Anda di halaman 1dari 13

A.

Peran Manusia Sebagai Makhluk Tuhan

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai
makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui
kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa
menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia
memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan
Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika
manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem
kehidupan di muka bumi.(Rosalia, 2014)

Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan.


Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna
tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan
tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.

Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu.
Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat
mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti
bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat
mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan.
Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda
kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupun dengan jelas tersurat dalam lingkungan
sehari-hari.

B. Peran Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah,


yang merupakan jamak dari budhi (budi atau akal). Oleh karena itu budaya dapat
diartikan sebagai pikiran atau akal budi. Dan dapat kita simpulkan sehingga makhluk
budaya dapat diartikan sebagai makhluk yang memiliki pikiran atau akal budi.
Secara sederhana hubungan manusia dengan kebudayaan itu adalah manusia sebagai
perilaku/ makhluk budaya, dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan
manusia. Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal,
artinya walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan ,
karena manusia yang menciptakan kebudayaan, dan setelah tercipta kebudayaan
mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya.

1. Etika dan Estetika


Etika (kesusilaaan) lahir karena kesadaraan akan adannya naluri-solidaritas
sejenis pada makhluk hidup untuk melestarikan kehidupannya,kemudian pada
manusia etika ini menjadi kesadaran sosial ,memberi rasa tanggungjawab dan bila
terpenuhi akan menjelma menjadi rasa bahagia.(A.A Djelantik,Estetika Sebuah
Pengantar.hal-4 dalam Rosalia, 2014).
Pada manusia yang bermasyarakat etika ini berfungsi untuk mempertahankan
kehidupan kelompok dan individu.Pada awalnya Etika dikenal pada sekelompok
manusia yang sudah memiliki peradaban lebih tinggi.Terdapat proses indrawi
yang diperoleh secara visual dan akustik(instrumental) . Keduanya (proses
indrawivisual dan akustik) mengambil peran tambahan melakukan fungsi-fungsi
yang jauh lebih tinggi,bukan hanya melakukan fungsi vital , tetapi telah
melibatkan proses-proses yang terjadi dalam budi dan intelektualitas dan lebih
bertujuan untuk memberi pengetahuan dan kebahagiaan jasmani dan ruhani. .(A.A
Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-3).
Istilah Estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 –
1762) dalam Rosalia, 2014 melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi
ilmu tentang keindahan.(Encarta Encyclopedia 2001, 1999) Baumgarten
menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual
dan pengetahuan indrawi. Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul
pada abad 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan
dengan pengertian estetik.
Manfaat nilai etika dan estetika kebudayaan bagi kehidupan masyarakat dalam
berbudaya dan bermasyarakat. Kegunaan adanya nilai etika dan estetika dalam
kehidupan dalam bermasyarakat adalah hal yang wajib dipertahankan, sehingga
pada akhirnya masyarakat menyadari bahwa mempertahankan dan
menyelamatkan kebudayaan suatu daerah atau bangsa harus diletakkan di paling
awal . Dan menjadikan nilai kebudayaan sebagai acuan untuk menempuh
kehidupan masa depan masyarakat, dengan terus melakukan kontekstualisasi dan
aktualisasi pada berbagai dinamika zaman. Masyarakat harus bisa menyaring
kebudayaan baru dengan tetap memprioritaskan kebudayaan asal mereka jangan
samapai kebudayaan kita hilang hanya dikarenakan adanya budaya baru yang kita
anggap lebih maju di banding budaya kita sendiri dan agar menjadi masyarakat
yang berbudaya, tentunya dengan nilai etika dan estetika yang ada di dalamnya.
(sumber : Afirmasi Nilai Etika dan Estetika Kebudayaan Madura » Lontar Madura
http://lontarmadura.com/afirmasi-nilai-etika-dan-estetika-kebudayaan-
madura/#ixzz29tX8sxqg)

2. Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup
manusia sebagai pemilik kebudayaan, dan adanya budaya dari luar yang teradang
kita langsung menerima dan menerapkan pada diri dan kehidupan kita tanpa
berfikir panjang dengan resiko efek ke kebudayan kita sendiri. Ini lah beberapa
contoh problematika kebudayaan (Rosalia, 2014):
a) Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem
kepercayaan.
Dalam hal ini, kebudayaan tidak dapat bergerak atau berubah karena
adanya pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang sangat kental, karena
kuatnya kepercayaan sekelompok orang dengan kebudayaannya
mengakibatkan mereka tertutup pada dunia luar dan tidak mau menerima
pemikiran-pemikiran dari luar walaupun pemikiran yang baru ini lebih baik
daripada pemikiran mereka. Sebagai contoh dapat kita lihat bahwa orang jawa
tidak mau meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup
sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya miskin.

b) Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi atau sudut


pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi dan
sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan. Sebagai contoh dapat kita lihat banyak masyarakat yang tidak
setuju dengan program KB yang dicanangkan pemerintah yang salah satu
tujuannya untuk mengatasi kemiskinan dan kepadatan penduduk, karena
masyarakat beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
c) Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena
bencana alam sering mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya
kekhawatiran penduduk bahwa ditempat yang baru hidup mereka akan lebih
sengsara dibandingkan dengan hidup mereka ditempat yang lama.
d) Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang kurang
komunikasi dengan masyarakat luar cendrung memiliki ilmu pengetahuan
yang terbatas, mereka seolah-olah tertutup untuk menerima program-program
pembangunan.
e) Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian
rupa sehingga menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup
mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun
f) Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentris adalah sikap yang mengagungkan budaya suku
bangsa sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap seperti
ini akan memicu timbulnya pertentangan-pertentangan suku, ras, agama, dan
antar golongan. Kebudayaan yang beraneka ragam yang berkembang disuatu
wilayah seperti Indonesia terkadang menimbulkan sikap etnosentris yang
dapat menimbulkan perpecahan.
g) Perkembangan IPTEK
Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering disalah
gunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk
menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, dan obat-
obatan yang diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya banyak
disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.
h) Pewarisan kebudayaan
Dalam hal pewarisan kebudayaan bisa muncul masalah antara lain,
sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat
saat sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut,
dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak
diwariskan oleh pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan
kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang
dengan nilai-nilai budaya yang baru diterima sekarang ini.
i) Perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah antara
lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regress
(kemunduran) bukan progress (kemajuan), perubahan bisa berdampak buruk
atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan
diluar kendali manusia.
j) Penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah,
masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat
kuatnya budaya asing yang masuk. Contoh globalisasi budaya yang bersumber
dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini adalah masuknya nilai-nilai
budaya global yang dapat memberi dampak negatif bagi perilaku sebagian
masyarakat Indonesia. Misalnya pola hidup konsumtif, hedonisme, pragmatis,
dan induvidualistik. Akibatnya nilai-nilai asli kebudayaan bangsa seperti rasa
kebersamaan dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat
Indonesia.
3. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu (Rosalia,
2014) :
a) Penganut kebudayaan
b) Pembawa kebudayaan
c) Manipulator kebudayaan
d) Pencipta kebudayaan

C. Peran Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang
serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk
sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai
bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri
manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang
lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di
tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin
bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan
tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena
beberapa alasan, yaitu:
1. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
2. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
4. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
1. Interaksi Sosial dan Sosialisasi
a) Interaksi Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah
hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok
sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang
berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb
tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-
hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu,
interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan,
saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas
semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.

2. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial


Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat
dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari
interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa
interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi
persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada
akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut
mereka ada dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya
interaksi sosial, yaitu:
a) Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi,
asimilasi, dan akulturasi.
b) Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention”
dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
a) Bentuk Interaksi Asosiatif
1. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan
kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:
- Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan
jasa antara dua organisasi atau lebih.
- Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai
salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan
- Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempynyai tujuan yang sama.
2. Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
- Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilaksanakan karena adanya paksaan.
- Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat
masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada.
- Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak
yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
- Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga
yang retial dalam persoalan yang ada.
- Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak
yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
- Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang
berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu
dalam melakukan pertentangan.
- Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
b) Bentuk Interaksi Disosiatif
1. Persaingan (competition)
`Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau
kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi
dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang
telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
2. Kontraversi (contaversion)
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan
pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri
seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian
terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai
menjadi pertentangan atau pertikaian.
3. Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau
kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan
menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan
memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan pribadi, pertentangan
rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan politik.
4. Sosialisasi
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana
seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert
Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and
Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara
bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui
beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized
other. Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil
mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs
(1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga,
kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.

D. Peran Manusia Sebagai Mahkluk Individu


Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah
satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi
individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu
berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu
sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil
dan tak terbatas (Suhartoni, 2013).
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur
fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia
individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur
tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.
Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan
psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia
yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki
keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan
genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia
merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang
individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga
memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan
karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam
sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu
melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota
keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian.
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi
terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000) dalam (Suhartoni, 2013), kepribadian
adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara
potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan
rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta
reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia
menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

E. Peran Manusia Sebagai Makhluk Bagian dari Alam


Manusia sangat bergantung pada alam. Kehidupannya di topang oleh alam.
Keduanya memiliki relasi yang unik dan mendalam. Kedalaman relasi itu terletak
pada keyakinan bahwa manusia, sejauh kehidupannya pastilah tidak kekurangan
satu pun, sebab segalanya telah di sediakan oleh alam. Sebaliknya, kerusakan
alam terjadi karena manusia yang hanya memikirkan kenikmatannya dan
kurangnya rasa memiliki.
Pada saat ini salah satu duka mendalam yang sedang di rasakan oleh dunia
adalah rusaknya alam yang semakin parah dan semakin terjadi. Data dan fakta
semakin memperjelas dan mempertegas kenyataan hancurnya alam semesta.
Proses pemanfaatan alam yang tidak terkendali telah mengakibatkan
eksploitasi alam tanpa batas dan melanggar semua aturan yang ada. Kenyataan ini
telah menghasilkan penjarahan luar biasa generasi masa kini atas warisan bagi
generasi yang akan datang. Sumber alam yang seharusnya di wariskan pada
generasi penerus yang akan datang telah di rampok habis-habisan secara membabi
buta oleh manusia saat ini. Rasa kasih manusia pada alam semesta seperti hilang
begitu saja.
Rusaknya alam ini sudah menjadi masalah global, masalah yang menyangkut
seluruh alam semesta ini. Jadi masalah ini harus di atasi oleh seluruh bangsa yang
ada di dunia ini. Gerakan bersama harus di mulai untuk menyelamatkan alam,
manusia dan generasi yang akan datang. Semua pihak harus bersinergi
menyatuhkan langkah demi keselamatan alam.
Alam negara kita di sebut-sebut sebagai paru-paru dunia, atrinya memiliki
nilai yang sangat vital bagi kelangsungan hidup umat manusia, tidak hanya bagi
kita tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Sehubungan dengan itu, prof.
Notonegoro mengingatkan kepada kita tentang tiga nilai pancasila yaitu :(1). nilai
material : segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. (2). nilai vital : segala
sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan aktivitas. (3). nilai
kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi jiwa dan rohani manusia. Nilai
kerohanian dibagi menjadi 4 yaitu : (1)Nilai kebenaran atau kenyataan yang
bersumber dari akal manusia, (2). Nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa
manusia, (3). Nilai moral atau kebaikan yang bersumber dari kehendak atau
kemauan, (4). Nilai religius yaitu merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang
tinggi dan mutlak yang bersumber dari keyakinan atau kepercayaan manusia
(Suhartoni,2013).
Dalam argumennya prof. Notonegoro dalam Suhartoni (2013) menyatakan
bahwa manusia menjadikan nilai sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam
segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Dalam bidang pelaksanaannya nilai-
nilai di jabarkan dan diwujudkan dalam keindahan.

http://su11a12to.blogspot.co.id/2013/03/peran-manusia-sebagai-makhluk-
sosial.html

https://rosaliariasdiyani.wordpress.com/2014/12/20/isbd-manusia-sebagai-
mahluk-individutuhan-dan-budaya/

http://lontarmadura.com/afirmasi-nilai-etika-dan-estetika-kebudayaan-
madura/#ixzz29tX8sxqg

Anda mungkin juga menyukai