Anda di halaman 1dari 27

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

I.Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan gastrointestinal yang

berasal dari proximal ligamentum Treitz, yang menghubungkan empat bagian dari

duodenum dengan flexura splenic dari bagian distal usus.(1,2) Dengan penggunaan

dari endoskopi gastrointestinal bagian atas, sumber dari perdarahan dapat dideteksi

lebih 90% kasus.(1)

Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan suatu keadaan yang sering

dijumpai di tiap rumah sakit diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Walaupun sudah

terdapat banyak kemajuan dalam bidang diagnostik, terapi dan perawatan, tetapi

masih ada sebagian pasien tersebut yang meninggal. Angka kematian tersebut kira-

kira 8-10% di negara maju dan dibagian penyakit dalam FKUI/RSCM kira-kira

25% yang meninggal karena perdarahan saluran cerna bagian atas. Kematian

tersebut ada hubungan dengan beberapa faktor seperti usia lanjut, terlambat

berobat, perdarahan yang banyak serta adanya penyakit berat lain yang

menyertainya.(3)

II.Insiden

Insidensi pada ulkus peptikum pada usia 50-60 tahun dimana pada ulkus

peptic lebih banyak didapatkan pada laki-laki dibanding perempuan dengan

perbandingan 2:1.(4) Di Amerika Serikat, adenokarsinoma lambung terjadi pada

sekitar 21.000 orang setiap tahun dan merupakan penyebab kematian akibat kanker

ketujuh. Hal ini lebih umum di antara populasi tertentu: usia 50 thn ke atas, miskin,

kulit hitam, Hispanik, Indian Amerika, dan orang-orang yang tinggal di iklim utara.

1
Untuk alasan yang tidak diketahui, adenokarsinoma lambung menjadi berkurang di

Amerika Serikat. Hal ini jauh lebih umum di Jepang, Cina, Chili, dan Islandia. Di

negara ini, program skrining merupakan sarana penting untuk deteksi dini.(4)

Prevalensi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dalam populasi sekitar 100

per 100.000 orang dewasa per tahun.(5)

III.Etiologi

Penyebab utama perdarahan akut saluran cerna bagian atas (SCBA) sangat

bervariasi tergantung daerah dimana terdapat kelainan.(5) Penyebab dari perdarahan

akut saluran cerna bagian atas yaitu ulkus peptik, varices esophagus, perdarahan

gaster, esophagitis, Mallory-weiss, keganasan gastrointestinal (esophagus, gaster,

duodenum), haemobilia dan fistula aortoenterik.(2)

Penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna bagian atas di berbagai

daerah di Indonesia adalah perdarahan varises esophagus akibat sirosis hati.

Sedang di negara-negara barat juga di Asia Timur dan Tenggara, pada umumnya

tukak lambung-duodenum serta gastroduodenitis erosif akut akibat alkoholisme

dan obat-obatan (golongan salisilat dan anti reumatik lainnya).(5)

IV.Anatomi

Esofagus merupakan saluran cerna yang menghubungkan dan menyalurkan

makanan dari rongga mulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esophagus, berada

di mediastinum posterior mulai dari belakang lengkung aorta, dan bronchus cabang

utama kiri, kemudian agak membelok ke kanan berada, di samping kanan depan

aortatorakalis bawah dan masuk ke dalam rongga perut melalui hiatus esophagus

2
dari difragma dan berakhir di kardia lambung. Panjang esophagus yang berada di

rongga perut berkisar 2-4 cm.(6)

Gambar 1. Anatomi Esofagus(7)

Sistem Limfatik Pada Esofagus

Pola aliran limfatik pada esofagus mengalir mulai di bifurkasio trakea.

Gambaran sistem airan imfatik ini menjelaskan potensi penyebaran keganasan.

Kesulitan dalam mengindentifikasi sistem limfatik baik secara in vivo maupun post

mortem menjadikan ilmu anatomi sistem limfatik esofagus sangat terbatas. Kapiler

limfe saling berhubungan pada ruang yang terdapat di antara jaringan sebagai

pengubung endotel atau sebagai kumpulan endotel yang terlihat mirip dengan yang

terdapat di jaringan mesenterium. Berdasarkan penelitian dengan meggunakan

spesimen autopsi dan mikrokop elektron diperlihatkan bentuk yang sama pada

mukosa dan submukosa esofagus dengan submukosa gaster. Submukosa gaster

memperlihatkan beberapa jaringan pembuuh limfe yang paralel mengikuti sumbu

longitudinal gaster.(8)

3
Gambar 2. Sistem Limfatik Esofagus(8)

Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat

sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring adan

esophagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos.

Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah akibat tertekan lengkung

aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan

terakhir terletak pada hiatus esophagus diafragma yaitu tempat esophagus berakhir

di kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.(6)

Gambar 3. Penyempitan esohagus(6)

4
1. Jarak dari gigi insissivus 2. Ujung atas esophagus 3. Faring 4. Penyempitan servikal 5.

Dilatasi oral 6. Penyempitan bronkoaortik 7. Dilatasi aboral 8. Penyempitan

diafragma 9. Lambung bagian kardia

Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas esophagus

yang berada di leher dan rongga mendapat darah dari a.tiroidea inferior, beberapa

cabang dari a. bronkhialis, beberapa arteri kecil dari aorta. Esophagus di hiatus

esophagus dan rongga perut mendapat darah dari a. frenika inferior kiri dan cabang

a. gastrika kiri.(6)

a) b)

Gambar 4. a) arteri ke esophagus b) vena pada dinding esophagus(6)

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di esofagus

bagian atas dan tengah aliran vena dari pleksus esofagus berjalan melalui vena

esofagus ke vena azygos dan vena hemiazygos untuk kemudian masuk ke vena

cava superior. Di esofagus bagian bawah, semua vena masuk ke dalam vena

5
koronaria yaitu cabang vena porta sehingga terjadi hubungan langsung antara

sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui vena

lambung tersebut. Hubungan ini menyebabkan timbulnya varises esofagus bila

terjadi bendungan vena porta.(6)

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara

esofagus dan duodenum. Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus, korpus dan

bagian bawah yang horizontal yaitu antrum pylorik. Lambung berhubungan dengan

esofagus melalui orificium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium

pilorik. Lambung terletak dibawah diafragma, di depan pankreas.(6,9)

Gambar 5. Anatomi lambung(10)

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran

darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi

besar di pinggir kurvatura mayor dan kurvatura minor serta dalam dinding

lambung. Lambung menerima persediaan darah yang melimpah dari arteri gastrika

6
dan arteri lienalis. Di belakang dan tepi medial duodenum juga ditemukan arteri

besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri

itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.(6,8) Vena lambung dan duodenum

bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral

ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.(7)

Persarafan diambil dari vagus dan dari fleksus siliaka sistem simpatis.(6,9)

Sistem Limfatik lambung


Pola aliran limfatik lambung adalah sama seperti perjalanan pembuluh

darahnya, dengan sebagian besar drainase limfatik masuk ke nodus celiaca. Aliran

limfa dari submukosa, lapisan muskularis dan serosa bergabung menjadi empat

kelompok mayor dari lambung dan dua dari duodenum. (10)

Kelompok pertama aliran limfa lambung akan mengikuti jalannya

a.gastrika sinistra, menerima cabang dari porsi atas lambung dan berakhir di nodus

lambung bagian superior yang mengelilingi gastroesophageal junction. Kelompok

kedua membawa aliran limfatik dari fundus dan lambung bagian proksimal. Aliran

limfatik ini mengikuti jalannya a.gastroepiploitica sinistra dan berakhir di nodus

pancreaticolienal dan nodus splenika yang akhirnya akan bergabung di nodus

celiaca. Kelompok ketiga membawa aliran limfatik dari bagian distal kurvatura

mayor ke nodus gastrika inferior yang terhubung dengan nodus subpylorikus.

Kelompok terakhir sistem limfatik lambung membawa cairan limfe dari area

pylorus ke nodus limfatik gastrika superior, nodus hepatik dan nodus subpyloric.
(10)

7
Gambar 6: Aliran limfatik lambung(10)

Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm,

berbentuk seperti kuda dan kepalanya mengelilingi kaput pankreas. Saluran

empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang

disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari

pylorus.(9)

Gambar 7. Anatomi saluran pencernaan (11)

Sistem Limfatik Pada Duodenum


Duodenum kaya akan suplai pembuluh limfe. Pembuluh ini berasal dari

setiap vili mukosa. Pembuluh limfe ini membentuk pleksus pada lamina propria

dan menembus mukoa muskularis yang nantinya membentuk pleksus submukos

8
kedua. Terdapat pula pleksus limfatik lain yang terdapat di antara lapisan muskuler

sirkuler dan muskuler longitudinal. Trunkus tempat pengumpul aliran imfatik

duodenum terdapat di dinding anterior dan posterior duodenum yang berjalan ke

arah kuvatura minor dan memasuki aliran limfe nodus pankreatikoduodenal

anterior dan posterior(12).

Gambar 8. Sistem Limfatik Pada Duodenum(12)

V.Patofisiologi

Ulkus peptik berhubungan erat dengan infeksi helicobacter pylori.

Organisme tersebut menyebabkan robeknya barrier mukosa dan memiliki efek

inflamasi langsung pada mukosa gaster dan duodenum. Telah dibuktikan bahwa

eradikasi dari helicobacter pylori dapat mengurangi resiko berulangnya ulkus dan

perdarahan berulang dari ulkus. Demikian dalamnya lubang ulkus sampai pada

mukosa gastroduodenum, menyebabkan kelemahan dan nekrosis dari dinding

arteri. Rupturnya dinding dapat menyebabkan perdarahan. (1)

9
a) b)

Gambar 9. (a) Ulkus dengan dasar yang bersih(1) (b) Ulkus dengan perdarahan aktif(1)

Dalam keadaan normal, rangsangan fisiologis waktu makan maupun latihan

dapat mempengaruhi aliran darah splanik, juga aliran darah portal. Dalam

mekanisme hemostatik ini, faktor-faktor neurohormonal dapat menyeimbangkan

setiap aliran darah portal, untuk mempertahankan tekanan portal yang normal,

dengan cara mempengaruhi tahanan pembuluh portal. Bila mekanisme kompensasi

tidak seimbang lagi akibat meningkatnya secara patologis, baik aliran darah portal

ke hati maupun tahanannya maka timbul hipertensi portal. Akibatnya timbul

kolateral porto sistemik (varises) secara spontan, sebagai usaha untuk menurunkan

tekanan sistem portal maupun vena portalnya.(13)

Progresivitas dilatasi varises selanjutnya tergantung aliran darah portal dan

faktor-faktor anatomi lokal. Beberapa faktor yang saat ini dianggap bertanggung

jawab terhadap terjadinya varises esofagus, antara lain: peningkatan tahanan

pembuluh darah portal, vasodilatasi splanik dan sistemik, serta perubahan anatomi

vena esofagus bagian bawah. Tekanan portal yang tinggi sesaat setelah terjadinya

10
perdarahan, saat ini dianggap sebagai faktor prediktif untuk timbulnya perdarahan

ulang.(13)

Mayoritas darah dari esofagus yang terkuras habis melalui vena esofagus,

yang langsung mengalir ke vena kava superior. Pembuluh darah ini tidak mendapat

bagan dalam pengembangan varises esophagus. Sisa darah dari esofagus terkuras

habis melalui vena permukaan lapisan mukosa esophagus, yang mengalir ke vena

koroner yang pada gilirannya, mengalir langsung ke vena porta . Vena superfisial

normalnya hanya berdiameter sekitar 1 mm mengembang hingga berdiameter 1-2

cm sehubungan dengan hipertensi portal.(14)

Tekanan portal normal adalah sekitar 9 mmHg dibagi dengan tekanan vena

kava inferior 2-6 mmHg. Hal ini menghasilkan gradien tekanan normal 3-7 mmHg.

Jika tekanan portal meningkat sekitar 12 mmHg, gradien ini meningkat menjadi

7-10 mmHg, gradien yang lebih besar dari 5 mmHg menghasilkan hipertensi

portal. Pada gradien yang lebih besar dari 10 mmHg, aliran darah pada sistem

portal hepatik mengarah dari hati ke daerah dengan tekanan vena yang rendah. Ini

berarti bahwa sirkulasi kolateral berkembang di esofagus bagian bawah ,dinding

perut, lambung dan rectum. Pembuluh darah kecil di daerah-daerah tersebut

menjadi melebar dengan dinding yang lebih tipis dan tampak sebagai varikositis.

Selain itu, semua pembuluh darah ini kurang didukung oleh struktur lain sehingga

tidak didesain untuk tekanan tinggi.(14)

Dalam situasi di mana tekanan portal meningkat, seperti sirosis , ada

pelebaran vena-vena pada anastomosis , yang mengarah ke varises esofagus.

Trombosis vena splenik adalah suatu kondisi yang jarang menyebabkan varises

11
esofagus tanpa peningkatan tekanan portal. Splenektomi dapat menyembuhkan

pendarahan varises disebabkan trombosis vena splenik.(14)

Gambar 10. Varises esophagus dengan bintik-bintik merah ceri menonjol(14)

Gejala Klinis

Gejala-gejala perdarahan akut saluran cerna bagian atas ini dapat berupa

hematemesis, melena atau kombinasi keduanya. Hematemesis adalah muntah

darah, dapat berwarna hitam atau merah, tergantung lamanya darah berada di

dalam lambung; dapat pula berbentuk seperti kopi (coffee ground appereance) bila

bercampur dengan bekuan darah. Warna hitam pada muntah terjadi karena hasil

oksidasi Hemoglobin oleh asam lambung yang menghasilkan hematin yang

berwarna coklat kehitaman.(5,15)

Melena adalah buang air besar yang berwarna hitam lembek seperti tar

dengan bau yang busuk dan lengket yang menandakan adanya perdarahan

gastrointestinal, kotoran berubah menjadi hitam diakibatkan karena adanya proses

12
oksidasi pada zat besi yang terkandung pada hemoglobin yang menghasilkan

hematin yang berwarna hitam dalam proses perjalanannya di colon. Untuk dapat

menimbulkan melena, paling sedikit dibutuhkan perdarahan akut sebanyak 60 ml.

Hematochezia adalah keluarnya darah yang berwarna merah terang dari anus atau

rectum yang biasanya menunjukkan adanya sumber peradangan distal dari

duodenum. Perdarahan yang cepat (kurang dari 8 jam) dan dalam jumlah banyak

dari atas duodenum, juga dapat menimbulkan hematokchezia (5,16)

Perdarahan yang massif (lebih dari 1 liter dalam waktu yang relatif singkat)

biasanya diikuti dengan gejala-gejala kolaps vaskuler berupa: kelemahan badan

yang mendadak, kulit pucat seperti mayat, nadi cepat dan kecil, penurunan tekanan

darah, rasa pusing, ujung-ujung anggota gerak terasa dingin, mulut terasa kering

dan rasa haus. Bila pada saat ini pertolongan yang cepat dan tepat tidak segera

diberikan, penderita akan segera jatuh dalam renjatan yang berat, yang sulit diobati

dengan cara pengobatan apapun. (5)

Pemeriksaan Fisis

Tujuan dari pemeriksaan fisis pada pasien ini untuk mengavaluasi adanya

syok dan kehilangan darah.(1)

 Nadi dan tekanan darah pasien seharusnya diperiksa pada posisi supine

dan tegak untuk mencatat pengaruh dari kehilangan darahnya. Perubahan

signifikan pada tanda-tanda vital mengindikasikan adanya kehilangan

darah kira-kira 20% atau lebih.(1)

 Tanda-tanda syok lain termasuk ekstremitas dingin, oliguri, nyeri dada,

presinkop, confuse dan delirium.(1)

13
 Didapatkan juga hematemesis dan melena. Kotoran yang kemerahan,

dengan transit yang lebih cepat mungkin juga adalah suatu perdarahan

saluran cerna bagian atas.

Tanda- tanda penyakit hati kronik juga bisa didapatkan seperti spider nevi,

ginekomasti, splenomegali, ascites, edema pedis dan asterixis.(1)

Tanda-tanda keganasan jarang didapatkan tapi memiliki prognosis yang

buruk. Tanda- tandanya seperti nodul hati, massa abdomen, dan pembesaraan dari

limfonodus.(1)

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium, perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam bentuk

perdarahan mikroskopik, dimana junlah darah sangat berkurang yang

hanya dapat dideteksi dari tes laboratorium (dalam bentuk anemia

defisiensi besi).(1)

2. CT scan dan Ultrasonogram dapat digunakan untuk mengevaluasi

penyakit hati seperti sirosis hati dengan perdarahan, pancreatitis dan

pseudokista dan perdarahan, aortoarterik fistula dan penyebab lain dari

perdarahan gastrointestinal.(1)

3. Angiografi mungkin berguna bila perdarahan persisten.(1)

Untuk memastikan sumber perdarahan, mutlak diperlukan pemeriksaan

endoskopi, yang bahkan tidak jarang harus dikerjakan secara dini maupun darurat

("early endoscopy") atau ("emergency endoscopy"). Untuk pemeriksaan endoskopi

dini atau darurat dini, biasanya hanya dikerjakan bila kemudian direncanakan akan

14
diikuti dengan pengobatan lain yang lebih defenitif sifatnya seperti tindakan

pembedahan atau skleroterapi endoskopik.(5)

(b)

Gambar 11. a) varises esophagus pada foto barium b) kanker lambung pada gambaran CT Scan(17)

VI.Diagnosis

Diagnosis perdarahan saluran cerna bagian atas biasanya tidak terlalu sulit.

Dengan anamnesis yang baik dan hati-hati, pemeriksaan fisik yang teliti, dan

pemeriksaan laboratorium yang baku, sebagian besar kasus biasanya dapat

ditegakkan diagnosisnya dengan mudah. Hanya sebagian kecil kasus saja yang

biasanya membutuhkan bantuan pemeriksaan dengan peralatan canggih, baik

secara non invasif maupun infasif. Beberapa contoh pemeriksaan non invasif antara

lain : Foto barium SCBA, Ultrasonografi, dan CT scan; sementara untuk

pemeriksaan invasive antara lain : endoskopi portografi splenik dan arteriografi.(5)

VII.Penatalaksanaan

Resusitasi

Penanganan pasien dengan perdarahan akut saluran cerna atas dilakukan

sebelum diagnosis ditegakkan. Penanganan mulai dengan stabilisasi pasien. Pada

saat penderita masuk ruangan, segera dianjurkan untuk istirahat total, tekanan

15
darah dan nadi diperiksa, dan dilakukan anamnesis yang baik untuk mengetahui

perkiraan jumlah darah yang telah hilang. Pada dugaan adanya perdarahan masif,

yaitu terdapat perdarahan lebih dari 1 liter dalam waktu yang relatif pendek, pada

pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda pra renjatan (tekanan darah kurang dari 100

mmHg, dan nadi lebih dari 100 kali per menit), sebaiknya segera pasang infuse.

Cairan yang terpilih adalah ringer laktat atau dextrose 5%. Bila ada tanda-tanda

tekanan darah cenderung menurun, tetesan infus dapat dipercepat, kaiau perlu

diguyur sehingga tekanan meningkat sampai di atas 100 mmHg. Bila perlu dapat

ditambahkan cairan koloid "hemachel expafusin" atau dextran dengan kecepatan

tinggi.(5)

Pada penderita yang mengalami renjatan berat hipovolemik, jumlah cairan

yang diberikan dapat mencapai 2-3 kali jumlah darah yang diperkirakan telah

hilang. Pada awal pemberian dapat diberikan whole blood namun selanjutnya

cukup dengan packed red cell.(5) Diusahakan supaya Hb kembali di atas 10 gr%

dan tanda hemodinamik menjadi normal kembali.(3)

Pemberian oksigen dianjurkan bila penderita menunjukkan gejal-gejala

hipoksemia akibat renjatan berat (tensi dan nadi tidak terukur, daerah akral/

ujung-ujung ekstremitas dingin, sianosis dan sesak napas).(5)

Perdarahan dari ulkus peptik:

1. Bilas air es

Bila keadaan umum penderita mulai membaik, sementara perdarahan masih

terus berlangsung, tindakan selanjutnya menghentikan perdarahan tersebut.

Tindakan yang paling sederhana adalah bilas lambung dengan air es lewat pipa

16
nasogastric (NG tube). Tindakan bilas ini terutama bermanfaat pada perdarahan
(5)
akibat gastroduodenitis erosif untuk tukak lambung. ini untuk menimbulkan

vasokonstriksi di pembuluh darah splananikus sehingga darah yang menuju

lambun- duodenum berkurang.(3)

2. Hemostatik

Yang dianjurkan adalah pemberian vitamin K parenteral, untuk

memperbaiki defisiensi kompleks protrombin. Dan bila ada dugaan

peningkatan fibrinolisis, dapat diberikan asam traneksamat parenteral.(5)

3. Antasida

Produksi asam lambung biasanya meningkat pada keadaan "stress" fisik

maupun psikis, dan dapat menimbulkan erosi maupun tukak yang baru, atau

memperberat luka yang sudah ada. Biasanya diberikan dalam bentuk cairan,

setiap 2,4, atau 6 jam, atau lewat tetesan ke dalam lambung.(5)

4. Antagonis reseptor H-2

Antagonis H-2 reseptor bermanfat untuk menekan produksi asam lambung.

Pada saat perdarahan masih aktif, biasanya diberikan secara intravena dalam

dosis 4x200 mg simetidin, atau 4x50 mg ranitidin. Selanjutnya dapat diberikan

secara oral sampai beberapa hari sesudah perdarahan berhenti.(5)

5. Operasi

Perdarahan yang massif sebaiknya langsung di operasi karena biasanya

berasal dari arteri. Tentunya disertai transfusi darah yang masif pula.

Perdarahan yang sedikit atau sedang, tidak perlu dioperasi dan dapat diatasi

17
dengan terapi medikamentosa. Bila pada endoskopi terlihat suatu visible

vessel, sebaiknya dioperasi karena pasti akan berdarah lagi.(3)

Pada umumnya 5% dari perdarahan akibat ulkus peptik membutuhkan

penanganan pembedahan, indikasi dilakukannya operasi emergensi adalah :(1)

1. Perdarahan hebat dimana penderita sudah dapat darah lebih 2 liter,


tetapi masih dalam keadaan syok.
2. Perdarahan tetap berlangsung setelah 3 hari.

3. Pada endoskopi terlihat Visible vessel.

4. Perforasi

Jenis operasi yang biasa dilakukan pada kasus ulkus peptik adalah :(1)

1. Vagatomy dan drainase ( Pyloroplasty atau gastrojejenostomy),

vagotomy adalah pemotongan nervus vagus yang berfungsi untuk

merangsang pengeluaran asam lambung, vagotomy terbagi 3 yaitu

truncal, selective, high selective vagotomy.

Gambar 12. Vagotomy

18
Gambar 13. Pyloroplasty dan Gastrojejunostomy(8)

2. Billroth I dan II Gastrektomi, dilakukan bila ulkus pada gaster tersebut

luas.

Gambar 14. Billroth I (kiri), Billroth II (kanan).(8)

Jika pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan penyebab dari ulkus peptik

tersebut adalah helicobacter pilori maka pasien dapat juga diberikan PPI-based

triple therapies selama 14 hari (Proton pump inhibitor + Claritromycin 500 mg

+ Amoxicillin 1g).(1)

19
Perdarahan dari varises esophagus:

1. Bilas air es + Vasopressor intragastric

Bila dalam waktu 6 jam setelah bilas air es, cairan di lambung masih

menunjukkan perdarahan aktif, dapat dicoba pemberian bilas air es + obat- obat

vasopressor intragastrik. Sebagai contoh: noradrenalin 4-8 mg yang dilarutkan

dalam 50-150 ml air es dimasukkan lewt nasogastrik tube ke dalam lambung, pasa

setiap akhir bilasan. Tindakan ini diberikan terutama pada perdarahan minimal

tapi terus berlangsung, pemeriksaan EKG ada kelainan, usia di atas 70 tahun dan

pada perdarahan varises maupun non varises. Bilas air es dapat diulang setiap 6

jam.(5)

2. Tetes Vasopressin

Tetes vasopressin diberikan bila dalam waktu 6 jam setelah bilas air es (+/-

vasopressor intragastrik) perdarahan tetap tidak dapat dihentikan. Vasopressin

dapat diberikan dalam 2 bentuk, yaitu : sebagai preparat pitresin (mengandung

hormone vasopressin/ADH + oxytoxin) dengan cara melarutkan 50 unit

vasopressin dalam 500 ml dextrose 5%. Campuran ini kemudian diberikan dalam

bentuk tetesan intravena dengan kecepatan 0.5 unit/menit, dalam waktu 20-60

menit, dan dapat diulang setiap 3-6 jam. Vasopressin menghentikan perdarahn

lewat efek vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah splanik.(5)

3. Balon Tamponade

Balon tamponade ada 2 macam: linton nachlas tube (LN tube) yang

mempunyai 1 balon lambung, terutama untuk perdarahan varises kardia dan

fundus, dan sengstaken blakemore tube (SB tube) dengan 2 balon lambung dan

20
esofagus, terutama untuk perdarahan varises esofagus. Untuk menghindari

komplikasi yang tidak jarang fatal, banyak modifikasi yang dilakukan baik dalam

cara pemasangan maupun bentuk balon ini. Komplikasi pemasangan SB tube yang

sering berakhir fatal adalah : pneumonia aspirasi, kerusakan esofagus (dari

laserasi sampai perforasi), dan obstruksi jalan nafas karena migrasi balon ke dalam

hipofaring.(5)

Balon tamponade bekerja dengan cara mekanik dengan jalan menekan

ssecara langsung pembuluh darah varises yang robek atau berdarah.(5)

SB tube dapat dipasang selama 24 jam atau 2x24 jam. Bila lebih lama

dapat menyebabkan nekrosis pada mukosa esofagus. Bila perdarahan berhenti

dengan SB tube, kedua balon dapat dikempiskan, tetapi tube dapat ditinggalkan.

Baru setelah 24 jam tidak ada perdarahan ulang, SB tube dapat dikeluarkan. Bila

terjadi perdarahan lagi, kedua balon dikembangkan kembali. Pemakaian SB tube

merupakan suatu tindakan sementara, perlu dilanjutkan dengan tindakan defenitif

seperti sklerosing atau operasi.(3)

4. Skleroterapi Endoskopi

Skleroterapi Endoskopi (STE) dikerjakan atas indikasi untuk pengobatan

darurat guna menghentikan perdarahan varises esofagus, dan untuk jangka

panjang guna mencegah teijadinya perdarahan ulang.(5) Obat yang dipakai sebagai

sklerosan, yaitu polidocanol (aethxysclerol 3%), natrium tetra desil sulfat

(trombovar), ethanolamine, sodium morvat dan sebagainya.(3)

21
5. Sklerosis varises transhepatik

Sklerosis atau obliterasi varises transhepatik dengan cara perkutan (PTO

atau percutaneus transhepatic obliteration) dikerjakan dengan tujuan membuat

obliterasi atau thrombosis pada vena koronaria gastrika yang merupakan

vena-vena kolateral utama yang menyebabkan varises gastro- esofageal. Indikasi

utama PTO adalah perdarahan varises gastro esophageal yang terus berulang

timbul, meskipun telah dikerjakan segala macam cara pengobatan termasuk

STE.(5)

6. Pembedahan

Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah (1) perdarahan berat, pasien

terlihat pucat, nadi menjadi pucat (>100), tekanan darah menurun (<90 mmHg),

(2) perdarahan sedang yang berlanjut disertai dengan melena atau hematemesis,

(3) perdarahan yang sudah berhenti dan mulai lagi dalam beberapa jam, satu atau

dua hari kemudian.(13)

Pembedahan darurat pada perdarahan varises esofagus sedapat mungkin

dihindari. Pilihan terbaik sebenarnya adalah pembedahan semi darurat, dan atau

lebih baik lagi pembedahan elektif, dimana keadaan umum penderita diperbaiki

dulu setelah perdarahan dapat diatasi untuk sementara waktu. Ada beberapa

pilihan untuk tindakan bedah semi darurat atau elektif yang akhir-akhir ini banyak

dianjurkan, yaitu pintasan porta sistemik (splenorenal distal cara warren),

transeksi esofagus dengan atau tanpa devaskularisasi (dengan kancing Boerema

atau TEPG" Terminal Esofagus-Proximal Gastrectomy) atau devaskularisasi

saja.(5)

22
Gambar 15. Transeksi esofagus

Gambar 16. Portal-caval Anastomosis

7. Obat-obat penyekat beta

Pemberian obat-obat penyekat reseptor beta (beta blocker) secara oral

dalam dosis yang dapat menekan denyut jantung sampai sebesar 25%, dapat

menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati, sebagai akibat

penurunan isi semenit jantung dan aliran darah ke dalam hati.(5)

23
VIII.Komplikasi

Komplikasi yang pernah dilaporkan akibat skleroterapi endoskopi adalah

nyeri hebat retrosternal, ulserasi esophagus, perdarahan pasca STE, demam,

disfagia, stenosis esophagus, mediastinitis, efusi pleura, dan perforasi esophagus.

Sedangkan komplikasi pemasangan balon tamponade adalah pneumonia aspirasi,

kerusakan esophagus, dan obstruksi jalan nafas karena migrasi balon ke dalam

hipofaring.(5)

IX.Prognosis

Angka kematian penderita akibat perdarahan saluran cerna bagian atas

selama 20 tahun terakhir ini dikatakan tetap, meskipun telah dicapai banyak

kemajuan dalam diagnostik maupun pengelolaan penderita. Pada tahun 1927

kelompok penderita yang berusia di atas 60 tahun hanya sekitar 2%, namun pada

tahun 1975 kelompok ini telah meningkat jumlahnya menjadi 48%. Perdarahan

berulang meningkatkan angka kematian.dengan pengelolaan semakin baik, umur

penderita hematemesis melena ini akan terus meningkat, sehingga akan menambah

jumlah kelompok penderita dengan resiko tinggi dengan faal hati yang semakin

jelek(5)

Kurang dari 15% orang dengan adenokarsinoma lambung bertahan lebih

lama dari 5 tahun. Kanker cenderung menyebar cepat ke bagian lain. Jika kanker

terbatas pada perut, operasi biasanya dilakukan untuk mencoba

menyembuhkannya. Pengangkatan dari seluruh tumor sebelum menyebar

menawarkan satu-satunya harapan penyembuhan. Sebagian besar atau semua

24
lambung dan kelenjar getah bening di dekatnya akan diangkat. Prognosis baik jika

kanker belum menembus dinding perut terlalu dalam. Di Amerika Serikat, hasil

operasi sering memuaskan, karena kebanyakan orang dengan kanker didapatkan

pada saat diagnosis dibuat.(4)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Cerulli, Maurice. Upper Gastrointestinal Bleeding. Last update : 23 November

2011, , [Cited March 10th 2012] Available at:

http://www/emedicine.com/med/topic

2. Monga rajnish, Nirmal kumar. Endoscopic Managemet of Non Variceal Upper

. GJ bleeding. Departement of Gastroenterology, GB Pant Hospital. New

Delhi. 2005, p 1

3. Simadibrata, R. Hematemesis dan Melena dalam Gastroenterology Hepatologi.

CV Infomedika. Jakarta. 1990, p 10-3

4. Livstone M Elliot, MD. Stomach Cancer. 2007. [Cited March 10th 2012]

Available at: http://www.merckmanual.com

5. Kusumobroto, Hernomo. Hematemesis Melena Karena Perdarahan Varises

Dalam Gastroenterohepatologi. Infomedika. Jakarta. 1990. p 329-38

6. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Esofagus dan Diafragma dalam Buku Ajar

Ilmu Bedah, EGC. Jakarta. 2005. P 667-92

7. Kuo Braden, Daniela Urma. Musculature of Esophagus. 2011. [Cited March

10th 2012]. Available at: http://www.nature.com

8. John E. Skandalakis dkk. Stomach. Skandalakis' Surgical Anatomy . United


States of America : The McGraw-Hill Companies. 2004. Chapter 14

9. Pearce. C. Evelyn. Saluran Pencernaan dan pencernaan makanan dalan

Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1979.p 185-91

26
10. John E. Skandalakis dkk. Stomach. Skandalakis' Surgical Anatomy . United
States of America : The McGraw-Hill Companies. 2004. Chapter 15.

11. Scot Moses, MD. Upper Gastrointestinal Bleeding. 2011 , [Cited March 10th

2012] Available at : http://www.fpnotebook.com

12. John E. Skandalakis dkk. Stomach. Skandalakis' Surgical Anatomy . United


States of America : The McGraw-Hill Companies. 2004. Chapter 16

13. King Maurice, Peter, James and Thornton Jim. The Surgery of The Stomach in

Primary Surgery. Non Trauma. Volume One. Oxford University Press, New

York, 1990.p 525-27

14. Azer Samy. Esophageal varices. Last update : 9 May 2010,

[Cited March 10th 2012] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/175248-overview#a0104

15. Ansari Parswa. Overview of GI Bleeding, [Cited March 10th 2012] Available at

:http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/gi_ble

eding/overview_of_gi_bleeding.html

16. Shandilya Anju. Melena-Blood in Stool, [Cited March 10th 2012] Available at :

http://www.buzzle.com/articles/melena-blood-in-stool.html .

17. Sutton David. The salivary glands, pharynx, esophagus, stomach and

duodenum. Seventh edition. Volume 1. Elseiver Science. 2003. P574, 595

27

Anda mungkin juga menyukai