Anda di halaman 1dari 6

Kisah Inspiratif Pendiri AQUA Tirto Utomo

Tahu Aqua. Kemasan mineral sejuta umat. Bahkan diantara kita mungkin ketika hendak membeli air
mineral kemasan menyebut semua kemasan meniral itu dengan Aqua tanpa mengabaikan merk yang
lain.

Namun dengan kesuksesan Aqua yang cukup penomenal apakah kamu tahu sosok pendiri Aqua ? Siapa
yang menciptakan Aqua ? dia adalah Alm, Tirto Utomo. Lalu bagaimana sejarah dan perjalanan hidup
ketika merintis dan membuat perusahaan aqua ? Nah berikut kita akan mengenal cerita sukses dan kisah
Inspiratif dari Tirto Utomo sebagai pendiri (founder) Aqua yang mungkin memberi kita banyak pelajaran
hidup yang berharga. Simak Penjelasannya.

Kisah Inspiratif Pendiri AQUA Tirto Utomo

Sejarah Awal Pendirian Aqua

Tirto Utomo yaitu warga asli Wonosobo. Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw lahir di Wonosobo, 9 Maret
1930 – meninggal 16 Maret 1994 pada umur 64 tahun. ia adalah Pengusaha Indonesia. Lulusan Fakultas
Hukum Universitas Indonesia ini dikenal sebagai pendiri Aqua Golden Mississipi pada tahun 1973. Pada
16 Maret 1994, ia meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman warga Tionghoa di dekat Hotel
Kresna, Wonosobo.

Padahal sebelumnya Tirto Utomo juga bekerja di Pertamina. Tetapi untuk fokus pada bisnisnya, ia
melepaskan pekerjaannya di Pertamina.
Ide mendirikan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) AQUA timbul ketika Tirto bekerja sebagai
pegawai pertamina pada awal tahun 1970-an. Ketika itu Tirto bertugas menjamu delegasi sebuah
perusahaan Amerika Serikat. Namun jamuan itu terganggu ketika istri ketua delegasi mengalami diare
yang disebabkan karena mengkonsumsi air yang tidak bersih. Tirto kemudian mengetahui bahwa tamu-
tamunya yang berasal dari negara Barat tidak terbiasa meminum air minum yang direbus, tetapi air yang
telah disterilkan.

Awalnya orang sinis dengan ide Tirto Utomo untuk menjual air minum kemasan botol yang harga per
botol awalnya sama dengan harga 1 liter bensin Premium. Namun Tirto Utomo yakin, pada masa yang
akan datang Indonesia akan kekurangan air bersih yang siap untuk diminum, sehingga idenya ini terus dia
lanjutkan dan tidak memikirkan komentar sinis orang.

Pada awalnya market Aqua adalah orang-orang asing yang ada di Indonesia, karena mereka yakin air
kemasan lebih steril dan aman dari pada air tanah dan air PDAM. Dengan mendirikan pabrik air
minuman dengan mesin yang canggih di Bekasi, sehingga orang asing lebih percaya dengan minuman air
kemasan.

Tirto dan saudara-saudaranya mulai mempelajari cara memproses air minum dalam kemasan. Ia
meminta adiknya, Slamet Utomo untuk magang di Polaris, sebuah perusahaan AMDK yang ketika itu
telah beroperasi 16 tahun di Thailand. Tidak mengherankan bila pada awalnya produk Aqua menyerupai
Polaris mulai dari bentuk botol kaca, merek mesin pengolahan air, sampai mesin pencuci botol serta
pengisi air.

Awalanya Aqua bernama Puritas, kemudian seorang konsultan Tirto, Eulindra Lim, mengusulkan untuk
menggunakan nama Aqua karena cocok terhadap image air minum dalam botol serta tidak sulit untuk
diucapkan. Ia setuju dan mengubah merek produknya dari Puritas menjadi Aqua. Dua tahun kemudian,
produksi pertama Aqua diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950 ml dengan harga jual
Rp.75, hampir dua kali lipat harga bensin yang ketika itu bernilai Rp.46 untuk 1.000 ml.

Aqua berasal dari bahasa Latin yang artinya air, dimana pada awalnya di jual untuk orang asing, tetapi
kemudian Tirto Utomo melihat pasar masyarakat Indonesia juga memiliki potensi, sehingga dia menjual
air kemasan botol ukuran kecil dan ditempatkan di terminal-terminal bus di Jakarta dan sekitarnya, serta
sepanjang jalan pantura Jawa Tengah. Hal ini ternyata sukses, membuat Aqua diminati oleh para supir-
supir bus dan penumpang, serta masyarakat lainnya. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia
sangat membutuhkan air mineral botol yang bersih.

Bermodal Keberanian

Meskipun saat itu air mineral dalam kemasan belum ada di Indonesia, Tirto tetap yakin dengan
langkahnya. Keluar dari tempat kerjanya yang mapan di Pertamina, pada 1982, Tirto mengganti bahan
baku (air) yang semula berasal dari sumur bor ke mata air pegunungan yang mengalir sendiri (self-
flowing spring) karena dianggap mengandung komposisi mineral alami yang kaya nutrisi seperti kalsium,
magnesium, potasium, zat besi, dan sodium.

Dengan bantuan Willy Sidharta, sales dan perakit mesin pabrik pertama Aqua, sistem distribusi AQUA
bisa diperbaiki. Willy menciptakan konsep delivery door to door khusus yang menjadi cikal bakal sistem
pengiriman langsung Aqua. Konsep pengiriman menggunakan kardus-kardus dan galon-galon
menggunakan armada yang didesain khusus membuat penjualan Aqua Secara konsisten membaik.

Tahun 1974 sampai 1978 adalah masa-masa sulit bagi perusahaan ini. Apalagi permintaan konsumen
masih sangat rendah. Masyarakat kala itu masih asing dengan air minum dalam kemasan. Apalagi harga
1 liter Aqua lebih mahal daripada harga 1 liter minyak tanah

Tapi pemilik Aqua tidak menyerah. Dengan berbagai upaya dan kerja keras, akhirnya Aqua mulai diterima
masyarakat luas. Bahkan tahun 1978, Aqua telah mencapai titik BEP. Dan saat itu menjadi batu loncatan
kisah sukses Aqua yang terus berkembang pesat.

Saat itu memang produk Aqua ditujukan untuk market kelas menengah ke atas, baik dalam rumah
tangga, kantor-kantor dan restoran. Namun sejak tahun 1981, Aqua telah berganti kemasan dari semula
kaca menjadi plastik sehingga melahirkan berbagai varian kemasan. Hal ini menyebabkan distribusi yang
lebih mudah dan harga yang lebih terjangkau sehingga produk Aqua dapat dijangkau masyarakat dari
berbagai kalangan.

Dari sisi kemasan, Aqua juga menjadi pelopor. Botol plastiknya yang semula berbahan PVC yang tidak
ramah lingkungan, sejak 1988 telah diganti menjadi bahan PET. Padahal saat itu di Eropa masih
menggunakan bahan PVC. Selain itu desain botol Aqua berbentuk persegi bergaris yang mudah dipegang
telah menggantikan desain botol bulat Eropa. Bahkan botol PET ciptaan Aqua ini telah dijadikan standar
dunia.
Pada 1984, Pabrik AQUA kedua didirikan di Pandaan, Jawa Timur. Dan Pada 1995, Aqua menjadi pabrik
air mineral pertama yang menerapkan sistem produksi in line di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan
pembuatan kemasan AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem in-line ini adalah botol AQUA yang baru
dibuat dapat segera diisi air bersih di ujung proses produksi, sehingga proses produksi menjadi lebih
higienis.

Aqua juga sukses di mancanegara. Sejak 1987, produk Aqua telah diekspor ke berbagai negara seperti
Singapura, Malaysia, Fillipina, Australia, Maldives, Fuji, Timur Tengah dan Afrika. Berbagai prestasi dan
penghargaan pun didapatkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai
pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone
pada 4 September 1998. Akusisi tersebut dianggap banyak pihak sebagai langkah tepat setelah beberapa
cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru.

Baca Juga : Mengenal Warren Buffet – Pebisnis dan Investor Terkaya di Dunia

Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air
mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan
pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua

Almarhum Tirto Utomo pun dinobatkan sebagai pencetus air minum dalam kemasan dan masuk dalam
“Hall of Fame”. dan berdasarkan survey Zenith International, sebuah badan survey Inggris, Aqua
dinobatkan sebagai merk air minum dalam kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan air minum dalam
kemasan nomor dua terbesar di dunia. Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah dikira-kira.

Dan akhirnya dengan kerja keras Almarhum Tirto Utomo, sekarang AQUA adalah merek air mineral
dalam kemasan (AMDK) pionir dengan penjualan terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu merek
AMDK yang paling terkenal di Indonesia. https://sepositif.com/2017/01/tirto-utomo-kisah-inspiratif-
pendiri-aqua-tirto-utomo/
Kisah Rizka Romadhona, Wanita di Balik Sukses Lapis Talas Bogor Sangkuriang

Memberi buah tangan kepada saudara atau teman tersayang menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia
selepas pulang melancong. Budaya tersebut pun mengilhami Rizka Wahyu Romadhona untuk berbisnis.
Rizka merupakan wanita di balik Lapis Talas Bogor Sangkuriang. Inspirasi usaha itu datang ketika ia sering
merasa repot kala membawa buah talas dari Bogor sebagai oleh-oleh untuk saudara di kampung
halamannya Surabaya, Jawa Timur. Rizka yang memang hobi berdagang itu pun memiliki ide untuk
menjadikannya makanan siap saji yang lebih praktis dibawa.

Kue lapis memang bukan panganan khas Bogor. Rizka terinspirasi untuk membuat produk tersebut dari
kue lapis asal Surabaya. Namun ia membuatnya dengan bahan utama talas yang merupakan oleh-oleh
khas Bogor. Kue lapis milik Rizka ini diklaim sebagai yang pertama meski saat ini cukup banyak 'peniru'
yang menghadirkan olahan talas serupa. Saat ini, Kue Lapis Bogor Sangkuriang sudah memiliki empat
outlet di Bogor, Jawa Barat.

Kepada Wolipop, Rizka mengatakan jika usaha yang dirintis dengan sang suami ini dibangun modal yang
tidak banyak yakni sekitar Rp 500 ribuan. Saat itu ia juga meminjam sejumlah peralatan dapur dari sang
ibu mertua. Awalnya, kue ini hanya dijual kepada para tetangga. Berkat masuk ke berbagai komunitas
dan pameran, Rizka berhasil memasarkannya secara lebih luas hingga bisa terkenal seperti sekarang.

Perkembangan bisnis Rizka juga cukup terbantu oleh pelatihan-pelatihan yang diikutinya, salah satunya
Wirausaha Muda Mandiri. Wanita 31 tahun itu juga senang berilmu kepada para senior wirausahawan
yang berada di bidang yang sama.

"Kita dibantu dari segi promosi dan pelatihan. Di situ, kita diberi banyak pelatihan untuk meningkatkan
omzet manajemen, kualitas produk. Apalagi sebelumnya kita pernah jualan bakso dan bangkrut karena
salah manejemen. Kita juga difasilitasi untuk promosi ke media dan buka stand di event Bank Mandiri,"
kata Rizka saat diwawancara Wolipop melalui telepon pada Selasa, (1/12/2015).

Sebelum membuka usaha Lapis Bogor Sangkuriang ini, Rizka memang sudah sering berjualan bahkan
pernah mengalami kebangkrutan. Kala itu, ia menjajakan bakso yang dipasarkan ke teman-teman
kantornya. Usaha tersebut pernah cukup berkembang hingga menghasilkan keuntungan yang melebihi
gajinya. Di tahun 2010, ia pun memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus pada wirausaha.
Sayangnya, bisnis ini gagal karena beberapa oknum nakal yang membuat kualitas bakso menurun.
Belajar dari kesalahan tersebut, saat ini Rizka sangat memperhatikan pengelolaan tenaga kerja. Terlebih
ia juga sempat kewalahan ketika pekerjanya mencapai 50 orang. Kala itu, Rizka bahkan sampai ingin
menutup usaha karena pusing menghadapi banyaknya staff. Untungnya, permasalahan tersebut bisa
diatasi yakni dengan pengaturan yang jelas dan tertulis serta memberikan fasilitator.

Wanita lulusan S-2 Manajemen Bisnis tersebut juga pernah menemui kendala ketika berniat
memperdayakan anak-anak putus sekolah. "Awalnya saya ingin memperdayakan anak putus sekolah.
Tapi banyak yang setengah hari kerja langsung kabur karena ternyata ada penghasilan yang lebih besar.
Sekarang masih ada beberapa yang mau kerja. Tapi kebanyakan pekerjanya adalah anak-anak lulusan
SMK karena kita sudah pakai mesin," jelas Rizka.

Lapis Talas Bogor Sangkuriang dijual dengan harga Rp 28 ribu. Selain lapis talas, Rizka juga sudah
melakukan ekspansi dengan menghadirkan lapis Surabaya. Kue tersebut sudah dipasarkan di Surabaya
selama tiga bulan ke belakang. https://m.detik.com/wolipop/work-and-money/d-3086004/kisah-rizka-
romadhona-wanita-di-balik-sukses-lapis-talas-bogor-sangkuriang

Anda mungkin juga menyukai