170117007
Badui
Fransiskus Alga
170116855
geraldus harry
170117058
Joao fernando
170116796
Yoseph arya
170117068
Lokasi
Urang Kanekes
Orang Kanekes atau Orang Baduy/Badui
merupakan kelompok etnis masyarakat adat
suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak,
Banten.
Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan
Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota
Rangkasbitung.
2/18
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh Asal Usul
penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut,
berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya
mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi
yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah
(nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai
Baduy dan Gunung Baduy . Masyarakat baduy dibedakan
menjadi dua kelompok, Baduy Dalam dan Baduy Luar. badui luar (panamping)
Ÿ Mereka telah mengenal teknologi
Ÿ Proses pembangunan rumah penduduk telah
menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji,
palu, paku, dll
Ÿ Menggunakan pakaian adat dengan warna
hitam atau biru tua
Ÿ Menggunakan peralatan rumah tangga modern
badui dalam (TANGTU)
Ÿ Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
Ÿ Tidak diperkenankan menggunakan Ÿ Sebagian di antara mereka telah terpengaruh
kendaraan untuk sarana transportasi dan berpindah agama menjadi seorang muslim
Ÿ Tidak diperkenankan menggunakan alas dalam
khaki
Ÿ Larangan menggunakan alat elektronik
Transisi
(teknologi) Ÿ Mereka telah melanggar adat masyarakat
Ÿ Menggunakan kain berwarna hitam/putih Kanekes Dalam.
sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit Ÿ Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes
sendiri serta tidak diperbolehkan Dalam
menggunakan pakaian modern Ÿ Menikah dengan anggota Kanekes Luar
Ÿ Minim pendidikan
3/18
aliran kepercayaan Bentuk penghormatan kepada roh kekuatan alam ini diwujudkan
melalui sikap menjaga dan melestarikan alam; yaitu merawat alam
Sunda wiwitan sekitar; memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada alam,
dengan cara merawat dan menjaga hutan larangan sebagai bagian
dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Inti kepercayaan
tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat
mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi
terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah
konsep "tanpa perubahan apa pun."Lojor heunteu beunang
dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.(Panjang tidak
bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh
disambung)
4/18
budaya
tradisi Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam menyambut bulan kawalu pada
kalender baduy. Dalam bahasa mereka kembalinya padi dari huma
kawalu (ladang) ke Leuit(lumbung padi). Biasanya upacara ini dilaksanakan
dengan berpuasa selama sehari dalam sebulan. Sedangkan kurun waktu
kawalu yaitu selama 3 bulan. Dalam rentan waktu 3 bulan tersebut, tidak
boleh ada wisatawan yang berkunjung ke Baduy untuk menjaga kesakralan
dari upacara tersebut.
5/18
budaya
tradisi Upacara ngalaksa merupakan bagian dari upacara kawalu.
ngalaksa Ngalaksa ditandai dengan membuat mie laksa, sejenis mie dari
tepung beras seperti kwetiau dan dimakan secara bersama-
bersama. Upacara ini wajib bagi seluruh warga baduy untuk
mengikutinya baik itu baduy dalam dan baduy luar. Karena ngalaksa
ini juga bertujuan untuk menghitung populasi masyarakat baduy
secara keseluruhan. Bisa dibilang ngalaksa ini merupakan
bentuk sensus penduduk dari suku baduy.
6/18
budaya
Upacara Seba ini merupakan bagian dari doktrin atau amanat
upacara seba leluhur (pikukuh karuhun) yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat
Badui setahun sekali, pada bulan safar awal tahun baru, sesuai
dengan penanggalan adat Baduy (sekitar bulan April-Mei pada
tahun Masehi). Istilah ”seba“ berasal dari kata ”nyaba“. Dalam
Kamus Bahasa Sunda, istilah ini berarti ”menyapa yang
m e n g a n d u n g p e n g e rt i a n data n g da l a m r a n g k a
mempersembahkan laksa disertai hasil bumi lainnya kepada
penguasa nasional“.Tujuan dari Upacara Seba ini adalah
sebagai ekspresi rasa syukur dan penghormatan suku Baduy
terhadap pemerintah baik itu Bupati Lebak maupun Gubernur
Banten. Sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan terhadap
pemerintah, masyarakat Baduy dalam Upacara Seba
mempersembahkan hasil panen dalam setahun, berupa talas, gula,
7/18
Pakaian
putih polos yang merupakan simbol baju berwarna hitam dibuat secara modern dengan
dari makna suci bersih karena cara dijahit dan sudah menggunakan kancing.Dagian
memakainya hanya disangsangkan bawah mengunakan celana kain berwarna hitam,
atau dilekatkan di badan. serta pengikat kepala berwarna biru bermotif batik
untuk menutupi kepala
8/18
landscape
Jembatan Huma
Halaman Makam
9/18
potongan landscape
10/18
teknologi
Baduy dalam menggunakan bilah pisau(parang) Penggunaan alat alat yang sudah modern seperti
untuk memotong struktur kayu dan bambu. Bilah palu,paku,gergaji
pisau ini di tempa oleh mereka secara manual.
Dan menggunakan ikatan tanpa penggunaan
paku.
11/18
Denah
denah rumah adat badui dalam denah rumah adat badui luar
12/18
atap
13/18
kontur
Sedangkan pada suku Baduy dalam masih Budaya asing yang masuk bersama campurtangan
menggunakan perundakan kontur tanah alami teknologi membuat fondasi perundakan rumah suku
dan penyusunan fondasi masih kasar dan Baduy luar terlihat rapi dan teratur.
masih terlihat perbedaan ukuran yang tidak
teratur.
14/18
Akses
Sedangkan Pada Lingkungan suku Baduy dalam Perbandingan akses jalan setapak yang
masih terlihat terbentuk alami mengikuti bentuk sudah terlihat di tata dengan bebatuan yang
kontur tanahnya yang berundak dan jalan setapak rapi dan halaman yang datar pada
yang bergelombang lingkungan suku Baduy luar.
15/18
jembatab
Sistem logika struktur juga terlihat pada Sedangkan akses jembatan menuju desa suku
pembangunan jembatan suku Baduy Baduy luar sudah mengginakan struktur baja
dalam yang menggunakan dua pohon yang menggunakan penguatan struktur dengan
besar sebagai kolom strukturalnya dan pembautan dan fondasi buatan.
akar pohon sebagai fondasi yang kokoh.
Pada sambungan strukturnya
menggunakan tali pengikat.
16/18
Konstruksi
17/18
Kesimpulan
Arsitektur adalah sebuah cerminan dari budaya hidup
suatu masyarakat. Pada bangunan Suku Badui bangunan
di pengaruhi oleh filosofi dari kepercayaan dan tradisi,
sehingga keaslian bangunannya masih terjaga sampai
sekarang.