Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Lingkungan yang kompleks biasanya berisi berbagai macam organisme.
Aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya.
Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam lingkungan yang
kompleks senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh dari faktor biotik. Suatu
mikroorganisme yang hidup di alam mampu hidup secara individual sangat sedikit.
Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme,
hewan ataupun tumbuhan. Hubungan ini akan membentuk suatu pola interaksi yang
spesifik. Ilmu morfologi digunakan oleh berbagai macam ilmu lainnya. Morfologi
memiliki arti secara harfiah, yaitu pengetahuan mengenai bentuk-bentuk.
Makhluk hidup tersusun dari sel-sel yang dapat menyokong kehidupan
makhluk hidup itu sendiri. Makhluk hidup sendiri terdiri dari manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan. Makhluk hidup memiliki beragam jenis dengan karakteristik
yang berbeda-beda, menyebabkan adanya perbedaan sel-sel di dalamnya. Faktor-
faktor yang menyebabkan adanya perbedaan struktur dari sel tersebut yaitu karena
perbedaan jenis atau spesies dari makhluk hidup itu sendiri. Sel yang terdapat di
antara makhluk hidup memiliki perbedaan yang jauh dan sangat signifikan.
Seluruh sel di dalam makhluk hidup tersusun atas komponen kimiawi yang
sama meskipun dengan komposisi berbeda, yaitu sel yang berasal dari leluhur yang
sama. Proses evolusi panjang yang terjadi mengakibatkan sel-sel akan berkembang
menjadi bermacam-macam sel, sehingga adanya keanekaragaman atau diversifikasi
pada sel. Diversifikasi ini dapat diamati dalam berbagai bentuk, misalnya fisiologi,
variasi ukuran sel, morfologi, maupun metabolisme. Morfologi suatu mikroba dapat
diperiksa dalam keadaan masih hidup maupun dalam keadaan mati. Pemeriksaan
morfologi ini penting untuk mengenal klasifikasi suatu spesies. Perbedaan sel antara
makhluk hidup inilah yang membuat percobaan tentang morfologi sel ini harus
dilakukan. Tujuan percobaan dilakukan agar dapat mengetahui perbedaan sel yang
ada diantara manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan yang membentuknya.

1
2

1.2. Rumusan Masalah.


1. Bagaimana pengaruh mikroorganisme parasit terhadap morfologi sel?
2. Bagaimana hasil pengamatan yang didapat dari sel roti, sel kentang, dan
sel batang ubi kayu?
3. Bagaimana analisa terhadap morfologi sel yang terbentuk?

1.3. Tujuan.
1. Mengetahui pengaruh mikroorganisme parasit terhadap morfologi sel.
2. Mengetahui hasil pengamatan yang didapat dari sel roti, sel kentang, dan
sel batang ubi kayu.
3. Mengetahui analisa terhadap morfologi sel yang terbentuk.

1.4. Manfaat .
1. Menambah wawasan tentang pengaruh mikroorganisme parasit terhadap
morfologi sel.
2. Menambah wawasan tentang hasil pengamatan yang didapat dari sel roti,
sel kentang, dan sel batang ubi kayu.
3. Menambah wawasan analisa terhadap morfologi sel yang terbentuk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroorganisme Parasit


Mikroorganisme adalah makhluk hidup berukuran sangat kecil yang hanya
bisa diamati dengan menggunakan mikroskop. Menurut klasifikasi makhluk hidup,
mikroorganisme dapat digolongkan ke dalam lima kerajaan, yaitu protista, fungi,
monera, virus dan prion. Kerajaan yang lain adalah plantae (tanaman) dan animalia
(hewan). Ribuan jenis makhluk hidup ditinjau dari struktur selnya, dan tersusun oleh
dua jenis sel, yaitu sel prokariotik dan juga sel eukariotik (Said dan Marsidi, 2005).
2.1.1. Protista
Protista atau mikroalga menyerupai tumbuhan yang biasanya juga disebut
dengan fitoplankton. Protista ini merupakan salah satu dari kingdom dari animalia,
yang mempunyai anggota yang beragam. Protista terbagi atas tiga kelompok, yaitu
ganggang (algae), protozoa, dan kapang lendir. Ganggang adalah jenis protista yang
berfotosintesis, sedangkan protozoa bersifat heterotrof, tidak dilakukan fotosintesis.
Tipe makan pada protozoa mirip dengan hewan, dengan cara memasukkan partikel
makanan ke dalam tubuhnya. Makanan protozoa berupa bakteri atau protozoa lain
dan absorbsi nutrisi berasal dari lingkungannya. Protozoa menempati habitat pada
bermacam-macam tipe perairan. Protozoa mempunyai empat kelompok taksonomi,
yaitu flagellata, amoeba, ciliata, dan juga apikomplexan (Kasrina dkk, 2012).
Flagellata ditandai dengan adanya satu atau lebih flagella dalam tubuhnya,
hidup bebas atau sebagai parasite, sebagai contoh adalah pteromonas, dan euglena.
Amoeba tidak mempunyai alat lokomosi permanen, pergerakan dilakukan dengan
pseudopodia (kaki semu) yang merupakan perpanjangan dari selnya. Cara makan
mengambil sendiri atau memangsanya dengan cara menggunakan kaki semunya dan
makanan kemudian masuk dalam vakuola makanan. Ciliata ditandai dengan adanya
silia diseluruh permukaan tubuhnya. Silia digunakan untuk membantu pergerakan
dan memasukkan makanan, hampir semua anggota dari ciliata hidup bebas. Contoh
umumnya dijumpai adalah Paramaecium sp. Paramaecium mempunyai dua bahan
genetik, yaitu makro nukleus tunggal yang berperan dalam mengontrol aktifitas dari
4

sehari-hari. Mikro nukleus poliplod (1-80) dan berperan dalam reproduksi seksual.
Apikomplexan dengan anggota memiliki sifat parasit dan banyak menjadi penyebab
penyakit pada makhluk hidup khususnya pada manusia yang tubuhnya kurang sehat.
2.1.2. Fungi
Dunia mikrobia, jamur termasuk divisi mycota (fungi). Mycota berasal dari
bahasa Yunani yaitu mykes disebut fungi dalam bahasa latin. Istilah untuk menyebut
jamur, mushroom yaitu jamur yang menghasilkan badan buah besar, juga termasuk
jamur yang dapat dimakan, mold yaitu jenis jamur yang berbentuk seperti benang-
benang, dan khamir yaitu jamur dengan sel satu (Susilowati dan Listyawati, 2001).
Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal,
multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari
kitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorgano heterotrof
karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur juga memerlukan
oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat atau tempat hidup jamur terdapat
pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit
atau parasit pada makhluk hidup,yaitu tanaman, hewan, dan parasit pada manusia.
Jamur benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang disebut
miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang
tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus.
Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa
vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel reproduksi atau spora.
Hifa merupakan benang atau serat halus sebuah fungi. Hifa tersebut memiliki arah
pertumbuhan keluar dari media sering disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa
yang berfungsi untuk menyerap makanan dari suatu substrat (Kasrina dkk, 2012).
Berdasarkan bentuknya hifa juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu hifa
tidak bersepta dan juga hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur
yang termasuk Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini memiliki bentuk sel
memanjang, bercabang-cabang, juga terdiri atas sitoplasma dan dengan banyak inti
(soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat tinggi, atau yang
termasuk Eumycetes. Hifa bersepta berinti tunggal merupakan hifa yang disusun
oleh sel-sel berinti tunggal dan memiliki sekat hifa hanya memiliki satu inti sel saja.
5

Beberapa klasifikasi jamur, yaitu Acrasiomycetes (Jamur lendir selular),


Myxomycetes (Jamur lendir sejati), Phycomycetes (Jamur tingkat rendah), dan juga
Eumycetes (Jamur tingkat tinggi). Eumycetes juga terdiri atas tiga klasifikasi yaitu
Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes (Fungi imperfecti). Sistem tata
nama dari jamur jenis ini menggunakan nama binomial, yang terdiri nama genus
dan juga nama spesifik atau spesies. Nama famili dengan akhiran -aceae, penamaan
order dengan akhiran –ales, dan juga penamaan klasis dengan akhiran –mycetes.
2.1.3. Monera
Monera dalam bahasa Yunani yaitu moneres yang memiliki arti tunggal
merupakan kelompok organisme yang sebagian besar anggotanya memiliki ciri-ciri
berukuran renik, bersel tunggal (uniseluler), dan juga tidak memiliki membran inti
(prokariot). Kingdom monera terdiri atas bakteri dan juga ganggang hijau biru
(Sianobakteria). Bakteri dalam bahasa Yunani yaitu bakterion yang berarti batang
yang kecil ditemukan pertama kali oleh ilmuwan Belanda bernama Anthony van
Leeuwenhoek. Leeuwenhoek kemudian menerbitkan aneka ragam gambar bentuk
bakteri pada tahun 1684. Ilmu yang mempelajari bakteri mulai berkembang. Ilmu
yang mempelajari tentang bakteri disebut bakteriologi (Khotimah dkk, 2014).
Bakteri berasal dari kata bacterion yang berarti small stick, merupakan
organisme mikroskopis yang tersusun atas satu sel. Bakteri sebagai mikroorganisme
memilki kemampuan adaptasi hidup di berbagai habitat (kosmopolitan). Bakteri ini
dapat menyebabkan penyakit (pathogen) dan non pathogen. Morfologi bakteri ini
berukuran antara 0,5-1,0 x 2,0-5,0 μm (mikro meter), Bakteri mempunyai empat
bentuk dasar, yaitu kokus, basil, spiral, dan vibiro. Bakteri juga memiliki peranan
mineralisasi di dalam tanah, pencucian terhadap bijih logam, juga bakteri dalam
makanan, bakteri dalam industri, dan bakteri dalam dunia kesehatan (probiotik).
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan tersebar
luas dibandingkan makhluK hidup lainnya. Bakteri memiliki ratusan ribu spesies
yang hidup di gurun pasir, salju atau es, hingga lautan. Bakteri untuk manusia ada
yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Bakteri juga memiliki ciri yang
membedakannya dengan makhluk hidup lain. Bakteri adalah organisme uniseluler,
prokariot, dan umumnya bakteri juga tidak memiliki klorofil (Black, 2002).
6

Ukuran tubuh bakteri bervariasi, dari berdiameter 0,12 mikron sampai


yang panjangnya ratusan mikron (1µm = 1/1.000 mm). Rata-rata ukuran sel bakteri
yaitu 1-5 mikron. Bakteri dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya dan
mikroskop elektron. Bakteri yang paling renik adalah mycoplasma yang memiliki
ukuran 0,12 mikron. Bakteri terbesar adalah Bacillus megaterium yang berukuran 1
mm. Bentuk dasar sel bakteri beraneka ragam, yaitu kokus (bulat), basil (batang),
dan spirila (spiral). Bentuk dasar dari bakteri tersebut, juga terdapat bentuk antara
kokus dan juga basil disebut kokobasil. Contoh bakteri berbentuk kokobasil adalah
Coxiella burneti. Bakteri Coxiella burneti biasanya yang menyebabkan suhu tubuh
menjadi berubah dari suhu normal atau sering disebut penyebab dari demam.
2.1.4. Virus
Virus merupakan organisme peralihan antara makhluk hidup dan benda
mati. Virus berasal dari bahasa latin yaitu venom berarti racun. Virus berukuran ultra
mikroskopis 28-200 nm, organisme nonseluler, parasit obligat, tubuh disusun oleh
asam nukleat (DNA atau RNA) dan protein. Virus dapat memperbanyak diri dalam
jaringan atau organisme hidup, dapat melewati saringan bakteri, dan virus dapat
dikristalkan. Virus mempunyai ciri-ciri makhluk hidup, misalnya mempunyai DNA
(asam deoksiribo nukleat) dan dapat berkembangbiak pada sel hidup. Memiliki ciri-
ciri benda mati seperti tidak memiliki protoplasma (Said dan Marsidi, 2005).
Para penemu virus antara lain D. Iwanoski tahun 1892 pada tanaman
tembakau, dilanjutkan M. Beijerinck tahun 1898, Loffern dan Frooch tahun 1897
menemukan dan memisahkan virus penyebab penyakit mulut dan kaki (food and
mouth diseases). Reed tahun 1900 berhasil menemukan virus penyebab sakit kuning
(yellow fever), Twort dan Herelle pada tahun 1917 penemu Bakteriofage, Wendell
M. Stanley tahun 1935 berhasil mengkristalkan suatu virus mosaik pada tanaman
tembakau. Ilmu cabang biologi yang mempelajari virus disebut dengan virology.
Virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel
eukariota, sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk jenis yang
menyerang jenis sel prokariota. Virus dalam bereproduksi dengan memerlukan sel
inang, sehingga virus bersifat parasit obligasi. Virus memiliki salah satu dari asam
nukleat (RNA atau DNA) yang diselubungi oleh pelindung yang terdiri atas protein,
7

lipid, glikoprotein. Definisi virus secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu
virion yang artinya racun. Virus merupakan organisme subseluler karna ukurannya
yang sangat kecil, virus hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron, dan
juga virus berukuran yang lebih kecil dari pada ukuran bakteri (Betsy, 2005).
Kapsid merupakan pembungkus asam nukleat, kapsid inilah yang akan
menentukan morfologi virus. Kapsid berfungsi sebagai pelindung asam nukleat,
melekatkan virion pada sel inang yang terinfeksi virus, dan sebagai penyedia protein
untuk virion saat virion menginfeksi membran sel inang. Asam nukleat berperan
penting dalam siklus hidup virus, sama dengan organisme lainnya asam nukleat
pada virus berfungsi sebagai penyimpan informasi genetik yang diperlukan untuk
sintetis protein. Sampul pada virus merupakan hasil dari modifikasi virus terhadap
membran sel inang sudah terinfeksi oleh virus. Sampul virus terdiri dari susunan
molekul lipid dan protein itulah bagian-bagian virus (Sari dan Andayani, 2019).
Struktur virus dengan morfologi helix terbentuk dari susunan subunit
protein terselubung yang disebut dengan kapsomer melingkar suatu sumbu axis.
Susunan virus dengan morfologi helix ini membuat virus mempunyai bentuk seperti
batang atau filamen. Materi genetik virus dengan morfologi helix ini terletak dalam
rongga dan terikat dengan protein kapsid. Morfologi virus polihedral tersusun dari
kapsomer yang berjumlah sangat banyak yang menyelubungi genom virus secara
keseluruhan. Asam nukleat pada morfologi ini tidak mempunyai ikatan terhadap
protein kapsid. Virus dengan morfologi polihedral mempunyai ukuran yang sangat
bervariasi berkisar antara nilai 20-400 nm yang berbeda-beda dan tidak sama.
Virus bersampul memiliki lapisan luar atau membran yang menyelubungi
kapsid yang disebut dengan sampul (envelope). Morfologi virus ini memiliki bentuk
bermacam-macam sesuai dengan bentuk dari kapsidnya, meskipun ada juga sampul
yang berbentuk helix dan polihedral. Morfologi virus kompleks memiliki bagian-
bagian tubuh yang lebih kompleks dibandingkan dengan ketiga morfologi virus
lainnya. Morfologi yang sangat kompleks ini menandakan virus tersebut memiliki
kelebihan yang berbeda dibanding virus morfologi lain. Organisme hidup virus pada
morfologi ini juga memiliki bagian tubuh seperti kepala dan juga bagian ekor, salah
satu contoh virus dengan morfologi virus kompleks ini adalah bakteriofage.
8

2.1.5. Prion
Jasad yang lebih sederhana daripada virus adalah prion, yang terdiri suatu
molekul protein yang infeksius. Adanya kenyataan ini merupakan perkecualian
sistem biologi, karena prion menyimpan beberapa sifat genetiknya di dalam rantaian
polipeptida, bukan di dalam RNA atau DNA. Prion dapat menggandakan diri di
dalam sel inang dengan mekanisme yang belum jelas. Jasad hidup yang susunan
kimianya terdiri dari beberapa molekul protein, jasad ini disebut prion.

2.2. Karakteristik Bakteri


Ciri-ciri paling sederhana dari bakteri adalah keberadaan bakteri sebagai
organisme bersel tunggal. Bakteri archaeans, dan eubacteria memiliki ciri yang
sama yaitu menghabiskan seluruh siklus hidup mikroskopis mereka sebagai sel
tunggal independen. Contohnya seperti dalam tanah myxobacteria membentuk
tubuh berbuah multiseluler bagian siklus hidup mereka (Sabdaningsih dkk, 2013).
Sel eukariotik seperti tanaman, hewan dan jamur, memiliki inti yang terikat
membran yang compartmentalizes DNA sel dari sisa sel. Fungsi lainnya juga dapat
diserap ke membran terikat organel khusus, seperti mitokondria untuk respirasi sel
dan kloroplas untuk fotosintesis. Bakteri juga tidak memiliki nukleus dan organel
kompleks dalam sel mereka. Bakteri tidak memiliki organisasi internal, DNA ini
mereka sering diasingkan ke sel bakteri yang dikenal sebagai nucleoid. Nucleoid ini
tidak secara fisik dipisahkan dari seluruh sel dengan bagian membrannya.
Membran plasma umumnya ada di seluruh sel hidup lainnya, membran ini
bukan fitur bakteri. Organel internal tidak ada pada akhirnya menurunkan banyak
fungsi yang terjadi dalam sel-sel eukariotik dan akan terjadi pada membran plasma
bakteri. Infoldings khusus dari membran plasma memungkinkan bakteri fotosintetik
untuk melakukan reaksi tergantung pada cahaya fotosintesis sehingga fotosintesis
eukariota dilakukan pada selaput thykaloid dalam kloroplas yang ada.

2.3. Mikroba Penyubur Tanah


Pupuk hayati (biofertilizer) merupakan bahan-bahan penyubur tanah yang
mengandung mikroba hidup atau sel hidup yang berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan akar tanaman menyerap unsur-unsur hara dari dalam tanah guna untuk
mendukung pertumbuhan tanaman. Mikroba membantu menguraikan unsur-unsur
9

yang ada pada tanah menjadi senyawa yang dapat diserap oleh akar tanaman. pupuk
hayati prinsipnya merupakan mikroba mampu meningkatkan atau memperbaiki
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Konsumsi pupuk kimia dapat dikurangi,
maka teknologi pupuk hayati ini diyakini sebagai bagian penting dalam sistem
pertanian berkelanjutan. Beberapa jenis mikroba yang umumnya digunakan sebagai
pupuk hayati adalah bakteri penambat N, bakteri dan fungi pelarut P, bakteri pelarut
K, bakteri penghasil fitohormon dan fungi mikoriza arbuskular (Sudiarti, 2017).
Penggunaan pupuk hayati tidak akan meninggalkan residu terhadap hasil
tanaman aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Penggunaan pupuk hayati
diharapkan dapat meningkatkan kesehatan tanah, memacu pertumbuhan tanaman
dan meningkatkan produktivitas tanaman. Penggunaan pupuk hayati tidak hanya
meningkatkan kadar unsur hara pada tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K), tetapi juga dapat menjaga kandungan senyawa organik dan total N
dalam tanah. Pupuk hayati majemuk Bio-SRF merupakan suatu pupuk hayati yang
diformulasi dalam bentuk granul dan mengandung konsorsia mikroba unggul yang
bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan tanah, memacu pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik hingga 50%. Kandungan mikroba dalam pupuk hayati Bio-SRF
terdiri dari bakteri penambat N (Corynebacterium sp. dan Lactobacillus sp.), bakteri
pelarut P (Burkholderia seminalis), bakteri penghasil fitohormon (Pseudomonas
stutzeri) dan juga pada jenis fungi mikoriza arbuskular (Betsy, 2005).
Mikroba sebagai bahan aktif pupuk hayati umumnya diformulasi dalam
bahan pembawa berbentuk cair, serbuk atau granul. Bahan pembawa inokulan
serbuk dapat digunakan bahan organik seperti gambut, arang, sekam, dan kompos.
Bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi produk pupuk hayati bentuk
serbuk, padat adalah mineral tanah liat, tanah diatoma, mineral karbon putih, dedak
padi, tanah gambut, lignite, humus, dan arang kayu (Sari dan Andayani, 2019).
Teknologi proses produksi pupuk hayati perlu dikaji dan dilakukan
optimasi untuk mendapatkan produk pupuk hayati yang unggul dan memenuhi
persyaratan mutu nilai produk pupuk hayati. Kajian proses ini produksi meliputi
penggunaan isolat mikroba yang unggul, komposisi medium dan kondisi proses
10

produksi yang optimal serta formulasi produk pupuk hayati. Produk pupuk hayati
yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian aplikasi pada berbagai jenis tanaman dan
kondisi lahan untuk mengetahui kualitas dan efektivitas pupuk hayati.
Jenis mikroba tanah yang sering digunakan sebagai biofertilizer antara lain
bakteri pemfiksasi N non simbiosis, bakteri N simbiosis, jamur mikoriza, dan
bakteri pelarut fosfat. Mikroba tanah tersebut bila dimanfaatkan secara bersama dan
tepat dalam suatu sistem pertanian organik dapat memberikan dampak positif bagi
ketersediaan hara yang dibutuhkan oleh tanaman, pengendalian hama penyakit serta
dapat meningkatkan pertumbuhan produktivitas tanaman (Khotimah dkk, 2014).
Stabilitas agregat pada umumnya meningkat dengan makin banyaknya
jumlah mikroorganisme. Penambahan jumlah bakteri (Azotobacter chroococcum
dan Pseudomonas sp.) dan ragi (Lypomyces starkeyi) yang ternyata meningkatkan
stabilitas agregat terhadap kekuatan air. Sebaliknya tanah yang ditambah jenis
jamur (Mucor hiemalis) menunjukkan hasil yang berbeda. Berbeda dengan kasus
jamur , dengan adanya jamur perekatan ini tidak terjadi, karena hifa jamur akan
menghalangi kontak antara partikel tanah dengan bakteri disekelilingnya. Kondisi
yang lain, hifa jamur biasanya dapat melindungi agregat primer yang dibentuk oleh
perekatan bakteri untuk membentuk agregat sekunder. Bahan perekat di alam yang
jarang dijumpai berupa mikroorganisme saja, dan juga pada umumnya memiliki
kombinasi dengan ikatan asam organik (Susilowari dan Listyawai, 2001).
Pemanfaatan mikroorganisme tanah untuk meningkatkan efisiensi serapan
hara oleh akar tanaman pada umumnya melalui peningkatan kelarutan unsur hara
yang dibutuhkan tanaman baik yang berasal dari pupuk maupun yang berasal dari
mineral tanah dan atau peningkatan kemampuan akar menyerap hara. Hal ini
berkaitan dengan bakteri pelarut hara dan yang berkaitan dengan jamur mikoriza.
Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. adalah jenis bakteri yang mampu meningkatkan
kelarutan fosfat dalam tanah. Jenis yang pertama mampu mengakumulasi nitrit,
dapat meracuni tanaman. Pseudomonas fluorescens-putida mampu membentuk
koloni di rhizosfer dengan cepat sehingga dapat meningkatkan hasil kentang, bit
gula dan lobak sebanyak 144 %. Tanaman kedelai merupakan kombinasi antara
Pseudomonas putida dan Azospirillum sp. untuk meningkatkan serapan N dan P.
11

Pemberian bakteri pelarut fosfat juga meningkatkan laju pertumbuhan bibit lamtoro,
meningkatkan ketersediaan fosfat pada tanah dengan tingkat pH tinggi >7 dan juga
kadar P pada tanah juga tersedia tinggi dengan nilai sebesar 95 ppm (Sudiarti, 2017).
Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara kurang lebih 74%. N udara
biasanya tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tanaman tidak ada satupun
yang dapat menyerap N dari udara. N harus difiksasi atau ditambat oleh mikroba
tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N
ada yang bersimbiosis dengan tanaman ini dan ada pula yang hidup bebas di sekitar
perakaran tanaman. Berbagai jenis-jenis bakteri fiksasi N2 secara hayati, antara lain
terdiri atas rhizobia, sianobakter, bakteri foto autotrofik pada air tergenang dan juga
permukaan tanah, dan bakteri heterotrofik dalam tanah dan juga zona akar. Bakteri
fiksasi N2 hidup bebas pada daerah perakaran dan jaringan tanaman padi, seperti
Pseudomonas sp., Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, dan
Herbaspirillum telah terbukti mampu melakukan fiksasi N2 (Black, 2002).
Bakteri fiksasi N2 pada rizosfer tanaman gramineae, seperti Azotobacter
paspali dan Beijerinckia sp., termasuk salah satu dari kelompok bakteri aerobik
yang mengkolonisasi permukaan akar. Kelompok prokariotik fotosintetik, seperti
sianobakter, mampu mempertahankan kesuburan ekosistem pada saat kondisi alami
lahan pertanian dengan menggunakan kemampuannya mengikat N2 (Betsy, 2005).
Bakteri fiksasi N2 yang hidup bersimbiosis dengan tanaman kacang-
kacangan (rhizobia) dan disebut juga sebagai bakteri bintil akar (root nodulating
bacteria). Pemanfaatan rhizobia sebagai inokulan pupuk hayati dapat meningkatkan
ketersediaan N bagi tanaman, yang dapat mendukung peningkatan produktivitas
tanaman kacangkacangan. Keefektivan inokulasi rhizobia juga dipengaruhi oleh
kesesuaian inokulan rhizobia dengan jenis dan varietas tanaman dan jenis tanah
yang diinokulasi, serta dipengaruhi oleh factor-faktor kompetisi melalui rhizobia
indigenous. Mikroba tanah yang lain juga berperan di dalam penyediaan unsur hara
tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang lama
diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi
(jenuh). Hara P biasanya hanya sedikit atau bahkan tidak tersedia sama sekali bagi
tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sangat sukar larut.
12

Berbagai spesies mikroba pelarut P, antara lain Pseudomonas, Microccus,


Bacillus, Flavobacterium, Penicillium, Sclerotium, Fusarium, dan Aspergillus,
berpotensi tinggi dalam melarutkan P terikat menjadi P tersedia di dalam tanah.
Mekanisme pelarutan P dari bahan yang sukar larut terkait erat dengan aktivitas
mikroba bersangkutan dalam menghasilkan enzim fosfatase dan fitase dan asam-
asam organik yang dihasilkan dari metabolisme seperti asetat, propionat, glikolat,
fumarat, oksalat, suksinat, dan, sitrat, laktat, dan juga ketoglutarat.
Mekanisme pelarutan P yang terikat dengan Fe (ferric phosphate) pada
tanah sawah terjadi melalui peristiwa reduksi, sehingga Fe dan P menjadi tersedia
bagi tanaman. Proses utama pelarutan senyawa fosfat sukar larut karena adanya
produksi asam organik dan sebagian asam anorganik oleh mikroba yang dapat
berinteraksi dengan senyawa P sukar yang larut dari kompleks Al-, Fe-, Mn-, dan
Ca-. Kemampuan cendawan melarutkan P lebih besar dibanding bakteri cendawan
yang dapat melarutkan P hingga dilakukan dua kali pada tingkatan pH 4,6-2,9, dan
bakteri sekitar 1,5 kali pada tingkatan pH 6,5-5,1 (Sari dan Andayani, 2019).
Mikoriza berperan meningkatkan serapan P dan unsur mikro Zn, Cu, dan
Fe. Hal ini terjadi melalui percepatan pertumbuhan akar dengan adanya simbiosis
jamur tersebut. Mikoriza memiliki struktur hifa yang menjalar luas ke dalam tanah,
melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar. Daerah akar bermikoriza
tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka waktu yang lebih lama jika
dibandingkan dengan akar yang tidak memiliki mikoriza pada akarnya.
Degradasi bahan organik di lingkungan anerob dapat terjadi melalui proses
reduksi sulfat. Reduksi sulfat hampir mencapai 100% dari total emisi 𝐶𝑂2 dari
sediment mangrove. Bakteri pereduksi sulfat yang terdiri atas genera Desulfovibrio,
Desulfotomaculum, Desulfosarcina, dan Desulfococcus mempunyai kemampuan
memetabolisme senyawa sederhana, seperti laktat, asetat, propionat, butirat, dan
benzoat. Beberapa spesies bakteri rizosfer yang mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman sering juga disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau
Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT). RPPT terdiri atas genus
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Bacillus, Arthrobacter, Bacterium,
Mycobacterium, dan juga Pseudomonas (Said dan Marsidi, 2005).
13

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat.
1. Mikroskop.
2. Api bunsen.
3. Tabung reaksi.
4. Jarum ose.
5. Pipet tetes.
6. Pinset.
7. Pisau cutter tajam.
3.1.2. Bahan.
1. Aquadest.
2. Serat kapas.
3. Methylene blue.
4. Daun.
5. Minyak emersi.
6. Batang ubi kayu.
7. Roti (segar dan rusak)
8. Air comberan.
9. Kentang (segar dan rusak)
10. Bawang merah (segar dan rusak)

3.2. Prosedur Percobaan.


3.2.1. Simple Staining (Pewarnaan Sederhana)
1. Kaca objek dibersihkan menggunakan alkohol 95%.
2. Setetes air comberan atau lendir makanan basi disiapkan untuk diwarnai.
3. Biakan 1 atau 2 ose diambil dan letakkan di tengah gelas objek.
4. Ujung jarum ose digunakan, dan sebarkan biakan hingga melebar dan
diperoleh apusan tipis berdiameter 1 hingga 2 cm.
14

5. Fiksasi dilakukan dengan mengangin-anginkan atau melewatkannya di


atas api bunsen hingga apusan tampak kering atau transparan.
6. Methylene blue diteteskan ke atas kaca objek.
7. Aquadest disemprotkan.
8. Keringkan hati-hati dengan tissue (jangan sampai terkena apusan).
9. Amati dengan mikroskop dengan variasi perbesaran dan bantuan minyak
emersi.
10. Gambar bentuk sel yang terlihat.
3.2.2. Pengamatan Sel Bawang Merah, Daun, dan Serat Kapas
1. Kaca objek dibersihkan.
2. Helaian bawang merah atau daun atau serat kapas diiris tipis.
3. Ambil dengan pinset dan letakkan di kaca objek.
4. Aquadest diteteskan.
5. Amati di bawah mikroskop dengan variasi perbesaran.
6. Gambar bentuk sel yang terlihat.
3.2.3. Pengamatan untuk Roti, Susu, dan Daging (Segar dan Rusak)
1. Kaca objek dibersihkan.
2. Preparat yang segar kemudian diambil sedikit.
3. Aquadest diteteskan.
4. Amati di bawah mikroskop dengan variasi perbesaran.
5. Lakukan hal yang sama untuk preparat dengan bahan yang rusak.
6. Bandingkan hasilnya.
7. Gambar bentuk sel yang terlihat.
15

DAFTAR PUSTAKA

Betsy, T. 2005. Microbiology Demystifed. USA: McGraw-Hill Publisher.


Black, J. G. 2002. Microbiology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Kasrina, dkk. 2012. Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa Kelurahan Bentiring
Permai Kota Bengkulu sebagai Alternatif Sumber Belajar Biologi SMA.
Jurnal Exacta. 10(1): 1-8.
Khotimah, F. N., dkk. 2014. Miskonsepsi Konsep Archaebacteria dan Eubacteria.
Edusains. 6(2): 118-128.
Sabdaningsih, A., dkk. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Morfologi Koloni Bakteri
Asosiasi Alga Merah (Rhodophyta) dari Perairan Kutuh Bali. Jurnal
Biologi. 2(2): 11-17.
Said, N. I., dan Marsidi, R. 2005. Mikroorganisme Patogen dan Parasit di dalam Air
Limbah Domestik serta Alternatif Teknologi Pengolahan. Mikroorganisme
Patogen dan Parasit. 1(1): 65-70.
Sari, L. R., dan Andayani, P. 2019. Studi Numerik Model Virus Hepatitis B dengan
Pengaruh Penyembuhan dan Absorpsi. Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. 16(1): 1-7.
Sudiarti, D. 2017. The Effectiveness Of Biofertilizer On Plant Growth Soybean
“Edamame” (Glycin Max). Jurnal Sain Health. 1(2): 46-50.
Susilowati, A., dan Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme
Sumber Kontaminasi Kultur In Vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium
MIPA Pusat UNS. Biodiversitas. 2(1): 111-114.

Anda mungkin juga menyukai