Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekomposisi merupakan salah satu tingkat yang paling penting dalam daur
biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur
hara akan disrap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan
adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan
tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Nutrisi dikembalika ke
tanah dalam bentuk sampah yang dilarutkan melalui kegiatan penguraian atau
yang dikenal dengan istilah dekomposisi. Dekomposisi serasah adalah perubahan
fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi,
dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses
penghangcuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi
senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo et.al., 1991).
Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah
tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan seperti organisme
dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat proses dekomposisi
berlangsung. Proses dekomposisi berjalan secara bertahap, dimana laju
dekomposisi paling cepat terjadi pada mingggu pertama. Hal ini dikarenakan pada
serasah yang masih baru banyak persediaan unsur-unsur lingkungan, contoh PH,
iklim, komposisi kimia dari serasah, dan mikro organisme tanah (Saetre 1998).
Dekomposisi serasah adalah proses perombakan serasah sebagai sumber
bahan organik oleh jasad renik (mikroba) menjadi energi dan senyawa sederhana
seperti karbon, nitrogen, fosfor, belerang, kalium dan lain-lain.Serasah
mempunyai arti bahan yang sudah tidak terpakai lagi atau dianggap sudah tidak
mempunyai manfaat tetapi bukan sebagai limbah produksi dan wujud fisiknya
bukan sebagi zat cair melainkan zat padat.Sampah daun dan kayu yang mencapai
tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan kedalam horizon
mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah. Jika nutrisi diuraikan terlalu
cepat, akan hilang memalalui pencucian tanah atau penguapan. Sebaliknya, jika
dekomposisi terlalu lambat, hara yang disediakan bagi tumbuhan jumlahnya
sedikit maka hasilnya pertumbuhan tanaman akan terhambat (Osono, 2006).
Berdasarkan uraian diata membahas tentang bagaimana proses dekomposisi
dan fakto-faktor yang mempengaruhinya, maka dilakukan pengamatan tentang
dekomposisi pada jenis daun basah dan daun kering.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum sebagai berikut :
1. Percobaan bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun
dari beberapa vegetasi pohon.
2. Percobaan diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses
dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
tanaman.
Adapun kegunaan dari praktikum sebagai berikut :
1. Memberitahukan tentang bagaimana proses dekomposisi.
2. Memberikan pemahaman tentang faktor-fator yang mempengaruhi laju
dekomposisi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dekomposisi Secara Umum


Dekomposisi adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering
disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal
dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik
sederhana. Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang
melibatkan beberapa faktor Sampah daun, ranting- ranting dan kayu yang
mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam
horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah (Salisbury, 1992).
Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik.
Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya
hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat
dekomposisinya. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga
tahapan: tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya
sangat pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD
tinggi hasil sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah
populasi bakteri methanoigenesis tinggi proses (Sutedjo et.al.,1991) .
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serasah dan laju dekomposisi
serasah adalah jenis tumbuhan, umur tumbuhan, iklim dan karakteristik
lingkungan. Banyaknya jenis mangrove dalam komunitas, akan menghasilkan
serasah dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan komunitas yang
mempunyai jenis mangrove sedikit. Demikian pula laju dekomposisi serasah
sebagai bahan organik tergantung pada jumlah dan jenis serasah, serta kondisi
lingkungan. Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer
bahan organik dari vegetasi dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses
dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove
dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem dalam menyokong kehidupan
berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini diperkirakan
dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan
diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi
ekosistem hutan mangrove. Dekomposisi sangat erat hubungannya dengan bakteri
dan fungi yang merupakan agen utama dalam proses dekomposisi. Terhambatnya
proses ini akan berakibat pada terakumulasinya bahan organik yang tidak dapat
dimanfaatkan langsung oleh produsen. Serasah yang masuk ke perairan
mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah menjadi senyawa organik
sederhana dan menghasilkan hara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh
tanaman. Peran serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman tergantung
pada laju dekomposisi serasah akan sangat menentukan dalam menciptakan
substrat yang baik bagi organisme pengurai seperti bakteri dan fungi. Dengan
mengetahui proses dekomposisi dan faktor yang mempengaruhinya, proses
dekomposisi dapat dilakukan dengan baik. Proses dekomposisi dapat berjalan
lancar bila kondisi lingkungan terkontrol. Kondisi yang perlu dijaga adalah kadar
air, aerasi, dan suhu (Aprianis, 2011).
2.3 Proses Dekomposisi
Proses Dekomposisi melibatkan serangkain langkah- langkah penting, yaitu
fagmentasi, peluluhan, katabolisme, humidikasi dan mineralisasi. Bahan baku
untuk dekomposisi adalah detrus, yang terdiri dari berbagai tumbuhan yang mati
dan membusuk seperti daun, bunga, akar dan lainnya. Langkah fragmentasi,
peluluhan dan katabolisme terjadi secara bersamaan pada daun tersebut. Langkah
Fragmentasi adalah dimana organisme memakan dan memecahkan tanaman
sehingga nutrisi penting diberikan kepada lingkungan. Peluluhan nutrisi anorganik
yang larut dalam air mengalir ke dalam tanah. Katabolisme ini ditindak lanjuti
oleh bakteri dan jamur menjadi zat anorganik. Langkah selanjutnya dekomposisi
dimana daun menjadi humus sangat tahan terhadap tindakan mikroba dan dengan
demikian memiliki tingkat yang sangat lambat dari dekomposisi. Dibagian akhri
selama proses mineralisasi, adapun yang menjadi langkah terakhir dari
dekomposisi, mikroba tertentu bertindak atas hukum, menurunkan dan
melepaskan nutrisi anorganik kedalam tanah (Indriani, 2008).
2.4 Peran Dekomposisi Bagi Tanah dan Tanaman
Di dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan
berbagai kegiatan bagi kehidupan mahkluk hidup lainnya. Atau dengan perkataan
lain menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan makhluk–makhluk alami
dekomposer. Populasi mikrobiologi yang mendiami tanah, bersama dengan
berbagai bentuk binatang. Dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi
membentuk suatu sistem kehidupan. Yang tidak terpisahkan dari bahan mineral
dan sisa –sisa bahan organik yang ada dalam tanah. Dekomposer dapat memecah
sel-sel organime lain menggunakan reaksi biokimia yang mengkonversi jaringan
organisme mati menjadi senyawa kimia metabolik. Tanpa menggunakan
pencernaan internal. Dekomposer menggunakan organisme yang sudah mati
sebagai sumber nutrisi mereka. Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum
disadari sepenuhnya. Bahkan sering diposisikan sebagai komponen habitat yang
merugikan. Karena pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara
selektif. Mikroba patogen yang menimbulkan penyakit tanaman (Najata, 2013).
Jumlah dan jenis mikroorganime turut menentukan keberhasilan proses
dekomposisi atau pengomposan. Di dalam ekosistem, mikroorganisme perombak
bahan organik memegang peranan penting. Karena sisa organik yang telah mati
diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah. Dalam bentuk
hara mineral N, P, K, Ca, Mg. Dekomposer banyak digunakan untuk
mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang banyak mengandung
lignin dan selulosa. Untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah.
Di samping itu, penggunaannya dapat meningkatkan biomas. Dan aktivitas
mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, dan volume bahan
buangan. Sehingga dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Fungi
perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebihbaik
dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,selulosa dan
lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu
mendegradasi hemiselulosa (Najata, 2013).
2.5 Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi
Laju dekomposisi serasah daun dihitung dari penyusutan bobot serasah yang
terdekomposisi dalam satu satuan waktu. Sebagai kontrol digunakan serasah yang
tidak diberi inokulum kapang. Pendugaan nilai laju dekomposisi serasah
dilakukan menurut persamaan Olson [1] :
Xt = X0 e-kt
Ln (Xt/X0) = -kt
Xt
𝑘 = ln X0
𝑇

Keterangan:
Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
X0 = Berat serasah awal
e = Bilangan logaritma natural (2,72)
t = Periode pengamatan
k = Nilai laju dekomposisi (hasil yang dicari)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dekomposisi ini dilakukan pada hari Jumat, tanggal 13 september
2019 pukul 16.00 WITA sampai selesai dilahan Exfarm fakultas pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi selatan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, cangkul, sekop, cutter, oven,
timbangan analitik, alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum ini yaitu, 4 jenis daun vegetasi pohon diantaranya daun pisang, daun
asam, daun mangga dan daun pepaya, 8 lembar polybag ukuran 30x40 cm,
kantong plastik gula, label, dan tanah.
3.3 Prosdur Kerja
Pelaksaan :
1. Menyiapkan polybag berisi tanah ½ bagian.
2. Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3. Mencacah dan timbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik yang
telah dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4. memperhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah.
5. Masukkan kantong kedalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan
tanah hingga penuh.
6. Setelah satu bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya. Polybag tersebut timbun kembali dengan tanah.
7. Setelah 2 bulan , ambillah kantongkedua pada setiap polybag perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya.
8. komponen yang diamati yaitu laju dekomposisi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil pengamatan dekomposisi ( vegetasi kering )
Jenis vegetasi Berat awal Berat sebelum di oven Berat setelah di
oven
Daun Jati 10 g 16 g 11 g
Daun Kihujan 10 g 18 g 11 g
Daun Pepaya 10 g 20 g 10 g
Sumber: Data primer setelah diolah, 2019.

Tabel 2. Hasil pengamatan dekomposisi ( vegetasi basah )


Jenis vegetasi Berat awal Berat sebelum di oven Berat setelah di
oven
Daun Jati 10 g 18 g 6g
Daun Kihujan 10 g 7g 5g
Daun Pepaya 10 g 5g 4g
Sumber: Data primer setelah diolah, 2019.

Tabel 3. Sifat fisik vegetasi


Jenis vegetasi Tekstur Warna
Kering Basah Kering Basah
Daun Jati Kasar Agak lunak Cokelat muda Hijau Tua
Daun Kihujan Agak lunak Sangat lunak Cokelat muda Hijau tua
Daun Pepaya Kasar Halus Cokelat Hijau
kekuningan kekuningan
Sumber: Data primer setelah diolah, 2019.
Tabel 4. Laju dekomposisi vegetasi
Jenis vegetasi Laju dekomposisi sebelum Laju dekomposisi setelah
dioven (%) dioven (%)
Kering Basah Kering Basah
Daun Jati -0,2 -0,26 -0,03 0,13
Daun Kihujan -0,26 0,1 -0,03 0,16
Daun Pepaya -0,33 0,16 0 0,2
Sumber: Data primer setelah diolah, 2019.
4.2 Pembahasan
Praktikum dekomposisi ini dilakukan dengan mengamati 3 jenis vegetasi daun
yaitu daun Jati, daun Kihujan dan daun Pepaya. Masing-masing diambil sampel
daun basah dan sampel daun kering sebanyak 10 gram. Kemudian diperoleh hasil
daun jati basah sebelum dioven memiliki berat 18 gram dengan laju dekomposisi -
0,26% dan setelah dioven memiliki berat 6 gram dengan laju dekomposisi 0,13%,
daun jati kering sebelum dioven memiliki berat 16 gram dengan laju dekomposisi
-0,2% dan setelah dioven menjadi 11 gram dengan laju dekomposisi -0,03%, daun
kihujan basah sebelum dioven memiliki berat 7 gram dengan laju dekomposisi 0,1%
dan setelah dioven beratnya 5 gram dengan laju dekomposisi 0,16%, daun kihujan
kering sebelum dioven memiliki berat 18 gram dengan laju dekomposisi -0,26%
dan setelah dioven menjadi 11 gram dengan laju dekomposisi -0,03%, daun
pepaya basah memiliki berat sebelum oven adalah 5 gram dengan laju
dekomposisi 0,16% dan berat setelah oven adalah 4 gram dengan laju
dekomposisi 0,2% serta daun pepaya kering memiliki berat sebelum oven adalah
20 gram dengan laju dekomposisi -0,33% dan setelah oven adalah 10 gram
dengan laju dekomposisi 0% .
Pengamatan yang telah dilakukan terhadap 3 jenis daun dari vegetasi pohon
yang berbeda dengan kondisi fisik yang berbeda dari dalam satu vegetasi yaitu
sifat basah dan sifat kering, mempunyai proses dan tingkat dekomposisi yang
berbeda pula. Dimana setelah mengalami penimbunan selama 30 hari berat rata-
rata hasil dekomposisi tiap daun sebelum di oven yaitu semakin bertambah dan
akan berkurang setelah mengalami pengovenan. Hal ini disebab karna adanya
kandungan air tanah yang masuk kedalam serasah-serasah tersebut. Tipe serasah
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dekomposisi. Serasah yang baik
akan menyimpan air yang lebih banyak untuk keperluan mikroorganisme. Tipe
serasah mempengaruhi kemampuan suatu mikroba untuk mendekomposisi
senyawa-senyawa kompleks yang terkandung di dalam serasah, dimana lignin
akan lebih susah untuk didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana
adalah senyawa berikutnya yang relatif cepat didekomposisi (Musyafa ,2004).
Adapun faktor waktu yang memengaruhi dekomposisi yaitu seperti yang
dikatakan Sunarto (2003) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi berjalan
secara bertahap, dimana laju dekomposisi paling cepat terjadi pada minggu
pertama. Hal ini dikarenakan pada serasah yang baru masih banyak persediaan
unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba tanah bagi organisme
pengurai. Mikroorganisme merupakan faktor terpenting dalam proses
pengomposan karena mikroorganisme adalah bagian yang merombak bahan
organik menjadi kompos. Pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah
mikroorganisme pada awalnya sedikit. Penyebab daun dari hasil dekomposisi
mengalami pembusukan yang dilakukan oleh mikroorganisme yang melakukan
pelepasan gas metana dari sampah organik (Sunarto,2003).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari praktikum yang dilakukan mengenai dekomposisi dapat
ditarik kesimpulan yaitu yang pertama setelah 30 hari berat rata-rata hasil
dekomposisi tiap daun sebelum di oven yaitu semakin bertambah hal ini terjadi
karena adanya perbedaan tiap-tiap serasah. Yang kedua yaitu hasil laju
dekomposisi tiap daun mengalami perbedaan. Hal ini disebabkan karena faktor
perbedaan tipe serasah, waktu yang terbatas, dan mikroorganisme yang kurang
dalam dekomposisi tersebut.
5.2 Saran
Praktikum yang dilakukan sudah bagus dimana setiap mahasiswa dapat
bekerja sama dengan baik dalam melaksanakan praktikum ini. Untuk saran, akan
lebih baik jika diberikan perkiraan gambaran lebih jauh tentang seperti apa nanti
hasil praktikum saat di lapangan agar mahasiswa mendapatkan pengetahuan
lebih jauh sebelum praktikum dimulai.
LAMPIRAN

Perhitungan
1. Perhitungan Laju dekomposisi sebelum dioven
a. Daun Jati Basah
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−18 gram
= × 100 %
30 hari
= -0,26 %
b. Daun Jati Kering
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−16 gram
= × 100 %
30 hari
= -0,2%
c. Daun Kihujan Basah
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−7 gram
= × 100 %
30 hari
= 0,1 %
d. Daun Kihujan Kering
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−18 gram
= × 100 %
30 hari
= -0,26%
e. Daun Pepaya Basah
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−5 gram
= × 100 %
30 hari
= 0,16 %
f. Daun Pepaya Kering
berat awal−berat sebelum dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−20 gram
= × 100 %
30 hari
= - 0.33%
2. Perhitungan Laju dekomposisi setelah dioven
a. Daun Jati Basah
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−6 gram
= × 100 %
30 hari
= 0,13 %
b. Daun Jati Kering
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−11 gram
= × 100 %
30 hari
= -0,03 %
c. Daun Kihujan Basah
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−5 gram
= × 100 %
30 hari
= 0,16 %
d. Daun Kihujan kering
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−11gram
= × 100 %
30 hari
= -0,03 %
e. Daun Pepaya Basah
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−4 gram
= × 100 %
30 hari
= 0,2 %
f. Daun Pepaya Kering
berat awal−berat setelah dioven
Laju Dekomposisi = × 100 %
waktu
10 gram−10 gram
= × 100 %
30 hari
=0 %

Anda mungkin juga menyukai