Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki
potensi ikan yang sangat tinggi. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian
besar luas wilayahnya merupakan perairan. Ikan merupakan salah satu hasil perikanan
yang banyak dihasilkan di Indonesia dan merupakan sumber protein hewani yang
banyak dikonsumsi masyarakat. Ikan mudah didapat dengan harga yang relatif murah
sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karenanya
begitu ikan tertangkap, maka proses penanganan dalam bentuk pengawetan harus
segera dilakukan. Selama pengolahan ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik
kepala, ekor maupun bagian-bagian yang tidak termanfaatkan akan dibuang. Tidak
mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya
berjumlah cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang
tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi dan hanya menjadi tumpukan limbah
(Resmawati, 2012).
Dengan berkembangnya agroindustri hasil perikanan selain membawa dampak
positif yaitu sebagai penghasil devisa, memberikan nilai tambah dan penyerapan
tenaga kerja, juga telah memberikan dampak negatif yaitu berupa buangan limbah.
Limbah hasil dari kegiatan tersebut dapat berupa limbah padat dan limbah cair
(Ibrahim, 2005). Usaha kelautan dan perikanan pada umumnya menghasilkan limbah
padat, seperti tulang, carapas, kulit dan kepala ikan serta limbah pakan dalam perairan.
Pada sisi lain usaha kelautan dan perikanan juga menghasilkan limbah cair, misalnya
air tua yang tidak dimanfaatkan pada tambak garam. Pada kasus usaha perikanan
tertentu seperti produksi pakan ikan, dapat juga menghasilkan limbah berupa gas.
Limbah-limbah tersebut dengan teknologi yang dimiliki oleh berbagai pihak dapat

1
ditransformasi menjadi output yang bermanfaat untuk perkembangan ekonomi
masyarakat.
Ikan kayu adalah salah satu jenis produk olahan ikan yang telah mengalami
rangkaian proses seperti perebusan dan pengasapan bertingkat, hingga teksturnya
menjadi sekeras kayu dan berwarna coklat tua kehitaman. Kandungan gizi yang
terdapat pada ikan kayu per 100 gram adalah memiliki 111 kal, protein 24 gr, lemak 1
gr, kolesterol 46 gr dan zat besi 0,7 gr. Selain lezat dan bergizi, ikan kayu juga memiliki
khasiat yaitu meransang pertumbuhan sel-sel darah merah dan menghambat proses
penuaan (Adawyah, 2007).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahuai pemanfaatan limbah pengolahan hasil perikanan terutama pada
Ikan Kayu.

1.3 Manfaat
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan limbah hasil perikanan
pada Ikan Kayu.
2. Memberikan informasi Terhadap pemanfaatan limbah Ikan Kayu, pada Industri
Perikanan umunya dan Pembaca Khususnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Limbah Hasil Perikanan


Limbah hasil perikanan adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai
ekonomis, yang ketika mencapai jumlah atau kosentrasi tertentu, dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan (Gintings, 1992).
Sedangkan menurut Setiyawan (2010) limbah merupakan hasil sisa produk
utama dari suatu proses yang berasal dari bahan dasar atau bahan bantu proses tersebut.
Lebih lanjut Setiyawan (2010) menyatakan limbah juga dapat diartikan sebagai
buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu
sekitar 20 – 30% dari produksi ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini
berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan
perikanan adalah berupa : 1) ikan yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum
banyak dimanfaatkan sebagai pangan; 2) bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan
dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemfiletan; 3)
ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah; dan
4) kesalahan penaganan dan pengolahan (Ditjen Perikanan, 2007).

2.1.1 Ikan Kayu


Ikan kayu atau lebih dikenal dengan Katsuo-bushi termasuk dalam produk
olahan pengasapan, yang dilakukan secara bertahap. Ikan kayu memiliki berat sekitar
20–30% dari bahan baku, dengan kadar air 15–17% karena mengalami proses
pengasapan/pengeringan. Masalah bagi produk yang diasapi lama (Hard Smoking)
adalah kandungan senyawa karsinogen yang ikut mengendap pada ikan cukup tinggi.
Karena itu teknologi pengasapan dengan asap cair menjadi alternatif dalam pengolahan
ikan kayu untuk meminimalisir kandungan senyawa karsinogen.

3
Metode pengasapan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah pengasapan
panas yaitu pengasapan dengan menggunakan suhu tinggi mencapai 100oC bahkan
120oC dengan menggunakan peralatan yang sederhana.
Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap kayu dalam air yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu (Karseno et al., 2002). Asap
cair telah digunakan secara komersial sebagai bahan pemberi aroma pada ikan dan
daging karena adanya komponen flavor dari senyawa-senyawa fenolik (Muratore G,
Licciardello F, 2005).

2.2 Tahapan Pengolahan Ikan Kayu


2.2.1 Pengasapan Modern
Teknologi pengasapan yang digunakan dalam pembuatan ikan kayu adalah
pengasapan panas dengan suhu pengasapan 75-850C selama 1 jam (Giyatmi, 1998).
1. Penyiangan dilakukan dengan memotong bagian kepala, kemudian perut
dibelah sampai keanus, selanjutnya isi perut dibuang, dan kemudian dicuci
bersih.
2. Pengukusan dilakukan di dalam dandang dengan suhu 90-95°C selama 1 jam.
Kemudian ikan dikeluarkan dan ditiriskan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kadar lemak dan kadar air dalam tubuh ikan, menonaktifkan
enzim yang akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Setelah dingin, duri
dan tulang-tulang kecil ikan yang masih menempel pada daging dicabuti.
Selanjutnya ikan disusun di atas rak untuk dilakukan pengasapan.
3. Pengasapan dilakukan dengan dua cara yaitu pengasapan cair dan
pengasapan tradisional. Pengasapan ikan secara tradisional dilakukan
dengan menyusun ikan pada rakrak yang akan dimasukkan kedalam alat
pengasapan. Penyusunan dilakukan sedemikian rupa sehingga seluruh
bagian permukaan memungkinkan untuk mendapatkan intensitas asap yang
cukup. Pengasapan tradisional dilakukan selama 3 jam dengan suhu 850C.
Pengasapan cair dilakukan dengan cara merendam ikan dalam larutan asap

4
cair dengan konsentrasi 6% selama 60 menit, kemudian ditiriskan lalu
disusun dalam rak pengeringan.
4. Pengeringan. Pada tahap ini ikan dijemur didalam oven, sampai ikan
menjadi kering dan keras. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan
yaitu selama 3 hari dengan suhu 570C. Proses pengeringan yang sempurna
sangat berpengaruh pada keawetan ikan sehingga ikan bisa tahan lebih lama.

2.2.2 Pengasapan Tradisional


Proses pembuatan ikan kayu Tradisional terdiri dari tahapan-tahapan menurut
Bakri dan Nasir (2018) sebagai berikut:
1. Pembersihan ikan
Pada tahap ini ikan dibersihkan dan kotoran-kotoran lainnya dibuang,
kemudian dicuci untuk menghilangkan darah dan lendir ikan. Proses ini
dilakukan agar ikan yang akan digunakan untuk pengolahan ikan kayu lebih
higienis, sehingga terjaga keawetannya dan layak dikonsumsi.
2. Pemasakan / perebusan
Pada tahap ini ikan dimasukan kedalam panci yang sudah berisi air
panas mendidih pada suhu ± 100°C selama 30 menit atau sampai ikan masak
hingga kebagian dalam tubuh ikan.
3. Penirisan dan Pengeringan Awal
Ikan yang dimasak diangkat, lalu ditiriskan. Penirisan ini dilakukan
untuk mengurangi resapan air yang terdapat pada ikan yang telah direbus,
sehingga mempercepat pengeringan. Setelah ikan ditiriskan, selanjutnya ikan
dikeringkan dengan sinar matahari, hingga permukaan ikan kering dan tidak
hancur apabila dipotong / dibelah.
4. Pengecilan Ukuran
Setiap ikan dipotong menjadi dua bagian, satu bagian ikan tersebut
dipotong/dibelah memanjang menjadi 2 bagian lagi, sehingga potongan ikan
menjadi 4 bagian, dengan terlebih dahulu dipisahkan tulang-tulangnya

5
5. Pengeringan Akhir
Pada tahap ini ikan dijemur pada terik matahari sampai ikan menjadi
kering dan keras seperti kayu. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan
ikan ini tergantung pada kondusi cuaca.Pada cuaca cerah waktu yang
dibutuhkan adalah 2-3 hari. Proses pengeringan yang sempurna sangat
berpengaruh pada keawetan ikan sehingga ikan bisa tahan lebih lama.
6. Pengirisan
Pada tahap ini ikan yang sudah kering dan keras lalu di iris kecil
memanjang, setelah diiris ikan langsung dimasukan di tempat kering.

2.3 Pemanfaatan Limbah Pengolahan Ikan Kayu

Gambar 2. Limbah Usaha Pengolahan Ikan Kayu


Sumber : Estu Sri Luhur, Armen Zulham dan Joni Haryadi

Limbah pengolahan hasil perikanan dapat dimanfaatkan hingga menghasilkan


beberapa produk yang bermanfaat antara lain :

2.3.1 Tulang Ikan


Menurut Trilaksani, dkk (2006) tulang ikan merupakan salah satu bentuk
limbah dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak
diantara bagian tubuh ikan, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor
dan karbonat. Pemanfaatan limbah tulang ikan sebagai sumber kalsium merupakan
alternatif pemanfaatan limbah yang tepat dalam rangka menyediakan sumber pangan

6
kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk akibat pencemaran limbah pada
industri pengolahan hasil perikanan (Nabil 2005).
1. Tepung dari Tulang Ikan
Kegiatan pengolahan ikan akan menghasilkan limbah sisa atau hasil
sampingan. Menurut Fahrul (2005) hasil samping atau limbah merupakan bagian dari
tubuh ikan (selain daging) yang tidak terpakai pada pengolahan hasil-hasil perikanan
sebab dianggap tidak dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah. Hasil
samping tersebut salah satunya adalah tulang ikan, tulang ikan tergolong kedalam jenis
limbah yang bersifat organik jika tidak termanfaatkan dan apabila dimanfaatkan lagi
akan menghasilkan produk yang bernilai tambah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
umumnya pengolahan tulang ikan dijadikan sebagai bahan baku tepung ikan dan
kerupuk.
Tepung tulang dapat diperoleh melalui tiga proses (Anggorodi 1985), yaitu :
1) Pengukusan.
Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan
tepung tulang ikan.

2) Pemasakan dengan uap dibawah tekanan.


Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana
tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk remah dan dapat digiling
menjadi tepung.
3) Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang.
Proses pembuatan tepung tulang dimulai dengan : limbah ikan berupa
tulang dicuci dengan air sampai bersih. Kemudian direbus selama 30 menit
pada suhu 100°C. Setelah tulang direbus dimasukkan ke dalam autoklaf selama
45-60 menit pada suhu 121°C sampai tulang menjadi lunak. Selanjutnya
dilakukan penggilingan I dengan blender, pengovenan selama 17 jam pada suhu
70°C kemudian penggilingan sampai halus. Dilanjutkan dengan pengayakan
sehingga menjadi tepung tulang ikan.

7
2. Olahan Makanan Ringan (Snack)
Limbah tilang ikan kayu kering dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan
tepung ikan karena kadar kalsiumnya cukup tinggi. Limbah ini juga dijadikan bahan
untuk usaha snack ikan. Pengolahan snack tulang ikan masih dilakukan secara
tradisional tanpa menggunakan peralatan yang modern. Hasil olahan limbah ini sangat
bermanfaat dan cukup menarik bagi masyarakat karena selama ini belum pernah ada
produk snack ikan berbahan baku dari tulang ikan.

2.3.2 Padatan Ikan Kayu (Kepala dan Isi Perut)

Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan zat-
zat beracun bagi lingkungan, namun merupakan limbah padat yang mudah membusuk,
sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah padat dapat berupa
kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan
(Sugiharto, 1987).

1. Pakan Ikan dan Unggas


Selama ini limbah tersebut hanya dibuang karena dianggap tidak bermanfaat
Limbah ini sebenarnya potensial juga sebagai input dari peternak ikan. Limbah perut
dan kepala ikan berpotensi menjadi pakan ikan terutama untuk pakan ikan carnivore
seperti untuk budidaya Ikan Lele atau Ikan Gabus.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan hasil perikanan umumnya dapat di
golongkan menjadi 3 kelompok yaitu: Limbah padat bersifat basah dan
dihasilkan oleh usaha perikanan berupa potongan-potongan ikan yang tidak
dimanfaatkan. Limbah cair dari hasil perikanan dapat berupa sisa cucian
ikan, darah dan lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan sehingga
menimbulkan bau amis yang menyengat.
2. Limbah perikanan ikan kayu berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi produk
yang bernilai ekonomis. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan dengan
mengolah limbah menjadi produk lain yang berguna bagi usaha lain seperti
usaha tepung ikan, usaha pembuatan pakan ikan dan unggas, dan usaha olahan
makanan ringan (snack) dari tulang ikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Liufeto D, S, Darmanto Y, S. dan Agustini T, W, 2016. Kualitas Pengolahan Ikan


Kayu Di Kabupaten Sikka. Mahasiswa Magister Manajemen Sumberdaya
Pantai FPIK. Pengajar Magister Manajemen Sumberdaya Pantai FPIK.
Universitas Diponegoro.

Luhur E, S , Zulham, A, dan Haryadi J, 2016. Potensi Pemanfaatan Limbah Perikanan


Di Banda Aceh Potential Use of Fisheries Waste in Banda Aceh. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Gedung Balitbang KP I
Lt. 4 Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara. 2Pusat
Penelitian Budidaya Perikanan.
Bakri M dan Nasir, 2018. Manajemen Usaha Pengolahan Ikan Kayu (Keumamah)
Masyarakat Lampulo Banda Aceh. Jurusan Manajemen, Universitas
Serambi Mekkah. Volume VI, No. 2. ISSN : 2337 – 8085.
Meldiyani Br karo , Sukirno , Tjiptoleksono. Implementasi Metode Pengasapan Yang
Berbeda Pada Proses Pembuatan Katsuobushi (Ikan Kayu) Cakalang
(Katsuowonus Pelamis). Fisheries and Marine Science Faculty, University
of Riau.

10

Anda mungkin juga menyukai