Anda di halaman 1dari 29

1.

LETAK GEOGRAFIS

 Letak Geografis WPP NRI 718

Batas-batas koordinat geografis WPPNRI secara umum mengacu kepada

Peta Laut IHO (IHO Seas Map) Sheet 3, dengan dokumen revisi terkini adalah

Draft IHO Publication S-23 4th Edition (2002) pada Chapter 5 dan 6. Khususnya

untuk koordinat geografis WPPNRI 716 adalah memodifikasi dari batas geografis

Laut Aru yang tercantum di Draft IHO Publication S-23 4th Edition (2002) pada

Chapter 6 indeks lokasi peta 6.14. Digunakan juga Chapter 5 indeks lokasi peta

5.15 untuk Laut Timor bagian Timur, dan indeks lokasi peta 5.16 untuk Laut

Arafura.

Batas geografis WPPNRI 718 yang meliputi Laut Aru, Laut Arafura, dan

Laut Timor bagian timur tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan 18/PERMEN-KP/2014. WPPNRI 718 ini berbatasan dengan wilayah

teritorial dan yurisdiksi 3 negara, yakni Timor Leste, Australia, dan Papua Nugini.

Kawasan perairan WPPNRI 718 mempunyai batas-batas koordinat

geografis seperti tertera pada tabel di bawah ini.


Laut Arafura (WPP 718) merupakan salah satu perairan tersubur di dunia,

sehingga sumberdaya perikanan di perairan ini tergolong melimpah, terutama

udang dan ikan demersal. Usaha penangkapan udang di perairan ini sudah

dilakukan sejak lama, dimulai oleh perusahaan patungan (joint venture) antara

Indonesia dengan Jepang pada tahun 1970-an yang berpangkalan di Sorong dan

Ambon. Dalam perkembangannya, basis penangkapan udang di Laut Arafura

berkembang ke daerah Merauke, Tual, Benjina,Kaimana, Ambon dan Kendari.

Dengan perkembangan tersebut maka tekanan penangkapan terhadap

sumberdaya perikanan udang bertambah pula.


 Variabilitas Iklim
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh

adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun.

Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom

perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan gradient suhu

secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi

3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut

juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut

lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir

homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar

perairan.
Kawasan WPPNRI 718 yang lebih didominasi oleh laut ketimbang

daratan, sangat kental dipengaruhi oleh interaksi antara laut dan atmosfer.

Penerimaan cahaya matahari di kawasan pesisir dan perairan WPPNRI 718

pada kurun waktu 2007 hingga 2010 mengalami fluktuasi. Berdasarkan data

pemantauan satelit oleh Pranowo dkk. (2014), pada tahun 2007 penerimaan

cahaya matahari di WPPNRI 718 mengalami tertinggi dalam kurun waktu 2007-

2010, yakni 390-425 w/m2 (rerata tahunan 407,5 w/m2), kemudian sedikit

menurun di tahun 2008 yakni menjadi 390-420 w/m2 (rerata tahunan 405 w/m2),

dilanjutkan dengan penurunannya di 2009 menjadi 385-415 w/m2 (rerata

tahunan 400 w/m2), dan pada 2010 kembali mengalami sangat sedikit

peningkatan yakni menjadi 385-420 w/m2 (rerata tahunan 402,5 w/m2).


Kondisi curah hujan adalah kondisi yang penting untuk diketahui oleh

masyarakat pesisir, nelayan, petani garam, dan pembudidaya perikanan karena

sangat mempengaruhi segala aktivitas dan juga mempengaruhi pembenihan dan

proses pertumbuhan biota laut yang dibudidayakan.


Suhu permukaan laut perairan Indonesia umumnya berkisar antara 25 –

30oC dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya

kedalaman hingga 80 db, sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara


31,2 – 34,5 ‰ (Tomascik et al. 1997 a). Nontji (1993) mengatakan bahwa suhu

permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28 – 31oC.


Sebaran suhu permukaan di WPP 718 pada periode Januari-Maret

cenderung lebih hangat berkisar antara 29-30oC, terutama pada bulan Januari

disepanjang pantai mulai dari Mimika hingga Marauke suhu ratarata diatas 30oC,

sedangkan pada bulan Febuari dan Maret suhu permukaan cenderung seragam.

Kondisi ini kemudian meningkat dibulan April, dimana suhu permukaan diatas

29oC sedangkan dibagiian utara dan timur WPP 718 cendrung meningkat hingga

diatas 30oC.Kondisi sebaliknya mulai terjadi pada bulan Mei, dimana rata-rata

suhu permukaan dibawah 29oC.


Kondisi ini terus berlangsung hingga bulan oktober dimana suhu berkisar

antara 28-24oC dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus dimana suhu

hingga dibawah 24oC kondisi kemungkinan disebabkan karena terjadinya up

welling (Wyrtki, 1961). Selain itu secara keseluruhan kondisi ini kemungkinan

disebabkan karena pada periode tersebut posisi matahari lebih ke utara dan

bumi belahan selatan mengalami musim dingin seperti Australia, dimana suhu

dengin berhembus sampai ke perairan Indonesia. Pada Bulan November dan

Desember perairan WPP 718 mulai menghangat kembali terutama wilayah timur

disepanjang pantai Mimika dan Marauke dimana suhunya mencapai diatas 3.

2. HASIL TANGKAPAN

A. Jenis Ikan
Laut Arafura (WPP 718) salah satu zona yang memiliki sumberdaya biota

laut yang melimpah terutama pada komiditas udang dan ikan demersal.Pada

saat ini, penangkapan udang dan ikan demersal dengan alat tangkap tradisional

(trammel net, pukat pantai, gillnet dasar, pancing ulur) dilakukan pada perairan

terbatas di perairan sekitar Merauke, Kaimana, Fakfak, Dobo dan

Saumlaki).Sementara penangkapan ikan dasar dalam skala industri

menggunakan rawai dasar (bottom longline, BLL) dan pancing ulur (drop line) di

Laut Arafura berkembang sejak tahun 1990-an, yaitu sejak armada BLL dari

Tanjung Balai Karimun (TBK) berekspansi dengan basis operasional di

Probolinggo (Jawa Timur).

Selain udang dan ikan demersal Laut Arafura juga memiliki sumberdaya

ikan pelagis kecil yang menjadi sumber nafkah bagi masyarakat nelayan skala

kecil.Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah

pukat cincin (purse seine, PS), jaring insang (gillnet) dan payang yang berbasis

di Kaimana, Fakfak, Dobo dan Tual. Khusus penangkapan ikan terbang (diambil

telurnya) dengan alat bantu pakkaja dan bale-bale banyak dilakukan oleh

nelayan dari Sulawesi Selatan dengan basis operasional di Fakfak.

1. Ikan Pelagis Kecil

Laut Arafura(WPP 718) memiliki banyak sumber daya laut salah satunya

adalah ikan pelagis Kelompok ikan pelagis kecil yang dominan dan mempunyai

nilai ekonomis terutama dari famili Clupeidae (spesies Sardinella gibbosa. dan

Anadontostoma chacunda), Carangidae (spesies Decapterus spp., Selaroides

leptoilepis), Engraulidae (spesies Stolephorus spp., Polynemus spp.),


Scombridae (spesies Rastrelliger brachysoma) dan ikan terbang, famili

Excocoetidae (Hirundichthys oxycepalus).

 Daerah Penangkapan
Sumberdaya ikan pelagis kecil menyebar di perairan Arafura terutama

pada wilayah dengan kedalaman kurang dari 100 m. Daerah penangkapannya

terdapat di bagian selatan pulau Panjang, perairan Kaimana, Tembagapura

sampai di daerah Pulau Dolak dan Kaimana, perairan kepulauan Aru dan

Yamdena. Daerah penangkapan telur ikan terbang yang utama berada di

perairan sebelah barat Fak-Fak sampai sebelah timur Seram Lokasi

penangkapan biasanya ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam dari daratan dan

tersebar hingga perairan sebelah utara Kaimana. Jumlah hari laut ini cenderung

semakin lama pada puncak musim bertelur (puncak pemijahan) ikan terbang.

 Alat Tangkap
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan

pelagis kecil di Laut Arafura adalah pukat cincin, jaring kembung, jaring insang
hanyut dan bagan (apung/perahu) serta pakkaja untuk pengumpul telur ikan

terbang. Pukat cincin mini banyak terdapat di sekitar Tual, Dobo (Maluku

Tenggara) dan Kaimana. Sementara jaring untuk ikan kembung juga ditemukan

di Dobo, Kaimana dan Fakfak. Adapun alat tangkap bagan ditemukan di Tual dan

Kaimana serta Fakfak. Keberadaan pakkaja (alat pengumpul telur ikan terbang)

ditemukan di Fakfak.

2. Ikan Pelagis Besar

Laut Arafura (WPP 718) tidak hanya memiliki sumberdaya berupa ikan

pelagis kecil di laut ini juga terdapat ikan pelagis besar yang merupakan ikan

ekonomis penting seperti ikan tongkol (tongkol lisong, tongkol krai, dan tongkol

komo), cucut, marlin dan tenggiri. Pada lokasi tertentu seperti di Tual juga

tercatat adanya hasiltangkapan ikan madidihang (yellowfin tuna) dan

cakalang.Ikan jenis ini bersifat oseanik yang ditangkap dan umumnya tertangkap

di bagian barat Laut Arafura yang berbatasan dengan Laut Banda.

Sumber daya ikan pelagis yang tertangkap di Laut Arafura umumnya

bersifat neritik atau berada di perairan pantai yang relatif dangkal dengan
kedalaman kurang dari 100m.Kelompok jenis ikan pelagis besar hanya

tertangkap di lokasi tertentu, terutama di bagian barat laut Arafura yaitu Tual,

Dobo dan Saumlaki.Selain itu, di pantai baratdaya Papua, ikan tongkol dan

tenggiri (tenggiri Papua) banyak didaratkan di Merauke.

Jenis-jenis ikan pelagis besar yang penting di perairan Laut Arafura

adalah ikan tongkol (tongkol lisong, tongkol krai, dan tongkol komo), cucut, marlin

dan tenggiri. Pada lokasi tertentu seperti di Tual juga tercatat adanya hasil

tangkapan ikan madidihang (yellowfin tuna) dan cakalang. Ikan jenis ini bersifat

oseanik yang ditangkap dan umumnya tertangkap di bagian barat Laut Arafura

yang berbatasan dengan Laut Banda.

 Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis besar terutama terdapat pada perairan

kurang dari 100m di pantai barat Papua, meliputi Fakfak, Kaimana dan Merauke.

Kecuali utu juga terdapat di perairan sekitar Kepulauan Aru dan Yamdena.

Sebagian besar usaha penangkapan adalah skala kecil dengan pola tradisional

menggunakan kapal kurang dari 10 GT.


 Alat Tangkap
Alat tangkap ikan pelagis besar terdiri dari pancing tonda,

pancing ulur, pukat cincin mini, gillnet dan gillnet oseanik. Di Tual

ikan pelagis besar yang dominan adalah dari jenis neritik tuna yaitu

tongkol lisong, tongkol krai, dan tongkol komo. Ikan tersebut

ditangkap dengan menggunakan pukat cincin (lokal: jaring bobo),


pancing tonda, pancing ulur dan gillnet. Di Dobo ikan madidihang,

cakalang, dan tongkol ditangkap dengan pukat cincin mini dengan

bantuan rumpon yang dipasang di sebelah timur Kepulauan Kei

Besar. Sedangkan jenis tenggiri dan tongkol ditangkap dengan

menggunakan pancing tonda dan gillnet oceanik yang didaratkan di

Pulau Warabal (Rabal).

No Alat tangkap Hasil tangkapan

1  Pancing tonda Tenggiri dan tongkol


 Gillnet

2  Pukat cincin mini Madidihang, cakalang,

(jarring bobo) dan tongkol

3. Ikan Demersal

Ikan demersal atau ikan dasar yang tertangkap di perairan WPP 718 Laut

Arafura dulu lebih dikenal sebagai hasil tangkapan sampingan (HTS) dari alat

tangkap pukat udang atau trawl. Belakangan, ikan demersal dari jenis-jenis

kakap merah dengan nilai ekonomis tinggi, menjadi target tangkapan utama dari

alat tangkap rawai dasar (Bottom Longline, BLL). Keberadaan ikan demersal

sebagai HTS yang dibuang percuma merupakan problema penangkapan udang

secara komersial dengan kapal trawl. Naamin & Sumiono (1983) menyebutkan

banyaknya HTS di Laut Arafura diperkirakan mencapai 80% dari hasil tangkapan

keseluruhan atau rata-rata 19 kali lebih besar dari hasil tangkapan udang.

Selanjutnya Widodo (1991) mengemukakan bahwa produksi HTS di perairan

Arafura diperkirakan antara 40.000-70.000 ton setiap tahunnya.


Hasil tangkapan ikan demersal sebagai HTS pada kapal Pukat Udang

komersil di daerah Dolak, didominasi oleh ikan hidangan berukuran relatif kecil

(small food fish, panjang total kurang dari 15 cm, berat individu kurang dari200

gram), diikuti oleh ikan hidangan berukuran relatif besar (large food fish, panjang

total lebih dari 15 cm, berat individu lebih dari 200 gram). Kelompok ikan

gulamah (Sciaenidae), peperek (Leiognathidae), kuniran (Mullidae), kurisi

(Nemipteridae), beloso (Sauridae) dan layur (Trichyuridae) merupakan jenis ikan

dominan di perairan Dolak dan Aru

 Daerah Penangkapan

Daerah penangkapannya terutama pada kedalaman kurang dari 60m di

perairan Merauke, Dolak, Kaimana dan sebelah tenggara Kepulauan Aru.Lokasi

pendaratan utama ikan-ikan demersal yang ditangkap dari Laut Arafura adalah

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Ambon, Sorong, Dobo, Meruake, Benjina

dan Saumlaki.Selain itu, kapal-kapal ikan dari Arafura juga ada yang

mendaratkan ikannya di Probolinggo, Jawa Timur. Daerah penangkapan ikan

dengan rawai dasar pada umumnya meliputi gugusan perairan yang sedikit
berkarang seperti di bagian selatan dan utara gugusan Kepulauan Aru, gugusan

Kepulauan Maluku Tenggara sampai bagian timur Laut Timor yang langsung

berbatasan dengan perairan Australia. Daerah penangkapan ikan demersal

dengan BLL terutama terdapat di perairan Aru, Dolak dan Merauke.

 Alat Tangkap
Sudah sejak lama diketahui bahwa ikan-ikan demersal yang

tertangkap di Laut Arafura merupakan hasil tangkapan sampingan (HTS)

pukat udang (trawl). Alat tangkap jenis lainnya adalah pukat ikan.
Belakangan, jenis ikan kakap merah yang berada pada perairan di

kedalaman 20-180 m merupakan sasaran penangkapan perikanan rawai

(pancing) dasar dan trawl ikan.

No Nama alat tangkap Hasil tangkapan

1  Rawai (pancing) Ikan kakap merah


 Trawl ikan

2  Pukat udang curtasea

4. Krustasea

Selain ikan demersal dan pelagis laut arafura juga terdapat hasil

tangkapan berupa krustaseaEksploitasi sumberdaya udang secara intensif di

perairan Arafura dan sekitarnya sudah berlangsung sejak lama, dimulai dengan

beroperasinya armada trawl oleh perusahaan patungan antara Indonesia dengan

Jepang yang berpangkalan di Sorong dan Ambon pada tahun 1970-an.

Penangkapan udang dengan pukat udang di perairan Arafura dimulai

sejak berlakunya Keppres No 85/1982 tentang penggunaan pukat udang di

Indonesia Timur yang diijinkan pada batas koordinat 130o BT ke arah timur pada

isobath 10 m. Basis operasional kapal penangkapan udang dan ikan terdapat di

Sorong, Ambon, Tual, Benjina, Dolak, Aru, Kaimana, Merauke dan Kendari.

Lebih dari 17 jenis udang penaeid terdapat di perairan Arafura dan hanya

5-6 jenis yang diusahakan secara komersial dan diekspor yaitu kelompok udang

jenis penaeidae: udang putih/jerbung (Penaeus merguensis), Udang windu/tiger

(P. monodon), udang flower (P. semisulcatus, P.esculantus), udang ratu

(P.latisulcatus), udang dogol (Metapenaeus ensis, M. endeavouri) dan udang


krosok (Parapenaeopsis stylifera, Trachypenaeus asper, Solenocera subnuda).

Di samping jenis udang dan kepiting, di WPP 718 Laut Arafura juga banyak

ditangkap lobster. Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 718, antara lain

lobster pasir (Panulirus homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster

mutiara.

 Daerah Penangkapan

Sumberdaya udang banyak terdapat di wilayah perairan dekat dengan

pantai.Densitas sumberdaya udang cukup tinggi di sekitar Pulau Dolak.Daerah

penyebaran lobster terutama terdapat di perairan karang/ terumbu karang di

sekitar Kepulauan Aru, Pulau Yamdena, perairan Kaimana dan Perairan Kei.

Daerah penangkapan udang oleh jaring trammel di Dobo/ Aru berada di perairan

pantai Jabulenga, sedangkan daerah penangkapan udang oleh nelayan mini

trawl dan trammel net berada di sekitar Pulau Babi, Pulau Ujir dan Pulau Wasir.

Lokasi pendaratan udang yang utama yaitu Sorong, Ambon, Dobo dan Merauke.
 Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap udang di

perairan WPP 718 Laut Arafura ada beberapa jenis, yaitu trawl, mini trawl dan

trammel net. Alat tangkap trawl digunakan oleh kapal-kapal penangkap udang

milik perusahaan dengan kapal berukuran besar.


Produksi dan Laju Tangkap

Hasil tangkapan udang per trip dari kapal mini trawl di Kepulauan Aru

berkisar antara 47 – 90,3 kg/trip dengan hasl tangkapan rata-rata 64 kg/trip

(Kembaren et al., 2015). Menurut Statistik Perikanan, produksi lobster tahun

2011 di WPP-RI 718 adalah sebesar 881 ton dan menunjukkan kecenderungan

meningkat sejak tahun 2007.

Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) pukat udang yang berbasis di

Merauke menunjukkan pola yang berfluktuasi dari tahun ke tahun yang berkisar

antara 307,7 – 637,5 kg/hari dengan rata-rata 411,8 kg/hari (Kembaren et al.,

2015). Kendati demikian CPUE pada tahun 2015 tampak lebih tinggi dari pada

tahun-tahun sebelumnya dan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi

kenaikan sebesar 34,5%. Hal ini diduga sebagai dampak dari diberlakukannya

moratorium penangkapan ikan pada bulan November 2014. Dari survei in-situ di

perairan barat Kepulauan Aru, diperoleh laju tangkap dan kepadatan stok udang

penaeid masing-masing sebesar 0,34 kg/jam dan 17,73 kg/km2. Jika

dibandingkan dengan laju tangkap udang penaeid pada tahun 2012 di wilayah
perairan Wamar yang mencapai 7,96 kg/jam (Nurdin al., 2012), laju tangkap

udang di perairan ini mengindikasikan kondisi yang semakin menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi penuruan stok sumberdaya udang di wilayah

perairan barat Kepulauan Aru ini.

Komposisi Hasil Tangkapan

Berdasarkan Statistik Perikanan (DJPT, 2012), sepuluh jenis ikan

demersal dominan tertangkap di WPP-RI 718 yang paling banyak adalah ikan

kakap merah yaitu 30,2% dari produksi ikan demersal tahun 2011 yang besarnya

245.522 ton, diikuti oleh ikan gulamah 15,7%, manyung 12,5%, kuro 11,8%, layur

7,4%, bawal hitam 6,4%, kurisi 6,2%, beloso 5,8% dan lainnya.

Komposisi jenis ikan karang ekonomis penting di WPP-RI 718, yang

paling tinggi adalah ikan ekor kuning sebesar 69,4% dari total produksi ikan

karang yang besarnya 13.346 ton, diikuti oleh ikan beronang 13,3%, kerapu

bebek 6% dan lainnya kurang dari 5%.


Hasil penelitian BPPL (2015) menunjukkan total hasil tangkapan pancing

rawai di WPP 718 Laut Arafura selama 5 tahun terakhir (Tabel 1.2) berkisar

antara 5194 - 7701 ton dengan kisaran jumlah trip (unit) alat tangkap rawai

tahunan antara 923-1286 unit. Kisaran rata-rata CPUE (hasil tangkapan per

upaya/unit) berkisar 4.658 – 6.939 kg/bulan. Fluktuasi CPUE tersebut diduga

berkaitan dengan jumlah upaya yang beroperasi pada saat itu dan merupakan

fenomena umum yang terjadi pada daerah penangkapan yang dieksploitasi

secara intensif.
B. Kandungan Proksimat

Ikan memiliki kandungan protein, lemak, dan karbohidrat yang sangat

bermanfaat bagi tubuh. Protein pada ikan sangatlah tinggi oleh karena itu ikan

sangat banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Kandungan proksimat pada

ikan sangatlah berbeda-beda, sebagai berikut :

 ANALISA PROKSIMAT IKAN DEMERSAL


Ikan kakap merah merupakan salah satu jenis ikan air laut yang

mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan banyak diminati masyarakat karena

dagingnya enak dan gurih serta kandungan proteinnya cukup tinggi. Kandungan

gizi ikan kakap merah per 100 g yaitu air 77 g, kalori 92 g, protein 20 g, lemak

0,7 g, kalsium, 20 mg, fosfor 200 mg, dan besi 1 mg. Ikan kakap merah sangat

mudah mengalami kerusakan karena kandungan protein dan kadar air tinggi

sehingga menjadi media tumbuh mikroorganisme. Menurut Irianto dan Indroyono

(2007), bagian yang dapat dimakan (BDD) pada ikan kakap adalah sebesar 80%.

Kandungan protein pada 100 gram daging ikan kuro sebesar 16 gram dan lemak

22 gram. Bagian yang dapat dimakan pada ikan Kuro sebesar 52% dengan

jumlah energi pada 100 gram dagingnya sebesar 87 Kkal . Pada ikan layur,

kandungan protein pada 100 gram dagingnya, sebesar 18 gram dan 1 gram

kandungan lemak. Bagian yang dapat dimakan pada ikan layur sebesar 49%

dengan total energi per 100 gram dagingnya sebesar 82 Kkal.


No. KOMODITAS KANDUNGAN PROKSIMAT (% / gram) BDD Energi/Kalori
(100%) (gram)

Air Protein Lemak Abu

1. Kakap Merah 77 gram 20 gram 0.7 gram - 80 92

2. Gulamah 79.35 16.48 1.47 1.15 - -

3. Kurisi 79.87 18.38 1.0 0.77 - -

4. Kuro - 16 gram 2.2 gram - 52 87 Kkal

5. Layur - 18 gram 1 gram - 49 82 Kkal

KOMODITAS KANDUNGAN PROKSIMAT (% / gram) BDD Energi


(100%)

Air Protein Lemak Abu

1. Ekor Kuning - 20% 4% - 80 109 Kkal

2. Baronang 78.58±0.75 19.14±0.76 1.17±0,26 0.54±0.14 - -

 ANALISA PROKSIMAT IKAN KARANG

Menurut Puspithasari (2017), Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan

ikan yang berdaging putih dan memiliki nilai jual yang sangat murah serta

melimpah. Ikan ekor kuning (Caesio cuning) mengandung protein 20%, dan

lemak 4% terdiri atas jenuh 0,3%, tidak jenuh 0,2%, tidak jenuh ganda 0,3%.

Produksi ikan yang melimpah mempunyai masalah yang cepat membusuk sebab
dekomposisi dan salah satu cara mengatasi hal itu diolah menjadi surimi.

Material Surimi dapat dimanfaatkan bahan baku potensial untuk membuat

beberapa produk seperti sosis, bakso, siomay, dan sebagainya. Ikan baronang

memiliki kadar protein tinggi yaitu mencapai 19.14±0.76%. Njinkoue et al. (2016)

menyatakan bahwa kategori ikan berprotein tinggi yaitu memiliki kandungan

protein >15%. Love (1970) menyatakan bahwa kandungan protein pada ikan

bervariasi yaitu antara 16-21%. Fellows (2000) menyatakan bahwa perbedaan

kadar protein yang terukur dapat disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu

lingkungan hidup, musim, cara penangkapan serta penyimpanan. Persentase

protein yang semakin tinggi juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ikan

dan kemampuan penyerapan pada suatu organisme. Ackman (1989)

menyatakan bahwa ikan dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berdasarkan

kandungan lemak pada tubuhnya yaitu ikan berlemak sangat rendah (<2%),

berlemak rendah (2-4%), berlemak sedang (4-8%) dan berlemak tinggi (>8%).

Alfa et al. (2014) menyatakan bahwa kadar lemak di dalam tubuh ikan

dipengaruhi oleh faktor musim penangkapan, letak geografis, usia dan tingkat

kematangan gonad. Boran dan Karacam (2011) menambahkan bahwa sumber

makanan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan lemak di dalam tubuh

ikan.
 ANALISA PROKSIMAT CRUSTASEA

No. KOMODITAS KANDUNGAN PROKSIMAT (% / gram)

Air Protein Lemak Abu

1 Udang Windu 79.2 18 0.8 - 145-320


mg/g

2. Lobster - 24,18 6,18 Lobster


-
1. Kepiting - 47,5 11,2 - Kepiting
3
Menurut karim (2008), Kepiting bakau (Scylla olivacea) merupakan salah

satu sumberdaya hayati perairan bernilai ekonomis penting, yang habitatnya

daerah estuaria (mangrove) dan telah dibudidayakan secara komersial di

beberapa negara tropis. Scylla olivacea merupakan salah spesies kepiting bakau

yang banyak ditemukan di Sulawesi Selatan dan potensial untuk dibudidayakan.

Hasil analisis proksimat diketahui bahwa daging kepiting bakau mengandung

47,5% protein dan 11,20% lemak. Oleh sebab itu, kepiting bakau banyak diminati

konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.


Menurut Asvin (2019), Lobster terkenal dengan dagingnya yang halus

serta rasanya yang gurih dan lezat. Jika dibandingkan dengan jenis udang yang

lain, lobster memang jauh lebih enak. Tidak salah jika makanan ini hanya

disajikan di restoran-restoran besar dan hotel berbintang. Karena harganya yang

mahal, Lobster (Panulirus sp.). biasanya hanya dikonsumsi oleh kalangan

ekonomi atas. Panulirus homarus juga memiliki protein tinggi (24,18%) dan

kandungan karbohidrat (55,68%) dan kadar lemak terendah (6,18%)

dibandingkan dengan spesies lain.


3. PENGOLAHAN
Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan sumber daya alam,

salah satunya adalah sumber daya laut yang terbagi dalam beberapa zona,

salah satunya adalah zona WPP NRI 718 yaitu laut Arafura. Laut Arafura memiliki

sumber daya laut yang melimpah dengan keanekaragaman biota laut

didalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penanganan setelah adanya

pasca panen untuk mempertahankan kualitas dan menambah nilai jual.

Menurut kementrian perdagangan (2014), Komoditas ekspor produk

perikanan Indonesia meliputi udang, tuna, kerapu, kakap, tenggiri, tilapia,

cephalopoda (squid, ocopus, cuttlefish), daging kepiting ranjungan, kepiting,

rumput laut, teripang, lobster. Komoditas perikanan tersebut diolah menjadi

produk perikanan berupa produk akhir. . Proses penanganan dan pengolahan

produk ikan ini dibagi menjadi 10 yaitu : Produk hidup., Produk segar (fresh

product) melalui proses pendinginan, Produk beku (frozen product), baik mentah

(raw) atau masak (cooked) melalui proses pembekuan, Produk kaleng (canned

product) melalui proses, pemanasan dengan suhu tinggi (sterilisasi) dan

pasteurisasi, Produk kering (dried product) melalui proses pengeringan alami

atau mekanis, Produk asin kering (dried salted product) melalui proses

penggaraman dan pengeringan alami atau mekanis, Produk asap (smoked

product) melalui proses pengasapan, Produk fermentasi (fermented product)

melalui proses fermentasi, Produk masak (cooked product) melalui proses

pemasakan/pengukusan, Surimi based product, melalui proses leaching atau

pengepresan (minched).

Menurut Badan Pusat Statistik (2019), Volume ekspor perikanan tangkap

Indonesia sepanjang semester I 2019 naik 3,77% menjadi 45.125 ton

dibandingkan semester I tahun sebelumnya. Namun, nilainya turun 1,12%


menjadi US$ 124,59 juta. Penurunan ekspor tersebut dipicu oleh jatuhnya ekspor

invertebrata air lainnya lebih dari 90% serta merosotnya nilai ekspor ikan

hidup.Ekspor perikanan tangkap ikan segar/dingin dalam enam bulan pertama

tahun ini naik 14,27% menjadi US$ 58,1 juta. Demikian pula ekspor kepiting naik

1,4% menjadi US$ 27,8 juta dari sebelumnya.Namun, nilai ekspor ikan hidup

turun 17,08% menjadi US$ 15,98 juta serta moluska menyusut 1,29% menjadi

US$ 5, 71 juta. Nilai ekspor kulit kerang turun 40% menjadi US$ 3,61 juta

sedangkan invertebrata air lainnya anjlok lebih dari 90% menjadi tinggal US$ 374

ribu.

Nilai total ekspor perikanan pada tahun 2019 lebih turun sedikit

dibandingkan dengan tahun 2018. Dengan komoditas berupa ikan segar/dingin,

ikan hidup, kepiting, moluska, udang hidup, limbah berupa kulit kerang. Dengan

presentase ekspor tertinggi pada komoditas ikan segar / dingin. Dari sini bisa
disimpulkan bahwa Indonesia mengekspor produk perikanan masih dalam

bentuk barang mentah dan setenagah jadi.

4. REVIEW VIDEO
Kapal tersebut sangat canggih dimana sekali penangkapan bisa

mendapatkan ikan sebanyak itu. Dan setalah itu ikan langsung mendapatkan

penanganan hingga mendapat hasil fillet daging yang sangat bersih. Kemudian

juga hasil fillet langsung di packing dan di taruh dalam freezer. Kemudian untuk

bagian tubuh ikan yang tersisa diolah hingga menjadi pakan ikan. Jadi tidak ada

yang terbuang sia- sia bagian dari ikan tersebut. Dari video tersebut

mengandung makna bahwa teknologi semakin canggih, dimana tenaga manusia

digantikan oleh mesin (Revolusi industri 4.0). setiap proses mulai dari

penangkapan, penanganan hingga pengolahan limbahnya dilakukan oleh mesin,

dan hanya memerlukan jumlah tenaga kerja manusia yang sedikit untuk

mengendalikan mesin tersebut. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak positifnya, proses produksi menjadi efektif dan efisien waktu. Namun

disisi lain, terdapat juga dampak negatif yang tidak terpisahkan, dimana tenaga

kerja manusia yang diperlukan hanya sedikit, hal ini tentu saja akan memperkecil

peluang kerja dan meningkatkan persaingan antar tenaga kerja, bukan hanya

dari tenaga kerja dalam negeri namun juga dari luar negeri. Hal ini dikarenakan

mesin yang digunakan sangat canggih dan memerlukan tenaga kerja yang

terampil dan professional. Di luar negeri sendiri, sudah memasuki revolusi

industri 5.0 dimana berbasis pada robot, dimana segala proses produksi

dilakukan oleh robot dan pastinya lebih canggih. Hal ini sangat bertolak belakang

pada Negara Indonesia yang masih berada pada revolusi industri 4.0. hal ini

menjadi tugas bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya pemerintah tapi juga

masyarakat, terkhusus bagi kami mahasiswa sebagai agent of change, untuk


dapat memajukkan Negara Indonesia tercinta, agar dapat bersaing dengan

Negara besar lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Asvin, M. Rizky., I. W. Restu, R. Ekawaty. 2019. Komposisi Jenis dan Ukuran

Lobster (Panulirus sp.) Hasil Tangkapan di Pantai Yeh Gangga

Kabupaten Tabanan dan Pantai Canggu Kabupaten Badung Provinsi

Bali. Current Trends in Aquatic Science 2 (1) : 110-116

Badan pusat statistik. 2019

Irianto, Hari Eko dan I. Soesilo. 2007. Dukungan teknologi penyediaan produk

perikanan. Badan riset kelautan dan perikanan.

Karim, M. Yusri. 2008. Pengaruh Salinitas Terhadap Metabolisme Kepiting Bakau

(Scylla Olivacea). Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) 10 (1): 37-44

Kementrian kelautan dan perikanan. 2016. Potensi sumber daya kelautan dan

perikanan di WPPNRI 718. Amafradpres, Jakarta.

Puspithasari, Dwi Agustin. 2017. Kandungan lemak surimi ikan ekor kuning

(caesio cuning) akibat penyimpanan beku dan sumbangan angka

kecukupan lemak (AKL). Biosaintropis. 3 (2) : 8-15

Rahajeng, miranti. 2014. Warta Ekspor. Kementrian Perdagangan.

Wawasto, Ari. 2018. Karakteristik surimi basah dan surimi kering ikan baronang

(siganus sp.) serta aplikasinya pada produk naget. Institut pertanian

bogor.

Anda mungkin juga menyukai