REPUBLIK INDONESIA
2018
Success Story
Pengawas Sekolah
SMA
Edisi-1
Editor:
Prof. Supardi, M.Pd
• Success Story •
Pengawas Sekolah
SMA
Edisi-1
Penulis:
• Agus Adisantoso, M.Pd • Made Saputra, S.Pd. M.Si
• Akh Hidayat, M.Pd • Putu Arimbawa, M.Pd
• Arifin, M.Pd • Toto Raharjo, S.Pd, M.Pd
• Ernesta Dwi Winasis Pujiastuti • Warsono, M.Pd
• I Made Arya Maharyadi, M.Pd • Yudhi Saparudin, M.Pd
ISBN: 978-602-52537-2-0
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta
alam yang telah mencurahkan hidayah dan inayah-Nya yang tiada henti-
hentinya sehingga penulisan buku ini dapat dilakukan dengan baik.
Buku Success Story edisi-1 ini merupakan kumpulan naskah para finalis
kegiatan Best Practice yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan
Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peserta kegiatan
adalah Kepala Sekolah/Pengawas Sekolah jenjang pendidikan dasar dan
menengah seluruh Indonesia. Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan
yang bertujuan: (1) Memberikan penghargaan dan pengakuan kepada Kepala
Sekolah/Pengawas Sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
secara nyata berprestasi dalam meningkatkan mutu sekolah yang menjadi
binaan dan mutu pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
telah berhasil melewati tahapan-tahapan seleksi pada Lomba Best Practices
Nasional Pengawas Sekolah Tahun 2018; (2) Menyediakan wadah/wahana
bagi para pengawas sekolah untuk menunjukkan kemampuan melakukan
perubahan dalam tata kelola sekolah melalui praktik-praktik baik (best
practices); (3) Meningkatkan motivasi pengawas sekolah secara berkelanjutan
untuk menciptakan kinerja yang lebih produktif; (4) Menumbuhkan
kebanggaan di kalangan pengawas sekolah jenjang pendidikan dasar dan
menengah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; (5) Mendiseminasikan
praktik-praktik baik kepada teman sejawat sebagai model pengembangan
diri pengawas sekolah, Kegiatan Best Practice yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah/Pengawas Sekolah tersebut dituliskan dalam bentuk naskah ilmiah
popular, Beberapa naskah terbaik disajikan pada buku ini dengan harapan
vi
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Pendahuluan
Persoalan yang kerap ditemukan dalam pembinaan guru yaitu bahwa
sebagian guru masih rendah kemampuannya dalam penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dibuat oleh guru hanya sebatas
administrasi semata yang tidak berdampak positif dalam pembelajaran.
Akibatnya pelaksanaan pembelajaran di kelas kurang berkembang dan
kurang kreatif, sehingga pada ujungnya siswa menjadi kurang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Pembinaan guru dalam penyusunan RPP dan pelaksanaan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah sering kali merupakan kegiatan
yang terpisah. RPP yang sudah dibuat guru tidak terlalu bermanfaat dalam
kegiatan pembelajaran. Agar RPP yang dibuat oleh guru ini sesuai dengan
apa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran maka diperlukan tehnik
pembinaan guru dalam menyusun RPP dan pelaksanaan pembelajaran secara
berkesinambungan.
2
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap profesinya, pastilah dia
hanya menjalankan tugasnya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu perlu kiranya
ditanamkan sikap positif guru terhadap profesi guru, mengingat peran guru
dalam lingkungan pendidikan amatlah penting.
Untuk melaksanakan tugas profesi guru ini, seorang guru tidak bisa
hanya masuk kelas membawa buku seadanya kemudian melaksanakan
pembelajaran begitu saja. Guru perlu melakukan persiapan yang sistematis
dan terencana agar pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Untuk itu sebelum melaksanakan pembelajaran guru harus
mempersiapkan perencanaan proses pembelajaran dengan baik.
Kegiatan pembelajaran di kelas yang terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran merupakan beban kerja sebagaimana Peraturan Pemerintah
74 Tahun 2008 Pasal 52 ayat (1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan
pokok: a. merencanakan pembelajaran; b. melaksanakan pembelajaran; c.
menilai hasil pembelajaran; d. membimbing dan melatih peserta didik; dan
e. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan
pokok sesuai dengan beban kerja Guru. Kegiatan pembelajaran merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh guru agar terjadi proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran
tersusun dari 4 (empat) komponen, yaitu (1) Kegiatan Pendahuluan; (2)
Kegiatan Inti; (3) Kegiatan Penutup; dan (4) Kegiatan lainnya.
Gambar 1. Diagram
pembimbingan berkesinambungan
Teknik Penyusunan
pembimbingan Penyusunan pelaksanaan pembelajaran RPP dan Pelaksanaan
IV
RPP dengan RPP yang telah Pembelajaran
disusun Berkesinambungan
Gambar 2. Foto
Kegiatan Pelaksanaan
Pembelajaran
1
100 100 1100 100
0 100 100
95
100 92
90
85 87
90 3
83
80
80 73 73
70
57
Gambar 3.
60
50
40 Diagram Hasil
30
Penilaian
Kualitas RPP
20
10
0
Id
dentitas Kompetensi Inti KD dan P
PK Materi Metode/model Media, alat & Langkah Pen
nilaian
Sebelum
Pembelajaran Pembelj sumber belajar Keggiatan Pembj
dan Sesudah
sebelum
m sesudah Pembinaan
96 00
10 100
100 88,75 90 88
8
Gambar 4. 90
80 68
7
74
Diagram Hasil 70
60
Penilaian 50
40
Pelaksanaan 30
Pembelajaran
20
10
Sebelum 0
Kegiatan
n Kegiiatan inti Kegiatan Lain
n-lain
dan Sesudah Pedahuluaan Penutup
Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan: (1) Supervisi akademik pembinaan
guru dalam penyusunan RPP dan mempraktikkannya dalam pembelajaran
secara berkesinambungan sangat efektif dan membantu guru melaksanakan
tugasnya dengan baik; (2) RPP yang disusun guru sangat cocok dalam
kegiatan pembelajaran; (3) Kegiatan pembelajaran lebih variatif dan guru
bisa mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan daya
sekolah; (4) Guru lebih percaya diri dalam melaksanakan pembelajaran.
Rekomendasi yang dapat disampaikan bahwa supervisi akademik
pembinaan guru dalam penyusunan RPP dan kegiatan pembelajaran
secara berkesinambungan bisa dikembangkan lagi oleh pengawas. Perlu
adanya pembinaan guru secara berkala agar guru selalu dapat mengikuti
perkembangan pembelajaran dan mengembangkan pengetahuannya,
sehingga kegiatan pembelajaran lebih variatif dan menyenangkan siswa.
Ucapan terima kasih setinggi-tingginya disampaikan kepada Direktur
Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah
memberikan kesempatan penulis untuk menyusun Tulisan Ilmiah Populer
dari best practice Pengawas Sekolah.
Daftar Pustaka
Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Cara Sederhana Mengentaskan
Kemiskinan Berliterasi dengan
“Baba Boba”
Pendahuluan
Kegiatan untuk pengembangan kemampuan berliterasi sangat
diperlukan di sekolah. Hal ini dilatarbelakangi oleh rendahnya posisi bangsa
kita Indenesia di urutan yang nomor dua dari 65 negara di dunia menurut
hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA)
menyebutkan bahwa budaya literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012
terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati
urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati
urutan ke-20 besar. Dengan adanya kegiatan pengembangan literasi di
sekolah diharapkan bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari
beberapa negara tersebut.
Dari keinginan untuk mengembangkan kemampuan berliterasi di atas,
pemerintah telah mencanangkan kegiatan GLS yaitu Gerakan Literasi Sekolah,
yang tentunya membutuhkan bahan bacaan yang banyak namun sekolah
secara umum, termasuk juga di SMA Negeri 1 Gerung belum memiliki bahan
bacaan yang cukup untuk memenuhi kegiatan tersebut. Maka sekolah harus
mempunyai ide atau gagasan yang cemerlang agar kegiatan GLS tersebut
dapat berjalan dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
10
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Literasi
Pengertian literasi secara sempit adalah ditujukan dalam kemampuan
membaca, namun kemudian ditambahkan juga dengan kemampuan menulis.
Pada abad pertengahan, sebutan literatus ditujukan kepada orang yang dapat
membaca, menulis dan bercakap-cakap dalam bahasa Latin. Namun sekarang
ini literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna
tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies).
Literasi juga bermakna praktik dalam hubungan sosial yang terkait
dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya. Education Development Center
menjelaskan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan membaca dan
menulis. Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap
potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya sehingga pengertian literasi
mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
literasi ini sangat berkaitan erat dengan pengembangan empat keterampilan
bahasa yaitu keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Keempat keterampilan inilah yang perlu dikembangkan dengan berbagai cara
untuk mengentaskan kemiskinan berliterasi.
Ada keinginan guru agar semua siswa di sekolah memiliki kemampuan
literasi yang tinggi untuk mendukung lancarnya kegiatan belajar mengajar,
untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan,
dan untuk menjadikan waktu lebih efektif dan efisien dalam pembelajaran.
Namun keinginan itu belum sempat dapat diraih karena 180 derajat terbalik.
Kenyataan yang ada adalah kemampuan dalam empat keterampilan berbahasa
itu masih rendah dibuktikan dengan sulitnya siswa dalam memahami bacaan,
sulitnya siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasannya secara sistematis
baik secara lisan ataupun tulisan.
Sebelum mengatasi kesulitan tersebut, perlu dicari alasan mengapa
kemampuan berliterasi ini masih rendah. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan rendahnya budaya literasi tersebut, antara lain:
11
Cara Sederhana Mengentaskan Kemiskinan Berliterasi
dengan “Baba Boba”
Aska dimega
Aska dimega adalah istilah yang penulis gunakan untuk pembinaan
terutama pada pengembangan keterampilan mendengar, membaca,
berbicara, dan menulis. Ini adalah kerangka berpikir singkatan dari enam
kata tanya yaitu apa, siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana.
Jawaban dari kata-kata tanya inilah yang harus ada dalam benak siswa dalam
mendengar, membaca, berbicara atau menulis untuk dapat mengambil dan
atau mengembangkan setiap tema atau topik BABA BOBA.
Dengan menguasai aska dimega ini, kita akan terbiasa dan akan terbentuk
dalam pikiran kita bahwa ketika kita dalam proses membaca, misalnya, kita
harus mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan jawaban
dari kata-kata tanya ini. Atau ketika kita sedang menulis sesuatu maka kita
harus tuangkan informasi-informasi terkait dengan jawaban aska dimega
itu ke dalam tulisan kita. Sehingga aska dimega ini menjadi pedoman dan
tuntunan dalam membaca atau menulis agar lebih efektif dan efisien.
Dari kegiatan pembiasaan yang dilakukan dengan BABA BOBA ini dapat
dinyatakan bahwa Kepala sekolah dapat meniru strategi pelaksanaan kegiatan
pengembangan sebuah ide di sekolah, sementara guru bersama siswa dapat
menambah wawasan pengetahuan, motivasi serta rasa percaya diri dengan
sangat menyenangkan.
Penutup
Miskinnya berliterasi dapat mempengaruhi kualitas diri, cara
mengatasinya dengan membangun budaya baca dan menulis yang baik
di sekolah. Perlu adanya pembiasaan dan pengembangan membaca dan
menulis di sekolah melalui program GLS yang direncanakan dengan matang
dan dilaksanakan dengan baik. Salah satu cara yang sederhana dan murah
adalah dengan menyiapkam BABA BOBA yaitu Bahan Bacaan Bolak Balik,
dimana dengan bahan ini, kita bisa melaksanakan kegiatan pembiasaan bagi
siswa untuk membaca dan menulis yang dibantu dengan kerangka berpikir
aska dimega di pikiran mereka.
Dengan membiasakan siswa membaca dan menulis, siswa akan memiliki
penambahan wawasan pengetahuan sedikit demi sedikit dan kelak pada
akhirnya siswa akan dapat menghidupi dirinya dan dapat bertahan hidup
pada zamannya dengan bekal pengetahuannya sendiri.
16
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Aminah, Andi Nur. 2014. (online). http://www.republika.co.id/berita/ koran/
didaktika/ 14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia-sangat-rendah.
diakses tanggal 24 September 2017.
Amran. 2017. Rendahnya Tingkat Literasi Indonesia. (Online), http://www.
spotsatu.com/ index.php/rendahnya-tingkat-literasi-indonesia. diakses
tanggal 24 September 2017
Husniati, Nia. 2017. Gerakan Literasi Sekolah. (Online). http://literasi.
jabarprov.go.id/baca-artikel-1065-gerakan-literasi-sekolah.html.
diakses tanggal 24 September 2017
Jessica. 2017. 5 Penyebab Rendahnya Budaya Literasi di Indonesia. (Online).
http://www.educenter.id/5-penyebab-rendahnya-budaya-literasi-di-
indonesia. diakses tanggal 24 September 2017.
Kemendikbud. 2016. Buku saku Gerakan Literasi Sekolah. Menumbuhkan
Budaya Literasi di Sekolah, Jakarta: Sekretariat Negara
Kemendikbud. 2016. Panduan Gerakan Literasi di Sekolah Menengah Atas,
Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemanfaatan Wattmeter Sederhana
dalam Meningkatkan Sikap Jujur
Siswa
Arifin, M.Pd
Pendahuluan
Definisi Penguatan Pendidikan Karakter menurut Peraturan Presiden No.
87 tahun 2017 adalah “Gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan
pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja
sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian
dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)” (Pasal 1 ayat 1). Selanjutnya
pada Pasal 3 PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam
pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran,
disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan,pedulisosial,dan bertanggungjawab.(Tim
PPK Kemendikbud,16:2018).
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan kualitas pendidikan dapat
dicapai melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan pengelolaan.
Peningkatan kualitas pembelajaran memiliki makna strategis dan berdampak
positif berupa (1) peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah
pendidikan dan pembelajaran yang dihadapi secara nyata, (2) peningkatan
kualitas masukan, proses, dan hasil belajar, (3) peningkatan profesionalitas
pendidik, dan (4) penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
18
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase sikap jujur siswa pada PBM
tanpa memakai wattmeter
Nilai Frekuensi Persentase (%) Kategori
1 2 10,00 Tidak jujur
2 8 40,00 Kurang jujur
3 7 35,00 Cukup jujur
4 3 15,00 Jujur
Jumlah 20 100
Pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa nilai yang termasuk kategori
tidak jujur 2 (10,00 %) siswa, terdapat 8 orang (40,00 %) berada pada kategori
kurang jujur, 7 orang (35,00 %) berada pada kategori cukup jujur, dan 3 orang
(15 %) berada pada kategori jujur. Nilai rata - rata sikap jujur 63,75, sehingga
dapat dikatakan bahwa nilai kejujuran yang dicapai oleh siswa pada PBM
tanpa memakai wattmeter berada pada kategori rendah.
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase sikap jujur siswa pada PBM
dengan memakai wattmeter
Nilai Frekuensi Persentase (%) Kategori
1 1 5,00 Tidak jujur
2 2 10,00 Kurang jujur
3 5 25,00 Cukup jujur
4 12 60,00 Jujur
Jumlah 20 100
Pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa nilai yang termasuk kategori
tidak jujur 1 orang (5,00 %), terdapat 2 orang (10,00 %) berada pada kategori
kurang jujur, 5 orang (25,00 %) berada pada kategori cukup jujur, dan 14
orang (60,00 %) berada pada kategori jujur. Nilai rata - rata sikap jujur 85,00,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai kejujuran yang dicapai siswa pada PBM
memakai wattmeter berada pada kategori sangat tinggi.
20
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Gambar 1.Kegiatan
Pembelajaran Tanpa
Wattmeter dan
dengan menggunakan
Wattmeter
Frekuensii
8 7
2 3
F rekuensi
12
5
1 2
Tanpa Waattmeter
75,1 66,75
Memakaii Wattmeter
85 90
86,25
22
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Penutup
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajarn Fisika dengan memanfaatkan Wattmeter sederhana dapat
meningkatkan sikap Jujur Siswa. Nilai sikap jujur siswa pada pembelajaran
tanpa memakai wattmeter sebesar 63,75 (kategori rendah), sedangkan nilai
sikap jujur siswa pada pembelajaran yang memakai wattmeter sebesar 85,00
(kategori sangat tinggi).
Daftar Pustaka
Arifin. 2014. Pelaksanaan Kegiatan On The Job Learning (OJL) Palopo: Dinas
Pendidikan.
Azis, A. 2007. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. Jurnal Ilmu
Kependidikan. Vol. 4 No. 2. Hal 101 - 111. Makassar: LPMP.
Budiarsih, Dyah. 2010. Berkat HP, Guru Bangga, dan Supervisiku Berhasil.
Banyumas: Best Practice Pengawas Sekolah.
Lie, Anita. 2002 . Cooperative Learning. Jakarta: PT. Grasindo.
Team. 2015. Buku Kerja Pengawas Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional. Team. 2018. Pedoman Pelaksanaan Lomba Best Practice Bagi
Pengawas Sekolah. Jakarta: Kemendikbud.
Team. 2017. Silabus Mata Pelajaran Fisika SMA Kelas XI IPA. Jakarta:
Kemendikbud.
23
Pemanfaatan Wattmeter Sederhana
dalam Meningkatkan Sikap Jujur Siswa
Pendahuluan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah menyatakan bahwa Kepala Sekolah
memiliki 5 (lima) kompetensi, yakni kepribadian, manajerial, kewirausahaan,
supervisi, dan sosial. Dari kelima kompetensi tersebut kompetensi supervisi
merupakan ujung tombak kepala sekolah untuk memantau kinerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas. Bisa dikatakan bahwa kompetensi
supervisi seorang kepala sekolah merupakan penentu kualitas pendidikan di
sekolah. Sayangnya hasil Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) tahun 2015,
diperoleh hasil nilai rata-rata tertinggi 55,90 dan terendah 45,92. Sedangkan
untuk nilai rata-rata setiap kompetensi yaitu: (a) kepemimpinan pembelajaran
43,96; (b) kewirausahaan 48,52; (c) manajerial 48,87; (d) supervisi 36,45; dan
(e) usaha pengembangan sekolah 47,67. Dari hasil UKKS kelima kompetensi
tersebut, kompetensi supervisi yang menempati urutan terbawah.
Data tersebut menunjukkan bahwa kompetensi supervisi ini belum
dipahami secara optimal oleh para kepala sekolah (KS). Hal ini terbukti dengan
banyaknya KS yang tidak memiliki administrasi pelaksanaan supervisi. Supervisi
meliputi tiga tahapan yakni: (1) tahap pra observasi, (2) tahap observasi, dan (3)
tahap pasca observasi. Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik
26
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Bimkel - Bimper
Ada dua model bimbingan pengawas pada kepala sekolah, yakni:
Bimbingan Kelompok (Bimkel) dan Bimbingan Personal (Bimper). Bimkel
berbentuk workshop dan bimper dilakukan saat pelaksanaan supak KS
pada guru, saat penyusunan laporan supervisi akademik (supak) dan saat
presentasi laporan supak.
27
“BIMKEL-BIMPER” Strategi Mendorong “KS”
Melaksanakan dan Menyusun Laporan Supervisi Akademik
.
WORKSHOP
WORKKSHOP
SUPAK
SU
UPAK
BIMK
KEL
PELAK
KSANAAN
SU
UPAK
PENYU
USUNAN BIM
MPER
LAP
PORAN
EV
VALUASI
PRESENTASI PEM
MENUHAN N PENGUM
MPULAN
LAP
PORAN K
KRITERIA Ya
Y ORAN
LAPO
Tidak
k
Penutup
Dapat disimpulkan bahwa program Bimkel-Bimper dapat meningkatkan
kompetensi supervisi akademik (supak) para kepala sekolah. Hasil pelaksanaan
program Bimkel-Bimper berdampak positif pada kinerja para guru pada
di masing-masing sekolah binaan dalam menyiapkan dan melaksanakan
administrasi perangkat pembelajaran. Pada saat sebelum dilaksanakan
program Bimkel-Bimper KS; hasil supervisi akademik dari 10 sekolah binaan
hanya ada 2 sekolah yang dinlai kategori cukup, dan sisanya 8 sekolah masuk
kategori kurang. Hal ini jauh berbeda setelah dilakukan program Bimkel-
Bimper; hasil supervisi akademik dari 10 sekolah binaan diperoleh ada 2
sekolah masuk kategori baik, dan 8 sekolah masuk kategori cukup.
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan best practice ini, maka
dapat direkomendasikan bahwa metode Bimkel-Bimper Kompetensi supak KS
ini dapat digunakan untuk peningkatan kinerja para guru dalam menyiapkan
dan melaksanakan administrasi perangkat pembelajaran secara efisien dan
efektif. Untuk itu, semoga karya best practice ini dapat memberikan inspirasi
bagi rekan-rekan pengawas sekolah khususnya, dan khalayak pada umumnya
dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran di sekolah.
Daftar Pustaka
Glickman, C.D. 1981. Developmental Supervision. Washington: Association
for Supervision and Curriculum Development.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
Rosda.
Natawidjaja, Rochman. 1988. Peranan Guru dalam Bimbingan di Sekolah.
Bandung: Abirdin.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 65 Tahun
33
“BIMKEL-BIMPER” Strategi Mendorong “KS”
Melaksanakan dan Menyusun Laporan Supervisi Akademik
Pendahuluan
Pengawas sekolah memiliki peran yang signifikan dan strategis dalam
proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah. Peran tersebut
berkaitan dengan tugas pokok pengawas sekolah dalam melakukan supervisi
akademik dan manajerial serta pembinaan, pemantauan, dan penilaian. Salah
satu kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah sebagai
supervisor pendidikan adalah kompetensi supervisi akademik. Supervisi
akademik dapat diartikan sebagai bantuan profesional/keahlian kepada guru
agar dapat mempertinggi kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang
diampu (Sudjana 2012b: 16).
Untuk menghasilkan guru yang profesional diperlukan kegiatan
pembinaan guru untuk meningkatkan kompetensinya. Guru perlu dibekali
dengan kompetensi yang unggul dan kaya pengalaman. Terkait dengan ini,
pengawas sekolah memiliki peran penting dalam melakukan pendampingan/
pembinaan melalui supervisi akademik.
Pada umumnya guru binaan memiliki keengganan untuk menyampaikan
permasalahan/kendala yang mereka hadapi dalam merencanakan,
melaksanakan maupun penilaian pembelajaran pada pengawas sekolah.
Sebenarnya banyak dijumpai guru yang memiliki kendala/hambatan dalam
36
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
!. Pemantaauan Perenncanaan
Pemmbelajarann
2. Pemerikksaan Admiinistrasi
Pem mbelajarann
PEMBIINAAN
SUPERVIS
S I
DALLAM BERHASIL
B L
SUPERRVISI
Gambar AKADDEMIK
3. Pemanntauan Pelaaksanaan
Peembelajarann
1. Bagan
langkah-
langkah dalam 4. Pembiinaan Langsung dan
pembinaan Online
guru
Gambar 2. Pemeriksaan
Dokumen Adminisatrasi
Pembelajaran Guru
jalur laut. Perjalanan jalur laut sangat tergantung dengan musim dan arah
angin. Ketika musim timur, ombak akan menjadi sangat besar dan perjalanan
ke sekolah binaan akan tertunda sampai keadaan kembali normal sehingga
kunjungan yang bisa dilakukan ke sekolah ini paling banyak dua kali dalam
satu semester.
Dengan adanya grup komunitas WhatsApp guru MIPA, benar-benar
membantu karena pembinaan masih dapat dilaksanakan tanpa harus
menempuh jarak yang jauh dan tidak membutuhkan waktu yang lama,
terutama untuk kegiatan pemantauan perencanaan pembelajaran. Penulis
tinggal meminta kepada guru binaan untuk meng-upload perangkat
administrasi selengkapnya, lalu diperiksa/dibandingkan dengan instrumen
pemantauan. Selanjutnya diberikan catatan-catatan kekurangan untuk
perbaikan, dan dikirim kembali untuk disempurnakan oleh guru yang
bersangkutan.
instrumen tidak dilampirkan atau belum dibuat, dan ada juga yang sudah
melampirkan instrumen penilaiannya tetapi belum sesuai dengan IPK nya.
Setelah dilakukan pembinaan baik secara langsung maupun tak
langsung melalui grup komunitas WhatsApp guru MIPA, di semester genap
tahun pelajaran 2017/2018 penulis kembali melakukan pemantauan dan
memperoleh hasil rerata skor untuk perencanaan mencapai 87,91 yang
berarti kategori “baik” dan jika dilihat secara perorangan, semua guru sudah
mencapai skor di atas 80 yang berarti kategori “baik”.
Sementara data hasil pemantauan terhadap pelaksanaan pembelajaran
ditampilkan sebagaimana grafik berikut.
120
98,75
100 92,5 93,75
88,75
83,75 83,75
77,5 77,5
80 72,5 71,25
60
Semester I
40
Semester II
20 Grafik 2. Hasil
0 Pemantauan
Sudarsono, Sabaruddin ,
S.Pd, M.Pd S.Pd, M.Pd
Niluh E.
Setiawati,
Safari B, S.Pd La Ode
Sanando,
Pelaksanaan
S.Pd S.Pd Pembelajaran
Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan supervisi
akademik melalui memanfaatkan teknologi informasi dengan media sosial
WhatsApp pada guru-guru MIPA di Kabupaten Konawe sangat efektif dan
diperoleh hasil sebagai berikut.
1. Hubungan antara guru dengan pengawas menjadi lebih harmonis,
guru tidak merasa segan bertemu dan berkonsultasi untuk
menyampaikan kendala dan permasalahan yang dihadapi di
sekolah.
2. Guru termotivasi untuk membuat kelengkapan administrasi
pembelajaran sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran
3. Jarak dan letak geografis tidak lagi menjadi hambatan dalam
pelaksanaan tugas pembinaan terhadap para guru binaan.
4. Ada peningkatan skor hasil pemantauan perencanaan pembelajaran
dari rata-rata 73,72 menjadi 87,91 pasca pembinaan dengan
WhatsApp; dan juga diperoleh peningkatan hasil pemantauan
pelaksanaan pembelajaran dari rerata 76,50 menjadi 91,50.
5. Berdasarkan simpulan di atas, direkomendasikan hal-hal sebagai
berikut:
6. Pengawas hendaknya melakukan pembinaan terhadap guru tidak
saja melalui tatap muka, akan lebih baik jika dilakukan juga secara
online memanfaatan media sosial WhatsApp atau sejenisnya,
terutama untuk sekolah-sekolah yang jaraknya jauh, dan/atau
jumlah guru binaan banyak.
7. Komunikasi yang intens perlu dibina antara pengawas dengan guru,
agar guru tidak lagi merasa bahwa pengawas merupakan oknum
yang patut dihindari, melainkan harus dijadikan sebagai sosok yang
dibutuhkan sebagai tempat untuk berkonsultasi tentang masalah-
masalah yang dihadapi dalam melaksanakan tugas-tugas guru.
44
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Hendarman. 2015. Revolusi Mental Pengawas Sekolah. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Sudjana. 2011b. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi Pengawas
Sekolah. Bekasi: Binamitra Publising.
Bantuan Briefing 10 Menit untuk
Menegakkan Disiplin Siswa
Pendahuluan
Pendidikan adalah sebuah proses, yang di dalamnya terdapat proses
penanaman budi pekerti, nilai-nilai kehidupan, kecakapan hidup, nilai-
nilai keagamaan dan pengetahuan. Proses pendidikan melibatkan orang
tua di rumah, sahabat, atau guru sebagai orang yang berkompeten.
Dengan kompetensi guru, maka akan lebih mudah dalam menangani
kasus-kasus yang berkembang dan terjadi. Pendidikan bukan
semata untuk mencari nilai (skor) tertinggi secara akademis namun
yang lebih utama yaitu mengembangkan nilai-nilai esensial (nilai
keagamaan, budi pekerti, seni dan budaya) yang dimiliki oleh siswa.
Salah satu nilai yang harus dikembangkan dalam proses pendidikan yaitu
karakter kedisiplinan siswa. Penanaman karakter kedisiplinan siswa bukan
semata merupakan tanggung jawab kepala sekolah, wakil kepala sekolah
kesiswaan, dan guru bimbingan konseling. Proses penanaman karakter
kedisiplinan siswa harus melibatkan semua guru warga sekolah.
Dalam peningkatan mutu pendidikan peranan Pengawas Sekolah sangat
diperlukan. Pengawas sekolah memiliki beberapa peran dan fungsi dalam
membina sekolah. Di samping menjalankan fungsinya sebagai supervisor
akademik, namun pengawas sekolah dapat pula berperan sebagai supervisor
46
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
yang baik tentu mengarahkan siswa lebih gampang dan mudah. Dengan moral
yang kuat tentu ada keinginan untuk maju dengan melalui proses bekerja
lebih giat ulet dan seterusnya.
Kami melaksanakan sidak dengan program acak agar tidak diketahui
kapan diadakan sidak. Dengan kehadiran yang diacak tentu siswa tidak
akan mempersiapkan diri untuk berbuat pelanggaran. Dari hasil sidak
dan pengelohan data khususnya pengguna lipstik/make-up dapat penulis
paparkan sebagai berikut.
• Kelas X jumlah siswa 116 orang, saat sidak pada bulan Januari 2018
yang melanggar 36 siswa, selanjutnya pada bulan Pebruari 24 siswa,
bulan Maret 0 siswa dan terakhir bulan Mei 0 siswa.
• Kelas XI jumlah siswa 113 orang, saat sidak pada bulan Januari 2018
yang melanggar 48 siswa, selanjutnya pada bulan Pebruari 40 siswa,
bulan Maret 16 siswa dan terakhir bulan Mei 0 siswa.
Sidak selanjutnya berlanjut kepada siswa putra. Fokus kedisiplinan pada
siswa putra yaitu terkait masalah penataan rambut. Dalam kesempatan
ini dapat dipaparkan data siswa dalam hal pelanggaran masalah penataan
rambut sebagai berikut.
• Kelas X jumlah siswa 156 orang, saat sidak pada bulan Januari 2018
yang melanggar 37 siswa, selanjutnya pada bulan Pebruari 22 siswa,
bulan Maret naik 43 siswa dan terakhir bulan Mei sisa 3 siswa.
• Kelas XI jumlah siswa 101 orang, saat sidak pada bulan Januari 2018
yang melanggar 68 siswa, selanjutnya pada bulan Pebruari 56 siswa,
bulan Maret 39 siswa dan terakhir bulan Mei 0 siswa.
Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dalam hal penggunaan lipstik/
make-up dan pelanggaran penataan rambut dapat digolongkan fase menengah
ke bawah. Namun hal tersebut jika tidak segera ditanggulangi justru menjadi
pembiasaan yang buruk. Suatu pembiasaan tentunya lambat laun akan
menjadi tradisi. Pembiasaan buruk yang sudah mentradisi sebetulnya tidak
layak disebut budaya. Akan tetapi disebut buadaya ataupun tidak, setiap
sesuatu yang sudah mentradisi akan sulit atau setidaknya perlu waktu lama
dan kesabaran yang tinggi untuk menghilangkannya.
51
Bantuan Briefing 10 Menit untuk Menegakkan Disiplin Siswa
Penutup
Dapat disimpulkan bahwa pembinaan kolaborasi di SMA Negeri 1 Sawan
dengan bantuan briefing 10 menit dapat meningkatkan karakter disiplin siswa.
Tingkat pelanggaran pemakaian lipstik/make-up siswa putri kelas X dan XI
yang awalnya berjumlah 84 dari 229 siswa (37%), akhirnya menurun menjadi
0% setelah pembinaan selama 4 bulan. Demikian halnya terkait pelanggaran
kedisiplinan penataan rambut yang dilakukan siswa pura kelas X dan XI, yang
pada awalnya berjumlah 105 dari 257 orang (41%) menurun menjadi 3 siswa
(1%) setelah pembinaan selama 4 bulan.
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan dari best practice ini,
dapat direkomendasikan bahwa metode kolaborasi dengan bantuan briefing
10 menit dapat digunakan sebagai pedoman dan sebagai metode alternatif
dalam melaksanakan tugas kepengawasan bagi pengawas sekolah untuk
pembinaan karakter kedisiplinan siswa.
Dari kesimpulan ini dapat dikemukakan saran sebagai berikut. (1) Bahwa
dalam memilih sebuah metode atau pendekatan pembinaan harus disesuaikan
dengan objek dan kondisi yang akan di bina. (2) Buatkan program pembinaan
sesuai dengan juknis yang ada dan dapat menyelesaikan permasalahan
secara meyeluruh.
Daftar Pustaka
Arizona, Setian Trio. 2016. Pentingnya Breafing Sebelum Memulai Kegiatan.
Beranibicaracoid.http://beranibicara.co.id/pentingnya-briefing-
sebelum-memulai-kegiatan/. Tanggal akses 20 April 2018.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 143 Tahun 2014.
Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya.
Jurnal Kelas Berbasis Time Line
untuk Meningkatkan Efektivitas
Pemenuhan Waktu Mengajar
Pendahuluan
Memulai dan mengakhiri pembelajaran di kelas secara tepat waktu masih
merupakan hal yang tersembunyi (masuk di wilayah hidden curriculum) yang
jarang menjadi objek perhatian para pengelola pendidikan; padahal dimensi
waktu di lembaga manapun lebih-lebih di lembaga pendidikan merupakan
besaran yang sangat strategis. Jadi yang “hidden” itu perlu diungkap ke
permukaan. Waktu menjadi strategis dapat dilihat dari beberapa perspektif
antara lain: (1) Dalam konteks bagaimana menciptakan suasana lingkungan
belajar yang kondusif. Sesuai pengalaman penulis, suasana kondusif di sekolah
akan terganggu jika guru dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran di
kelas tidak secara bersamaan; (2) Dari perspektif administrasi perencanaan
guru, mulai dari kalender pendidikan sampai dengan program semester,
perhitungan waktu betul-betul menjadi pencermatan guru; oleh karena itu
dalam pelaksanaannya alokasi waktu yang sudah direncanakan hendaknya
dilakukan dengan seefektif mungkin; (3) Dari perspektif penentuan nilai
kompleksitas suatu materi ajar dalam rangka menentukan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), dimensi waktu juga menjadi pertimbangan yang sangat
penting. Dengan demikian pemenuhan waktu yang efektif oleh guru menjadi
sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi, lebih-lebih jika dihubungkan
dengan tuntutan guru sebagai model dalam menanamkan sikap disiplin
kepada siswanya.
54
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Tef = Tr x 100%
Ti
Keterangan:
Tef = waktu efektif pembelajaran guru di kelas
Tr = waktu riil yang dugunakan oleh guru dalam pembelajaran
Ti = waktu ideal yang sesuai dengan jadwal mengajar.
Sosialiisasi Tindaak
Penyebaaran Pelaksanaan
Pelakssanaan Lanjuut
Instrumeen Best Practice
P
Best Prractice
1 2 3 4
1. Penyebaran Instrumen
Penyebaran instrumen berupa kuesioner tentang ketepatan pemenuhan
waktu oleh guru mata pelajaran dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran
di kelas. Respondennya adalah pengurus kelas (Ketua Kelas, Wakil Ketua
Kelas, dan Sekretaris Kelas) di semua tingkat. Penyebaran instrument ini
bertujuan untuk memperoleh data awal kondisi efektivitas pemenuhan waktu
guru mata pelajaran ketika mengajar di kelas baik saat memulai maupun
mengakhiri pelajaran.
d. Diakhir tatap muka siswa memberi tanda bulatan pada jurnal (time
line) dan guru menanda tangani jurnal yang berarti apa yang tertuang
di time line sudah atas persetujuan guru pengajar.
e. Setiap akhir pekan (Hari Sabtu) petugas Litbang merekap jurnal
kelas untuk seluruh kelas pada masing-masing tingkat dituangkan
ke dalam Form Rekap Efektivitas Pemenuhan Waktu Mengajar
Mingguan (F-1), selanjutnya dianalisis.
f. Setelah kegiatan nomor 1 sampai 5 di atas berlangsung selama
sebulan atau 4 (empat) minggu, rekapan per minggu di pindahkan
ke Form Rekap Efektivitas Pemenuhan Waktu Mengajar Bulanan
(F-2). Selanjutnya di analisis.
Pada minggu terakhir bulan September digunakan sebagai minggu
percobaan, dimana pada minggu ini pengawas bersama kepala sekolah
melakukan pembinaan baik kepada siswa maupun kepada guru. Pembinaan
kepada siswa bertujuan untuk meyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan
betul-betul tidak berisiko atau berdampak pada nilai yang mereka peroleh.
Kepada guru kita memberi penguatan bahwa model keterbukaan ini sekaligus
merupakan tuntutan bagi seorang guru untuk mampu menjadi teladan
khususnya tentang disiplin waktu.
Hasil pelaksanaan Best Practice dilihat dari kuesioner ditampilkan seperti
pada tabel di bawah ini.
Rekapitulasi persentase jumlah guru yang mengajar, memulai, dan
mengakhiri proses pembelajaran tepat waktu menurut responden.
1 2 3 4 5
1 SMA N 1 SUKASADA 48,72 % 79,49 % 30,77 %
2 SMA N 1 SAWAN 45,24 % 71,43 % 26,19 %
3 SMA N 1 KUBUTAMBAHAN 21,62 % 67,57 % 45,95 %
RATA-RATA 38,53 % 72,83 % 34,30 %
Keterangan:
Before = persepsi anak terhadap pemenuhan waktu guru mengajar di kelas (dari
kuesioner) sebelum JKBTL dilaksanakan
After = persepsi anak terhadap pemenuhan waktu guru mengajar di kelas (dari
kuesioner) setelah JKBTL dilaksanakan
Dari kegiatan best practice ini penulis melihat ada hal yang menarik
sebagai dampak ikutnya yaitu:
1. Di best practice, respons guru terhadap kegiatan best practice ini
sangat tinggi, tertinggi di antara 2 sekolah yang lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari nilai efektivitas pemenuhan mengajar pada bulan
Oktober langsung sangat tinggi mencapai nilai rata-rata 98,46%;
padahal menurut responden dari siswa di awal hanya 48,72% guru
yang mampu mengajar tepat waktu, berbeda dengan dua sekolah
yang lainnya.
2. Kegiatan best practice ini awalnya memang agak sulit diterima,
namun setelah berjalan selama 2 (dua) bulan guru menjadi terbiasa.
Sekaligus menjadi pembiasaan untuk melaksanakn tugas tepat
waktu/disiplin waktu.
3. Semua warga sekolah mulai memaknai konsep keterbukaan dalam
arti yang lebih luas, tidak sekadar masalah-masalah keuangan saja.
4. Tindak Lanjut
Hasil analisis Rekap Efektivitas Pemenuhan Waktu Mengajar
Bulanan dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapatkan tindak
lanjut berupa :
1. Pembinaan bagi guru-guru yang efektivitas pemenuhan waktunya
masih rendah, 2. Motivasi bagi guru-guru yang efektivitas pemenuhan
waktunya sudah bagus, dan 3. Evaluasi kemajuan secara umum yang
disampaikan dalam rapat Dewan Pendidik. Kepala sekolah bersama-
sama Pengawas (Penulis) melakukan supervise implementasi JKBTL dan
menemukan sekaligus mencari solusi dari hambatan yang ada.
Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: (1)
Pengembangan jurnal kelas berbasis time line dapat meningkatkan efektivitas
pemenuhan waktu mengajar guru di kelas; (2) Pelaksanaan Best Practice ini
sekaligus memberikan dampak pengiring bagi guru untuk mampu menjadi
teladan terutama dalam hal disiplin waktu, sebagai salah satu cara untuk
menanamkan sikap disiplin kepada siswa.
Rekomendasi yang dapat penulis sampaikan sebagai penggagas
sekaligus sebagai pengawas sekolah yaitu: (1) Pelaksanaan Best Practice ini
60
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. Manajemen Sekolah. 2006. Depok: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Rohinah. 2012. The Hidden Curriculum, Membangun Karakter Melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler. Yogyakarta: Insan Madani.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Journal of Education and Practice www.iiste.org ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN
2222-288X (Online) Vol.6, No.33, 2015 125.
Harniati. 2014. Hidden Curriculum (Kurikulum Tersembunyi).
Bersamadiamewarnaidunia.http://bersamadiamewarnaidunia.
blogspot.co.id/2014/09/hidden-curriculum-kurikulum-tersembunyi.
html. Diakses tanggal 26 Des 2016.
Model Supervisi Akademik
Berbasis Pendampingan Guru
Toto Raharjo,S.Pd.,M.Pd.
Kabupaten Lombok Timur
Nusa Tenggara Barat
Pendahuluan
Kabupaten Lombok Timur memiliki 60 SMA yang terdiri dari 23 SMA
Negeri dan 37 SMA Swasta. Guru matematika berjumlah 150 orang. Sementara
pengawas matematika SMA hanya satu orang.
Dalam pembagian tugas melakukan supervisi, pengawas sekolah
melaksanakan supervisi akademik sesuai mata pelajaran/rumpun mata
pelajaran yang diampunya dan supervisi manajerial pada empat (4) sekolah.
Untuk melaksanakan supervisi akademik dibentuk 2 (dua) tim. Masing-masing
tim melaksanakan supervisi pada 30 SMA dengan frekuensi kunjungan yang
hanya 1 atau 2 kali per semester.
Oleh karena itu untuk meningkatkan layanan supervisi akademik
pengawas sekolah, perlu dikembangkan suatu model supervisi yang dapat
meningkatkan layanan supervisi akademik bagi semua guru matematika.
Layanan supervisi akademik tersebut dapat dilakukan oleh rekan sejawat
(guru pendamping) dan diharapkan sesuai dengan situasi, kondisi, dan
kebutuhan guru.
62
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Prosedur Penelitian
Untuk mengembangkan model supervisi akademik berbasis
pendampingan guru, penulis melakukan penelitian melalui tiga tahap, yaitu:
1) Tahap Studi Pendahuluan, 2) Tahap Pengembangan, dan 3) Tahap Evaluasi.
Prosedur penelitian yang penulis lakukan ditunjukkan pada Gambar 3.
64
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
TAHAP PENGEMBANGAN
TAHAP EVALUASI
Ujicoba
x Kepraktisan
Tahap Pengembangan
Untuk mengetahui apakah model supervisi akademik berbasis
pendampingan guru yang dikembangkan dapat diterapkan dalam pelaksanaan
supervisi maka perlu dilakukan validasi. Validasi model konseptual dilakukan
oleh para ahli dan praktisi yang sesuai dengan penelitian ini. Dari validasi
tersebut akan diperoleh data validasi model yang akan dijadikan dasar
pertimbangan merevisi atau memperbaiki model. Hasil validasi model selain
digunakan untuk menyusun model hipotetik, juga untuk menentukan valid
atau tidak validnya model. Penilaian dari ahli ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentasi Hasil Validasi Model Konseptual oleh Ahli dan Praktisi
Persentase Skor Persentase Skor Item
Interval Skala
No Item oleh Ahli oleh Praktisi
Nilai Penilaian
Model Panduan Model Panduan
1 1 - 1.75 Kurang 0% 0% 0% 0%
2 1.76 – 2.49 Cukup Baik 18,7% 25% 0% 12,5%
3 2.50 – 3.28 Baik 43,7% 62,5% 50% 37,5%
4 3.25 – 4.00 Sangat Baik 47,6% 12,5% 50% 50%
Sumber: Data primer yang diolah
baik, dan 18,7% dan 0% menyatakan cukup baik. Revisi yang disarankan
oleh validator ahli adalah tujuan dan indikator hasil yang diharapkan perlu
dipertajam. Kriteria guru pendamping dan hubungan guru sasaran dengan
pengawas dan kepala sekolah perlu diperjelas; (2) Untuk indikator/pernyataan
berkaitan dengan panduan supervisi, 12.5% dan 50% menyatakan kategori
sangat baik, 62.5% dan 37,5% menyatakan kategori baik, dan 25% dan 16,5%
kategori cukup baik. Revisi yang disarankan oleh validator ahli adalah langkah-
langkah pendampingan guru pada panduan pelaksanaan perlu diperbaiki.
Pengawas sekolah harus tetap berperan menindaklanjuti laporan dari guru
pendamping. Sedangkan revisi yang disarankan oleh validator praktisi adalah
perencanaan supervisi antara pengawas sekolah dan guru pendamping perlu
diperjelas, apakah sama atau berbeda.
Model hipotetik diperoleh dari desaian model konseptual yang telah
divalidasi oleh ahli dan praktisi. Hasil validasi oleh ahli dan praktisi digunakan
untuk merevisi model konseptual. Revisi model konseptual, selaian dari para
ahli dan praktisi juga didukung oleh sumber-sumber bacaan literatur yang
dianggap relevan.
Tahap Evaluasi
Model hipotetik yang diperoleh dari revisi model konseptual selanjutnya
diujicobakan di lapangan. Tujuan pelaksanaan uji coba model adalah untuk
menguji kelayakan model dan kepraktisan dalam tataran implementasi
secara nyata di lapangan. Model hipotetik diujicobakan pada 9 SMA negeri
dan 1 SMA swasta di Kabupaten
Lombok Timur. Uji coba dilakukan
oleh 12 guru pendamping dan 21
guru sasaran.
Setelah pelaksanaan ujicoba,
pengawas sekolah meminta
pendapat/respons dari kepala
sekolah, guru pendamping, dan guru
sasaran melalui angket tertutup.
Angket respons terdiri tiga aspek
yaitu: kemanfaatan, kemudahan
Gambar 3. Buku Panduan menggunakan, dan kemungkinan
Supervisi AkademikBerbasis penerapan. Pada angket respons
Pendampingan Guru tersebut juga disediakan tempat
67
Model Supervisi Akademik Berbasis Pendampingan Guru
Pengawas Kepala
Sekolah Sekolah
Guru Pendamping
Guru Sasaran
Analisis Meningkatkan
Kebutuhan Kinerja Guru
Penutup
Supervisi akademik yang sekarang dilaksanakan oleh pengawas SMA
belum dapat dijadikan dasar pembinaan yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan
supervisi akademik dilaksanakan hanya berdasarkan pembagian dan surat
tugas dari atasan, dilaksanakan hanya sebanyak dua kali untuk sekolah negeri
dan hanya satu kali untuk swasta, perencanaan dan pelaksanaan supervisi
akademik hanya dilaksanakan oleh pengawas sekolah, tidak berkelanjutan
dan tanpa melibatkan potensi/teman sebaya guru senior dalam membantu
pelaksanaan supervisi akademik.
Model supervisi akademik berbasis pendampingan guru yang
dikembangkan adalah supervisi akademik yang dilaksanakan secara terencana
dan terprogram melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut dan
pelaporan, supervisi akademik dilaksanakan dengan bantuan guru senior/
sebaya, yang akan mendampingi guru sasaran di sekolah yang sama, hasil
pendampingan akan ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada kepala sekolah
dan pengawas sekolah.
70
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Atmodiwiryo, S. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervisi Sekolah, Teori
dan Praktiknya. Jakarta: Ardadizya Jaya.
Daryanto dan Rachmawati, T. 2015. Supervisi Pembelajaran. Yogyakarta:
Penerbit Gava Media.
Sahertian, P. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana, N. 2012. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas
Sekolah. Bekasi: Binamitra Publising.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
“Supak” dengan Model Cooperative
Professional Development (CPD)
untuk Meningkatkan Kompetensi
Guru Menerapkan Pembelajaran
Discovery
Warsono, M.Pd
Pendahuluan
Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses, menekankan
bahwa guru disarankan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific) dalam
kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan
ilmiah (scientific) di antaranya: discovery learning (penyingkapan), inquiry
learning (penemuan), problem based learning (berbasis masalah), dan project
based learning (berbasis projek). Pemilihan model pembelajaran ini tentu
disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan dibelajarkan dan kondisi
peserta didik.
Mengacu pada standar proses di atas, tugas guru tidaklah mudah. Pada
setiap kegiatan pembelajaran guru secara komprehensif wajib menghasilkan
kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan pada
peserta didik. Agar capaian kompetensi peserta didik sesuai dengan tuntutan
kompetensi inti maka guru harus melakukan proses pembelajaran yang
berkualitas.
72
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
0 0
K0
0 K1 K2 K3 K4 K0 K1 K2 K3 K4
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan: (1) Langkah-
langkah supervisi akademik model CPD adalah: Guru-guru bersepakat untuk
meningkatkan profesionalisme dengan cara bekerja sama secara moderat
dalam hal tertentu yang menjadi concern mereka. Dalam kegiatan ini
adalah penyusunan RPP dengan model pembelajaran discovery sekaligus
implementasinya di dalam pembelajaran; Pengawas memfasilitasi guru-guru
dengan menyiapkan bahan tayang tentang: RPP, CPD, model pembelajaran
discovery, instrumen telaah RPP dan instrumen pembelajaran kemudian
didiskusikan dengan guru; Guru-guru dalam satu sekolah menyusun RPP
untuk saling ditelaah satu dengan yang lain kemudian diimplementasikan
di dalam pembelajaran dan saling menilai pembelajaran satu dengan
yang lain; Guru-guru dari tiga sekolah berkumpul dengan pengawas untuk
mendiskusikan hasil penilaian RPP dan penilaian pembelajaran. Pengawas
80
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Direktorat Pembinaan SMA. 2017. Model-Model Pembelajaran. Jakarta:
Depdikbud.
Glatthorn, Allan A. 1984. Differentiated Supervision. Alexandria: Association for
Supervision and Curriculum Development.
Masaong, Abdul Kadim. 2013. Supervisi Pembelajaran Dan Pengembangan.
Kapasitas Guru Memberdayakan Pengawas Sebagai Gurunya Guru. Bandung:
Alfabeta.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Model “SUKKSESST-ME’S”
dalam Membangun
Generasi Emas Abad 21
Pendahuluan
Data demografi jumlah siswa Indonesia sangat tinggi sekitar 49.186.236,
termasuk tujuh terbesar dunia (Budiman, 2017). Jumlah yang sangat besar
tersebut, apabila dididik melalui sistem pendidikan yang berbasis standar,
yaitu pola pendidikan pengembangan keterampilan abad 21, keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS), serta berbasis Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK), diharapkan akan menghasilkan generasi emas pada tahun 2045.
Generasi yang siap bersaing secara global, dan berkarakter. Proses pendidikan
tersebut, harus dimulai dari sekarang.
Berdasarkan data dan fakta pada kondisi saat ini: (1) hasil tes PISA
tahun 2012 mayoritas siswa Indonesia usia 15 tahun belum memiliki literasi
dasar (membaca, matematika dan sains) yang baik (OECD, 2012), dan (2)
peringkat indeks daya saing global Indonesia urutan 41 dari 138 negara (WEF,
2016 dalam Budiman, 2017). Hasil deskripsi sebelum implementasi model
Supervisi (Akademik dan Manajerial), Supervisi Klinis, Kolaborasi, Penilaian
Sendiri, Sejawat, Atasan, Monitoring, Evaluasi serta Solusi yang disingkat
(“SUKKSESST-ME’S”) menunjukkan bahwa: (a) rata-rata pengembangan
keterampilan abad 21 dan HOTS, dalam silabus dan RPP setiap mapel baru
82
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
mencapai 53,56%; (b) pengembangan PPK berbasis kelas pada silabus dan
RPP baru mencapai 61,28%; (c) penguatan pendidikan karakter berbasis
budaya pada kegiatan ko kurikuler sudah baik sebesar 75,00%; pada kegiatan
ekstrakurikuler sebesar 71,25%, dan pada kegiatan non kurikuler sebesar
73,00%, serta (d) pengembangan keterampilan abad 21 dan PPK pada proses
pembelajaran di dalam kelas baru mencapai 62,58%.
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini sudah berbasis standar,
mengembangkan keterampilan abad 21, HOTS, serta berbasis PPK, untuk
menghasilkan generasi emas pada tahun 2045. Sistem pendidikan tersebut
sudah sejalan dan dilandasi regulasi sebagai berikut: (1) Undang-Undang No
20 Tahun 2003 (2) Permendikbud No 20-21 tahun 2016, dan (3) RPJM 2015-
2019 dalam (Budiman, 2017).
Sekolah sebagai ujung tombak proses pendidikan harus menjalankan
amanah ke tiga regulasi di atas. Sekolah harus melaksanakan fungsi pendidikan
yang bermutu, mengembangkan keterampilan abad 21, HOTS, serta berbasis
PPK. Untuk menghasilkan generasi emas tahun 2045 yang siap bersaing
secara global, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
peranan pengawas sekolah untuk melaksanakan supervisi akademik dan
manajerial.
Pengawas sekolah harus menjamin proses pendidikan yang berlangsung
di sekolah mengacu pada pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan,
mengembangkan keterampilan abad 21, HOTS, serta berbasis PPK yang
bermutu. Oleh karena itu, penulis telah mengimplementasikan model
“SUKKSESST-ME’S” untuk meningkatkan keterampilan abad 21, HOTS, dan
PPK di lima sekolah binaan.
Implementasi model “SUKKSESST-ME’S” diintegrasikan pada struktur
kurikulum (silabus dan RPP), struktur kegiatan sekolah (pendidikan berbasis
kelas, berbasis budaya sekolah, dan masyarakat), serta pelaksanaan proses
pembelajaran di dalam kelas.
Model “SUKKSESST-ME’S”
Konsep model “SUKKSESST-ME’S” telah diimplementasikan pada lima
sekolah binaan di wilayah Bandung, yaitu SMA Negeri 27, SMA Kalam Kudus,
SMA Nugraha, SMA YPKKP, dan SMA Jenderal Sudirman. Implementasi
model “SUKKSESST-ME’S”dilaksanakan dari tanggal 22 Maret – 21 April 2018,
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan dengan rincian sebagai berikut:
83
Model “SUKKSESST-ME’S” dalam Membangun Generasi Emas Abad 21
91,00%; serta (d) pengembangan keterampilan abad 21 dan PPK pada proses
pembelajaran di dalam kelas meningkat dari 62,58% menjadi 69,73%.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penerapan model “SUKKSESST-
ME’S” meningkatkan keterampilan abad 21 dan HOTS dalam silabus dan RPP
setiap mapel, serta penguatan pendidikan karakter pada kegiatan kokurikuler,
ekstrakurikuler, non kurikuler, perayaan hari keagamaan, kegiatan kerohanian,
dan bakti sosial. Hal ini terlihat dari peningkatan prosentase sebelum dengan
sesudah implementasi model pada semua aspek pertanyaan B 1 s.d B 6.
Peningkatan pemahaman tersebut terjadi karena para wakasek sudah mulai
memahami kekurangan-kekurangan dari hasil penilaian sendiri dan penilaiaan
dari atasan/kepsek serta verifikasi pengawas sebelum implementasi model.
Sehingga pada saat wakasek dan stafnya melaksanakan focus group discusion
akan mudah untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut baik pada
program, maupun penyusunan laporan program. Pemahaman akan lebih baik
jika ada arahan dari atasan/kepsek dan pengawas melalui hubungan yang
bersifat kolegial, dengan cara kolaborasi yang harmonis dibawah bimbingan
dan arahan dari kepala sekolah dan pengawas. Di bawah ini, sampel foto
kegiatan penguatan pendidikan karakter pada kegiatan kerohanian:
Peningkatan terjadi juga pada pengembangan keterampilan abad 21,
HOTS dan PPK pada proses pembelajaran. Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa penerapan model “SUKKSESST-ME’S” meningkatkan keterampilan
guru untuk mengembangkan keterampilan abad 21, HOTS dan PPK pada
proses pembelajaran di kelas. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan
prosentase sebelum dengan sesudah implementasi model pada semua
aspek pertanyaan C 1 s.d C 3, mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa
guru sudah mulai memahami cara
mengembangkan keterampilan
abad 21, HOTS dan PPK pada proses
pembelajaran di kelas.
Peningkatan tersebut terjadi
karena guru sudah mulai memahami
kekurangan-kekurangan dari hasil
penilaian sendiri, penilaian sejawat,
penilaiaan dari wakasek kurikulum,
penilaian atasan/kepsek serta
pengawas, pada saat melaksanakan
87
Model “SUKKSESST-ME’S” dalam Membangun Generasi Emas Abad 21
Penutup
Model “SUKKSESST-ME’S” efektif dapat meningkatkan keterampilan
abad 21, HOTS dan PPK di lima sekolah binaan, baik pada struktur kurikulum
(silabus dan RPP), struktur kegiatan sekolah (pendidikan berbasis kelas,
berbasis budaya sekolah, dan masyarakat), serta pelaksanaan proses
pembelajaran di dalam kelas.
88
Success Story
Pengawas Sekolah SMA
Daftar Pustaka
Berk, J. B. S. (1995). Total Quality Management: Implementing Continuous
Improvement. Kuala Lumpur: S. Abdul Madjeed & Co.
Budiman, A. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter. Pada Acara Workshop
Pengembangan Perangkat Pelatihan dan Pendampingan Kurikulum
2013. Bogor.
Cascio, W. F. (1991). Managing Human Resource, Productivity, Quality of
Work Life. New York;McGraw Hill.
Castetter, W.B. (2004). The Human Resource Function in Educational
Adminitration (Sixth Edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc Erglewood
Cliffs.
Creech, B. (1996). The Five Pillars of TQM (terjemahan). Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Dewey, J. (1938). Experince and Education. New York: Macmillan.
Duch, B. J. (1996). The power of teaching students, Journal of Culinary Science
Technology, Maret/April, p. 326-329.
89
Model “SUKKSESST-ME’S” dalam Membangun Generasi Emas Abad 21
Edisi-1
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
Pendidikan
www.kemdikbud.go.id ISBN : 978-602-52537-2-0
Kementerian
Pendidikan dan Kebuudayaan RI
@Kemendikbud_RI