Anda di halaman 1dari 12

 Pengertian

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes,2008).

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada DM kemampuan tubuh
untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pancreas dapat menghentikan sama
sekali produksi insulin. (Brunner and Suddarth, 2001).

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula darah secara terus menerus (kronis) akibat
kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Topan E, 2005)

Tipe-Tipe Penyakit Diabetes Melitus

1. Diabetes tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin.
Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM), karena
individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya
dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan
laki-laki sedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insidensi diabetes tipe 1 memuncak pada
usia remaja dini, pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Akan tetapi,
diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia.

Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapt dibagi dalam dua
sub tipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b)
idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering
timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

Pengidap diabetes tipe 1 memperlihatkan kadar glukosa normal sebelum yang terkendali awitan
penyakit muncul. Pada masa dahulu, diabetes tipe 1 dianggap penyakit yang terjadi tiba-tiba
dengan sedikit tanda peringatan. Akan tetapi, saat ini, diabetes tipe 1 adalah penyakit yang
biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun, dengan adanya autoantibodi
terhadap sel-sel beta destruksi yang terjadi secara terus-menerus pada diagnosis lanjut. Pada saat
diagnosis tipe 1 ditegakkan, biasanya pangkreas tidak atau sedikit mengeluarkan insulin, dan
lebih dari 80% sel beta pankreas telah dihancurkan. Kadar glukosa darah meningkat karena tanpa
insulin glukosa tidak dapat masuk ke sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan
glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan subtrat yang ter sedia seperti asam amino,
asam lemak dan glikogen. Subtrat-subtrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi
karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini yang menyebabkan sel-sel
mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan sel darah
merah yang tidak kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk
memasukkan glukosa.

2. Diabetes tipe 2

Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes melitus
tipe 2. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan
insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin
mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah
sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan sel-sel beta pankreas,
diabetes melitus tipe 2 yang sebelumnya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau
NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak
individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat ditangani dengan insulin. Pada diabetes melitus
tipe 2, lebih banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria. Predisposisi genetik
yang kuat dan faktor lingkungan yang nyata dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2.

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen
insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering
dikaitkan dengan penyakit ini.

3. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,
riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan
adalah suatu diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik
mungkin akan memperlihatkan toleransi inglukosa atau manifestasi klinis diabetes pada
kehamilan.

DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia dengan


keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Defenisi ini
berlaku tanpa memandang apakah hormon insulin digunakan atau tidak dalam penanganannya
ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berakhir. Intoleransi glukosa dapat
mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak diketahui sebelumnya.

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap ini
tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika membaik
setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun II pada waktu
mendatang lebih besar daripada normal.

4. Tipe khusus lain

Tipe khusus lain adalah (a) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY.
Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14
tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten tehadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali
dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY 1, MODY 2,
MODY 3, MODY 4); (b) kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi
insulin berat dan akantosis negrikans; (c) penyakit pada eksokrin pangkreas menyebabkan
pangkreatitis kronik; (d) penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali; (e) obat-
obatan yang bersifat terhadap sel-sel beta; dan (f) infeksi.

 Etiologi

1. DM Tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Melitus)

 Faktor genetik / herediter

Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan antibody autoimun


terhadap penghancuran sel-sel beta.

 Faktor Infeksi Virus

Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik.

 Faktor Imunologi

Respon autoimun abnormal lalu antibody menyerang jaringan yang dianggap


jarangin asing.

2. DM tipe II (NIDDM)

 Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh lalu
insulin yang ersedia menjadi kurang efektif daalam meningkatkan efek metabolic

 Usia cenderung meningkat diatas usia 65 tahun

 Riwayat keluarga

 Kelompok etnik
3. DM malnutrisi

 Kekurangan protein kronik dapat menyebabkan hipofungsi pancreas.

4. DM tipe Lain

 Penyakit pankreas yaitu pankreatitis, Ca pankreas, dll

 Penyakit hormonal yaitu acromegaly yang merangsang sekresi sel-sel beta


sehingga hiperaktif dan rusak

 Obat-obatan

- Aloxan, streptozokin yaitu sitotoksin terhadap sel-sel beta


- Derivat thiazide untuk menurunkan sekresi insulin

- Patofisiologi

 Patofisiologi

1. Diabetes IDDM (Tipe I)

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan yang tidak dapat disimpan dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentarsi darah yang mengandung glukosa terlalu tinggi, ginjal tidak mampu
menyarap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresi ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dianamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebih, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang


disimpan) glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual-muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian (Brunner dan Suddarth, 2002).

2. Diabetes NIDDM (Tipe II)

Merupakan bentuk diabetes Melitus yang ringan, kadang-kadang asimtomatik dengan


awitan puncak setelah usia 40 tahun. Cadangan insulin pankreas berkurang, tetapi selalu
cukup untuk mencegah ketoasidosis diabetic dan pengawasan diet biasanya aktif
(Dorland, 1998).

Pada Diabetes Melitus tipe II ini, terdapat dua permasalahan utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa yang terganggu, keadaan in terjadi akibat dipertahankan pada tingkat yng
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel – sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi bahan keton yang menyertainya, oleh karena itu, ketoasidosis
diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan “sindrom
hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNK)”. (Brunner dan Suddarth, 2002).

 Tanda dan Gejala

Keluhan Klasik :

1. Banyak Kencing (Poliuria)


Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
2. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita banyak minum.
3. Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Daibetes melitus
karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar yang
sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan.
4. Penurunan BB dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan
kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang menyebabkan penurunan prestasi. Hal ini
disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak otot. Akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

Keluhan Lain :

1. Gangguan saraf tepi/kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam hari,
sehingga mengganggu tidur.

2. Gangguan penglihatan

Pada fase awal diabetes sering dijumpai dengan gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.

3. Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan dan daerah lipatan kulit
seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu
atau tertusuk peniti.

4. Gangguan ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena sering tidak secara terus
terang dikeluarkan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa
tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

5. Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-
kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

 Penatalaksanaan Medis

Tujuannya :
a. Jangka Panjang : Mencegah Komplikasi
b. Jangka Pendek : Menghilangkan keluhan / gejala DM

Penatalaksanaan DM :

a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan =
50 – 60% kalori yang berasal dari :
 Karbohidrat 60 – 70%
 Protein 12 – 20%
 Lemak 20 – 30%

b. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


 Sulfonilurea : Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
o Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
o Menurunkan ambang sekresi insulin.
o Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
 Biguanid : Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal.
 Inhibitor a glukosidase : Menghambat kerja enzim a glukosidase didalam saluran
cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pasca prandial.
 Insulin Sensiting Agent : Thoazahdine Diones meningkatkan sensivitas insulin,
sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia, tetapi obat ini belum beredar di Indonesia.
 Insulin :
Indikasi gangguan :
1. DM dengan berat badan menurun dengan ceppat.
2. Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar.
3. DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll.)
4. DM dengan kehamilan atau DM gastasional yang tidak terkenal dalam pola
makan.
5. DM tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dengan dosis
maksimal (kontradiksi dengan obat tersebut).
Insulin oral / suntikan dimulai dari dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan,
sedikit demi sedikit sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah pasien.
 Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.


Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai
puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali
suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.


Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10
jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari
dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam.

3. Insulin kerja lambat.


Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

c. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirahat, dapat
menurunkan BB, stress dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan
dalam udara yang sangat panas / dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.

d. Pemantauan.
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.

e. Terapi (jika diperlukan).

f. Pendidikan.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM. Yaitu
kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM,
riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwayat DM pada kehamilan, dan
dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu, kadar gula darah puasa (Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya
negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Tabel 53.1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu <110 110-199 >200

Plasma vena <90 90-199 >200

Darah kapiler <110 110-125 >126

Kadar glukosa darah puasa <90 90-109 >110

Plasma vena

Darah kapiler

Cara pemeriksaan TTGO, adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi

Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa


darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa
darah, molekul glukosa akan menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah.

Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda,
termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu
dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit
perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga 8%.
Pemeriksaan urin untuk glukosa

Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak bersedia atau
tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan
meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip
dengan peta warna.

Pemeriksaan urin untuk keton

Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang
memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang
mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif mulai berkurang, tubuh
akan mulai memecah simpana lemaknya untuk menghasilkan energi. Badan keton
merupakan produk-sampingan proses pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton
tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.

 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1)
komplikasi metabolik, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang

Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah
ketoasodosis diabetik (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asisosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal.

Individu dengan ketoasidosi diabetik sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi
muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium total tubuh turun
akibat poliuria dan muntah berkepanjangan dan muntah-muntah.

Kompliksai Kronik Jangka Panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil-


mikroangiopati-dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar-makroangiopati. Mikroangiopati lesi
spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumerulus
ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.
Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan
glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa,
maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran
dasar. Penggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin. Bukti histologik
mikroangiopati sudah tampak nyata pada penderita IGT. Namun, manifestasi klinis penyakit
vaskuler, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15 sampai 20 tahun sesudah awitan
diabetes.1
Penyakit mata (retinopati)

Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler, yang menyebabkan pembuluh darah
mudah bocor (pendarahan dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan
pembuluh darah baru) dan edema makula.

Nefropati

Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi glomerulus) yang
menyebabkan penebalan difus pada membran basal glomerulus, bermanifestasi sebagai
mikroalbuminuria (albumin dalam urin 30-300 mg/hari), merupakan tanda yang sangat akurat
terhadap kerusakan vaskular secara umum dan menjadi prediktor kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Albumin persisten (albumin urin > 300 mg/hari) awalnya disertai dengan GFR
yang normal, namun setelah terjadi protenuria berlebih (protein dalam urin > 0,5 g/24 jam), GFR
menurun secara progresif dan terjadi gagal ginjal.

Neuropati
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pada pembuluh darah
kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan metabolisme gula yang abnormal.

Anda mungkin juga menyukai