EPILEPSI
Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak
langsung dari penyakit sistem saraf pusat (SSP). Obat – obat yang digunakan untuk
terapi berbagai penyakit vaskuler yang dapat mempengaruhi ambang kejang dan
menyebabkan kejang, selain itu penyakit dapat pula mendasari angka kejadian
kejang pada pasien stress. Kejang didefiniskan sebagai perubahan sementara dalam
keadaan atau tanda – tanda lain atau gejala yang dapat disebabkan oleh disfungsi
otak. disfungsi otak tersebut dapat disertaidengan motorik, sensorik dan gangguan
otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau pun
beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok
mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal
70 juta dari penduduk dunia. Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia
tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi
terutama di negara berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per
tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan negara yang maju
2
dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per
tahun. Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000
penderita epilepsi. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka
diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai studi
epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup
tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi
saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini
100/100.000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun
diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEJANG
2.1.1 Definisi
Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau
disertai dengan perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan
akibat perubahan aktivitas elektrik di otak. Epilepsi adalah kondisi dimana
terjadi kejang berulang karena ada proses yang mendasari6. Sedangkan
intractable seizure adalah kejang dimana penggunaan obat - obatan tidak cukup
kuat untuk menangani kejang.1
4
2. Kejang parsial kompleks
Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal dari
persepsi dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada
saat kejang, pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti
mengecap – ngecap, jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali
disertai mual dan muntah.
3. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan
menimbulkan gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan
kejang umum sekunder biasanya menimbulkan gejala seperti kejang
tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan dengan kejang tonik – klonik.
2. Kejang Umum
Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua
hemisfer serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran.
Kejang umum dapat dikelompokkan menjadi :
1. Kejang tonik klonik (grand mal seizure)
Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering
terjadi pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba –
tiba, namun pada beberapa anak kejang ini didahului oleh aura (motorik
atau sensorik). Pada awal fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat
dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot – otot yang disertai dengan
rigiditas otot yang progresif. Sering juga disertai dengan inkontinensia
urin atau inkontinensia tinja. Kemudian pada fase klonik, terjadi gerakan
menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada
ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada anak selama episode
kejang berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa saat setelah
kejang berhenti.
5
2. Kejang tonik
Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik.
Anak tiba – tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat
rigiditas otot yang progresif.
3. Kejang mioklonik
Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh
secara tiba – tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat
terjadi hingga ratusan kali per hari.
4. Kejang atonik
Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba –
tiba.
5. Kejang absens
Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal)
atau disebut juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal).
Kejang absens tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik
anak secara tiba – tiba, kehilangan kesadaran sementara secara singkat,
yang disertai dengan tatapan kosong. Sering tampak kedipan mata
berulang saat episode kejang terjadi. Episode kejang terjadi kurang dari
30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada anak berusia kurang dari 5
tahun. Kejang absens atipikal ditandai dengan gerakan seperti hentakan
berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas, dan disertai
dengan perubahan kesadaran.
3. Kejang tak terklasifikasi
Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang
tidak dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial.
Kejang ini termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia
1 tahun.
6
2.1.3 Etiologi6,7
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial
dan ekstrakranial.
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer
dan sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik.
Sedangkan sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial,
kelainan kongenital seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan
ensefalitis, dan trauma kepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan
metabolisme seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati,
uremia, hiperproteinemia, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia.
Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke
otak.
2.2 EPILEPSI
2.2.1 Definisi8
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat
epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara
otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(“unprovoked”).
7
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan
sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan
2.2.2 Etiologi2
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak.
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi
Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan
8
kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan
epilepsi.
2.2.3 Klasifikasi3,4,5
Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada
1. Serangan parsial
9
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik
2. Serangan umum
a. Absans (Lena)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Atonik (Astatik)
f. Tonik-klonik
kurang lengkap).
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para
- Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir
di otak.
- Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas
Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989 adalah :
a. Idiopatik
10
b. Simptomatik
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
2. Umum
a. Idiopatik
b. Simptomatik
- Sindroma Wes
- Serangan neonatal
- Kejang demam
11
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsia
karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita yang menyaksikan
sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali
2.2.4 Patofisiologi6
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan
12
- GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory
neurotransmitter.
hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih
lanjut.
area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang
sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan
meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari
kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang
(lobus oksipitalis).
Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.
13
penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu
- Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga
- Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk
menimbulkan bangkitan.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak,
terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan
14
Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus
sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah
polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya
exhaustion.
berasal dari salah satu bagian hemisfer serebri, dan kejang umum, dimana kedua
15
Tabel 2.1. Manifestasi klinis bangkitan epilepsi
16
2.2.6 Penegakan Diagnosa7
kejang yang tidak dipicu. Diagnosis pasti dapat ditegakkan hanya jika kejang
terjadi selama perekaman EEG atau jika muatan listrik dapat dihubungkan
dengan tanda dan gejala pasien. Oleh karena itu, diagnosis kejang tetap yang
paling utama.
1. Anamnesis
meliputi:
b. Lama serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
17
h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
Melihat adanya tanda - tanda infeksi, seperti demam, infeksi telinga, tanda
dan rinci adalah penting, khususnya untuk mencari tanda - tanda fokal atau
lateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
menegakkan diagnosis epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan
bahkan sindrom epilepsi. EEG juga dapat membantu pemilihan obat anti
epilepsi dan prediksi prognosis pasien. Adanya kelainan fokal pada EEG
18
dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam keadaan istirahat dan pada
b. Pemeriksaan radiologis
bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Pada
pembedahan.
2.2.7 Penatalaksanaan2,3,9,10
kejang sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung
sejumlah sel - sel otak. Apabila hal ini terus - menerus terjadi, maka dapat
19
epilepsi dinilai berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi
dapat dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat - obatan.
1. Terapi medikamentosa
bentuk bangkitan dan sindroma epilepsy, selain itu juga perlu dipikirkan
menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan
Antikonvulsan utama:
1. Fenobarbital: 2 – 4 mg/kgBB/hari
2. Phenytoin: 5 – 8 mg/kgBB/hari
20
3. Karbamazepin: 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate: 30 – 80 mg/kgBB/hari
Pemilihan OAE yang dapat diberikan dapat dilihat pada tabel 2.2.
21
Levetiracetam
Phenobarbitone
Piracetam
2 tahun dengan sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai untuk jenis kejangnya
22
DAFTAR PUSTAKA
4. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T.
2010, 36:7.
8. Care of the patient with seizures 2nd. USA : AANN Clinical Practice Guidelines
Series. 2009.
36.
23