Reaksi Host Agen Pada Penyakit Periodont
Reaksi Host Agen Pada Penyakit Periodont
Anggota :
Dosen Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
Gambar 1. Skema ilustrasi proses kunci dari interaksi host bakteri dalam penyakit periodontal. Interaksi dari
bakteri atau antigen bakteri dengan jaringan host menyebabkan perekrutan neutrofil (panah putih), produksi
antibodi (panah hitam), dan resorpsi tulang (panah abu-abu). Produksi I L-8 dan ICAM-1 di sel epitel dalam
respon terhadap bakteri periodontal memberikan sinyal chemotactic untuk neutrofil (PMN). Neutrofil
berfungsi mengontrol serangan bakteri oleh fagositosis tetapi juga mensekresi matriks metaIloproteinases
(MMP-8), yang mungkin berkontribusi terhadap kerusakan jaringan. Interaksi antigen kuman dengan sel
dendritik perifer mengarah ke generasi antibodi sistemik, sedangkan interaksi dengan sel B lokal
menyebabkan produksi antibodi lokal. Antibodi spesifik untuk banyak mikroorganisme periodontal sangat
penting untuk fagositosis. Komponen complement juga dapat berkontribusi terhadap fagositosis bakteri
dengan efisien. Produksi IL-1ß, TNF-a, dan PGE2 dalam menanggapi LPS bakteri menyebabkan resorpsi
tulang melalui aktivasi osteoklas, proliferasi, dan diferensiasi.
a. MMP 8
-
mengurai kolagen tipe I,II sebagai kerusakan periodontal , tetapi tidak
menyebabkan perbaikan
-
dilepas oleh sel non-neutrofil seperti fibroblast ligamen gingiva dan
periodontal 4
b. MMP 9
-
Ditemukan di sel epitelial acinar
-
Dibentuk oleh monosit dan makrofag
c. MMP 13
-
Jumlahnya meningkat pada epitelium basalis dan dapat dilihat pada pasien
periodontitis kronis.
-
Penting dalam poliferasi untuk mengkaktifkan epitelium pada jaringan ikat
yang difasilitasi migrasi apikal dan lateral dari epitelium junction dan
kerusakan jaringan ikat.
-
Dilepaskan oleh tulang, sel kartilago, dan fibroblast tipe kolagenase
sebagai mediator resorpsi tulang dan pengerusakan kartilago selama
penykait seperti ehumatoid dan osteoarthritis.5
Bila infeksi tidak dapat diatasi melalui sistem imun dikarenakan jumlah
bakteri terlalu banyak, makrofag akan berkomunikasi dengan limfosit dan sel-sel
sekitarnya untuk menyajikan antigen ke sel T. Makrofag dan limfosit secara
bersamaan akan mengatur respon imun kronis. Limfosit akan mengalami
kerusakan jika jumlah bakteri terlalu banyak.
Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama
sel T helper setelah diproses oleh APC seperti makrofag, sel langerhans dan sel
dendritik, antigen akan di sajikan pada sel T helper oleh APC. Akibatnya sel T
helper akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang
lebih kompleks, baik seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel T helper
dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen
sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA) yang berada pada permukaan
APC dan sinyal kedua berasal dari IL-1, suatu protein terlarut yang dihasilkan
oleh APC. Sel T helper yang sudah tersensitisasi antigen akan, mengaktifkan sel T
sitotoksin yang berfungsi menghancurkan se lasing. Sel T memori yang
mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T
sitotoksin yang sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi
menghasilkan sel target.
Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T helper, sel B juga
akan tersentisisasi antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan
dari sel T helper berupa mediator limfokin, yaitu Cell Growth Factor (BCGF)
yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell Differentiation Factor (BCDF)
yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagai sel B
yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel B memori.
Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila
kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan
oleh sel Ts dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma
diatul oleh salah sel T regulator.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang
akan mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system
komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi
dan jenis antigennya selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah
konflek imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen
karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan PMN.
Sel mast berperan dalam peningkatan permeabilitas dan pelebaran
pembuluh darah dengan mediator inflamasinya berupa histamin. Pada saat
makrofag berkomunikasi dengan limfosit, pada saat itu juga terjadi inflamasi pada
gingiva yang mengalami peradangan akan berubah warna dari merah muda
menjadi merah tua karena terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler dan
perubahan aliran darah.
Mediator-mediator, seperti IL-1β, TNF-α, dan histamin dilepaskan sel-sel
host, bersama dengan faktor-faktor bakteri dalam pengaktifan sel-sel endotelium,
mengekspresikan molekul-molekul permukaan seperti P dan E-selektins dan
ICAMs yang penting terhadap pengeluaran leukosit. Leukosit kemudian
bermigrasi melalui jaringan dengan melawan konsentrasi chemoatractants yang
diperoleh dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) ke daerah
infeksi, dimana leukosit mulai memfagosit bakteri dan faktor-faktor virulennya.
TNF-α, PGE2, dan histamin meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
memicu plasma protein mengalir keluar dan masuk ke dalam jaringan ikat dan
sesudah itu ke dalam sulkus, yang merupakan bagian dari cairan sulkus gingiva.
Pada akhirnya, sitokin diproduksi secara lokal, seperti IL-1β, TNF-α, d an IL-6
untuk masuk kedalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk mensintesis
proteinprotein fase akut seperti Lipopolysaccharide Binding Protein / CD14,
protein komplemen, protein reaktif-C untuk membantu tubuh menyingkirkan
infeksi.
Makrofag juga mengekspresikan molekul-molekul costimulatori (B7) dan
molekul-molekul MHC kelas II, dan sel-sel dendrit menelan bakteri dan produk-
produk bakteri dan memproses bakteri untuk disajikan sebagai antigen kepada
limfa node lokal. Oleh sebab itu, ketika respon inflamasi terorganisir, tubuh telah
bersiap-siap menghadapinya sebagai respon imun adaptif.
Destruksi jaringan periodonsium
Perluasan inflamasi pada gingiva sejak terakumulasinya plak diikuti
beberapa tahap, yang secara klinis dan histopatologi dikelompokkan ke dalam
tahap inisial, early dan established lesion yang secara klinis nyata sebagai
gingivitis, dan periodontitis dikelompokkan ke tahap advanced lesion. Tahap
inisial (inflamasi awal) terjadi selama 4 hari sejak terakumulasinya plak. Secara
klinis tidak terlihat dan ditandai dengan respon inflamasi akut terhadap akumulasi
plak.
Setelah sekitar 7 hari, infiltrasi inflamatori mononuklear leukosit meluas
pada tahap inisial secara progres ke tahap dini (early lesion). Limfosit dan
makrofag mendominasi daerah perifer lesi dengan hanya terdapat sedikit sel-sel
plasma. Pada tahap ini, infiltrasi terjadi sekitar 15% pada jaringan ikat gingiva,
dengan destruksi kolagen pada daerah infiltrasi mencapai 60-70 %. 22 IL-1
diketahui menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagenase.
Setelah 2 hingga 3 minggu, early lesion meluas menjadi established
lesion. Ditandai dengan adanya peningkatan daerah yang terinfeksi dan
didominasi oleh sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer lesi, makrofag dan
limfosit terdapat pada lamina propria sulkus gingiva. Infiltrasi neutrofil dominan
terdapat pada epithelium junction dan epithelium sulcular. Junctional epithelium
dan sulcular epithelium berproliferasi dan migrasi lebih dalam ke jaringan ikat.
Sulkus gingiva menjadi dalam dan bagian koronal junctional epithelium
dikonversi ke dalam poket epitelium. Poket epitelium tidak melekat dengan
permukaan gigi dan banyak mengandung infiltrasi leukosit, yang didominasi oleh
neutrofil yang selanjutnya epitelium bermigrasi ke dalam sulkus gingiva atau
poket. Selanjutnya meluas ke tahap advanced lesion meliputi terbentuknya poket
periodontal, ulserasi dan supurasi, destruksi tulang alveolar dan ligamen
periodontal.
KESIMPULAN
Jika sel-sel host dan sejumlah mediator tersebut tidak mampu melawan
serangan bakteri, maka respon imun adaptif akan teraktivasi. Apabila proses
inflamasi ini terus berlanjut dan kadar keempat sel sitokin (IL-1, 1L-6, TNF-α,
dan IFN-γ) meningkat pada jaringan periodonsium, maka keempat sel-sel sitokin
ini akan menstimulasi RANKL dan MCSF dan menunjukkan adanya peningkatan
proses inflamasi dan destruksi jaringan periodonsium.
DAFTAR PUSTAKA