Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta

Disusun oleh :
Mahasiswa Profesi Ners
Iin Cahya Pusvita Sari

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas mahasiswa profesi ners dalam Praktek
Klinik Keperawatan Jiwa di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta pada tanggal…

Surakarta, Januari 2020

PembimbingInstitusi, PembimbingKlinik,

………………………………… ……………………………….
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Definisi
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta
pola stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai
dengan kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus
tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai
(Townsend, 2010).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005; Laraia, 2009).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif. Adanya lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat kimia
di otak yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien. Klien mengalami stress dan kecemasan,serta hubungan
interpersonalnya terganggu. Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai
berikut
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

E. Rentang respon halusinasi.


Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar di bawah ini.

Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan
(pikiran kotor) pikir/difusi
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi Emosi  Perilaku
dengan berebihan atau disorganisasi
pengalaman kurang
 Perilaku sesuai  Prilaku aneh dan  Isolasi sosial
tidak biasa

Rentang Respon Halusinasi ( Stuart & Sundeen, 2007 )

Rentang respon neurobiologi pada gambar di atas dapat dijelaskan


sebagai berikut:
 Pikiran logis
Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
 Persepsi akurat
Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
 Emosi konsisten
Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya umum yang berlaku.
 Hubungan sosial harmonis
Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu
dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
 Proses pikir kadang terganggu (ilusi)
Yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca
indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di
otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
 Emosi berlebihan atau kurang
Yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
 Perilaku tidak sesuai atau biasa
Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya
umum yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-
norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
 Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
 Isolasi sosial
Yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus
itu tidak ada.

E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,


pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik
III. Pohon Masalah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
 Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan
didengar.
 Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
b. Data objektif
 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
 Klien berbicara dan tertawa sendiri saat dikaji.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah-ubah

IV. Diagnosa keperawatan


1. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

V. Rencana tindakan keperawatan


a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas
yang terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah
maupun di RS
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi
yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat
pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara
merawat pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis


halusinasi yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien
halusinasi.
SP 2 Keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung duhadapan
pasien.
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama kluarga
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku sebagai respon marah
yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain dan
atau merusak lingkungan secara fisik maupun psikologis.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu,
namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat
berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.

Rentang Respon Marah

Respons Respons
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

B. Faktor Predisposisi
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.

C. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) ,
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial
yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D. Tanda Dan Gejala


 Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
 Wawancara: Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan klien.

E. Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Resiko perilaku kekerasan

F. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku Kekerasan

Harga Diri rendah

I. DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
II. ASKEP
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga

datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi

masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan

jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan

fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan

tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan

social budaya.

Format pengkajian pad pasien resiko perilaku kekerasan

pelaku/usia korban/usia saksi/usia

1. Aniaya fisik ( / ) ( / ) ( / )

2. Aniaya seksual ( / ) ( / ) ( / )

3. Penolakan ( / ) ( / ) ( / )

4. Kekersan dlm keluarga ( / ) ( / ) ( / )

5. Tindkaan kriminal ( / ) ( / ) ( / )

6. Aktivitas motorik

( ) lesu ( )tegang ( )gelisah ( )agitasi

( )Tik ( )grimasen ( )tremor ( )kompulsif

7.Interaksi selama wawancara


( )Bermusuhan ( )kontak mata –

( )Tidak kooperatif ( )defensiv

( )Mudah tersinggung ( )curiga

a. Tindakan keperawatan pada pasien


1. Tujuan Keperawatan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasannya
f) Pasien dapat mencegah/menegdalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan Keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang
dan yang lalu
c) Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika
terjadi penyebab perilaku kekerasan
d) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia
lakukan
f) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
h) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
i) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual
j) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh
minum obat
k) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan.
SP 1 pasien : Membina hubungan saling peraya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
SP 2 pasien : Memebatu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua
(pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian
cara kedua.
SP 3 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara
fisik mengedalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan
baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara
verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan
berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar [benar nama pasien/pasien, benar nama
obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosisi obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur.
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan Keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Diskusikan bersama kelurga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tada dan gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku
tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain
d) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan
e) Buat rencana pulang bersama keluarga.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Konsep Dasar Waham


1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu
mengalami sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas –
aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan
walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi / informasi secara
akurat (Yosep ,2009).
2. Rentang Respon Neurobiologi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan proses piker

- Persepsi akurat - ilusi - waham

- Emosi konsisten - reaksi emosi berlebihan - perilaku disorganisasi


dengan pengalaman atau kurang

- Perilaku sesuai - perilaku aneh atau tidak biasa - isolasi sosial

- Berhubungan sosial - perilaku sesuai - sulit bersepon emosi

- menarik diri
3. Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu
biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik
diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak
nyaman , merasa benci , kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan
angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi
dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara
berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara
berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalannya
dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak
aman , membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini
dapat berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri
dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan
waham. Selian itu kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan
mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan
perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan ,
mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat,
1998)yaitu :
a. Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik ,
biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan
kecemasan.

b. Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya
waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu
lama diajak bicara , objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi
(isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress dan kecemasan.
4. Tanda dan Gejala
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi
perilaku berikut ini :
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya
punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup
saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
d. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang
penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan
sebagai panduan untuk mengkaji pasien waham.
a. Apakah pasien memiliki pikiran / isi pikiran yang berulang – ulang
diungkapkan dan menetap ?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu , atau apakah
pasien cemas berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda – benda disekitarnya
aneh atau tidak nyata ?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
e. Apakah pasien pernah merasa di awasi atau di bicarakan oleh orang
lain ?
f. Apakah pasien berfikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh
orang lain atau kekuatan dari luar ?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
fikirannya ?
Isi pengkajian gangguan orientasi realita yang terfokus pada klien
waham yaitu :

Alasan masuk / di rawat


Umumnya klien dengan gangguan orientasi realita bahwa ke rumah
sakit karena mnegungkapkan kata – kata ancaman , mengatakan benci
dan kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal , marah atau merusak
barang – barang dan tidak mampu mengendalikan diri.

Klien juga mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic ,flight of


ideas , kehilangan asosiasi , pengulangan kata – kata yang di dengar.
Serta klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama ,
kebesaran , kecurigaan , keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak tidak
mempunyai orang lain , curiga , bermusuhan , merusak (diri , orang
lain , lingkungan) , takut , kadang panic , sangat waspada , tidak dapat
menilai lingkungan / realitas , ekspresi wajah klien tegang , mudah
tersinggung.

Format / data focus pengkajian pada klien dengan waham (Keliat dan
Akemat, 2009)

Berikan tanda V pada kolom yang sesuai data klien

Proses pikir

[ ] sirkumtansial [ ] tangensial

[ ] flight of idea [ ] bloking

[ ] kehilangan asosiasi [ ] pengulangan bicara

Isi pikir

[ ] obsesi [ ] fobia

[ ] depersonalisasi [ ] ide terkait

[ ] hipokondria [ ] pikiran magis

Proses pikir

[ ] agama [ ] somatic [ ] kebesaran [ ] curiga


Masalah keperawatan
[ ] nihilistic [ ] sisip pikir [ ] siap pikir [ ] control pikir
a.
b. Kerusakan komunikasi verbal
c. Ganggguan proses pikir : waham
d. Harga diri remdah kronik
Pohon masalah

Kerusakan komuikasi verbal

effect

Perubahan proses pikir : waham

Core problem

Harga diri rendah kronik

causa

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :

a. Kerusakan komunikasi verbal

b. Gangguan proses pikir : waham

c. Harga diri rendah kronik

3. Rencana Tindakan Keperawatan


- Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
- Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
- Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
- Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
- Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
- Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
- Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
- Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari
dan perawatan diri).
- Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
- Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
- Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama
di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
- Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
- Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
- Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
- Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
- Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
- Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
- Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat.
- Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
- Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
- Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
- Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
- Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

- Diagnosa II : gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
- Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
- Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
- Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
- Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harag diri rendah.
- Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa III : harga diri rendah.


Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
- Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
- Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
- Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
- Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
- Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
- Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Posisi janin saat tidur.
B. Etiologi
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
C. Tanda dan Gejala
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
D. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan
salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan
eksternal.
Tanda dan gejala ;
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut.
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
3. Pohon masalah:

Resiko perubahan persepsi sensori:


halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri


Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4. Klien merasa makan sesuatu.
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4. Disorientasi

Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

5. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
 Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
 Bunuh diri dilakukan dengan intensi
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di
rel kereta api.
Tanda dan gejala :
 Sedih
 Marah
 Putus asa
 Tidak berdaya
 Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan

Faktor genetik (berdasarkan penelitian):


 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
 Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
 Stroke
 Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
 DiabetesPenyakit arteri koronaria
 Kanker
 HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
 Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi &
kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
 Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif
negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
 Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga,
penipuan, kurangnya sistem pendukung sosial
Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal
POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan
Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
Masalah keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
 Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol
impuls.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
 Perkenalkan diri dengan klien
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk
diselesaikan).
 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
1. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
2. Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang
baik
4. Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan
yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing
cara penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik
RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN
Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:
 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat
dipindahkan ke tempat yang aman
 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau,
silet, gelas, dan tali pinggang)
 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya
jika pasien mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (
Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan
Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
 Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut
acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak
berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran,
dan makana tidak pada tempatnya
 Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan
buang air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan
tidak membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
B. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat

d. Pohon masala
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan
berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri


Isolasi sosial

e. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa,
Data obyektif
a. Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
b) Isolasi Sosial
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif
b. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan,
Kurang memperhatikan kebersihan

c) Defisit Perawatan Diri


Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

f. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

g. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya
untuk memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan
arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2
kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan
dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku
jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan


perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara


mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju
dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan
kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan


kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan


dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah


berhubungan dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,


berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Anda mungkin juga menyukai