Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329399498

Sistem Sosial dan Kepercayaan Suku Bajo

Article · December 2018

CITATIONS READS
0 1,900

2 authors, including:

Syukur Muhammad
Universitas Negeri Makassar
21 PUBLICATIONS   11 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Disertation View project

Sexual Education at High School Sinjai East View project

All content following this page was uploaded by Syukur Muhammad on 05 February 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sistem Sosial dan Kepercayaan Suku Bajo

Muhammad Syukur*

' Lahir di Cinnang Bone, 10


Juli 1971. Menyelesaikan
Abstract
pendidikan sarjana pads Bajonese pertained was sea nomads community or sea gypsies,
its living as fisherman. Social system embraced hitherto was
Fakultas Tarbiyah Intitut
Agama Islam Negeri (LAIN)
Alauddin Makassar (199 ula ultt flag, form the house, social stratification, work
dan pendidikan magister structure and abstention. Though as obedient Islam follower,
pada Univetsitas Padjajaran but still there are influence of animism and dinamism in their
Bandung (2003). Penulis belief, like ceremony sangkina, birth ceremony, circumcision
adalah down pads Jurusan
ceremony, marriage ceremony, ceremony of mattula bala,
Sosiologi FEIS UNM.
ceremony descend to sea, and new boat release ceremony.

Keywords social system, religion, and Bajonese


87 Muhatmmad Syukur

A. Pendahuluan hahwa menuntue ilmu pengetahuan pada


jalur sekolah itu penting, tetapi
uku Bajo adalah kelompok masya-
pengetahuan menangkap ikan jauh lebih
rakat yang tergolong sebagai
penung karena menyangkut kelang-
komunitas pengembara Taut, sea
sung an hidup mereka. ada umumnya
nomads atau sea gypsies, pengelana taut
orang Bajo mendirikan rumah diatas laut
atau sama mantle lout. Suku Bajo dapat
dan menolak untuk tinggal di darat
ditemukan di muaramuara sungai dan di
karena alasan ekonomis, keterampilan
lepas pantai pulau-pulau di Asia Tenggara
dan minis nenek moyang mereka.
seperti: Myammar, Fhilipina, Malaysia,
Suku Bajo melihat diri mereka
Singapura, dan Indonesia.
sebagai suatu kesatuan tersendiri, sadar
Suku Bajo masih memperlihatkan
akan identitas dan keterikatan kebuda
kondisi hidup yang sulit dan masih
yaan sendiri, punya ciri-ciri tersendiri
mempunyai kecenderungan mengisolasi
yang terlepas dan berbeda dengan dunia
dirt dan perkembangan dan perubahan
lain atau oleh orang Bajo disebut sebagai
yang terjadi. Suku Bajo selalu merasa
dunia bagai (luar).
dieksploitir dan dicurigai oleh suku lain
Muharram (1983) mengatakan
di sekitarnya, sehingga dengan anggapan
bahwa kehidupan suku Bajo cenderung
dan perasaan yang demikian itu,
berkelom Pok yang terpencar di pulau-
membuat mereka selalu berpindah
pulau atau di pesisir pantai dengan mats
pindah dan suatu tempat ke tempat
pencaharian utama sebagai nelayan
lainnya. Berpindah dari suatu tempat ke
tradisional dengan tingkat penghasilan
tempat lainnya sangat mudah ddakukari
yang relauf kecil dibandingkan etnis lain
oleh suku Bajo pada zaman dahulu oleh
disekitarnya. Pada umumnya pada
mereka tinggal diatas perahu yang mereka
mereka tergolong miskin dan memiliki
sebut bidok atau pek.
tingkat pendidikan formal yang rendah.
Pekerjaan utama suku Bajo adalah
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
sebagai nelayan (Hamid, 1987). Mereka
Yamin pada Suku Bajo di Kabupaten
mengumpulkan hasil hasil laut seperti
Bone (1996) yang menegaskan bahwa
ikan, sirip ikan hiu, kerangan-kerangan
tingkat pendidikan Suku Bajo sebelum
dan hasil laut lainnya untuk mereka jual.
tahun 1970-an sangat rendah, bahkan
Suku Bajo terkenal memiliki kebiasaan,
pada umumnya tidak pernah mengalami
keberanian, dan keuletan mengarungi
pendidikan formal. Nanti setelah tahun
lautan dengan peralatan yang sederhana
1970-an, etnis Bajo mulai menetap dan
seperti sopek, pane'uig, panah dan pukat
berbaur dengan masyarakat sekitarnya
atau jaring.
sehingga mulai merasakan pentingnya
Sejak umur tujuh tahun, anak anak
pendidikan formal.
dari komunitas Suku Bajo sudah mulai
Dalam kehidupan keagamaan,
diajarkan menangkap ikan dan menjual-
nampaknya suku Bajo masih dipengaruhi
nya. Meskipun mereka mengetahui
oleh paham animisme dan dinamisme.

ATTORIOLONG Vol. IV, No.1 januari juni 2007


Muharnmad Syukur 88

Hal sejalan hasil penelitian Musdalifa (atas), sedangkan bagian lainnya


(1988) yang mengatakan bahwa meskipun bercampur putih dan merah. Ukuran
suku Bajo mengaku beragama Islam, yang besar ini khusus digunakan untuk
namun dalam sistem kepercayaannya upacara pesta perkawinan dan upacara
masih dipengaruhi oleh paham animisme resmi lainnya yang sesuai dengan
dan dinamisme. Untuk itu dalam kajian ketentuan adat istiadat suku Bajo.
ini akan dibahas mengenai sistem sosial Sedangkan bendera ukuran kecil
dan sistem kepercayaan yang masih panjangnya ± 4 M, lebar ± 60 Cm.
bertahan pada etnis Bajo secara umum. Warnanya putih pada bagian kepala,
merah pada bagian badan dan tangan
B. Sistem Sosial Suku Bajo serta hitam pada kakinya.
Petkampungan suku Bajo dapat
Sistem sosial suatu suku bangsa
dikenali melalui benders. Jika benders
melambangkan identitas bagi suku yang
(ula-ui) itu berwarna hitam, maka
bersangkutan. Seseorang hiss dengan
perkampungan itu dipimpin seorang
mud ah mengenal suatu suku hanya
keturunan Bajo (bangsawan) dari
dengan melhat sistem sosial yang ads di 1010
er
' sedangkan jika berwarna
masyarakat. Ada beberapa hal yang dapat p `
mesh bercampur putih dan kuning,
diidentthkasi sebagai sistem sosial dari
maka dapat dipastikan bahwa pemimpin
suku Bajo yaitu; benders uiauict, bentuk
per kampungan itu adalah keturunan Lobo
rumah, pelapisan sosial, struktur kerja
dan pantangan. Bajo (bangsawan) dan pihak perempuan.
Bendera ulaula bentuknya minp
dengan gambat ikan duyung yang pada
1. Bendera UIa-Ula
bagian atasnya berbentuk seperti kepala
Suku Bajo mempunyai identitas manusia, punya rambut, leher dan
khusus berupa panjipanji atau bendera tangan, sedangkan bagian badan sampai
yang disebut Mauls, yang merupakan ekor bentuknya mirip dengan ikan atau
lambang utama dan tanda pengenal ular yang cukup panjang. Sesuai dengan
khusus bagi orang Bajo. Bendera tersebut namanya yaitu ulaula yang artinya
selalu disimpan oleh salah seorang tokoh bendera atau panji panji yang panjangnya
adat (nmbah) dan bendera itu dikibarkan seperti war.
pada waktu berlayar dan pads waktu ada Pada saat ada pests khitanan atau
upacara adat seperti pesta perkawinan perkawinan, maka bendera ula uba itu
atau pesta khitanan. akan dikibarkan sambil diiringi dengan
Bendera ulaula mempunyai jenis gendang dan nyanyian suku Bajo. Lagu
kelamin laki laki dan perempuan. yang sering didendangkan ialah rellah,
Bentuknya ada yang besar dan ada pula rellah dan lakadandido dan diikuti
yang kecil. Bendera yang ukuran besar permainan tradisional suku Bajo seperti
panjangnya ± 5,5 M, lebar ± 90 Cm. mappenywpenyu4 (permainan yang
Warnanya putih pada bagian kepala

ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari Juni 2007


89 Muharmnad Syukur

menggambarkan bagainiatia lineahnya pinggir jalan darat biasanya diharuskan


suku Bajo dalam mendapatkan telur untuk menghadap ke darat. Sehingga
penyu), mappuka-puka (suatu permainan untuk mengehindari kesan mem
yang menggambarkan bagaimana orang belakangi lautan, maka orang membuat
dalam berkelanan di laut mencari ikan pintu khusus yang langsung terbuka ke
secara berkelompok dengan mengguna arah lautan.
kan pukat.
3. Stratifikasi Social
2. Bentuk Rumah
Stratif kasi social suku Bajo dibeda
Rumah suku Bajo pada umumnya kan atas dua bagian yaitu lolo Bajo (bang-
adalah berbentuk rumah panggung yang sawan) dan sesehe (orang biasa). Lapisan
berdiri di atas laut, hampir sama Lolo Bajo sebagai kelompok elit (bangsa
bentuknya dengan rumah orang Bugis wan) yaitu lapisan yang selalu dihormati
dan Makassar. Hanya saja kalau dilihat (didengar nasehatnya dan dituruti
dari segi stratifikasi sosialnya dapat perintahnya) dan lapisan sesehe yang
dibedakan menjadi dua. Pertama, merupakan lapisan bawah merupakan
Rumah besar (, umak) yaitu bentuk rutnah suatu kelompok mayoritas dalam
besar yang tiangnya terdiri dan enam komunitas suku Bajo. Dalam kehidupan
belas buah, empat berderet ke samping sehari hari stratifikasi sosial ini tidak
dan empat berderet kedepan. Bentuknya begitu menonjol dan tidak ada jarak yang
buju sangkar, rumah semacam ini memisahkan mereka. Hanya saja yang
dimiliki oleh golongan Lob Bajo memegang tampuk pimpinan (kepala
(bangsawan). Kedua, Rumah kecil adat atau kepala suku) harus berasal dari
(babarok), yaitu bentuk rumah kecil yang keturunan Loin Bajo. Menurut
tiangnya berjumlah sembilan buah, kepercayaan suku Bajo, jika yang menjadi
masing-masing tiga berderet kesamping pimpinan bukan dari keturunan Lolo
dan kedepan. Bentuknya bujur sangkar Bajo, maka daerahnya menjadi tidak
dan rumah semacam ini ditempati oleh aman dan selalu terkena musibah, berupa
orang Bajo secara umum. penyakit menular yang susah
Rumah yang satu dengan rumah disembuhkan maupun kekurangan rezki.
yang lainnya biasanya dihubungkan Menurut kepercayaan suku Bajo, lob Bajo
dengan sebuah papan atau balak kayu keturunan yang berasal dari langit atau
dalam bentuk titian karena persis berada keturunan dewa sehingga perlu dihormati
diatas laut. Rumah suku Bajo pada dan dijadikan sebagai pemimpin dalam
umumnya mengahadap ke taut. Menurut masyarakat.
falsafah orang Bajo bahwa laut itu tidak
boleh dibelakangi, karena Taut adalah
satu-satunya sumber kehidupan bagi
orang Bajo. Bagi rumah suku yang berada

ATTORIOLONG Vol. N, No. I Januari Juni 2007


Muhaftu nad Sytkur 90

4. Struktur Pekerjaan Otatig Baja sangat n tetnnegang teguh


Suku bajo menganut struktur kerja pemaU tersebut sebab mereka menyadari
bahwa bekerja di taut banyak dihadapkan
antara punggawe (pimpinan, patron,
pads berbagai resiko kecelekaan termasuk
pemilik modal, borjuis, bos clan juragan)
kematian.
dan sawi (buruh, klien, pekerja, proletar
dan anak bush). Punggawe sebagai oratig
C. Sistem Kepercayaan Suku Bajo
yang mempunyai akses atau modal
berupa alat-slat perlengkapan penangka Suku Bajo mengenal beberapa adat
pan ikan. Sedangkan sawi sebagai orang istiadat dan kebiasaan yang seolah-olah
yang tidak memiliki modal selain tenaga tidak ada pilihan lain untuk tidak
dan keahlian dalam menangkap ikan. melaksanakannya. Adat istiadat dan
Punggawe lebih menentukan segala kebiasaan itu menjadi sumber
aktivitas pengakapan ikan karena seluruh kerohanian dan sumber normatif dalam
perlengkapan dan kebutuhan disiapkan mengatur anggctta kelompoknya. Sistem
olehnya, sedangkan sawi lebih banyak kepercayaan dalam bentuk upacara
dilakukan dari satu fase ke fase
berikumya sebagai suatu peralihan da€i
menurut dan mendengar perintah dari
punggawe. Struktur kerja antara Sawi dan
punggawe cenderung bertahan lama oleh suatu tingkat atau lingkungan sosial yang
karena sawi selalu merasa berutang budi baru. Menurut Durkheim (Kahmad,
atas segala perhatian dari punggawe 1999 & Johnson, 1987) peralihan
meskipun tingkat kesejahteraan para sawi tersebut dianggap sebagai suatu saat yang
banyak ditentukan oleh punggawe. penuh bahaya, oleh karena itu perlu
persiapan untuk menghadapinya.
5. Pantangan (Pemab) Dikatakan sebagai saat yang berbahaya
karena memutuskan masa lampau dan
Dalam mencari naflcah di taut, suku akan menginjak masa yang baru. Pada
Bajo mengenal beberpa pantangan yang kondisi seperti itu dibutuhkan upacara
disebut pemali. Beberapa pemali sebagai daya tangkal dari bahaya yang
(pantangan) yang tidak boleh dilakukan bakal menimpa, baik terhadap manusia
dalam mencari nafkah di laut yaitu maupun lingkungan dimana manusia
larangan mengucapkan kata-kata kotor hidup.
(tidak sopan), takabur, membawa jeruk Adapun sistem kepercayaan dalam
nipis, membawa lobok, dan membuang bentuk upacara peralihan (life cycle) yang
abu dapur ke laut. masih bertahan pada suku Bajo adalah
Menurut keyakinan orang Bajo jika sebagai berikut:
pantangan tersebut dilanggar -dalam
upaya mencari reski di laut, maka orang 1. Upacara SangAdna
melanggar tersebut akan mengundang
hantu laut yang oleh setiap nelayan. Upacara sangkina (kehamilan)
dilaksanakan pads saat usia sekitar dua

ATTORIOLONG Vol. IV, No.1 Januari-Juni 2007


91 Muhammad Syukur

atau tiga bulan, karena diniasa itu Setelah im daub sirih digantungkan di
dianggap sebagai masa kritis bagi ibu tempat tidur orang hamil tersebut.
hamil. Upacara tersebut dilaksanakan Semua upacara tersebut ber-
dengan maksud agar tidak terjadi langsung pada pagi hari, lalu pada sore
keguguran dan kesakitan dan menjaga harinya dilakukan acara pemberian
dari segala ala pengaruh buruk. Upacara sesajen kepada Sang Penguasa laut
sangkina dilakukan dengan melibatkan dengan cara memasukkan semua jenis
seorang dukun beranak sebagai nasi ketan yang berwarna warni tadi
pemimpin upacara. bersama telur ayam yang disimpan pada
Upacara sangkina dilakukan dalam tempurung kelapa, lalu tempurung kelapa
dua bentuk yaitu sederhana dan meriah. itu diletakkan pada tempat khusus yang
Secara sederhana (dilakukan oleh orang disebut lawasuji yang dihiasi dengan daun
bajo kebanyakan/sesehe) yang dipersiap- kelapa, kemudian ke laut untuk
kan adalah dua sisir pisang (dua deUa dihanyutkan sebagai persembahan bagi
Pisa), sate butir telur ayam kampung, dan Sang penguasa taut.
empat buah duan sirih yang sudah dilipat
dalam bentuk empat (cmpc di luppi). 2. Upacara Campaniga (Kelahiran)
Setelah pembacaan mantra oleh dukun,
Pada saat ibu hamil merasakan
maka daun sirih itu digantungkan pada
bayinya akan lahir, maka segera dipasang
tempat tidur wanita yang hamil, tenda yang terbuat dari train di atas
sedangkan telur ayam dan pisang tempat tidurnya. Lalu setelah bayi lahir,
dihanyutkan ke laut pada sore hari.
maka mamanik, yang dipakai sewaktu
Upacara sangkina yang dilaksanakan
upacara hamil, segera dilepas kemudian
secara meriah umumnya dilaksanakan
digantung pada tenda.
oleh golongan Lolo Bajo. Perlengkapan
Setelah pemotongan tali pusat, sang
yang disiapkan adalah; nasi ketan hitam bayi lalu dimandikan dengan air laut
(lohong), putih (pote), kuning (kunek), telur sebagai perkenalan pertama dengan taut,
ayam kampung yang disimpan diatas sembari berdoa; Papuk,
setiap jenis nasi ketan yang ada, tiga sisir
oh nako
na'alamuno nabad tuna nakona patanuannui
pisang, tujuh lembar daun siri yang sudah mabotilu, (artinya: Ya Tuhan kami, jika
dilipat segi empat dan seuntai kalung
engkau akan mengambil anak ini, maka
manikmnanik yang berwarna hitam. Setelah
ambillah disaat begini, jika engkau
dukun membacakan mantra, maka
menghendaki sakit mats sakitkanlah
wanita hamil diundang untuk mencicipi disaat begini.
beras ketan yang telah disiapkan, Ari-ari atau plasenta sang bayi
kemudian dilanjutkan dengan pasangan - biasanya dicampur dengan garam, asam,
kalung manik-manik dileher wanita hamil dan sebagainya, lalu dibungkus train
dan tidak boleh dilepaskan sampai usia putih dan selanjutnya dimasukkan ke
kandungan berumur empat bulan. dalam tempurung kelapa lalu

ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari Juni 2007


Muhatnmad Syukur 92

dihanyutkan ke taut. Orang Bajo Pada saat upacara ini pula lagu relaalmUah
berkeyakinan bahwa bayi yang baru lahir dan lakadandido didendankan sambil
hingga berumur 40 hari adalah milik diiringi gendang, juga tak lupa dinaikkan
Tuhan (Papuk Allah Taala), jika dalam bendera ularulak
waktu tersebut sang bayi meninggal Khusus bagi anak perempuan di
dunia, diyakini oleh orang Bajo bahwa khitan diharuskan tinggal dirumah
Allah tidak berkenan meneruskan selama tiga hari tiga malam, karena
kehidupan sang bayi kepada orang menurut keyakinan mereka anak anak
tuanya, tetapi jika sarg bayi sehat, maka yang turun mmnginjak slum saatnya,
ditafsirkan bahwa Allah ndho maka slat kelaminnya itu akan mem-
meneruskan anak itu untuk dipelibara bengkak bahkan mungkin membusuk
orang tuannya. (ra O viope). Dalarn upacara irli jugs
Upacara aqikah dilaksanakan pada dilengkapi dengan nasi ketan warna-
saat tujuh han kelahiran sang bayi gym, bante jago, dan antiUomenu (telur
dengan memotong kambing dan ayam) untuk dipersembahkan kepada
mengadakan acara baca barzanji dengan sang penguasa taut.
mengundang para tetangga dan orang-
orang terhormat dikalangan suku Bajo. 4. Upacara Perkawinan
Pada saat upacara aqikah ini, jugs
Masalah perkawinan bagi suku Bajo
d
kpl nasi ketan yang
adalah urusan keluarga, kerabat,
warni seperti saat upacara sangkine
masyarakat, dan urusan pribadi. Adanya
(upacara hamil) sambil menaruh bante
restu antara semua bagian tersebut akan
jago (pop corn) dan juga sebutir telur
menjadikan lebih semaraknya dan lebih
ayam untuk dipersembahkan kepada sang
harmonisnya suasana perkawinan.
penguasa laut.
Sebaliknya tanpa adanya restu antara
semua bagian tersebut mengakibatkan
3. Upacara Khitanan
kesimpangsiuran dan kekacauan.
Upacara khitanan atau suttatan Perkawinan menurut suku Bajo
biasanya dilakukan pada saat usia anak 5- adalah suatu ikatan lahir batin antara
6 tahun yang dilakukan oleh seorang seorang laki laki dengan seorang
dukun terlatih dengan peralatan yang perempuan dengan jalan yang sah untuk
sederhana/tradisional yakni sebilah pisau membentuk suatu kehidupan rumah
yang tajam, air dalam gentong yang sudah tangga yang menyebabkan lahimya
dikasi mantra mantra sebagai penawar generasi baru yang meneruskan silsilah
sakit dan pencegah pendarahan. keluarga dan kelompoknya di masa
Untuk meriahnya upacara sunatan mendatang. Dengan demikian tujuan
ini, maka diundang sebagian besar perkawinan menurut suku Bajo adalah
keluarga dan tetangga sambil memotong untuk melanjutkan keturunan, meme-
kerbau untuk persiapan jamuan makan. lihara harta pusaka dan warisan nenek

ATTORIOLONG Vol. IV, No. l JanuariJuni 2007


93 Muhammad Syukur

moyangnya, menjauhi firnah dan celaan kesepakatan tnengenai uang belanja, ttias
masyarakat dan untuk mencapai kawin, pakaian pengantin dan waktu
ketentraman hidup (Abdullah, K. 1982). pelaksanaan pesta perkawinan.
Suku Bajo menganut sistem per- Fase keempat, penyampalan segala
kawinan endogami, sehingga perkawinan kesepakatan secara resmi kepada
yang ideal menurut mereka adalah masyarakat khalayak yang hadir (ninde
perkawinan yang ada hubungan sedarah alaw), karena pada hari itu disampaikan
sampai pada tingkatan ketiga (sepupu tiga segala hash pembicaraan yang telah
kali). Prinsip yang demikian terkandung disepakati seperti besarnya uang belanja,
maksud dan tujuan tertentu yaitu dengan jumlah mas kawin, jenis pakaian
mengingat status ekonomi rumah tangga pengantin dan hari perkawinan.
yang sewaktu vaktu dalatn keadaan kritis, Fase kelima, pesta perkawinan
maka tidak sampai diketahui orang lain (napate botte). Sebelum had pelaksanaan
(suku lain) perkawinan mereka menyebarkan
Adapun rangkaian upacara per- undangan (mamara) dan mendirikan
kawinan dalam adat istiadat suku Bajo tempat pesta. Biasanya, sepekan sebelum
adalah sebagai berikut: acara pesta Perkawinan calon pengantin
Fase pertama, penyelidikan perempuan baru diberitahukan bahwa is
(mamea). Setelah usia laki laki mencapai akan dikawinkan dengan si anu yang
usia perkawinan, maka orang tua atau mnereka sebut mdwang bette..
anak yang bersangkutan mulai bertanya Pada hari pelaksanaan perkawinan,
tanya dalam had kemana dan dunana diantarlah mempelai akilaki ke rumah
gerangan akan dicarikan jodohnya, siapa mempelai perempuan untuk
yang lebih cocok dan pantas untuk anak melangsungkan akad nikah. Sesudah
itu. Masa pencarian inilah yang mereka akad nikah berlangsung maka kedua
sebut mamea mempelai menuju kepelaminan untuk
Fase kedua, Penjajakan (napare duduk ber-sanding supaya disaksikan para
natikcu ktlang). Setelah didapatkan gadis keluarga dan undangan. Seusai acara ini,
yang cocok dengan anak laki-lakinya itu, maka kedua mempelai diantar menuju ke
maka orang merundingkan dengan rumah pengantin lakilaki dengan diantar
keluarga dekatnya, lalu mengurus oleh sank keluarga dan handai tolan
seseorang untuk menjajaki kemungkinan dalam rangkaian acara kunjungan
dijodohkan dengan gadis yang sudah balasan.
diselidiki tersebut. Sebagai penutup dalam rangkaian
Fase ketiga, meminang atau acara pesta perkawinan ini adalah acara
melamar (moduta/ malaln / mossuro) yaitu ziarah kubur kepada leluhurnya dan
peminangan secara resmi dengan jalan biasanya dirangkaian dengan acara
mengutus beberapa orang keluarga mandi-mandi di sungai sebagai penye-
terdekat. Pads fase ini diwujudkan garan atas keletihan selama beberapa hari

ATTORIOLONG Vol. IV, No. I Januari Juni 2007


Muhaniruad Syukur 94

sibuk tnempersiapkan segala sesuatunya back agar perahu itu tnembawa berkah
yang dibutuhkan dalam pesta per- (keberuntungan) bagi kehidupan
kawinan. keluarga. Upacara ini dipimpin langsung
oleh panre mugai (pemimpin pembuat
5. Upacara Mattula Bala'
perahu) dengan kelengkapan berupa; 3
Vpacara twja b a ja ' dilgkuj an ekor ayam (2 ekor ayam jantan dan 1
agar supaya menolak bahaya yang bakal ekor ayam betina), buah pinang, kapur
menimpa suku Bajo. Upacara ini sirih, daun sirih, dan nasi ketan.
dilakukan sekali dalam setahun, kecuali Setelah panre mugai membacakan
jika atwwe kampoh (pemimpin kampung) mantranya, maka perahu baru tersebut
mendapat firasat atau bermimpi buruk didorong ke laut hingga terapung di atas
dalam hubungannya dengan situast yang air, barulah dean sirih, dan bush pining
dialami suku Bajo, make upacara biasa diletakkan di haluan/buritan perahu,
dilakukan lebih dari sekali dan kemudian disusul dengan mengusapkan
dipusatkan di rumah lolo Bajo. darah ayam yang sudah di potong 2 ekor
Upacara ini di pimpin langsung ke perahu. Satu ekor ayam lainnya di
auowe kampoh (Pemitnpin kampung), lepas dipinggir pantai dan dibiarkan
yang dimulai dengan menaikkan bendera menjadi milik masyakat yang menangkap-
ula-ula pada tiang bendera, lalu diikatkan
nyahtujlipdsr,bhnag Persembahan sesajen ditujukan
kapur sirih dan beras seadanya, lalu kepada sang penguasa laut. Sebagai acara
dibacakan mantra, dan terakhir dibunyi- Penutup dari rangkaian upacara ini
kan gendang. adalah makan-makan bersama seluruh
keluarga dan kerabat yang hadir.
6. Upacara Turun ke Laut
Upacara Kematian
Orang Bajo percaya bahwa pada 8.
tempat tempat tertentu baik dilaut Suku Bajo merupakan penganut
maupun di darat ada penguasa atau Islam taat, sehingga sistem upacara
penjaganya yang disebut pangonggroak. kematiannya menurut ajaran islam.
Oleh karena itu, setiap kali akan berlayar Hanya saja ada beberapa hal dalam
mencari hasil hasil laut selalu diberikan penyelenggaraan upacara kematian yang
sesajen berupa sebutir telur ayam dan merupakan ciri khasnya. Hal ini
selipat daun sirih yang dibuang kelaut disebakan karena internalisasi dan
agar tempat tempat keramat yang eksternaslisasi ajaran islam yang dipaha-
dilaluinya tidak menganggungnya. minya sehingga ada ciri tersendiri yang
mereka miliki. Misalnya jika seseorang
7. Upacara Pelepasan Perahu Baru meninggal dunia, maka kerabat dekatnya
Upacara pelepasan perahu bare segera memandikannya dalam posisi
duduk (pandi loUong), yaitu mandi
selalu dilakukan pada hari yang dianggap

ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari Juni 2007


95 Muhamrnad Syukur

terakhir dari kehidupannya. Sesudah itu tersebut adalah proses pewarisan nilai-
baru dimandi fardhu (pandi sulapa empe), nilai itu berjalan baik dari satu generasi
lalu dikafani dan di shalati dan ke generasi berikutnya.
selanjutnya diantar ke kubur. Setelah
mayat dikubur, suku Bajo masih
mengenal rangkaian upacara untuk
mengenang almarhum dengan mem-
peringati upacara malam ketiga, malam
ketujuh, malam keempat puluh, malam
keseratus dan malam keempat ratus.
Rangkaian upacara ini mereka namakan
dengart ngala beangngi.

D. Penutup
Suku Bajo merupakan etnik
group yang pola hidup dan
kebudayaannya banyak ditentukan oleh
keadaan laut. Oleh karena itu mereka
digelarlah sebagai sea gypsies, sea
nomadens,atau sama mandelau
(pengembara taut). Suku Bajo sangat
terkenal sebagai pengumpul hasil basil
taut untuk mempertahnkan hidupnya.
Pada umumnya suku Bajo hanya terampil
mencari rezki di laut, sehingga sangat
wajar jika perkampungan mereka
terdapat di pinggir laut. Suku Bajo
dikenal memiliki keuletan dan
keberanian dalam mengarungi lautan
meskipun dengan peralatan yang
sederhana seperti, sopek, pancing, panah,
tombak, pukat dan jaring.
Adat istiadat yang dimiliki oleh
Suku Bajo tetap lestari sampai sekarang,
hat terjadi adanya sifat mengisolasi diri
yang dimiliki oleh suku Bajo dari dunia
luar disekitarnya. Kondisi lain yang
menyebabkan lestarinya adat istidat

ATTORIOLONG Vol. IV, No. I Januani Juni 2007


Muhammad Syukur 96

Daftar Pustaka

Amin, Andi Rosdiyana (ed). 1995. Bugis


Makassar dalam Peta Islamisasi
Indonesia. Makassar: LAIN
Alauddin.
Abdullah, K. 1982. Suatu Studi Tentang
Adat Perkawinan dan Proses
Pewarisannya pada Suku Bajo di
Kabupaten Bone. Skripsi, Ujung
Pandang: Fakultas Syariah LAIN
Alauddin, Tidak ditetbitkan.
Hamid, Abu. 1987. Suatu Tinjauan Sosio
Antropologi Ekonomi Peningkatan
Kehidupan Nelayan dan Sektor
Kemaritiman di Su1.SeL Ujung
Pandang: Universitas Hasanuddin.
Johnson, Doyle Paul. 1986. Sociological
Theory. Diterjemahkan oleh Robert
M.Z. Lawang. Teori Sosiologi Klasik
dan Modem. Jakarta: PT. Gramedia.
Kahmad, Dadang, 2000. Sosiologi
Agama Bandung: PT. Rosdakarya
Muharram, Laode. 1993. Pola Hidup dan
Sikap Mental Mas7arakat Nelayan
Bajo di Sulawesi Tenggara. Laporan
Hasil Penelitian. Kendari: Lembaga
Penelitian Universitas Haluoleo,
Tidak Diterbitkan.
Musdalifa. 1998. Peranan Komunikasi
Social Dalam Mening atkan Ews
Kerja Masyarakat Bajo Desa BajoE
Kabupaten Bone. Skripsi. Ujung
Pandang: Fakultas Dakwah LAIN
Alauddin, Tidak Diterbitkan.

ATTORIOLONG Vol. IV, No. l Januari-Juni 2007

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai