Anda di halaman 1dari 15

1.

DEFENISI

Nama Chlorella berasal dari zat berwarna hijau (Chlorophyll) yang juga berfungsi
sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. (Steenblock, 2000 in Zahara, 2003).
Chlorella sp. Oleh Bold dan Wynne (1985) dikategorikan ke dalam kelompok alga
hijau yang memiliki jumlah genera sekitar 450 dan jumlah spesies lebih dari 7500.
Nama alga hijau diberikan karena kandungan zat hijau (chlorophyll) yang dimilikinya
sangat tinggi , bahkan melebihi jumlah yang dimiliki oleh beberapa tumbuhan tingkat
tinggi.

2. KLASIFIKASI

Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlorococcaales

Family : Chlorellacea

Genus : Chlorella (Bougis, 1979)

Menurut habitat hidupnya ada dua macam Chlorella, yaitu Chlorella yang hidup di air
tawar maupn yang hidup di air laut. Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah C.
minutissima, C. vulgaris, C. pyrenoidosa, C. virginica.

3. MORFOLOGI
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi kadang-
kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron, berwarna hijau
karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas
selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan.
Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-
akan tidak bergerak.

Gambar 1: Morfologi Chlorella sp

4. SIFAT-SIFAT EKOLOGI DAN FISIOLOGI

Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat
yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt.
salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini
masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-
300C merupakan kisaran suhu yang optimal.

Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat
dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali dengan
pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya
peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel anak,
yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuk sel induk
muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan
pelepasan sel anak.
5. SIKLUS HIDUP

Siklus Hidup Chlorella sp.

Chlorella sp. berkembangbiak secara vegetatif. Sel anak berkembang menjadi sel
induk, sel-sel induknya mengeluarkan zoospora yang masing-masing dinamakan
aplanospora. Dari satu sel induk dapat dihasilkan beberapa buah spora (Isnansetyo
dan Kurniastuty, 1995; Priyambodo, 2002). Tahap pertumbuhan Chlorella sp. dapat
dibedakan sebagai berikut :

1. Tingkat pertumbuhan; pada tingkat ini terjadi penambahan besarnya sel.

2. Tingkat pemasakan awal; pada tingkat ini terjadi beberapa proses persiapan
pembentukan sel anak.

3. Tingkat pemasakan akhir; pada tingkat ini terjadi pembentukan sel induk muda.

4. Tingkat pelepasan sel atau pelepasan autospora; pada tahap ini dinding sel induk
akan pecah dan akhirnya terlepas menjadi sel-sel baru.

Chlorella sp. berkembang biak secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual).
Perkembangbiakan secara vegetatif diawali dengan membentuk spora. Setiap sel
induk Chlorella sp. akan mengeluarkan zoospora yang disebut aplanospora
sebanyak 8 buah. Selanjutnya aplanospora berkembang menjadi individu-individu
baru. Setiap aplanospora yang telah dewasa akan mengeluarkan 8 aplanospora
baru dan seterusnya selama kondisi lingkungan memungkinkan. Perkembangbiakan
sel Chlorella sp. secara generatif belum banyak diketahui (Djarijah, 1995).

Menurut Martosudarmo dan Wulan (1990), susunan perkembangan umum Chlorella


sp. ditandai dengan sedikitnya empat tahap yang terpisah yaitu :

1. Tahap induksi : Setelah penambahan bibit ke dalam media kultur, populasi


Chlorella sp sementara tidak berubah, sel masih beradaptasi dengan lingkungannya.

2. Tahap eksponensial : Ditandai dengan perkembangbiakan sel yang cepat dan


konstan.

3. Tahap stasioner : Kecepatan perkembangan sel sudah mulai menurun secara


bertahap atau adanya keseimbangan antara tingkat kematian dengan tingkat
pertumbuhan.

4. Tahap kematian : Tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan.


Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) alga ini berkembangbiak secara
vegetatif dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat dengan pemisahan autospora
dari sel induknya. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang
membesar. Tahap selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian
dari persiapan pembentukan sel anak yang merupakan tingkat pemasakan awal.
Tahap berikutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan
akhir, disusul dengan pelepasan sel anak. Daur hidup dan cara perkembangbiakan
Chlorella sp

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan kultur alga berkualitas baik


dengan kepadatan yang diinginkan harus diperhatikan. Menurut Anonimous (1990),
faktor-faktor pendukung ini antara lain faktor biologi, kimia, fisika, dan kebersihan
lingkungan kultur. Faktor biologi meliputi penyediaan bibit yang bermutu (termasuk
kemurniaan) dan jumlahnya yang mencukupi. Faktor fisika yang mempengaruhi
antara lain suhu, salinitas, dan intensitas cahaya. Faktor kimia disini adalah unsur
hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis fitoplankton
yang akan dikultur. Selain faktor-faktor tersebut ada faktor lain yang perlu
diperhatikan, yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan
organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan.

6. PRINSIP KULTUR Chlorella sp

Salah satu contoh phytoplankton adalah Chlorella sp. Chlorella sp merupakan mikro
alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Kultur Chlorella
sp murni atau monospesifik species dimulai dari kegiatan isolasi kemudian
dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang
digunakan mula-mula hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur
meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur hingga
volume 3 liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering disebut dengan
kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur aut-door yang dapat
mencapai volume 60-100 liter yang merupakan tahapan kultur selanjutnya. Karena
kultur ini menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari volume kecil ke volume
yang lebih besar, maka prinsip kultur ini disebut dengan kultur bertingkat atau
berlanjut.

Pertumbuhan Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro


dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan
osmotic, dan pH air.
Kultur Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan
terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga didapatkan
bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.

Gambar 2: Kultur masal Chlorella sp.

A. STERILISASI

1. METODE STERILISASI

Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama,
misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan
untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode sterilisasi,
yakni:

a. Sterilisasi Basah

Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain
yang akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang
akan digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.

b. Sterilisasi dengan Autoclave dan Oven

Sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas


bertekanan, sedangkan sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas.
Sterilisasi model ini umumnya digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol
kultur yang terbuat dari gelas.

c. Sterilisasi dengan Penyaringan

Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi,
misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang
steril.
d. Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet

Sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh


mikroorganisme dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini
banyak digunakan untk mensterilkan ruang kerja dan air.

e. Sterilisasi Kimia

Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2, Alkohol,
Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.

B. CARA STERILISASI

a. Sterilisasi Peralatan yang digunakan untuk isolasi Phytoplankton

Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan


autoclave dengan suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan oven pada
suhu sekitar 1050C.

Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur,
dan lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak
dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus
dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan karet penutup, terutama
apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi apabila menggunakan oven,
peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup dimasukkan kedalam tabung stainless,
kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip tahan panas. Peralatan tersebut
disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat. Sterilisasi dengan autoclave
berjalan 15 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan
menggunakan oven berjalan 5 jam pada suhu 1050C.

b. Sterilisasi Media Kultur

Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan
disterilisasi mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih.
Selanjutnya botol atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan
diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip.
Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi
dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.

c. Sterilisasi Alat

Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau
oven, dapat disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine.
Peralatan kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari,
kemudian dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam peralatan
pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir dengan 40-
50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau chlorine hilang.

d. Sterilisasi Media tidak Tahan Panas

Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan
penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya
ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.

e. Sterilisasi pada Kultur semi Out-door dan Out-door/missal

Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi
karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan.
Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan
menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan Na-Thiosulfat 40-50
mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau chlorine hilang.

Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air
laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine 60
mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20 mg/l
untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut hingga bau chlorine hilang. Air
yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak tembus sinar dan ditutup dengan
penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan lumut atau phytoplankton
lain yang tidak dikehendaki.

C. TEKHNIK BUDIDAYA Chlorella sp

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur Chlorella sp, yaitu koleksi dan
isolasi.

1. Koleksi

Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur
secara murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella
sp yang diperoleh dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk

2. Isolasi
Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk fitoplankton
jenis Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini sangat baik
digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.

Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur


dengan air laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan
larut sempurna berwarna kuning jernih.

Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya
kerak atau penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut
kemudia diangkat dan ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan
dengan menggunakan pupuk Allen Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan
komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100 gr, sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4
ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO3 100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan
NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.

Gambar 3: Kultur Chlorella sp.

Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15
menit) atau pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan
panas harus disterilkan secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50
0
C. Selanjutnya dituangkan kedalam cawan petri yang sudah steril dengan tebal
kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang sudah steril dalam posisi
miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk
penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.

Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari
air sampel dengan cara goresan menggunakan ose yang telah dibakar dengan
pembakar spritus. Bibit digoreskan dalam media agar-agar pada cawan petri dengan
pola zig-zag. Untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan
petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak
kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus.
Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus
menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media
agar-agar.

Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-
agar, tetapi masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan
penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh
bibit yang benar-benar murni. Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk
menjaga kestabilan suhu 25-27 0C. isolate juga dapat dipindah kecawan petri yang
lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.

Gambar 4: Isolasi Chlorella sp.

Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam
tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose
yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella
sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara
memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1 tetes.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila phytoplankton yang
diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi pada tabung reaksi
yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan. Larutan
diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit
pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut
(Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.

D. PERTUMBUHAN PLANKTON (Chlorella sp)


Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah
besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini
kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton
dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:

1. Fase Istirahat

Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak


mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara
fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru.
Organism mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga
kepadatan sel belum meningkat.

2. Fase Logaritmik/Eksponsial

Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi
kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.

3. Fase Stasioner

Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase
logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan
demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata
seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.

4. Fase Kematian

Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun
secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan
kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang
ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.

E. PENGHITUNGAN KEPADATAN PHYTOLANKTON (Chlorella sp)

Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui


pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal
kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung
dengan menggunakan Hemacytometer.

Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat


mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes.
Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya
menggunakan alat bantu hand counter.

Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi
kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur
sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume
ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak
bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi 25 buah kotak
bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.

Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah


sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan
tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan dihitung
kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang
melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung
udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut diamati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang yang
berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara
menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai
sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan
phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.

F. PEMANENAN

Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton


harus dilakukan pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut
mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau
belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat
membahayakan organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak
larva kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton.
Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian
phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis
Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut
mencapai puncak populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya
segera dipanen.

Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai


dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain :
centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan
secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang
telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian kedalam sisa
phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan salinitas
tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½ dosis. Panen
sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang
sama, setelah itu harus dilakukan panen total.
G. PASCA PANEN

Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik
sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan
ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva.
Bahkan kini banyak digunakan dalam system pengolahan dan penanggulangan air
limbah. Chlorella sp ternyata sudah dikonsumsi manusia dan sangat mudah
didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti tablet, sirup, permen, shampoo,
sabun, handbody lotion, dan lain-lain.

Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil penjemuran
phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak
penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas dengan suhu
sekitar 70 0C. Dengan suhu ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak
rusak. Chlorella sp yang kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang
tertutup rapat. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven.
Phytoplankton freeze (beku) didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang
telah dipadatkan didalam freezer.

H. PEMELIHARAAN STOK MURNI

Untuk memelihara kesinambungan kultur phytoplankton perlu dilakukan


pemeliharaan stok murni. Stok murni dapat disimpan dalam media agar-agar dan
media cair serta disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan stok murni dalam
media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa
aerasi, tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini
diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaa lampu TL. Biakan stok murni ini
harus diganti seminggu sekali. Penyimpanan stok murni dalam lemari pendingin
dapat bertahan sampai satu bulan, dan sebaiknya segera digunakan dan diganti
dengan stok murni yang baru.

7. MANFAAT DAN KANDUNGAN NUTRIEN

Kandungan Senyawa Chlorella sp.

Chlorella sp. mengandung gizi yang cukup tinggi, yaitu protein 42,2%, lemak kasar
15,3%, nitrogen dalam bentuk ekstrak, kadar air 5,7%, dan serat 0,4%.Untuk setiap
berat kering yang sama, Chlorella sp.mengandung vitaminA, B, D, E, dan K, yaitu 30
kali lebih banyak dari pada vitamin yang terdapat dalam hati anak sapi, serta empat
kali vitamin yang terkandung dalam sayur bayam, kecuali vitamin C (Kawaroe,
2010).Kandungan gizi Chlorella sp.secara garis besar terdiri dari 4 komponen utama
yang istimewa (Kadek,1999)
1.Dinding sel sebagian besar tersusun dari serat, dinding sel Chlorella sp. sangat
kuat untuk melindungi dari berbagai kondisi ekstrim. Untuk memecahkan dinding sel
agar bisa dicerna oleh usus manusia, Chlorella sp.mengalami pemecahan dinding
sel.Dinding sel bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengikat racun
dalam tubuh serta membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan.

2.Betakaroten,kandungan betakarotendalam Chlorella sp.lebih tinggi dibandingkan


dengan wortel, pepaya atau tomat. Betakaroten dikenal sebagai antioksidan,
penangkal radikal bebas dan pencegah kanker,merangsang sistem kekebalan tubuh
serta sumber vitaminA. Klorofil,kandungan klorofilnya 7%, persentase tertinggi di
antara tumbuhan hijau. Klorofil yang fungsinya dalam tanaman sebagai pembentuk
bahan makanan, akan bermanfaat jika dikonsumsi untuk membuang racun
(detoksifikasi), merangsang pembentukan hemoglobin, sebagai antioksidan,
mempercepat penyembuhan luka, mengurangi aroma tubuh yang tidak sedap serta
membantu memperbaiki pencernaan
DAFTAR PUSTAKA
http://filepedeef.blogspot.com/2009/04/budidaya-pakan-alami-air-tawar-modul.html

http://mirror.unej.ac.id/onnowpurbo/pendidikan/materi-kejuruan/pertanian/budi-daya-
ikan-air-tawar/budidaya_pakan_alami_air_tawar_budidaya_chlorella.pdf

http://resources.unpad.ac.id/unpad-
content/uploads/publikasi_dosen/KULTUR%20FITOPLANKTON.PDF

http://id.wikipedia.org/wiki/Chlorella

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Chl
orella&ei=QNUUSsKeBKfs6gPXh-
HCCg&sa=X&oi=translate&resnum=2&ct=result&prev=/search%3Fq%3Dchlorella%
26hl%3Did%26sa%3DG

http://ferryaquakulture.blogspot.com/2009/04/budidaya-daphnia-sp.html

http://iaspbcikaret.org/index.php?option=com_content&view=article&id=161:daphnia-
sp-kultur-budidaya&catid=34:budidaya-air-tawar&Itemid=50

http://www.o-fish.com/PakanIkan/Daphnia.htm

http://www.o-fish.com/PakanIkan/daphnia_2.php

http://mirror.unej.ac.id/onnowpurbo/pendidikan/materi-kejuruan/pertanian/budi-daya-
ikan-air-tawar/budidaya_pakan_alami_air_tawar_budidaya_daphnia.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/Daphnia

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Dap
hnia&ei=r9UUStu7F9OTkAXNrOD2DA&sa=X&oi=translate&resnum=1&ct=result&pr
ev=/search%3Fq%3Ddaphnia%26hl%3Did%26sa%3DX
BUDIDAYA PAKAN ALAMI
(Chlorella sp)

NAMA KELOMPOK 1 KELAS B

1. VELISTA BANUT
2. THOMAS WADU DARI
3. MARSELINUS HOLIN
4. TRISNAWATI WEA KAMI
5. YULITA L. SUSU
6. MARIO O. S. ORA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUDIDAYA PERAIRAN

2018

Anda mungkin juga menyukai