Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis

2.1.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan

volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal

ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &

Kusuma, 2013).

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah

tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang

biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat

gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan

metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah

gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana

tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada

pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa

disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis

peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona,

2016).

6
7

2.1.2. Patofisiologi

Bagan 2.1
Pathway Gagal Ginjal Kronik

(Sumber: Brunner&Sudart, 2013)


8

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan

Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan

kongenital yang menyebabkan GFR menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus

dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya

saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari

nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada

yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien

menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan

muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang

80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara

C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah

maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)


9

2.1.3. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi

glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan

iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah

Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik

progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau

lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.

Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang

tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas

system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan

akhirnya gagal ginjal.

2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang

berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini

mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden

dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat

menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan

berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis


10

yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.

5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam

berat.

6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

kontstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan

didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat

konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

2.1.4. Tanda dan Gejala

1) Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

(1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun

hingga 25% dari normal.

(2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN

sedikit meningkat diatas normal.

(3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,

anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang

ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan

BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang

komplek.
11

2.1.5. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

1) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang

serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan

membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi

yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat

sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja

ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk

menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini

dikenal ada 2 jenis dialisis :

(1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa

keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah

dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat

(suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah
12

dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di

rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

(2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan

bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

2) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan

menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga

dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka

pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na

Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3) Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi

darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi

coroner.

4) Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100
13

mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat

diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

5) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena

tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6) Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu

dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi

kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan

(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,

nama orang tua, pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya


14

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,

bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang

dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

4) Aktifitas/istirahat :

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah

atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

5) Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),

hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak

tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang

jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,

kecenderungan perdarahan.

6) Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,

menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

7) Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh

kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

8) Makanan/Cairan

Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),

anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut

(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,


15

pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi

gusi, perdarahan gusi/lidah

9) Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,

rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya

ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,

rambut tipis, kuku rapuh dan tipis

10) Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-

hati/distraksi, gelisah.

11) Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,

takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan

sputum encer (edema paru).

12) Keamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang

mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada

kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

13) Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas


16

14) Interaksi social

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan

fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15) Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit

polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan

pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic

nefrotoksik saat ini/berulang.

2.2.2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi

dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif

menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit

sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi

keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis

ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis

positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi

yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis

Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,

hanya memiliki faktor resiko. Sedangkan pada diagnosis promosi kesehatan,


17

hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai

kondisi yang lebih optimal (PPNI,2015)

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan

diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai

berikut (Nurarif & Kusuma, 2013):

1) Hipervolemia

2) Defisit nutrisi

3) Ansietas

4) Kerusakan integritas kulit

5) Gangguan pertukaran gas

6) Intoleransi aktivitas

2.2.3. Perencanaan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,

dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna

mengatasi masalah yang dialami klien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa

tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim

kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien,

serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin

dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas

urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi,

dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).


18

Tabel 2.1
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik
(sumber: SIKI, 2018)
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia
tindakan keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala
selama 3x8 jam maka hipervolemia (edema, dispnea,
hipervolemia meningkat suara napas tambahan)
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab
hipervolemia
1. Asupan cairan
3. Monitor intake dan output cairan
meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
2. Haluaran urin 5. Anjurkan cara membatasi cairan
meningkat 6. Kolaborasai pemberian diuretik
3. Edema menurun Pemantauan cairan
4. Tekanan darah 1. Monitor waktu pengisian kapiler
membaik 2. Monitor elastisitas atau turgor
5. Turgor kulit membaik kulit
3. Monitor jumlah dan warna urin
4. Monitor intake dan output cairan
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi status nutrisi
jam diharapkan pemenuhan 2. Identifikasi makanan yang disukai
kebutuhan nutrisi pasien 3. Monitor asupan makanan
tercukupi dengan kriteria 4. Lakukan oral hygiene sebelum
hasil: makan, jika perlu
1. intake nutrisi tercukupi 5. Sajikan makanan secara menarik
2. asupan makanan dan dan suhu yang sesuai
cairan tercukupi 6. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
7. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika
perlu
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
jam diharapkan tingkat berubah
ansietas dapat menurun 2. Monitor tanda-tanda ansietas
dengan kriteria hasil: 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk
1. Pasien mampu menumbuhkan kepercayaan
mengidentifikasi dan 4. Temani pasien untuk mengurangi
mengungkapkan gejala kecemasan
cemas 5. Pahami situasi yang membuat
19

2. Vital sign dalam batas ansietas


normal 6. Dengarkan dengan penuh
3. Postur tubuh, ekspresi perhatian
wajah, bahasan tubuh dan 7. Anjurkan kelaurga untuk tetap
tingkat aktivitas bersama pasien
menunjukkan 8. Latih teknik relaksasi
berkurangnya kecemasan
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi penyebab gangguan
jam diharapkan integritas integritas kulit
kulit dapat terjaga dengan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
kriteria hasil: baring
1. Integritas kulit yang baik 3. Lakukan pemijataan pada area
bisa dipertahankan tulang, jika perlu
2. Perfusi jaringan baik 4. Hindari produk berbahan dasar
3. Mampu melindungi kulit alkohol pada kulit kering
dan mempertahankan 5. Anjurkan menggunakan pelembab
kelembaban kulit (mis. Lotion atau serum)
6. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 1. Monitor frekuensi, irama,
jam diharapkan pertukaran kedalaman dan upaya napas
gas tidak terganggu dengak 2. Monitor pola napas
kriteria hasil: 3. Monitor saturasi oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam 4. Atur interval pemantauan
rentang normal respirasi sesuai kondisi pasien
2. Tidak terdapat otot bantu Terapi oksigen
napas 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
3. Memlihara kebersihan 2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
paru dan bebas dari 3. Bersihkan sekret pada mulut dan
tanda-tanda distress hidung, jika perlu
pernapasan 4. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
5. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemem energi
Aktivitas tindakan keperawatan 1. Monitor kelelahan fisik dan
selama 3x8 jam toleransi emosional
aktivitas meningkat 2. Monitor pola dan jam tidur
dengan kriteria hasil: 3. Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif
1. Keluhan lelah
4. Anjurkan melakukan aktifitas
menurun secara bertahap
2. Saturasi oksigen 5. Libatkan keluarga dalam
dalam rentang normal melakukan aktifitas, jika perlu
(95%-100%) 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Frekuensi nadi dalam tentang cara meningkatkan asupan
rentang normal (60- makanan
100 kali/menit)
20

4. Dispnea saat
beraktifitas dan
setelah beraktifitas
menurun (16-20
kali/menit)

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
7. Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan
pengetahuan keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi kesiapan dan
jam diharapkan pasien kemampuan menerima informasi
menunjukkan pengetahuan 2. Sediakan materi dan media
tentang proses penyakit pendidikan kesehatan
dengan kriteria hasil: 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan
1. Pasien dan keluarga sesuai kesepakatan
menyatakan pemahaman 4. Berikan kesempatan untuk
tentang penyakit, kondisi, bertanya
prognosis dan program 5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
pengobatan sehat
2. Pasien dan keluarga 6. Jelaskan pengertian, tanda dan
mampu menjelaskan gejala, dampak, diet, hal-hal yang
kembali apa yang harus diperhatikan pasien gagal
dijelaskan perawat atau ginjal
tim kesehatan yang
lainnya

2.2.4. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang

di prioritaskan.

Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)


21

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus

diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu

sebagai berikut :

1) Tahap Prainteraksi

Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan

dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan

yang baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional

ilmiah dan tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang

diperlukan, memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan

keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur

keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan

2) Tahap Perkenalan

Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat

pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan

dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan

pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan

3) Tahap Kerja

Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal-

hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,

pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien

terhadap tindakan yang telah diberikan.

4) Tahap Terminasi
22

Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah

dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan

puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan

lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan

pasien, lakukan pendokumentasian

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek

dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus

terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi

proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan

menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau

muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1) Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan.


23

2) Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan sebahagian dari kriteria

hasil yang telah ditetapkan.

3) Masalah belum teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan

kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan

4) Muncul masalah baru, jika klien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau

munculnya masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai