Anda di halaman 1dari 6

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

sebagai Bentuk Pencegahan


Diare Akut di PP
Jamilurrahman Bantul
Maria Mar’atusholikhah
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
mariashaliha98@gmail.com

Abstract. The Clean and Healthy Behavior Program (PHBS) is a government effort to
promote improved quality of life aimed at making Indonesian people live in clean and healthy
environments. The PHBS program in the household setting has a very important role in the
incidence of infectious diseases and non-communicable diseases. Whereas diarrhea itself is a
condition where a person's stool is soft to runny and the frequency is more than three times a
day. Acute diarrhea is a case of diarrhea that appears suddenly for approximately fourteen
days. Acute diarrhea can be caused by gastrointestinal infections caused by viruses, bacteria,
or parasaites that accidentally enter the body through media such as food, water, or direct
contact with patients. So that it is expected that by implementing clean and healthy life
behaviors, the community can overcome acute diarrhea cases easily.

Keywords: PHBS, diarrhea, acute diarrhea.

PENDAHULUAN
PHBS merupakan kependekan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sedangkan pengertian
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga keluarga
dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran
aktif dalam aktivitas masyarakat. PHBS sejatinya merupakan upaya yang diterapkan ke masyarakat
untuk meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan sekitar. Pemerintah juga mengharapkan dengan
adanya program ini, masyarakat mampu memulai dan menjadi agen perubahan untuk lingkungannya
sendiri.
Agen perubahan diharap mampu membagi pengetahuannya di lingkungan sekitar guna
menambah pengetahuan serta meningkatkan sikap dan perilaku terkait cara hidup yang bersih dan
sehat. Edukasi ini dapat dimulai dari tingkatan yang paling sempit, contohnya rumah tangga. Ada
beberapa tahapan edukasi melalui pendekatan pemuka atau pimpinan masyarakat, pembinaan suasana,
dan juga pemberdayaan masyarakat dengan tujuan kemampuan mengenal dan tahu masalah kesehatan
yang ada di sekitar untuk memperbaiki pola dan gaya hidup agar lebih sehat.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari menerapkan perilaku ini. Adapun manfaat PHBS
secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau menjalankan hidup bersih dan
sehat. Hal tersebut agar masyarakat bisa mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu,
dengan menerapkan PHBS masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan
meningkatkan kualitas hidup. (DinKes Yogyakarta, 2015)
Adapun presentase rumah tangga yang sudah mulai menerapkan PHBS di DIY sendiri melalui
data dari Seksi Probangkes Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dapat diperkirakan mencapai 78% pada
tahun 2014. Data ini didapat dari survei oleh Seksi Probangkes Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
melalui indikator terbaru PHBS (total ada 10 indikator) pada beberapa sampel rumah tangga di DIY.
Pengertian diare menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Sedangkan
menurut WHO (1999) secara klinis didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar)
lebih dari biasanya atau bisa mencapai lebih dari tiga kali dalam sehari, disertai dengan perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair atau setengah cair) dengan atau tanpa disertai lendir dan darah. Secara
klinik dibedakan menjadi dua jenis sindroma diare yaitu diare akut dan diare kronis.
Diare akut adalah kejadian diare yang muncul secara tiba-tiba selama kurang lebih 14 hari
tanpa daiwali gejala sebelumnya. Hingga saat ini, diare akut masih menjadi masalah kesehatan yang
tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga terjadi di negara maju. Biasanya, diare akut
terjadi karena infeksi saluran cerna yang diakibatkan oleh bakteri, virus, maupun parasit yang dapat
disebarkan melalui makanan atau minuman, air, serta dari orang yang sedang terkena diare itu sendiri.
Sedangkan diare kronis adalah kejadian diare yang muncul secara tiba-tiba, didahuli dengan gejala
awal, dan berlangsung selama lebih dari 14 hari. Adapun diare kronis ini dapat diklasifikan lagi
berdasarkan penyebabnya menjadi tiga kelas yaitu diare inflamasi, diare osmotik, dan diare sekretori.
(KEMENKES RI, 2011)
Diare akut merupakan diare yang paling banyak dan paling sering terjadi hampir di seluruh
dunia. Hal ini merupakan masalah umum dalam kasus diare. Diare akut tidak hanya terjadi di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju yang bahkan tingkat perekonomian dan kualitas hidupnya
sudah baikpun diare akut yang disebabkan oleh infeksi masih banyak menjangkiti masyarakat.
Kejadian diare juga tidak melulu dialami oleh bayi ataupun anak-anak, bahkan orang dewasa
sekalipun memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang diare. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengobati pasien dengan diare akut adalah ditinjau dari segi apa yang ia konsumsi serta bagaimana
gaya hidupnya sehari-hari. (Soebagyo, 2008)
Diare merupakan penyakit berbahaya yang derajat kesakitan dan kematiannya tinggi secara
global (mendunia) terutama di negara berkembang. Berdasar data dari UNICEF (2013), diare
merupakan salah satu dari 3 penyebab utama kematian anak secara mendunia. Di Indonesia sendiri,
diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius karena masih acapkali terjadi dalam
bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga perlu pengendalian lebih lanjut. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar2 dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya kasus diare adalah (1) Menurunnya jumlah
absorbsi larutan dalam air,(2) Sekresi elektrolit dalam jumlah yang melebihi batas normal ke dalam
lumen intestinal,(3) Buruknya absorbsi larutan secara osmosis aktif oleh lumen usus,(4) Terjadi
peningkatan motilitas usus,(5) Adanya penyakit yang menyebabkan infeksi dan inflamasi di daerah
intestinal sehingga menghasilkan darah, pus, dan lendir,(6) Faktor kesehatan pikiran,(7) Kondisi
keracunan,(8) Respon alergi,(9) Reaksi terhadap obat-obatan tertentu,(10) Kurangnya tingkat
kebersihan pribadi,(11) Lingkungan yang kurang bersih,(12) Pengetahuan pribadi mengenai diare,(13)
Adanya mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozao, hingga cacing. (Albert, 2014)
Diare menyebar dan menginfeksi baik pada anak maupun dewasa melalui empat faktor, yaitu
food(makanan), feces(tinja), fly (udara), dan finger(tangan). Oleh karena itu, untuk mencegah agar
penyakit ini tidak menyebar dan menular, cara yang paling praktis adalah memutuskan rantai
penularan tersebut. Faktor kebersihan menjadi faktor yang penting untuk menghindarkan seseorang
dari penyakit diare.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/
d 2010 terlihat kecenderungan kejadian diare mengalami kenaikan. Pada tahun 2000 IR kejadian diare
301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423
/1000 penduduk, dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi, dengan Care Fertility Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008, terjadi
KLB di 69 kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Pada
tahun 2009, terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5756 orang, dengan kematian 100
orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %) (Depkes, 2011:1). Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa kematian penduduk di Indonesia yang disebabkan oleh diare sering mengalami
kenaikan. Oleh sebab itu, perlu adanya pencegahan dan penanganan yang cepat dan tepat untuk
mengurangi angka kejadian diare pada bayi, anak, dan juga dewasa.
Dalam kondisi hidup yang bersih, makanan yang mencukupi, dan ketersediaan air, pasien yang
sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu.
Namun, untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah
dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan. Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih
serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti
penyakit Crohn. (Haryanti, 2011)
Atas dasar permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, saya selaku penulis ingin meneliti
lebih lanjut tentang PHBS sebagai bentuk pencegahan diare di kawasan Pondok Pesantren
Jamilurrahman Bantul. Yang mana kawasan ini tidak hanya dihuni oleh santriwan dan santriwati,
tetapi juga dihuni oleh beberapa masyarakat lain. Sebelum menjadi sepadat sekarang, pondok
pesantren ini memiliki tingkat kesehatan yang kurang begitu baik. Namun, setelah semakin banyak
pendatang yang menetap di kawasan ini, kualitas hidup dan juga tingkat kebersihannya menjadi lebih
baik. Ini merupakan sebuah alasan yang mendasari keinginan saya untuk melakukan penelitian di
kawasan ini.
Tidak semua indikator PHBS digunakan dalam penelitian ini. Dari 10 indikator PHBS, hanya
digunakan 7 indikator saja yang sekiranya sesuai dengan permasalahan diare. Tidak lupa juga
indikator krusial seperti penggunaan air bersih dalam kehidupan sehari-sehari, pola konsumsi dan
kebutuhan gizi keluarga, penggunaan jamban sehat di setiap rumah penduduk, serta indikator rumah
yang bersih dan sehat turut dicantumkan senagai indeks penilaian dalam penelitian ini.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sukardi (2013),
penelitian kualitatif adalah penelitian berdasarkan mutu atau kualitas dari tujuan sebuah penelitian itu.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang di desain secara umum yaitu penelitian yang dilakukan
untuk objek kajian yang tidak terbatas dan tidak menggunakan metode ilmiah menjadi patokan.
Selain itu, Sugiono (2012) juga mengemukakan penelitian kualitatif sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan
triangulasi,analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2013), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun
rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar
kegiatan. Selain itu, Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan
pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-
satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompleks pondok pesantren Jamilurrahman merupakan kompleks penduduk yang bertempat


di Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Jumlah penduduknya sendiri
diprediksi lebih dari 150 kepala keluarga yang tersebar di seputaran kompleks yang termasuk luas
tersebut. Peneliti hanya mengambil 20 sampel dari penduduk yang tinggal di bagian terpadat dari
kompleks ini, yaitu di sekitaran Masjid Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara,
didapatkan data yang tentunya sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar sebagaimana telah
dituangkan dalam bentuk diagram di bawah ini.
PHBS warga Jamilurrahman
cuci tangan saat masuk rumah
atau ketika menyentuh
5:20; 7% makanan
11:20; 16%

memperhatikan asupan gizi

16:20; 23%
membebaskan jajan

membersihkan
16:20; 23% penampungan
air

7:20; 10% membersihkan lingkungan


tempat tinggal

15:20; 21% berolahraga

Dari diagram tersebut dapat diperoleh data dan informasi dari banyaknya responden yang
berjumlah dua puluh ibu rumah tangga. Bahwa sembilan dari dua puluh responden tidak
membiasakan diri untuk mencuci tangannya ketika memasuki rumah setelah bepergian ataupun ketika
hendak menyentuh makanan. Hal ini sangat disayangkan mengingat tangan adalah sarana penyebar
bakteri, kuman, dan virus yang paling cepat. Empat dari dua puluh responden tidak selalu
memperhatikan konsumsi gizi sehari-hari di keluarganya. Asupan gizi yang sesuai dengan kaidah
pedoman gizi seimbang diharapkan mampu menjaga kualitas dan stamina tubuh sehingga tidak
mudah terserang penyakit. Lima dari dua puluh responden tidak membiarkan anaknya untuk jajan di
luar. Anak-anak tidak akan bisa lepas dari kegiatan jajan di luar, tetapi hal ini dapat disiasati dengan
memberikan anak pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan segala makanan atau
minuman yang masuk ke dalam tubuh ataupun memberinya bekal yang menarik dan juga sesuai
dengan keinginannaya. Tiga belas dari dua puluh responden jarang membersihkan penampungan
airnya. Menampung air merupakan kondisi yang lumrah ada di desa-desa. Tentu ini bukan merupakan
masalah selagi tempat menampung air rutin dibersihkan setiap selesai digunakan, menutup
penampungan air, atau lebih baik lagi tidak usah menampung air di bak atau ember. Cukup gunakan
keran dan shower untuk kebutuhan sehari-hari. Empat dari dua puluh responden kadang kala
mebersihkan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal merupakan tempat yang paling
sering terjadi interaksi antara tiap individu dari berbagai daerah yang entah steril dari kuman atau
tidak. Tentunya hal ini harus diantisipasi dengan membersihkan lingkungan tempat tinggal secara
berkala setiap harinya. Lima belas dari dua puluh responden jarang mengkhususkan waktu untuk
berolahraga. Padahal berolahraga selama kurang lebih 30 menit per hari mampu meningkatkan
kualitas hidup dan mengantisipasi dari berbagai penyakit kronis.
Tingkat Pemahaman dan Ketrampilan
Menangani Kasus Diare Akut

paham tentang diare

mampu menanganinya
18:20; 34% 19:20; 36%
mengerti cara mencegahnya

16:20; 30%

Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa sembilan belas dari dua puluh responden yang
diwawancara paham mengenai pengertian diare. Hal ini merupakan dasar yang bagus sebagai awal
untuk mencegah terjadinya diare akut. Enam belas dari dua puluh responden mampu untuk menangani
kasus diare, tetapi kebanyakan responden masih berfokus di pencegahan dehidrasinya dan belum
sampai ke penanganan terhadap diarenya. Sedangkan delapan belas dari dua puluh responden
mengerti cara apa yang harus ia lakukan untuk mencegah terjadinya diare akut ini. Ini merupakan
peningkatan kualitas hidup yang bagus bila seorang ibu dalam rumah tangga tepat mengerti mengenai
apa itu diare, tanggap dalam menangani kasus diare, serta perhatian dalam mencegah terjadinya diare
akut ini.

SIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian dengan metode pengambilan data melalui wawancara, dapat disimpulkan
bahwa hampir semua rata-rata warga yang tinggal di sekitar kompleks pondok pesantren
Jamilurrahman Bantul sudah mengerti apa itu diare. Rata-rata penduduk juga sudah bisa menangani
apabila ada kejadian diare di sekitarnya, meskipun cara yang dilakukan masih sangat standar dan
hanya terfokus pada pencegahan dehidrasinya saja. Namun, tingkat kesadaran akan kebersihan yang
dimiliki oleh penduduk merupakan hal yang bagus sebagai awal untuk mencegah timbulnya kejadian
diare akut di kawasan yang padat penduduk seperti di kompleks pondok pesantren Jamilurrahman ini.

SARAN
Warga sekitaran kompleks pondok pesantren Jamilurrahman Bantul saat ini memiliki kualitas
kesehatan serta tingkat kesadaran hidup bersih dan sehat yang dapat dikatan sudah baik sesuai standar.
Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, sarana untuk mengakses informasi yang juga
semakin mudah, hingga kemajuan teknologi seyogyanya mampu memfasilitasi masyarakat untuk tahu
lebih dan belajar lebih. Namun, ada baiknya juga mahasiswa sebagai generasi penggerak dan juga
penerus mampu memberikan edukasi dan penyuluhan terkait masalah PHBS dan diare akut kepada
warga yang sekiranya kurang mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Karena tidak semua urusan
sosaial itu adalah kewajiban pemerintah, kita sebagai mahasiswa yang terpelajar dan kebetulan
memiliki pemahaman khusus yang lebih hendaknya memberi perhatian juga kepada masyarakat di
sekeliling kita. Ke depannya semoga warga kompleks Jamilurrahman Bantul bisa mendapatkan
edukasi dan penyuluhan lebih lanjut mengenai pencegahan diare akut dengan menerapkan PHBS
secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Albert dan Trevino. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insidens Diare Balita di Jakarta Timur.
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Vo. 2 No.2. 2014.

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. 2015. PROFIL KESEHATAN TAHUN 2015 KOTA
YOGYAKARTA. Yogyakarta: Pemerintah Kota Yogyakarta. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2014/3471_DIY
_Kota_Yogyakarta_2014.pdf

Dyah, Y.P.S., & Ragil, D.W.L., 2017. Hubungan Antara Pengetahuan dan Kebiasaan Mencuci
Tangan Pengasuh dengan Kejadian Diare pada Balita. Jurnal of Health Education 2 (1)
(2017), 39-46.

Fatmawati., Arbianingsih., & Musdalifah. 2015. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Anak
Usia 3-6 Tahun di TK Raudhatul Athfal Alauddin Makassar. Journal of Islamic Nursing,
1(1), 27-32.

Fahrunnisa., & Fibriana, A. I., 2017. PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA


KALENDER “PINTARE” (PINTAR ATASI DIARE). Jurnal of Health Education 2 (1)
(2017), 47-55.

Haryanti, Fitri. 2011. Sembilan Langkah tentang Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan dan
Pencegahan Diare. Universitas Gajah Mada

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Situasi DIARE di Indonesia. (ISSN 2088-270X). Jakarta, DKI:
Penulis. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf
Rospita., Tahlil, T., & Mulyadi. 2017. Upaya Pencegahan Diare Pada Keluarga Dengan Balita
Berdasarkan Pendekatan Planned Behavior Theory. Jurnal Ilmu Keperawatan (2017) 5:1, 50-
59. ISSN: 2338-6371, e-ISSN 2550-018X.

Soebagyo. (2008). Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Penerbit
Bumi Aksara.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PPS UPI dan
PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai