teori pengajaran John Dewey?
3. Bagaimana pandangan John Dewey tentang pendidikan?
4. Apakah pandangan progresif John Dewey?
5. Apa perbedaan pandangan tradisional dan pandangan progresif dalam
pendidikan?
6. Apakah pandangan konstruktivisme John Dewey?
7. Apa kelemahan dan kelebihan teori konstruktivisme?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui riwayat hidup John Dewey.
2. Untuk mengetahui konsep teori pengajaran John Dewey.
3. Untuk mengetahui pandangan John Dewey tentang pendidikan.
4. Untuk mengetahui pandangan progresif John Dewey.
5. Untuk mengetahui perbedaan pandangan tradisional dan pandangan
progresif dalam pendidikan.
6. Untuk mengetahui pandangan konstruktivisme John Dewey.
7. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan teori konstruktivisme.
4

perbuatannya, entah baik atau buruk akan diberi penilaian oleh masyarakat. Akan
tetapi di lain pihak, manusia menurutnya adalah yang menciptakan nilai bagi
dirinya sendiri secara alamiah. Masyarakat di sekitar manusia dengan segala
lembaganya, harus diorganisir dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan perkembangan semaksimal mungkin. Itu berarti, seorang pribadi
yang hendak berkembang selain berkembang atas kemungkinan alamiahnya,
perkembangan juga turut didukung oleh masyarakat yang ada disekitarnya.
Dewey juga berpandangan bahwa setiap pribadi manusia memiliki struktur-
struktur kodrati tertentu. Misalnya insting dasar yang dibawa oleh setiap manusia.
Insting-insting dasar itu tidak bersifat statis atau sudah memiliki bentuk baku,
melainkan sebagai fleksibel. Fleksibelitasnya tampak ketika insting bereaksi
terhadap kesekitaran. Pokok pandangan Dewey di sini sebenarnya ialah bahwa
secara kodrati struktur psikologi manusia atau kodrat manusia mengandung
kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diaktualisasikan
sesuai dengan kondisi sosial kesekitaran manusia. Bila seseorang berlaku yang
sama terhadap kondisi kesekitaran, itu disebabkan karena “kebiasaan”, cara orang
bersikap terhadap stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan ini dapat berubah sesuai
dengan tuntutan disekitarnya.
Pola pemikiran Dewey tentang pendidikan sejalan dengan konsepsi
instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-konsep dasar pengalaman
(experiencee), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi
(transaction) memiliki kedekatan yang akrab, sehingga Dewey mendeskripsikan
filosofi sebagai teori umum pendidikan. Pendidikan dan filosofi saling
membutuhkan satu sama lain; dimana tanpa filosofi, pendidikan kering akan
arahan inteligensi. Dalam Democracy and Education, Dewey (1961)
mendefinisikan pendidikan sebagai penuntun secara intelegensia terhadap
pengembangan tentang kemungkinan-kemungkinan yang melekat pada kebiasaan
pengalaman. Jika dielaborasi lebih lanjut, pemikiran di atas dapat diartikan bahwa
untuk dapat tertarik pada sesuatu hendaknya terlibat secara langsung. Tesis ini
berlaku baik pada anak maupun berbagai bentuk organisme lain.
5

Garis besar pemikiran pendidikan yang selalu dikaitkan dengan Dewey dan
telah banyak memberikan kontribusi terhadap konsep-konsep pendidikan perlu
digaris bawahi di sini. Menurut Garforth (1966) terdapat tiga pengaruh pemikiran
Dewey dalam pendidikan yang dirasakan sangat kuat hingga saat ini. Pertama,
Dewey melahirkan konsepsi baru tentang kesosialan pendidikan, di sini dijelaskan
bahwa pendidikan memiliki fungsi sosial yang dinyatakan oleh Plato dalam
bukunya, Republic, dan selanjutnya oleh banyak penulis disebutkan sebagai teori
pendidikan yang umum. Kedua, Dewey memberikan bentuk dan substansi baru
terhadap konsep keberpusatan pada anak (child-centredness). Bahwa konsep
pendidikan adalah berpusat pada anak, telah sejak lama dilontarkan, bahkan oleh
Aristoteles. Dalam hal ini Dewey mendasarkan konsep keberpusatan pada anak
pada landasan-landasan filosofis, sehingga lebih kuat jika dibandingkan dengan
para pendahulunya. Ketiga, proyek dan problem-solving yang mekar dari sentral
konsep Dewey tentang pengalaman telah diterima sebagai bagian dalam teknik
pembelajaran di kelas. Meskipun bukan sebagai pencetus, namun Dewey
membangunnya sebagai alat pembelajaran yang lebih sempurna dengan
memberikan kerangka teoritik dan berbasis eksperimen.

C. Pandangan John Dewey Tentang Pendidikan

1. Hakekat Pendidikan
Dalam banyak tulisannya, Dewey sering memberikan kritik terhadap sistem
sekolah tradisional, yang dapat dijelaskan di sini bahwa dalam sekolah tradisional,
pusat perhatian berada diluar anak, apakah itu guru, buku, teks dan sebagainya.
Kondisi ini merupakan kegagalan untuk melihat anak sebagai makhluk hidup
yang tumbuh dalam pengalaman dan di mana dalam kapasitasnya untuk
mengontrol pengalaman dalam transaksinya dengan lingkungan. Hasilnya pokok-
persoalan terisolasi dari anak dan hubungan menjadi formal, simbolik, statis, mati;
sekolah menjadi tempat untuk mendengarkan, untuk instruksi massal, dan
selanjutnya terpisah dari hidup.
6

Bagi Dewey, kehidupan masyarakat yang berdemokratis adalah dapat


terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu
kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah
pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap
warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup
bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu
prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam
bentuk aturan sosial politik. Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey
menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan.
Sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang
kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan


Pendidikan sangat penting dalam rangka mengubah dan membaharui suatu
masyarakat. Dewey menganggap pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
peningkatan keberanian dan pembentukan kemampuan intelegensi. Dengan itu,
dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya penghormatan pada hak dan
kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang. Baginya ilmu mendidik
tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk
membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya.
Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan
kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang baru. Pendidikan harus pula
mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen
dan refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi atas
pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik.

3. Kurikulum Inti
Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan
masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulasi-
formulasi secara sarat teoritis yang tertib. Pendidikan harus pula mengenal
hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan
7

refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman


juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian
belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan yang terus menerus untuk
membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran. Ia juga mengkritik
sistem kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan
masukan-masukan dari bawah.

4. Metode Pendidikan
Untuk memahami pemikiran John Dewey, kita harus berusaha untuk
memahami titik-titik lemah yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Ia secara
realistis mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan pentingnya
peranan guru dan mengesampingkan peranan para siswa dalam sistem pendidikan.
Penyiksaan fisik dan indoktrinasi dalam bentuk penerapan doktrin-doktrin
menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan.
Di dalam bidang pendidikan, ia menganjurkan teori dan metode learning by
doing (belajar sambil melakukan). Dalam teori dan metodenya ini, ia berpendapat
bahwa untuk mempelajari sesuatu, tidak perlu orang terlalu banyak mempelajari
itu. Dalam melakukan apa yang hendak dipelajari itu, dengan sendirinya ia akan
menguasai gerakan-gerakan atau perbuatan-perbuatan yang tepat, sehingga ia bisa
menguasai hal yang dipelajari itu dengan sempurna. Ia mengambil contoh tentang
seorang yang akan belajar berenang. Menurutnya, seorang itu tidak perlu diajari
macam-macam teori tetapi cukup ia langsung disuruh masuk kolam renang dan
mulai berenang, dengan cepat seorang itu akan menguasai kemampuan berenang.
Dewey mengadakan penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah
dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah.
Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang
mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya, ia
menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan
pemecahan masalah.
8

D. Pandangan Progresif
Paradigma pendidikan terdahulu adalah mencerdasan siswa dalam bidang
kognitif saja, para pendidik hanya berorientasi pada bagaimana cara mentransfer
materi-materi pelajaran kepada siswanya. Proses pendidikan saat itu hanya
berorientasi pada perolehan nilai akademik yang tinggi bagi para siswa, yang pada
puncaknya mereka akan menyelesaikan proses pendidikan serta “gelar-gelar
pendidikan” yang tinggi pula. Dengan kondisi yang demikian maka tidaklah salah
jika pendidikan terpisah dari masyarakat, pendidikan hanya mengasah
kemampuan intelektual. Sehingga pendidikan dipandang tidak mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Kritik pedas yang disuguhkan Dewey pada kaum tradisionalis, bahwa
pendidikan tak ubahnya gerbong yang berjalan tanpa arah dan tujuan yang pasti.
Dia menemukan suatu fenomena menarik yang terjadi di kalangan tradisional,
ketika mata pelajaran sebagai standar tingkah laku yang diwarisi dari masa lalu,
maka sikap para murid seluruhnya harus merupakan sikap kepatuhan, penerimaan,
dan ketaatan. Buku, terutama teks, menjadi representasi utama dari pengetahuan
dan kebijaksanaan masa lampau, sedang guru adalah perangkat yang efektif
menghubungkan murid dengan bahan pelajaran. Guru menjadi pelaku yang
menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan, serta memaksakan peraturan
kepada murid-muridnya.
Akibatnya, pelajar menjadi tidak peka terhadap ide, dan banyak kehilangan
dorongan untuk belajar yang mereka alami. Begitu banyak yang menemukan apa
yang mereka pelajari ternyata begitu asing dengan situasi kehidupan di luar
sekolah, sehingga tidak memberi mereka kekuatan untuk mengendalikan dalam
situasi tersebut. Selain itu, sistem pendidikan tradisional lebih memperlihatkan
suasana otoritarian dalam proses pengajarannya. Sebuah sistem yang bertolak
belakang dengan kebebasan fitrah manusia.
Berdasarkan studi pikologi belajar serta sosiologi pendidikan, maka
masyarakat pendidikan menghendaki agar proses pembelajaran harus dapat
memperhatikan minat, kebutuhan, dan kesiapan anak didik untuk belajar, serta
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. Salah satu teori yang
9

mendukung gagasan ini adalah teori belajar Progresif yang dikemukakan oleh
John Dewey. Teori Progresivisme sebetulnya merupakan perluasan pikiran-
pikiran pragmatisme pendidikan. Teori ini memandang peserta didik sebagai
makhluk sosial yang aktif, dan dia percaya bahwa peserta didik ingin memahami
tentang lingkungan dimana dia berada, baik lingkungan personal (individu)
ataupun kolektif ( sosial ).
Menurut Dewey, harus terjadi perubahan dalam situasi pendidikan. Dia ingin
adanya perubahan dalam beberapa hal dengan jalan :
1. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara perorangan.
2. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman.
3. Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti memberikan tujuan
yang dapat menjelaskan arah kegiatan belajar yang merupakan kegiatan
pokok anak didik.
4. Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kehidupan sekolah
(mencakup pengajaran, administrasi, dan bimbingan)
5. Menyadarkan murid, bahwa hidup itu dinamis. Karena itu murid harus
dihadapkan dengan dunia yang selalu berubah dengan kemerdekaan
beraktivitas, dengan orientasi kehidupan masa kini.
Dari uraian inilah pendidikan menjadi proses manusiawi yang menghargai
kreatifitas dan kebebasan yang dimiliki setiap subyek didik. Mereka dapat tumbuh
dan berkembang selalu dipengaruhi oleh pengalaman, baik perubahan fisik,
intelektual maupun moral yang berlangsung secara kontinuitas. Dengan
menempatkan pengalaman sebagai bagian dari pendidikan, maka setiap gerak
pendidikan merupakan langkah untuk menentukan nasib sebuah generasi di masa
depan. Sebab, masa depan generasi sangat ditentukan oleh kondisi pengalaman
sebelumnya, dan hal ini dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi
edukatif.
10

E. Perbedaan Pandangan Tradisional Dan Pandangan Progresif Dalam


Pendidikan
Istilah pendidikan progresif menggambarkan adanya situasi kebalikan dari
pendidikan tradisional dimana guru sebagai penguasa, murid memegang tampuk
pimpinan. Dengan kata lain, jika dahulu guru memegang otoritas penuh, sekarang
guru sebagai pelayan murid. Pikiran-pikiran progresivisme berbeda dalam sudut
pandangnya terhadap pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru yang memiliki kendali dalam pembelajaran,
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi,
3. Belajar yang pasif, dan cenderung tidak faktual,
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat, dan
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin.
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif, yaitu :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah,
2. Minat, pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik
untuk belajar,
3. Guru memiliki peran sebagai narasumber dan pembimbing kegiatan
belajar,
4. Mengembangkan kerjasama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium informasi dan pengujian
pendidikan.
Progresivisme memfokuskan kepada anak sebagai individu yang mau belajar
daripada sebagai subjek belajar, menekankan pada aktivitas-aktivitas dan
penggalian pengalaman daripada kemampuan verbal dan kemampuan membaca,
dan meningkatkan kegiatan belajar bersama dibanding belajar individual.
Walaupun sampai saat ini banyak yang meragukan teori belajar progresif mampu
mengembangkan anak didik secara optimal.
Sebagian masyarakat setuju bahwa pendekatan tradisional belum mampu
menjawab masalah pendidikan anak, sementara progresivisme memandang bahwa
kurikulum yang dibuat bukan merupakan alat untuk mentranformasi pengetahuan
terhadap anak, akan tetapi kurikulum harus disusun atas dasar kepentingan anak.
11

Karena adanya variasi kebutuhan anak, sangat mungkin terjadi variasi dalam
pendekatan pembelajaran, tentu saja hal ini memerlukan tenaga pendidik yang
mampu memainkan peran sebagai sumber belajar peserta didik.

F. Pembelajaran Konstruktivisme
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari
pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan
teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan
pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari
paham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila
apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui, serta
proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di
sekolah.
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatar belakangi pula
filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka
terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk
menemukan sendiri.
Center Of Occupational Reseach And Development (CORD) menyampaikan
lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual,
disingkat REACT, yaitu:
1. Relating : Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing : Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi),
penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).
3. Applying : Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks
pemanfaatannya.
4. Cooperating : Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal,
pemakaian bersama dan sebagainya.
5. Transfering : Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi
atau konteks baru.
12

G. Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme

1. Kelebihan
a) Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
b) Faham : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam membina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan dapat
mengapliksikannya dalam segala situasi.
c) Ingat : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka
akan ingat lebih lama suatu konsep. Murid melalui pendekatan ini
membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d) Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi
dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e) Semangat : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham,
ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan merasa
bersemangat belajar dalam membina pengetahuan baru.

2. Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik kurang begitu mendukung.

H. Aplikasi Teori John Dewey Pada Pembelajaran Siswa


Teori John Dewey dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa khususnya
pada pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan
siswa dalam berpikir untuk memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi
masalah dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat. Hal ini tentunya
akan melatih siswa untuk berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah.
Proses pembelajaran kognitif harus dilakukan secara berkelanjutan agar ada
perkembangan dalam kemampuan berpikir siswa.
Misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi pembelajaran kognitif
adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah informasi dengan
13

cermat serta kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini siswa dituntut untuk
menjalani proses pembelajaran yang bersifat intensif agar siswa memiliki
kemampuan untuk memperoleh informasi hingga memperoleh kemampuan
memecahkan masalah. Teori kognitif merupakan landasan pokok bagi
pembelajaran siswa karena teori ini mengutamakan kemampuan siswa secara
verbal. Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah :
1. Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir
untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat direkonstruksi oleh
peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali
dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan
teman yang membuat situasi menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan kognitif lebih
mengarah pada kemandirian siswa dengan kata lain guru hanya menjadi mediator
atau menyampaikan materi pendidikan. Dengan cara tersebut maka kemampuan
siswa menjadi lebih berkembang sehingga kualitas pendidikan yang dimiliki oleh
siswa tersebut menjadi lebih baik. Salah satu metode pembelajaran kognitif yang
paling tepat untuk diaplikasikan pada pembelajaran siswa adalah model CBSA
atau cara belajar siswa aktif. Cara ini dianggap paling efektif untuk
pengembangan kognisi siswa.
Beberapa contoh untuk pembelajaran kognitif antara lain pembelajaran
melalui penelitian ilmiah dan hasil penelitian tersebut didiskusikan di dalam
forum diskusi. Manfaat lain dari kegiatan diskusi ilmiah tersebut adalah melatih
siswa berpikir objekif yang secara tidak langsung berhubungan dengan gejala
kognitif.
14
14

7. Kelebihan teori konstruktivisme yaitu peserta didik akan lebih berfikir,


faham, ingat, kemahiran sosial, dan semangat dalam belajar.
Kelemahannya peran guru sebagai pendidik kurang begitu mendukung.
15

DAFTAR PUSTAKA

Koesoema, Doni. (2007). PENDIDIKAN KARAKTER Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global. Jakarta : Grasindo
Siswoyo, Dwi dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Sumatri dan Pemana J. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV.
Maulana
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILMU & APLIKASI
PENDIDIKAN BAGIAN 2 ILMU PENDIDIKAN PRAKTIS. Bandung :
Imperial Bhakti Utama

Wikipedia.org. 17 Oktober 2014. Wikipedia : John Dewey. (online). http://id.


wikipedia.org/wiki/John_Dewey
Sri ihsanti basuki. 17 Oktober 2014. Sri ihsanti basuki : Pragmatisme/
instrumentalisme - John Dewey. (online). https://www.academia.edu/ 3718495/
Pragmatisme instrumentalisme_-_John_Dewey

Anda mungkin juga menyukai