Attoriolongisi
Attoriolongisi
net/publication/329399498
CITATIONS READS
0 1,900
2 authors, including:
Syukur Muhammad
Universitas Negeri Makassar
21 PUBLICATIONS 11 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Syukur Muhammad on 05 February 2019.
Muhammad Syukur*
87 Muhatmmad Syukur
Muharnmad Syukur 88
89 Muharmnad Syukur
91 Muhammad Syukur
atau tiga bulan, karena diniasa itu Setelah im daub sirih digantungkan di
dianggap sebagai masa kritis bagi ibu tempat tidur orang hamil tersebut.
hamil. Upacara tersebut dilaksanakan Semua upacara tersebut ber-
dengan maksud agar tidak terjadi langsung pada pagi hari, lalu pada sore
keguguran dan kesakitan dan menjaga harinya dilakukan acara pemberian
dari segala ala pengaruh buruk. Upacara sesajen kepada Sang Penguasa laut
sangkina dilakukan dengan melibatkan dengan cara memasukkan semua jenis
seorang dukun beranak sebagai nasi ketan yang berwarna warni tadi
pemimpin upacara. bersama telur ayam yang disimpan pada
Upacara sangkina dilakukan dalam tempurung kelapa, lalu tempurung kelapa
dua bentuk yaitu sederhana dan meriah. itu diletakkan pada tempat khusus yang
Secara sederhana (dilakukan oleh orang disebut lawasuji yang dihiasi dengan daun
bajo kebanyakan/sesehe) yang dipersiap- kelapa, kemudian ke laut untuk
kan adalah dua sisir pisang (dua deUa dihanyutkan sebagai persembahan bagi
Pisa), sate butir telur ayam kampung, dan Sang penguasa taut.
empat buah duan sirih yang sudah dilipat
dalam bentuk empat (cmpc di luppi). 2. Upacara Campaniga (Kelahiran)
Setelah pembacaan mantra oleh dukun,
Pada saat ibu hamil merasakan
maka daun sirih itu digantungkan pada
bayinya akan lahir, maka segera dipasang
tempat tidur wanita yang hamil, tenda yang terbuat dari train di atas
sedangkan telur ayam dan pisang tempat tidurnya. Lalu setelah bayi lahir,
dihanyutkan ke laut pada sore hari.
maka mamanik, yang dipakai sewaktu
Upacara sangkina yang dilaksanakan
upacara hamil, segera dilepas kemudian
secara meriah umumnya dilaksanakan
digantung pada tenda.
oleh golongan Lolo Bajo. Perlengkapan
Setelah pemotongan tali pusat, sang
yang disiapkan adalah; nasi ketan hitam bayi lalu dimandikan dengan air laut
(lohong), putih (pote), kuning (kunek), telur sebagai perkenalan pertama dengan taut,
ayam kampung yang disimpan diatas sembari berdoa; Papuk,
setiap jenis nasi ketan yang ada, tiga sisir
oh nako
na'alamuno nabad tuna nakona patanuannui
pisang, tujuh lembar daun siri yang sudah mabotilu, (artinya: Ya Tuhan kami, jika
dilipat segi empat dan seuntai kalung
engkau akan mengambil anak ini, maka
manikmnanik yang berwarna hitam. Setelah
ambillah disaat begini, jika engkau
dukun membacakan mantra, maka
menghendaki sakit mats sakitkanlah
wanita hamil diundang untuk mencicipi disaat begini.
beras ketan yang telah disiapkan, Ari-ari atau plasenta sang bayi
kemudian dilanjutkan dengan pasangan - biasanya dicampur dengan garam, asam,
kalung manik-manik dileher wanita hamil dan sebagainya, lalu dibungkus train
dan tidak boleh dilepaskan sampai usia putih dan selanjutnya dimasukkan ke
kandungan berumur empat bulan. dalam tempurung kelapa lalu
Muhatnmad Syukur 92
dihanyutkan ke taut. Orang Bajo Pada saat upacara ini pula lagu relaalmUah
berkeyakinan bahwa bayi yang baru lahir dan lakadandido didendankan sambil
hingga berumur 40 hari adalah milik diiringi gendang, juga tak lupa dinaikkan
Tuhan (Papuk Allah Taala), jika dalam bendera ularulak
waktu tersebut sang bayi meninggal Khusus bagi anak perempuan di
dunia, diyakini oleh orang Bajo bahwa khitan diharuskan tinggal dirumah
Allah tidak berkenan meneruskan selama tiga hari tiga malam, karena
kehidupan sang bayi kepada orang menurut keyakinan mereka anak anak
tuanya, tetapi jika sarg bayi sehat, maka yang turun mmnginjak slum saatnya,
ditafsirkan bahwa Allah ndho maka slat kelaminnya itu akan mem-
meneruskan anak itu untuk dipelibara bengkak bahkan mungkin membusuk
orang tuannya. (ra O viope). Dalarn upacara irli jugs
Upacara aqikah dilaksanakan pada dilengkapi dengan nasi ketan warna-
saat tujuh han kelahiran sang bayi gym, bante jago, dan antiUomenu (telur
dengan memotong kambing dan ayam) untuk dipersembahkan kepada
mengadakan acara baca barzanji dengan sang penguasa taut.
mengundang para tetangga dan orang-
orang terhormat dikalangan suku Bajo. 4. Upacara Perkawinan
Pada saat upacara aqikah ini, jugs
Masalah perkawinan bagi suku Bajo
d
kpl nasi ketan yang
adalah urusan keluarga, kerabat,
warni seperti saat upacara sangkine
masyarakat, dan urusan pribadi. Adanya
(upacara hamil) sambil menaruh bante
restu antara semua bagian tersebut akan
jago (pop corn) dan juga sebutir telur
menjadikan lebih semaraknya dan lebih
ayam untuk dipersembahkan kepada sang
harmonisnya suasana perkawinan.
penguasa laut.
Sebaliknya tanpa adanya restu antara
semua bagian tersebut mengakibatkan
3. Upacara Khitanan
kesimpangsiuran dan kekacauan.
Upacara khitanan atau suttatan Perkawinan menurut suku Bajo
biasanya dilakukan pada saat usia anak 5- adalah suatu ikatan lahir batin antara
6 tahun yang dilakukan oleh seorang seorang laki laki dengan seorang
dukun terlatih dengan peralatan yang perempuan dengan jalan yang sah untuk
sederhana/tradisional yakni sebilah pisau membentuk suatu kehidupan rumah
yang tajam, air dalam gentong yang sudah tangga yang menyebabkan lahimya
dikasi mantra mantra sebagai penawar generasi baru yang meneruskan silsilah
sakit dan pencegah pendarahan. keluarga dan kelompoknya di masa
Untuk meriahnya upacara sunatan mendatang. Dengan demikian tujuan
ini, maka diundang sebagian besar perkawinan menurut suku Bajo adalah
keluarga dan tetangga sambil memotong untuk melanjutkan keturunan, meme-
kerbau untuk persiapan jamuan makan. lihara harta pusaka dan warisan nenek
93 Muhammad Syukur
moyangnya, menjauhi firnah dan celaan kesepakatan tnengenai uang belanja, ttias
masyarakat dan untuk mencapai kawin, pakaian pengantin dan waktu
ketentraman hidup (Abdullah, K. 1982). pelaksanaan pesta perkawinan.
Suku Bajo menganut sistem per- Fase keempat, penyampalan segala
kawinan endogami, sehingga perkawinan kesepakatan secara resmi kepada
yang ideal menurut mereka adalah masyarakat khalayak yang hadir (ninde
perkawinan yang ada hubungan sedarah alaw), karena pada hari itu disampaikan
sampai pada tingkatan ketiga (sepupu tiga segala hash pembicaraan yang telah
kali). Prinsip yang demikian terkandung disepakati seperti besarnya uang belanja,
maksud dan tujuan tertentu yaitu dengan jumlah mas kawin, jenis pakaian
mengingat status ekonomi rumah tangga pengantin dan hari perkawinan.
yang sewaktu vaktu dalatn keadaan kritis, Fase kelima, pesta perkawinan
maka tidak sampai diketahui orang lain (napate botte). Sebelum had pelaksanaan
(suku lain) perkawinan mereka menyebarkan
Adapun rangkaian upacara per- undangan (mamara) dan mendirikan
kawinan dalam adat istiadat suku Bajo tempat pesta. Biasanya, sepekan sebelum
adalah sebagai berikut: acara pesta Perkawinan calon pengantin
Fase pertama, penyelidikan perempuan baru diberitahukan bahwa is
(mamea). Setelah usia laki laki mencapai akan dikawinkan dengan si anu yang
usia perkawinan, maka orang tua atau mnereka sebut mdwang bette..
anak yang bersangkutan mulai bertanya Pada hari pelaksanaan perkawinan,
tanya dalam had kemana dan dunana diantarlah mempelai akilaki ke rumah
gerangan akan dicarikan jodohnya, siapa mempelai perempuan untuk
yang lebih cocok dan pantas untuk anak melangsungkan akad nikah. Sesudah
itu. Masa pencarian inilah yang mereka akad nikah berlangsung maka kedua
sebut mamea mempelai menuju kepelaminan untuk
Fase kedua, Penjajakan (napare duduk ber-sanding supaya disaksikan para
natikcu ktlang). Setelah didapatkan gadis keluarga dan undangan. Seusai acara ini,
yang cocok dengan anak laki-lakinya itu, maka kedua mempelai diantar menuju ke
maka orang merundingkan dengan rumah pengantin lakilaki dengan diantar
keluarga dekatnya, lalu mengurus oleh sank keluarga dan handai tolan
seseorang untuk menjajaki kemungkinan dalam rangkaian acara kunjungan
dijodohkan dengan gadis yang sudah balasan.
diselidiki tersebut. Sebagai penutup dalam rangkaian
Fase ketiga, meminang atau acara pesta perkawinan ini adalah acara
melamar (moduta/ malaln / mossuro) yaitu ziarah kubur kepada leluhurnya dan
peminangan secara resmi dengan jalan biasanya dirangkaian dengan acara
mengutus beberapa orang keluarga mandi-mandi di sungai sebagai penye-
terdekat. Pads fase ini diwujudkan garan atas keletihan selama beberapa hari
Muhaniruad Syukur 94
sibuk tnempersiapkan segala sesuatunya back agar perahu itu tnembawa berkah
yang dibutuhkan dalam pesta per- (keberuntungan) bagi kehidupan
kawinan. keluarga. Upacara ini dipimpin langsung
oleh panre mugai (pemimpin pembuat
5. Upacara Mattula Bala'
perahu) dengan kelengkapan berupa; 3
Vpacara twja b a ja ' dilgkuj an ekor ayam (2 ekor ayam jantan dan 1
agar supaya menolak bahaya yang bakal ekor ayam betina), buah pinang, kapur
menimpa suku Bajo. Upacara ini sirih, daun sirih, dan nasi ketan.
dilakukan sekali dalam setahun, kecuali Setelah panre mugai membacakan
jika atwwe kampoh (pemimpin kampung) mantranya, maka perahu baru tersebut
mendapat firasat atau bermimpi buruk didorong ke laut hingga terapung di atas
dalam hubungannya dengan situast yang air, barulah dean sirih, dan bush pining
dialami suku Bajo, make upacara biasa diletakkan di haluan/buritan perahu,
dilakukan lebih dari sekali dan kemudian disusul dengan mengusapkan
dipusatkan di rumah lolo Bajo. darah ayam yang sudah di potong 2 ekor
Upacara ini di pimpin langsung ke perahu. Satu ekor ayam lainnya di
auowe kampoh (Pemitnpin kampung), lepas dipinggir pantai dan dibiarkan
yang dimulai dengan menaikkan bendera menjadi milik masyakat yang menangkap-
ula-ula pada tiang bendera, lalu diikatkan
nyahtujlipdsr,bhnag Persembahan sesajen ditujukan
kapur sirih dan beras seadanya, lalu kepada sang penguasa laut. Sebagai acara
dibacakan mantra, dan terakhir dibunyi- Penutup dari rangkaian upacara ini
kan gendang. adalah makan-makan bersama seluruh
keluarga dan kerabat yang hadir.
6. Upacara Turun ke Laut
Upacara Kematian
Orang Bajo percaya bahwa pada 8.
tempat tempat tertentu baik dilaut Suku Bajo merupakan penganut
maupun di darat ada penguasa atau Islam taat, sehingga sistem upacara
penjaganya yang disebut pangonggroak. kematiannya menurut ajaran islam.
Oleh karena itu, setiap kali akan berlayar Hanya saja ada beberapa hal dalam
mencari hasil hasil laut selalu diberikan penyelenggaraan upacara kematian yang
sesajen berupa sebutir telur ayam dan merupakan ciri khasnya. Hal ini
selipat daun sirih yang dibuang kelaut disebakan karena internalisasi dan
agar tempat tempat keramat yang eksternaslisasi ajaran islam yang dipaha-
dilaluinya tidak menganggungnya. minya sehingga ada ciri tersendiri yang
mereka miliki. Misalnya jika seseorang
7. Upacara Pelepasan Perahu Baru meninggal dunia, maka kerabat dekatnya
Upacara pelepasan perahu bare segera memandikannya dalam posisi
duduk (pandi loUong), yaitu mandi
selalu dilakukan pada hari yang dianggap
95 Muhamrnad Syukur
terakhir dari kehidupannya. Sesudah itu tersebut adalah proses pewarisan nilai-
baru dimandi fardhu (pandi sulapa empe), nilai itu berjalan baik dari satu generasi
lalu dikafani dan di shalati dan ke generasi berikutnya.
selanjutnya diantar ke kubur. Setelah
mayat dikubur, suku Bajo masih
mengenal rangkaian upacara untuk
mengenang almarhum dengan mem-
peringati upacara malam ketiga, malam
ketujuh, malam keempat puluh, malam
keseratus dan malam keempat ratus.
Rangkaian upacara ini mereka namakan
dengart ngala beangngi.
D. Penutup
Suku Bajo merupakan etnik
group yang pola hidup dan
kebudayaannya banyak ditentukan oleh
keadaan laut. Oleh karena itu mereka
digelarlah sebagai sea gypsies, sea
nomadens,atau sama mandelau
(pengembara taut). Suku Bajo sangat
terkenal sebagai pengumpul hasil basil
taut untuk mempertahnkan hidupnya.
Pada umumnya suku Bajo hanya terampil
mencari rezki di laut, sehingga sangat
wajar jika perkampungan mereka
terdapat di pinggir laut. Suku Bajo
dikenal memiliki keuletan dan
keberanian dalam mengarungi lautan
meskipun dengan peralatan yang
sederhana seperti, sopek, pancing, panah,
tombak, pukat dan jaring.
Adat istiadat yang dimiliki oleh
Suku Bajo tetap lestari sampai sekarang,
hat terjadi adanya sifat mengisolasi diri
yang dimiliki oleh suku Bajo dari dunia
luar disekitarnya. Kondisi lain yang
menyebabkan lestarinya adat istidat
Daftar Pustaka