Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Referendum adalah meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai hal-

hal penting dan fundamental yang menyangkut masa depan dan nasib rakyat di suatu

wilayah.1Pemungutan suara atas referendum Brexit menghasilkan sebanyak 52%

setuju dan 48% memilih tidak setuju untuk meninggalkan Uni Eropa. Uni Eropa

merupakan sebuah blok ekonomi dan politik di benua Eropa yang melibatkan 28

negara Eropa. Blok ini memungkinkan negara anggotanya untuk melakukan

perdagangan bebas dan migrasi bebas, untuk hidup dan bekerja di negara mana pun

yang mereka pilih.2

Situs majalah TIME menjabarkan tentang hubungan Inggris dengan Eropa

yang dimulai sejak invasi Romawi hingga resmi bergabung pada tahun

1973.3Terdapat lima poin penting hubungan antara Inggris dengan Uni Eropa:

a. Era Invasi Roma

Sekitar tahun 55 – 54 SM, Julius Caesar tiba di Inggris dan Wales dan mulai

mulai memasukkan banyak budaya kerajaan Romawi. Satu abad kemudian,

pada tahun 43 M, invasi skala besar terjadi. Sejak itu, selama hampir 400
1
Budiman Sudjatmiko. 1997. “Pokok-Pokok Pelayaaran Niaga”. Jakarta: Toko Gunung Agung.
2
BBC. “Brexit: All You Need to Know About the UK Leaving the EU”. Diakses tanggal 13 Januari
2020, https://www.bbc.com/news/uk-politics-32810887
3
Nugent, Ciara. 2019. “It’s Complicated: From the Roman Empire to Brexit, Britain Has Always
Struggled to Define Its Relationship with Europe”. Diakses pada tanggal 18 Januari 2020
https://time.com/5563689/britain-europe-relationship-history/

1
tahun, Inggris selatan dikuasai Roma. Namun tidak pernah berhasil

menaklukkan Skotlandia. Agama mayoritas saat itu adalah paganisme,

sedangkan Kristenisasi mulai dilakukan. Permasalahan agama baru tersebut

tentang bagaimana agama tersebut dipraktikkan menjadi penghubung yang

kuat antara orang Inggris dengan masyarakat di benua Eropa selama berabad-

abad setelah berakhirnya pemerintahan Romawi sekitar 410M.

b. Era Reformasi

Pada awal tahun 1500-an, Inggris mencari Paus untuk otoritas agama selama

hampir 1.000 tahun, sejak penguasa gereja di tahun 600-an memilih untuk

mengikuti aturan dan peraturan Katolik Roma daripada yang disampaikan

oleh para biarawan di Irlandia. Mayoritas masyarakat yang menganut Kristen

Protestan memilih untuk melakukan reformasi- yaitu memutuskan hubungan

dengan negara Eropa, khususnya Roma. Namun minoritas masyarakat yang

menganut Katolik menolak hal tersebut.

c. Perang dengan Prancis dan Bangkitnya Kerajaan Inggris

Setelah Era Reformasi, Inggris Raya yang mulai dikenal karena penyatuan

parlemen Inggris, Wales dan Skotlandia pada tahun 1707 tidak bisa

mengabaikan negara tetangganya di Eropa. Hal itu sangat jelas dari

serangkaian perang dengan Prancis, Belanda, Spanyol, Denmark, dan lainnya

yang menandai abad 17 dan 18 serta abad ke-19 awal di Inggris Raya.

Sebagian besar konflik ini dipicu oleh perbedaan pendapat tentang

2
kepentingan komersial atau siapa yang seharusnya mengendalikan laut dan

wilayah.

d. Perang Dunia II

Perang Dunia memaksa Inggris untuk melihat dirinya sebagai bagian dari

komunitas Eropa. Merujuk pada Perang Dunia I dan II, Inggrisberjanji untuk

melindungi negara-negara Eropa lainnya. Setelah Perang Dunia II berakhir

pada 1945, negara-negara di Eropa Barat berharap bahwa ikatan yang lebih

kuat antara tetangga dapat menjadi cara untuk mencegah perang di masa

depan. Namun pada masa ini Inggris belum mau bergabung dengan negara-

negara pencetus European Community.4

e. Menurunnya Inggris dan Bergabungnya Inggris dengan EEC

Dua dekade setelah Perang Dunia II adalah masa yang sulit bagi orang Inggris

yang merasa Inggris sebagai pemimpin dunia. Pada 1960-an, sebagian besar

bekas koloni kekaisaran Inggris dan negara-negara Eropa lainnya menjadi

negara merdeka. Untuk mengembalikan pamornya yang mulai hilang, Perdana

Menteri Inggris pada masa itu, Harold Macmillan menganggap dengan

bergabungnya Inggris bersama negara-negara Eropa lainnya akan membantu

Inggris bangkit kembali, dan akhirnya ia mengajukan Inggris untuk bergabung

dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) pada tahun 1973.5

4
Ibid
5
Ibid

3
Inggris melamar untuk bergabung dengan Pasar Tunggal, organisasi terdahulu

Uni Eropa, pada tahun 1960-an dan mulai aktif ikut serta pada tahun 1973. Inggris

bergabung pada 1973 tanpa referendum. Pada tahun 1975 pernah ada referendum

serupa Brexit untuk meninggalkan pasar tunggal Eropa yang dipicu oleh perpecahan

dalam Partai Buruh pada saat itu. Baik referendum yang telah terjadi sebelumnya

maupun yang terjadi tahun 2016 bukanlah permintaan rakyat Britania Raya,

melainkan sudah sebuah prinsip konstitusional dimana rakyat diberikan hak bersuara

dalam referendum. Hak suara dalam referendum merupakan prinsip demokrasi

dimana rakyat diberikan fasilitas dan mekanisme untuk menyelesaikan masalah-

masalah krusial yang menyangkut masa depannya, seperti perubahan konstitusi,

penggabungan dan pemisahan negara dengan negara lainnya, dan lain-lain.

Meningkatnya jumlah kaum Euroskeptis dan populis di kawasan Eropa

khususnya di Britania Raya merupakan salah satu penyebab referendum Brexit.

Pemungutan suara untuk "Brexit" mengirimkan gelombang kejutan secara global,

mengguncang pasar keuangan dan menyalakan kembali perdebatan global tentang

daya tarik populisme nasional, serta kelangsungan hidup Uni Eropa dalam jangka

panjang.6

Pada tahun 2015, kemenangan Partai Konservatif pada pemilu mengaktifkan

kembali wacana tentang keluar atau bertahannya Britania Raya di Uni Eropa.

Sentimen anti-Brussel atau yang dikenal dengan euroskeptis meningkat tajam di

seluruh Eropa. Hal ini dipicu oleh kombinasi antara stagnasi ekonomi dan salah

6
Goodwin, Matthew J. Brexit: Causes & Consequence. Japan Spotlight, 2017, hal. 1

4
kelola krisis migranpada waktu itu.Perpecahan politik di Britania Raya pun tak dapat

dihindari.7Untuk menyelesaikan perpecahan tersebut serta keyakinannya akan

“remainers”- istilah untuk pendukung Uni Eropa, maka PM David Cameron

menginisiasi referendum.

Perpecahan politik di Britania Raya semakin buruk karena PM Cameron jelas

berkampanye untuk menolak Brexit sekalipun ia yang menginiasiasi referendum

tersebut.Ketika warga Britania Raya melakukan pemungutan suara pada 23 Juni

2016, krisis pengungsi di negara-negara Uni Eropa membuat migrasi menjadi topik

kemarahan politik di seluruh Eropa.8 Momentum ini yang kemudian dimanfaatkan

kaum euroskeptis dalam kampanyenya.Sebaran hasil pemungutan suara dapat dilihat

pada gambar berikut:

7
Foster, Peter. 2016. “It’s not just the Brits: Euroscepticismon the rise all across Europe, major
survey shows”, diakses pada tanggal 21 Januari 2020,
https://www.telegraph.co.uk/news/2016/06/07/its-not-just-the-brits-euroscepticism-on-the-rise-all-
across-eur/
8
Mueller, Benjamin. “What is Brexit? A Simple Guide to Why It Matters and What Happens Next?”
diakses tangggal 12 Januari 2020, https://www.nytimes.com/interactive/2019/world/europe/what-is-
brexit.html

5
Gambar 1. Hasil Pemilihan Umum Referendum Brexit. Sumber: The New York Times

Brexit menjadi bukti kemenangan kaum euroskeptis. Cameron

mengumumkan pengunduran dirinya sehari setelah pemilu diumumkan karena

kampanyenya gagal mempertahankan Britania Raya bertahan di Uni Eropa.9Sebagian

besar pemilih di Inggris dan Wales mendukung Brexit, terutama di daerah pedesaan

dan kota-kota kecil. Jumlah tersebut malampaui dukungan mayoritas untuk tetap

berada di Uni Eropa di antara para pemilih di London, Skotlandia dan Irlandia

Utara.10

Kerajaan Inggris terdiri dari empat negara bagian yaitu Inggris, Wales,

Skotlandia, dan Irlandia Utara. Sejak dulu Inggris selalu menjadi kekuatan politik

yang dominan sehingga sering terjadi ketegangan. Inggris menyatukan semua negara

melalui penaklukan dan persatuan politik dan diplomasi yang diterangkan sebagai

berikut:

a. 1530 – 1540. Walesresmi menjadi bagian dari Kerajaan Inggris pada periode

ini. Pada abad ke-13 penaklukan Wales bersamaan dengan Skotlandia, namun

Kerajaan Inggris gagal menaklukkan Skotlandia.

b. 1701. Ratu Inggris, Ratu Elizabeth I mangkat pada tahun 1603 maka

sepupunya Raja James VI dari Skotlandia merupakan pewaris tahta

selanjutnya, namanya kemudian berganti menadi Raja James I dari Inggris.

9
The Week. “Brexit: the pros and cons” diakses tanggal 13 Januari 2020,
https://www.theweek.co.uk/brexit-0
10
Ibid. Op, Cit. Mueller

6
Mempimpin dua kerajaan berbeda, Inggris dan Skotlandia. Kerajaan Inggris

dan Skotlandia membentuk Britania Raya pada tahun 1707 oleh Ratu Anne.

c. 1801. George III, keturunan Raja James I dari Inggris yang mewarisi tahta

lewat UU “Crown of Ireland1542” membentuk Kerajaan Inggris dari Britania

Raya dan Irlandia. Namun antara tahun 1919 – 1921 terjadi perang yang

dilakukan oleh kelompok tentara republikanIrlandia yang menginginkan

kemerdekaan dari Kerajaan Inggris.Perang akhirnya usai dengan pemisahan

kawasan Irlandia Utara yang bergabung dengan Britania Raya, dan Irlandia

Selatan yang saat ini merupakan Republik Irlandia.11

Brexit berdampak pada meningkatnya liberalise di dalam negeri dan bukan

hanya memengaruhi Pasar Tunggal di Eropa melainkan berdampak kepada pasar

global. Mayoritas warga Skotlandia memilih untuk tetap berada di Uni Eropa,

bertolak belakang dengan hasil pemungutan suara. Hal ini memicu kembali keinginan

Skotlandia untuk merdeka atau lepas dari Britania Raya, meskipun referendum untuk

itu telah diajukan dan ditolak pada tahun 2014. Begitu pula dengan mayoritas warna

Irlandia Utara. Keresahan mengenai isu perbatasan yang akan menjadi permasalahan

besar jika Brexit benar-benar terjadi.

Di Irlandia Utara pendukung Brexit kalah dengan jumlah 44%. Kekuatiran

Brexit akan membuat hubungan Irlandia Utara dan Republik Irlandia berada dalam

tekanan, membahayakan Proses Perdamaian dan keuntungan ekonomi dari

11
Little, Becky. 2019. “How Scotland, Wales, and Northern Ireland Became a Part of the U.K.”,
diakses pada tanggal 21 Januari 2020, https://www.history.com/news/united-kingdom-scotland-
northern-ireland-wales

7
perdamaian tersebut, serta kemungkinan bersatunya Irlandia Utara dengan Republik

Irlandia.Munculnya kembali tuntutan referendum kemerdekaan Skotlandia dan

keresahan warga Irlandia Utara mengenai perbatasan dan perdamaian tersebut

mempersulit penyelesaian konstitusional Inggris dengan Uni Eropa, terutama

mengenai “deal” Brexit tentang perbatasan Irlandia Utara.12

Kaum euroskeptis, secara keseluruhan berhasil dengan misi mereka untuk

keluar dari Uni Eropa. Beberapa alasan yang mendasari pendukung Brexit yaitu:

a. Uni Eropa bukan layaknya blok regional lain seperti NAFTA atau

ASEAN. Uni Eropa bukan semata-mata blok dengan pasar dagang

yang bebas. Uni Eropa membuat undang-undang untuk para

anggotanya. Misalnya dalam menangani sebuah konflik, antara

undang-undang parlementer Britania Rayadan keputusan lembaga Uni

Eropa, maka keputusan Uni Eropa lah yang diutamakan. Supremasi

hukum ini, yang tidak ditentang selama negosiasi ulang, adalah dasar

untuk penggabungan politik negara-negara anggota. Uni Eropa telah

memperoleh secara satu per satu, atribut dan perangkap kebangsaan

sepertiPresiden dan menteri luar negeri, kewarganegaraan dan paspor,

kekuatan pembuat perjanjian, sistem peradilan pidana, konstitusi

12
Foster, Peter. 2017. “How will Brexit affect Scotland and Northern Ireland?”. Diakses tanggal 21
Januari 2020, https://www.telegraph.co.uk/news/0/how-would-brexit-affect-northern-ireland-and-
scotland/

8
tertulis, bendera dan lagu kebangsaan. Hal-hal inilah yang tidak

disetujui oleh “Leavers”- sebutan untuk pro-Brexit.13

b. Uni Eropa bukan wilayah perdagangan bebas, melainkan serikat

kepabeanan. Wilayah perdagangan bebas menghilangkan hambatan

antara anggota dan cenderung membuat peserta lebih kaya. Sedangkan

serikat kepabeanan, sebaliknya, mendirikan hambatan tarif umum di

sekitar anggotanya. Hannan beranggapan bahwa sejak awal Uni Eropa

pada Masyarakat Ekonomi Eropa memprioritaskan politik di bidang

ekonomi dan memilih serikat kepabeanan sebagai sarana untuk serikat

politik.Britania Raya adalah satu dari dua dari ke-28 negara anggota

yang menjual lebih banyak ke seluruh dunia daripada ke Uni Eropa.

Britania Rayaselalu mendapat sanksi yang sangat buruk dari Tarif

Eksternal Bersama Uni Eropa. Tidak seperti Swiss, yang menikmati

perdagangan bebas dengan Uni Eropa pada saat yang sama dengan

melakukan perjanjian dengan China dan negara-negara berkembang

lainnya.

c. Respon Uni Eropa terhadap krisis migrasi, masalah keuangan, dan

masalah-masalah lainnya selalu terkesan sama yaitu “dengan integrasi

yang lebih dalam”.

13
Hannan, Daniel. “The Six Best Reason to Vote Leave: Part of Spectator Brexit Debate Between
Matthew Parris and Daniel Hannan”, diakses tanggal 13 Januari 2020.
https://www.spectator.co.uk/2016/06/six-best-reasons-vote-leave/

9
d. Ketika Britania Raya bergabung pada tahun 1973, negara-negara yang

sekarang membentuk Uni Eropa menyumbang 36 persen dari ekonomi

dunia. Tahun lalu, jumlahnya menurun menjadi 17 persen. Jelas, laju

pertumbuhan negara berkembang tumbuh lebih cepat daripada yang

negara maju, tetapi Uni Eropa juga telah secara luas dikalahkan oleh

Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Tidak sulit

untuk melihat alasannya: Uni Eropa lebih peduli dengan menjaga euro

sebagai alat untuk integrasi politik daripada dalam kesejahteraan kaum

miskin yang harus menggunakannya.

e. Jika keluar dari Uni Eropa, Britania Raya akan menjadi pasar ekspor

tunggal terbesar di regional Eropa. Namun, perlu dicatat bahwa

Norwegia dan Swiss berada di urutan pertama dan kedua dalam Indeks

Kemakmuran Legatum dan bahwa pemilih mereka menentang

keanggotaan Uni Eropa- Norwegia 79 persen dan Swiss 82 persen.

Mereka berdagang secara bebas dengan Uni Eropa, sementara

dibebaskan dari (dalam kasus Norwegia) sebagian besar atau (di

Swiss) semua tindakan hukumnya.

f. Suara yang penolak Brexit akan dianggap sebagai kepatuhan oleh Uni

Eropa. Jika hasilnya pemilu adalah tetap bergabung dengan Uni Eropa,

maka banyak ajuan perencanaan, yang saat ini sedang ditunda karena

10
masih dalam proses Brexit, akan ditolak atau digagalkan oleh Uni

Eropa dan itu merugikan Britania Raya.14

Meskipun suara yang didapat hanya 48 persen dari total pemilih, namun

pemilih yang pro-Uni Eropa memiliki alasan yang mendasari mereka untuk tetap

bertahan, yaitu:

a. Imigran. Pemilih yang pro-Uni Eropa beranggapan bahwa masalah

Imigran dapat diselesaikan dengan aturan yang tegas dari Uni Eropa

tentang darimana imigran tersebut berasal. Disamping itu, imigran

adalah sumber kebudayaan yang kaya bagi Britania Raya.15

b. Pekerjaan. Sebanyak 2,5juta orang bekerja karena kesepakatan dagang

dengan Uni Eropa. Dan setidaknya hampir 1 juta orang bekerja hanya

dari hubungan dengan Uni Eropa. Jika meninggalkan Uni Eropa,

diperkirakan akan terjadi sekitar 820.000 jumlah pengangguran.

c. Bisnis dan perdagangan. Hubungan dengan Uni Eropa mencakup

bisnis di dalam negeri. Sebanyak 50 persen pasar ekspor Britania Raya

bergantung pada pasar Uni Eropa. Bisnis juga dapat lebih mudah jika

bergabung dengan Uni Eropa. Pebisnis atau investor tidak harus

berhadapan dengan 28 aturan negara yang berbeda. Uni Eropa

14
Ibid.
15
Lindsay-Watson, George. “10 Reasons to Vote Remain in the EU Referendum”, diakses pada tanggal
13 Januari 2020. https://metro.co.uk/2016/06/22/10-reasons-to-vote-remain-in-the-eu-referendum-
5955501/

11
menyederhanakan aturan dan proses tersebut sehingga pebisnis dapat

dengan mudah melakukan bisnisnya.

d. Ekonomi. Departemen keuangan Britania Raya telah memperkirakan

bahwa PDB akan turun enam persen dan harga rumah akan turun 18

persen setelah Brexit, sementara tagihan belanja keluarga akan

melonjak £ 220 setahun. Ekonomi Britania Raya masih terlalu rapuh

setelah resesi 2007 untuk mengatasi kejatuhan pasar saham pada

periode ketidakpastian setelah Brexit.

e. Birokrasi. Ada produk kebijakan Uni Eropa yang dibutuhkan Britania

Raya yang tak pernah dibuat oleh pejabat Britania Raya. Kebijakan

yang membantu rakyat Britania Raya karena standar “red tape” atau

birokrasi yang dibuat oleh Uni Eropa.

f. Hak Asasi. Gaji yang setara untuk pria dan wanita diabadikan dalam

undang-undang Uni Eropa, termasuk cuti yang dibayar minimal 20

hari dan hak-hak ibu hamil untuk cuti yang memadai selama proses

kehamilannya. Itu adalah undang-undang progresif Uni Eropa, seperti

juga larangan diskriminasi atas usia, ras, atau orientasi seksual,

membayar cuti untuk merawat seorang anak yang sakit dan

perlindungan bagi pekerja paruh waktu.16

g. Keamanan. Eropa berperang selama ratusan tahun. Butuh kemenangan

pada 1945 setelah kematian lebih dari 60 juta orang di Perang Dunia II

16
Ibid

12
untuk benua itu mencapai perdamaian, sebuah periode damai

terpanjang yang terpanjang di Eropa dalam sejarah. Salah satu alasan

utama untuk ini adalah karena sekarang perekonomian anggota Uni

Eropa saling terkait, dengan itu tentunya perang sangat tidak mungkin

terjadi.

h. Liburan. Di seluruh Eropa, rakyat Britania Raya dapat menikmati

biaya roaming ponsel yang lebih rendah, biaya kartu kredit yang lebih

rendah, penerbangan yang lebih murah dan kompensasi yang tepat

ketika penerbangan ditunda atau dibatalkan berkat negosiasi Uni

Eropa. Ini tidak akan terjadi jika Britania Raya sendirian.

i. Manfaatnya juga terlihat di universitas-universitas Britania Raya.

Britania Raya adalah penerima manfaat terbesar kedua dari dana

penelitian Uni Eropa, dan dengan pengurangan pendidikan tinggi,

pemerintah mengharapkan dana tersebut menjadi sumber pendapatan

vital bagi universitas di Britania Raya.17

Meskipun hasil pemilu sudah didapat, namun perdebatan dan negosiasi

tentang apa yang akan dan harus terjadi selanjutnya merupakan permasalahan pelik

yang belum terselesaikan hingga kini. Untuk membatalkan perjanjian integrasi

ekonomi yang sudah terjadi lebih dari 40 tahun bukanlah hal yang mudah

dilakukan.Secara politik, proses Brexit membuat kedua partai utama di Britania Raya

17
Ibid

13
terpecah menjadi faksi-faksi. Baik Partai Konservatif yang sedang memerintah

maupun Partai Buruh mengalami hal yang sama.

Setelah kemunduran David Cameron, Theresa May melanjutkan misi Brexit

namun dia gagal. “Deal” yang dibuatnya dengan Uni Eropa kurang mendapat
18
dukungan dari dalam negeri. PM May beranggapan Brexit sebagai "kehendak

rakyat" secara umum, mengabaikan perbedaan pandangan rakyat Britania Raya

tentang Brexit. Selain tidak peka terhadap dampak Brexit di Irlandia Utara, PM May

juga gagal memberikan pemikiran serius tentang konsekuensi potensial Brexit bagi

tatanan konstitusional dan kesatuan wilayah Britania Raya.

PM May melakukan banyak negosiasi dengan Uni Eropa tentang kesepakatan

penarikan Brexit. Kesepakatan tersebut disetujui kedua belah pihak namun tidak

mendapat dukungan dari parlemen Inggris. Dengan kegagalannya tersebut PM May

pun turun dari jabatannya yang kemudian digantikan oleh Boris Johnson dari Partai

Konservatif. Terkait Brexit, PM Johnson mengemukakan akan menyelesaikannya

secapatnya baik dengan kesepakatan penarikan maupun dengan tanpa kesepakatan

penarikan. Namun, risiko yang ditimbulkan jika Brexit tanpa kesepakatan akan

menyebabkan kekacauan dalam negeri dan akan berakibat buruk bagi karir politiknya

sebab jadwal pemilu yang sudah dekat. Kekacauan ekonomi, politik, dan sosial

bukanlah hal yang baik bagi popularitasnya. Oleh karena itu negosiasi kesepakatan

pun dilakukan dengan Uni Eropa. Kesepakatan tersebut hampir sama dengan hasil

18
Barber, Tony. 2019. “Theresa May’s Brexit Legacy is A Bitterly Divided UK”, diakses pada tanggal
13 Janauri 2020, https://www.ft.com/content/ac7f8e26-a6f1-11e9-984c-fac8325aaa04

14
kesepakatan Theresa May, namun terdapat perbedaan pada masalah perbatasan

Irlandia Utara. Kesepakatan tersebut kemudian diumumkan ke publik.

Setelah pengumuman rancangan kesepakatan tersebut pada Oktober 2019,

salah satu mitra politiknya, Partai Persatuan Demokratik Irlandia Utara, mengatakan

pihaknya tidak dapat mendukung proposal tersebut karena akan membelah kawasan

secara ekonomi dari bagian lain Britania Raya. Namun deal tersebut sudah disepakati.

Di sisi yang berlawanan, Partai Buruh sebagai oposisi mengecam usulan kesepakatan

yang diusulkan PM Johnson tersebut dan mengatakan pihaknya ingin menempatkan

kesepakatan tersebut pada pemungutan suara publik, memberikan masyarakat

Britania Raya kesempatan untuk memilih antara meninggalkan Uni Eropa dengan

ketentuan usulan Boris Johnson atau membatalkan Brexit.19

Pada Desember 2019 PM Johnson menghadapi pemilu dengan kesepakatan

penarikan Brexit yang dibuatnya dengan Uni Eropa. Partai Buruh cukup percaya diri

dapat memenangkan pemilu karena harapannya dia mendapatkan dukungan dari

kaum nasionalis di Skotlandia dan Irlandia Utara. Namun, PM Johnson

memenangkan mayoritas suara, bahkan dari sebagian suara Partai Buruh. Pemilu

tersebut berhasil membentuk faksi dalam tubuh oposisi. Hal ini terkait dengan

kesepakatan penarikan Brexit yang telah dibuat dan tenggat waktu yang semakin

dekat, yaitu 31 Januari 2020.20

19
Ibid. Op, Cit. Mueller
20
Ibid. Op, Cit. Mueller

15
1.2. Pokok Masalah

Dalam referendum Brexit di tahun 2016, suara rakyat terpecah menjadi dua

yaitu kelompok pro dan kontra terhadap Brexit. Sampai dengan saat ini kebijakan ini

menjadi suatu tarik – ulur tanpa kepastian dan masyarakat Britania Rayamenunggu

putusan terakhir pada 31 Januari 2020 yang diberikan Uni Eropa terhadap Britania

Raya.Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka peneliti ingin menjawab

pertanyaan:

“Mengapa Pemerintah Britania Rayamundur dari keanggotan Uni Eropa dan apa

pengaruhnya di dalam dan di luar Britania Raya?”

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Peneliatian

Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

Untuk memberikan analisis deskriptif mengenai mengapa pemerintahan

Britania Raya mundur dari keanggotaan Uni Eropa dan apa pengaruhnya di

dalam dan di luar Britania Raya.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang terpercaya serta

dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai peristiwa

16
mundurnya Britania Raya dari keanggotaan Uni Eropa sebagai suatu

isu pembelajaran atau kajian studi pada kasus sejenisnya.

b. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan S1 pada

program studi ilmu hubungan internasional di Universitas Nasional.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika adalah penjabaran secara singkat mengenai hal-hal yang akan

ditulis didalam skripsi. Pada umumnya, skripsi terdiri dari lima bab yang didalamnya

terdapat sub-sub bab yang menjabarkan fenomena dalam penelitian untuk selanjutnya

menjadi satu kesatuan sebagai pembahasan dari rumusan penelitian. Penyusunan

penelitian ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:

a. Bagian pertama adalah bab pendahuluan. Di dalam bagian ini terdapat latar

belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode

penelitin dan sistematika penulisan.

b. Bagian kedua adalah tinjauan pustaka yang berisi kerangka teori dan konsep

yang akan digunakan dalam penelitian.

c. Bagian ketiga adalah gambaran mengenai implementasi kebijakan-kebijakan

yang terjadi di Uni Eropa serta ketidakstabilan situasi regional akan kekuatan

gerakan nasionalisme terhadap kepentingan Britania Raya.

d. Bagian keempat adalah penjabaran analisa mengenai penyebab mundurnya

Britania Raya dari keanggotannya di Uni Eropa dalam tekanan politik dan

situasi kepentingan nasional rakyat Britania Raya dalam referendum brexit di

17
tahun 2016 dengan menggunakan teori dan konsep yang dijelaskan pada bab

sebelumnya.

e. Bagian kelima merupakan bagian akhir sebagai kesimpulan dari hasil analisa

serta penjelasan untuk menjawab persoalan yang menjadi fokus masalah

dalam penelitian ini.

18

Anda mungkin juga menyukai