Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGEMBANGAN DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR


“KAJIAN KUALITAS AIR WADUK SERMO”
Dosen Pengampu: Dr. Novi Andhi Setyo Purwono, S.T.,M.T.

Disusun oleh:
Musgenta Ade Surya
(5170811249)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Waduk Sermo merupakan salah satu obyek wisata yang cukup berpotensi
untuk meningkatkan APBD di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai obyek
wisata, waduk ini masih kurang diminati oleh wisatawan. Kunjungan wisatawan
ke waduk hanya pada waktu-waktu tertentu, misalnya di masa-masa liburan.
Rendahnya minat wisatawan ke waduk, kemungkinan karena kurangnya hiburan
di waduk ini. Jumlah wisatawan kemungkinan dapat meningkat apabila disertai
atraksi wisata, pertunjukan kesenian atau paket wisata.

Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk yang ada di Daerah Istimewa


Yogyakarta. Di awal pembangunan waduk ini diperunutukan sebagai sumber air
irigasi untuk wilayah di sekitarnya. Saat ini Waduk Sermo memiliki peruntukan
yang multifungsi, antara lain sebagai sumber irigasi, pencgah banjir, penyedia air
PDAM, perikanan dan pariwisata.

Waduk Sermo juga dimanfatkan untuk perikanan. Banyak ikan yang ditebar
di wilayah danau dan terdapat pula usaha keramba apung. Pakan ikan yang ditebar
dan sisa-sisa dari rumah makan yang di dibuang sekitar danau dapat menjadi
limbah di perairan. Namun sejak tahun 2010, usaha perikanan hanya berupa benih
yang langsung ditebar ke perairan danau tanpa ada jaring apung maupun keramba.

Menurut Yulianto (2002), Waduk Sermo menjadi salah satu aset daerah
yang diprogramkan untuk memulihkan kondisi perekonomian yang sempat
terpuruk dengan mengembangkan kegiatan perikanan darat. Konsep peningkatan
kegiatan perikanan darat ini juga ditujukan untuk mendukung sektor pariwisata
yang telah dikembangkan. Keberadaan perikanan darat ini menghasilkan limbah
dari pakan yang menyebabkan penurunan kualitas air waduk.

Air di Waduk Sermo telah dimanfaatkan oleh PDAM Kulonprogo sebagai


bahan baku air bersih bagi penduduk di sekitar waduk hingga memenuhi
kebutuhan air baku di Kota Wates. Pemanfaatan ini dikembangkan dengan
berdirinya Instalasi Air Bersih Waduk Sermo. Untuk pemenuhan kebutuhan air
baku di Kota Wates mencapai 130 liter/detik air bersih dari Waduk Sermo.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2002), selain memenuhi
kebutuhan air baku di kota Wates, Instalasi Air Bersih Waduk Sermo juga
memenuhi kebutuhan air baku 5 desa di sekitar Waduk Sermo.

Waduk Sermo merupakan waduk bendungan yang membendung sungai


Ngrancah. Input air utama yang mengisi waduk adalah dari hulu sungai Ngrancah.
Kegiaitan utama di hulu DAS Ngrancah adalah pertnian dan perkubanan. Kegitna
di huli waduk ini berpotensi mempengaruhi kualitas air di waduk. Selain kegiatan
di bagian hulu, kegiatan rumh tangga penduduk di sekitar waduk juga berpontsi
menghasilkan linbah yang masuk ke badan perairan baij di aliran sungai maupun
kedalam waduk. Limbah domestik ini meskipun tidak terlalu berlebihan namun
juga dapt mempengaruhi kualitas air waduk.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apa saja sumber pencemar air Waduk Sermo?

2. Bagaimana kondisi kualitas air di Waduk Sermo?

3. Bagaimana persebaran kualitas air secara spasial di Waduk Sermo?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sumber pencemar air di Waduk Sermo.

2. Mengetahui kondisi kualitas air di Waduk Sermo berdasarkan Pergub DIY


Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di DIY.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.

1. Sebagai rekomendasi tata guna air di Waduk Sermo dengan melihat


persebaran kualitas air waduk.

2. Sebagai rekomendasi pengelolaan air di Waduk Sermo untuk


memaksimalkan potensi dan meminimalkan kerusakan lingkungan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Waduk atau reservoir (etimologi: réservoir dari bahasa Perancis berarti


"gudang")[1] adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpan atau
pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air. Waduk dapat
dibangun di lembah sungai pada saat pembangunan sebuah bendungan atau
penggalian tanah atau teknik konstruksi konvensional seperti pembuatan tembok
atau menuang beton. Istilah 'reservoir' dapat juga digunakan untuk menjelaskan
penyimpanan air di dalam tanah seperti sumber air di bawah sumur minyak atau
sumur air.

Kodoatie dan Roestam (2010) menjelaskan bahwa waduk sebagai


bangunan artifisial sumberdaya air yang difungsikan untuk menyimpan air.
Suatu bangunan artifisial yang difungsikan untuk menyimpan air dapat dikatakan
sebagai waduk ketika tinggi tubuh perairan lebih dari 10 meter dengan volume

tampungan lebih dari 100.000 m3 (Kasiro dkk.; 1997 dalam Kodoatie


dan

Roestam,2010). Fungsi utama bangunan waduk adalah menyimpan air, namun di


sisi lain waduk memiliki bangunan penunjang berupa bangunan pelimpah dan
bangunan pengambilan air berupa pipa pesat.

Air yang ditampung di waduk digunakan untuk berbagai pemanfaatan, antara lain:
sebagai sumber baku air minum, pembangkit tenaga listrik, perikanan, pariwisata,
sumber air irigasi dan lain-lain. Barus (2002) menjelaskan bahwa waduk adalah
perairan menggenang yang terbentuk karena pembendungan sungai. Berdasarkan
tipe sungai yang dibendung dan kegunaan danau, maka dikenal tiga tipe waduk,
yaitu: waduk lapangan , waduk irigasi dan waduk serbaguna. Ketiga waduk ini
mempunyai perbedaan pada fungsi, dan perbedaan yang paling mendasar
adalah lama ketersediaan air di waduk. Waduk lapangan mampu berair
6-9 bulan dan mongering di musim kemarau. Waduk irigasi berair sekitar 9-12
bulan, dan dapat dikeringkan apabila akan dilakukan perbaikan. Waduk
Serbaguna akan berair sepanjang tahun dan tidak dapat dikeringkan.

Tabel 1. 1 Ciri Berbagai Tipe Waduk

Waduk Waduk

1No Sungai Asal waduk


Ciri-ciri Episodik Intermiten Permanen
Lapangan Irigasi Waduk Permanen
2 Luas perairan (ha) <10 10-500 >500
Kedalaman

43 Masa berair(m)
maksimum (bulan) 6-9
5 9-12
25 12
100
Bendung/listrik/irigasi/

Sumber: Suwignyo,
5 2003 dalam
Fungsi Barus, 2002Lokal
(kegunaan) Irigasi PDAM (multifungsi)

Berdasarkan tipe waduk tersebut, Waduk Sermo termasuk waduk


serbaguna yang berair sepanjang tahun dan multifungsi. Sungai yang menjadi
pasokan utama waduk ini merupakan sungai permanen yang tidak pernah kering
sepanjang tahun.

2.2. Kualitas Air

Parameter kualitas air merupakan informasi penting tentang


kesehatan badan perairan. Parameter ini digunakan untuk menentukan
kemungkinan kualitas air di suatu badan air baik untuk air minum, rekreasi, irigasi
dan sebagainya. Menurut Darmono (2008), pencemaran air dapat merupakan
masalah regional maupun lingkungan global. Air dikatakan tercemar apabila:

a. Mengandung zat organik dan atau komponen lain yang dapat mengubah fungsi
air dengan peruntukannya. Zat organik dan atau komponen lain tersebut yang
disebut dengan parameter pencemar.

b. Kandungan parameter pencemar di dalam air mempunyai toleransi hingga batas


tertentu, apabila batas tersebut dilampaui maka air tersebut sudah tidak sesuai
dengan peruntukannya.
A. Parameter Fisik

1. Temperatur atau Suhu

Suhu merupakan komponen penting dalam mendukung kualitas air pada


badan sungai. Hal ini disebabkan karena keberadaan suhu mempengaruhi berbagai
proses pada perairan tersebut, yaitu proses fisika, proses kimia dan proses biologi.
Menurut Effendi (2003), suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, letak
lintang, ketinggian dari permukaan , waktu, sirkulasi udara, penutupan awan dan
aliran serta kedalaman badan air.

Tinggi- rendahnya suhu mempengaruhi viskositas, reaksi kimia, evaporasi


dan volatilisasi. Selain itu semakin tinggi suhu air maka kelarutan gas-gas dalam
air akan menurun. Gas yang mengalami penurunan cukup tinggi untuk
peningkatan suhu adalah gas oksigen. Menurut Effendi (2003), setiap peningkatan
suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air. Setiap peningkatan suhu sebesar 10°C menyebabkan terjadinya peningkatan
oksigen sekitar 2 hingga 3 kali lipat. Hal ini dapat menyebabkan semakin
menipisnya oksigen terlarut di perairan.

2. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan suatu penjelasan untuk sifat optik air sebagai benda
bening. Sama halnya benda bening lain, material dalam air akan menyerap dan
memancarkan cahaya yang diterima. Menurut APHA (1976, Davis dan Cornwell,

1991, dalam Effendi, 2003), kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan 6organik
dan anorganik yang tersuspensi maupun yang terlarut. Parameter ini dinyatakan
dalam satuan unit turbiditas atau setara dengan 1 mg/liter SiO. Kekeruhan dalam
perairan mempengaruhi produktifitas primer pada perairan tersebut. Peningkatan
turbiditas sebesar 5 NTU di danau dapat mengurangi produktifitas primer sebesar

75 %.

Padatan tersuspensi berhubungan positif dengan kekeruhan. Semakin


tinggi kandungan padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan akan semakin tinggi.
Akan tetapi padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingkat kekeruhan yang
semakin meningkat. Kekeruhan pada perairan tergenang banyak dipengaruhi oleh
bahan tarsuspensi berupa koloid dan partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat

mengakibatkan terganggungnya sistem osmoregulasi serta menghambat


penetrasi chaya ke dalam air.

3. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS) dan Padatan

Terlarut Total(Total Dissolved Solid/TDS)

Air yang terdapat pada suatu perairan bukanlah air murni dalam konsep
kimia yaitu H2O. Didalam air tersebut terdapat berbagai bahan yang
mencampurinya. Material padatan yang ada dalam air dapat dalam bentuk
material yang tersuspensi maupun material yang terlarut. Material padat yang ada
dalam air ini disebut padatan total.

Menurut APHA (1976, dalam Effendi, 2003), mengartikan padatan total


sebagai bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan
pengeringan pada suhu tertentu. Senyawa bikarbonat tidak termasuk ke dalam
padatan total ini, karena pada suhu pemanasan tertenu senyawa bikarbonat terurai
menjadi gas dan tidak menyisakan padatan.

Padatan total tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid) merupakan


padatan atau material dalam air yang berukuran diameter lebih dari 1μm. Padatan
ukuran ini dapat tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 μm.
TSS biasanya tersusun atas lumpur, pasir halus maupun jasad-jasad renik.
Menurut Effendi (2003), sumber utama TSS ini adalah kikisan tanah yang terbawa
ke badan air. TSS yang berlebihan akan menyebabkan meningkatannya kekeruhan
di perairan sehingga mengganggu kehidupan organisme perairan.

B. Parameter Kimia

1. Derajat Keasaman (pH)

pH merupakan unsur yang penting untuk dianalisis. Hal ini disebabkan


karena sebagian besar organisme perairan hanya dapat hidup di perairan
dengan pH netral. Menurut Barus (2002), organisme dapat hidup pada pH netral
namun dapat menoleransi hingga asam lemah atau basa lemah. Ketika perairan
bersifat sangat asam maka akan mengganggu respirasi organisme. Sedangkan
pada pH rendah atau bersifat basa maka pembentukan senyawa logam berat akan
semakin tinggi. Menurut Sorensen (1939, dalam Permana 2009), pH merupakan
fungsi logaritma negatif dari konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan. Secara

matematis pH dinyatakan sebagai berikut: pH= log 1/H+. pH ini


menggambarkan konsentrasi ion organik dalam suatu larutan.

Menurut Barus (2002), kemampuan air untuk mengikat maupun


melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukkan sifat air tersebut asam atau
basa. Harga pH dapat memberikan informasi tentang kekuatan suatu asam atau
basa. Pada konsentrasi yang sama, semakin kuat suatu asam semakin besar
konsentrasi ion H+ dalam larutan, dan itu berarti semakin kecil harga pH-
nya. Jadi, semakin kuat suatu asam semakin kecil harga pH-nya. Sebaiknya,
semakin kuat suatu basa semakin besar konsentrasi ion OH– dalam larutan.
Semakin besar ion OH– berarti semakin kecil konsentrasi ion H+ dalam larutan.
Jadi, semakin kuat suatu basa semakin besar harga pH-nya.

2. Nitrat (NO3¯)

Menurut Effendi (2003), nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di


perairan alami dan merupakan unsure utama bagi tanaman dan alga. Senyawa ini
merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Sifat
ini disebabkan karena nitrat dihasilkan dari proses oksidasi yang sempurna. Proses
oksidasi amoniak menjadi nitrat dan nitrit disebut nitrifikasi.

Nitrat merupakan sumber utama nitrogen di perairan. Menurut Davis dan


Cornwell (1991 dalam Effendi 2003), kadar nitrat di perairan yang lebih dari 0,2
mg/l dapat menyebabkan eutrofikasi perairan yang menyebabkan tumbuhan
air atau alga mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Kadar nitrat yang lebih
dari

5 mg/l menunjukkan bahwa perairan tersebut telah mengalami pencemaran


yang disebabkan oleh pupuk, kotoran hewan maupun kegiatan manusia.

Di perairan lentik atau menggenang, nitrat dapat digunakan untuk


mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar
nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar antara 1-5 mg/l dan
perairan eutrofik memiliki kadar nitrat sekitar 5-50 mg/l (Wetzel, 1983).

3. Nitrit (NO2¯)

Di kondisi perairan alami, nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah sangat


sedikit. Kandungan senyawa ini jauh lebih sedikit daripada nitrat, hal ini
disebabkan karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.
Menurut Effendi (2003), nitrit merupakan bentuk peralihan antara amoniak ke
bentuk nitrat dan antara nitrat ke bentuk gas nitrogen.

Perubahan amoniak menjadi nitrat disebut nitrifikasi. Proses ini


merupakan proses kimia yang aerob atau membutuhkan oksigen. Sedangkan
perubahan nitrat ke gas nitrogen bersifat anaerob atau tidak membutuhkan
oksigen. Proses ini disebut denitrifikasi.

Sumber nitrit di perairan adalah limbah yang berasal dari kegiatan industri
dan kegiatan domestik. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/l dapat bersifat racun
bagi organisme perairan yang organik. Bagi manusia dan hewan, senyawa ini
bersifat lebih beracun daripada nitrat. Pada manusia, konsumsi nitrit yang
berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh
hemoglobin darah yang kemudian dapat membentuk ,met-hemoglobin. Met-
hemoglobin ini tidak mampu mengikat oksigen.

4. Amoniak (NH3¯N)
Amoniak dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber
amoniak di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen 9organik (protein dan urea)
dan nitrogen anorganng terdapat di dalam tanah dan air yangp berasal dari
dekomposisi bahan oorganik oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2013). Denitrifkasi
oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob, biasanya terjadi pada pengolahan
limbah jga menghasilkan gas amonia dan gas-gas lain.

Kotoran dari biotia akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme


juga banyak mengeluarkan amoniak. Sumber amoniak yang lain adalah reduksi
gas nitrogen yang berasal dari proses difpusi udara atmosfer, limbah industri dan
domestic. Terdapat pula amoniak yang berasal dari mineral masuk ke badan air
bersama dengan erosi tanah. Pada suhu dan tekanan normal amoniak berbentuk
gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas ammonium (Effendi, 2003).

Amoniak jarang ditemukan di perairan yang mendapat cukup pasokan


oksigen. Senyawa ini banyak terdapat di perairan yang kurang pasokan oksigen
atau bahkan yang tidak terdapat oksigen (Effendi, 2003). Menurut McNeely
(1979 dalam Effendi, 2003) kadar amoniak pada perairan alami dari 0,1 mg/l.
Kadar amoniak yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya
pencemaran bahan oorganik yang berasal dari limbah domestik, industri dan
run off. Amoniak ini bersifat toksik terhadap kehidupan manusia.

5. DO (Dissolved oxygen)

Oksigen merupakan unsur yang sangat penting bagi makhluk hidup baik
di darat maupun di perairan. Apabila oksigen yang ada di bumi habis maka semua
makhluk hidup akan mati. Selain makhluk hidup, sebagian proses fisika dan kimia
juga membutuhkan keberadaan unsur ini.

Menurut Barus (2002), kadar oksigen di udara mencapai 21% dari seluruh
volume udara, sedangkan air hanya mampu menyerap air 1% dari keseluruhan
volume air. Namun menurut Cole (1988, dalam Effendi, 2003), menyatakan
bahwa oksigen yang terlarut dalam air dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut.
Setiap peningkatan kedalaman sebesar 10 meter maka akan terdapat peningkatan
tekanan sebesar 1 atm. Sedangkan menurut Brown (1897, dalam Effendi, 2003),
yang mempengaruhi kadar oksigen terlarut adalah suhu dari suatu perairan. Hal
ini disebabkan karena peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan
konsumsi oksigen sekitar 10%.

Oksigen terlarut berasal dari penyerapan oksigen di udara oleh air dan
proses fotosintesis tumbuhan akuatik. Menurut Barus (2002), di perairan
tergenang (waduk, danau, rawa), oksigen banyak dihasilkan oleh hasil fotosintesis
alga yang berada di mintakat epilimnion. Karena adanya proses fotosintesis ini
menyebabkan kadar oksigen di siang hari cenderung lebih tinggi daripada
di malam hari. Hal ini terjadi karena keberadaan sinar matahari membantu
fotosintesis dan meningkatkan kadar oksigen, sedangkan proses respirasi
organisme tidak mengalami perubahan.

Oksigen terlarut tidak hanya dimanfaatkan dalam proses respirasi


organisme air, namun juga dimanfaatkan untuk mendukung berbagai proses kimia
dan proses fisika di perairan. Proses kimia yang membutuhkan oksigen yang
cukup adalah nitrifikasi. Apabila oksigen yang terlarut rendah maka akan terjadi
denitrifikasi yang cenderung dapat bersifat toksik bagi organisme yang ada.
Menurut Barus, oksigen terlarut juga hilang karena pada kondisi tertentu air akan
melepaskan oksigen ke atmosfer.

6. BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen

Demand)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen


yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa
organic yang diukur pada suhu 20°C (Forstner, 1990; dalam Barus, 2002). Dalam
proses oksidasi secara biologis ini membutuhkan waktu yang lebih lama jika
dibandingkan dengan proses oksidasi kimiawi.

Proses penguraian secara biokimia terhadap bahan organik di dalam air


berlangsung melalui dua tahap. Tahap pertama menyangkut proses penguraian
terhadap ikatan karbon kemudian diikuti tahap berikutnya berupa proses
penguraian ikatan nitrogen. Kebutuhan oksigen bagi proses penguraian biokimia
dari bahan organik dibedakan antara kebutuhan oksigen untuk perombakan rantai
karbon dan kebutuhan oksigen untuk perombakan rantai nitrogen (Theriault 1927;
dalam Barus, 2002).

Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk


menguraikan senyawa organik, yaitu hanya senyawa yang mudah diuraikan secara
biologis. Senyawa ini biasanya berasal dari limbah rumah tangga. Beberapa
produk kimia seperti senyawa minyak dan buangan kimia lain sulit untuk
diuraikan oleh mikroorganisme.

Disamping mengukur nilai BOD maka perlu mengukur nilai COD


(Chemical Oxygen Demand). COD merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
oksigen yang dibutpuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik
baik yang diuraikan secara biologis maupun yang tidak dapat diuraikan secara
biologis.

7. Fosfat (PO4¯P)

Fosfor merupakan unsur minor lain yang sangat penting keberadaannya di


ekosistem air, namun di sisi lain apabila unsure ini kadarnya berlebih akan
menyebabkan perairan tersebut memiliki kualitas air yang buruk. Menurut Effendi
(2003), unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk elemen, akan tetapui berupa
senyawa organik terlarut dan senyawa organik yang berupa partikulat. Dalam
ekosistem air fosfor terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: senyawa fosfor (ortofosfat,
senyawa oorganik dalam protoplasma dan senyawa organik terlarut.

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.


Sedangkan fosfor yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tumbuhan air disebut
ortofosfat. Di perairan fospfat juga berikatan dengan besi (Fe) dan membentuk
(Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan.

Menurut Wetzel (1983), kadar ortofosfat dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan umur perairan. Perairan oligotofik memiliki kadar ortofosfat

0,003-0,01 mg/l; perairan mesotrofik memiliki kadar ortofosfat 0,011-0,03 mg/l


dan perairan eutrofik memiliki kadar ortofosfat 0,031-0,1 mg/l.
Kadar fosfor di perairan juga menunjukkan tingkat kesuburan dari perairan
tersebut. Perairan dengan tingkat kesuburan rendah memiliki kadar fosfat antara

0-0,02 mg/l; perairan dengan tingkat kesuburan sedang dengan kadar fosfat
sekitar 0,021-0,05 mg/l; dan perairan dengan kesuburan tinggi memiliki kadar
fosfat mencapai 0,051-0,1 mg/l (Liaw, 1969; dalam Effendi, 2003)

C. Parameter Biologi

Setiap tubuh perairan merupakan ekosistem tersendiri yang didalamnya


terdapat berbagai tumbuhan dan hewan yang merupakan organisme perairan.
Organisme perairan ini dapat menjadi indikator biologi di perairan. Organisme ini
dapat menunjukkan adanya pencemaran atau tidak. Parameter biologi paling
umum diukur dalam penelitian adalah total coli di perairan.

Menurut Alaert dan Santika (1987), air bisa menjadi suatu penrantara
penyakit. Hal ini dapat terjadi apabila air yang dimanfaatkan oleh manusia ini
mengandung berbagai bakteri patogen yang dapat menyerang manusia. Di
perairan bakteri patogen biasanya sangat sedikit dan cukup sulit untuk diukur
keberadaannya. Pengukuran bakteri coli ini biasanya dengan menggunakan
organisme petunjuk. Sumber utama bakteri coli adalah kotoran manusia dan
kotoran hewan berdarah panas.

2.3. Pencemar Air

Limbah adalah segala macam sisa dari adanya suatu kegiatan yang tidak
dimanfaatkan lagi baik untuk kegiatan produksi lebih lanjut, untuk konsumsi,
maupun untuk distribusi dan sisa tersebut kemudian di buang ke badan air, udara
ataupun tanah (Suparmoko, 2000). Limbah ini kalau melebihi daya tampung
lingkungan akan dapat menciptakan pencemaran lingkungan baik lingkungan air,
udara maupun tanah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukinya
mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas alam turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang sesuai peruntukannya (Sudarmadji, 2006; dalam
Supardiono 2010).
Limbah yang masuk ke perairan biasanya berasal dari kegiatan manusia.
Kegiatan manusia yang berpotensi menjadi sumber pencemar adalah kegiatan
industri, permukiman dan pertanian. Kondisi perairan yang mengandung bahan
pencemar maupun limbah yang berlebihan berpotensi menyebabkan turunnya
produktifitas manusia maupun lingkungan. Menurut Zulkarnaen (2005), air
tercemar akan mengurangi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Hal
ini menunjukkan pentingnya upaya meningkatkan kualitas air dengan cara
kelestarian sumberdaya air. Secara terinci sumber dan dampak pencemar terdapat
pada Tabel 1.2.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Waduk Sermo Adalah Sumber Irigasi untuk pengaliran sawah di


KulonProgo , sejauh ini air yang berada di Waduk Sermo berada di
ambang batas standar dan tidak tercemari tetapi masih banyak pengunjung
yang membuang sampah di Waduk ,Himbauan untuk Pemerintah atau
Petugas terksit untuk menyiapkan lebiih banyak tempat sampah agar
menanggulangi sampah yang ada.
LAMPIRAN
2

Anda mungkin juga menyukai