Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Sejarah RSUD Sanjiwani Gianyar


Secara historis Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani, berdiri pada tahun
1955 di Jalan Ngurah Rai, tepatnya pada lokasi Kantor Bupati Kabupaten
Gianyar.Awalnya hanya sebuah Poliklinik, dengan kondisi bangunan yang sangat
sederhana, peralatan minim, dan ketenagaan jauh darimemadai.
Pada tahun 1961 pindah lokasi ke Jalan Ciung Wanara Nomor 2 Gianyar,
dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dari masa sebelumnya.Bangunan
Poliklinik sederhana 1 buah, ditambah 2 buah bangunan bangsal. Ketenagaan
terdiri dari 1 orang dokter yang merangkap tugas pada Rumah Sakit Bangli,
Klungkung, dan Karangasem, 3 orang Bidan, 4 orang tenaga penjaga Rumah
Sakit (Pos) dan 2 orang tenaga bangsal.
Seiring dengan kemajuan perkembangan pembangunan yang dicanangkan
oleh Pemerintah Orde Baru, maka secara perlahan - lahan Rumah Sakit Gianyar
pun mengalami kemajuan. Perkembangan yang cukup berarti dirasakan sejak dasa
warsa tahun 70-an. Dana Operasional Rumah Sakit dari Pemerintah semakin
meningkat, tenaga bertambah, fasilitas semakin lengkap yang secara
keseluruhannya memungkinkan untuk berkembang lebih lanjut seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 207/MENKES/SK/ II/1993, Tanggal 26 Februari 1993 Tentang Persetujuan
Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar,
dari Kelas D menjadi menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C, Keputusan
ini ditindaklanjuti dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No.
307Tahun 1994, Tanggal 15 Juli 1994, Tentang Penetapan dan Peningkatan Kelas
Rumah Sakit Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar Kelas D menjadi
Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C. Pengisian jabatan struktural baru dapat
dilakukan pada tahun 1996 tepatnya 12 Maret 1996. Dengan demikian
perkembangan secara organisasi menunjukkan semakin mantap dan pengisian
jabatan struktural secara lengkap dan menganut pola maksimal sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar Nomor 28 Tahun 1997
tanggal, 4 Desember 1997 tentang Pembentukan Susunan, Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten Daerah Tingkat
IIGianyar.
Berdasarkan Perda Nomor 28 Tahun 1997 tersebut, tercantum nama
Rumah Sakit yaitu “Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani“ Kabupaten Daerah
Tingkat IIGianyar.
Berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2001 tanggal 5 Januari 2001 tentang
Pembentukan Susunan, Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Sanjiwani Kabupaten Gianyar. Mengingat perkembangan dan peningkatan
jangkauan pelayanan Rumah Sakit semakin pesat maka RSUD Sanjiwani
Kab.Gianyar diusulkan menjadi Rumah Sakit Kelas B NonPendidikan.
Berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Gianyar Nomor 11 Tahun 2001
tanggal 3 Agustus 2001 tentang Penetapan Persetujuan DPRD Kab.Gianyar
terhadap peningkatan kelas RSUD Sanjiwani Kab.Gianyar dari kelas C ke kelas B
Non Pendidikan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 41/Menkes/SK/I/2002 tanggal 21 Januari2002 tentang
Peningkatan Kelas RSUD Sanjiwani milik Pemerintah Kabupaten Gianyar, dari
kelas C menjadi kelas B NonPendidikan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tersebut di atas dan untuk mengoperasionalkan RSUDSanjiwani Kabupaten
Gianyar Kelas B Non Pendidikan maka diterbitkanlah Surat Keputusan Bupati
Gianyar Nomor 51 Tahun 2002 tanggal 12 Februari 2002 tentang Penetapan
RSUD Sanjiwani Kab.Gianyar menjadi Kelas B Non Pendidikan, sedangkan
struktur organisasi dan tata kerja Rumah Sakit mengacu pada Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pembentukan Susunan, Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten Gianyar. Mengingat Peresmian
RSUD Sanjiwani menjadi kelas B Non Pendidikan yang dilaksanakan tanggal 18
Februari tahun 2002 oleh Bapak Bupati Gianyar, maka peristiwa bersejarah ini
setiap tanggal 18 Februari diperingati sebagai hari Ulang Tahun RSUD
SanjiwaniGianyar.
Pada tahun 2008 RSUD Sanjiwani berubah status menjadi Badan Layanan
Umum Daerah berdasarkan Keputusan Bupati Gianyar Nomor 56 Tahun 2008
tentang Penetapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-
BLUD) pada RSUD Sanjiwani Gianyar yang didilengkapi dengan Peraturan
Bupati Gianyar Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan dan
Akuntansi RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar serta Peraturan Bupati Gianyar
Nomor 52 Tahun 2012 tentang Stándar Akuntansi Berbasis Akrual Badan
Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani
KabupatenGianyar.
Seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan dan juga untuk
mewujudkan visi Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten Gianyar yaitu
Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Terdepan Dalam Pelayanan
Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian serta Teknologi Kesehatan Berstandar
Nasional.
Pendidikan Satelit Universitas Udayana melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor.HK.02.03/I/4421/2016 tanggal 27
Desember 2016 dan ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan Utama
Universitas Warmadewa melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor.HK.02.03/I/4422/2016 tanggal 27 Desember 2016.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, RSUD
Sanjiwani Kabupaten Gianyar secara periodik wajib terakreditasi oleh komisi
akreditasi rumah sakit, dimana saat ini telah lulus akreditasi versi Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNAR) tingkat paripurna melalui sertifikat
yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Nomor. KARS-
SERT/51/XI/2018 tanggal 7 Nopember2018.
2. Visi Misi RS/Ruangan
2.1 Visi
“Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Terdepan Dalam
Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian serta Teknologi
Kesehatan Berstandar Nasional”.

2.2 Misi
1. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan tata kelola
manajemen keuangan yang efektif, efisien danakuntabel.
2. Mewujudkan proses pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan.
3. Mewujudkan Sumber Daya Manusia dengan performance kinerja
yang unggul serta semangat pengabdian dan kerjasama untuk
meningkatkan kesejahteraan.
3. Struktur Organisasi Ruangan

KABID KEPERAWATAN
Ns. I Made Suja, SH., S.Kep

KEPALA RUANGAN SAHADEWA


I Gusti Ngurah Putu Susila, SKM., M.Kes

ADMINISTRASI
Ni Wayan Apriliani, SE

PERAWAT PRIMER I PERAWAT PRIMER II PERAWAT PRIMER III


Ns. Ni Wayan Suwitriani, S.Kep Ns. Ni Luh Putu Suastini, S.Kep Ni Kadek Dwi Suriyani,
Amd.Kep

PERAWAT ASSOCIATE PERAWAT ASSOCIATE PERAWAT ASSOCIATE


Ni Made Martini, Amd.Kep Ni Wayan Darmayanthi, Amd.Kep Dewa Ayu Dewi C, Amd.Kep
Luh Putu Juniari, Amd.Kep Dewa Gede Sutrisna, Amd.Kep Ni Made Dwiyani, Amd.Kep
Ns. Kadek Ari Widiasih, S.Kep Naning Yudiani, S. Kep Made Sriani, Amd.Kep
Ni Wayan Purnami, Amd., Kep Ns. Dewa Ayu Sri A, S.Kep
Ns. Ni Putu Nanda F, S.Kep
Ns. Dewa Ayu Ade A, S.Kep
4. Denah Dan Gambaran Lokasi Ruangan Sahadewa
4.1 Denah Ruangan

U 0 0 0 0 0 0

11 10 9 8 7 6
S

5 4 3 2 1

0 0 0 0 K 0

Keterangan :
1 : Nurse Station
6 : Ruang Administrasi
7 : Ruang Tindakan
8 & 2 : Kamar Kelas I
9,10,11: Kamar Kelas II
3,4,5 : Kamar Kelas III

4.2 Gambaran Lokasi Ruangan Sahadewa


Ruang Sahadewa berada di lingkungan Rumah Sakit Umum
Daerah Sanjiwani Gianyar dengan letaknya berada dilantai 2 sebelah
utara. Batas-batas ruang Sahadewa
Utara : Perumahan Warga
Timur : Ruang Nakula
Barat : Ruang Yudistira
Selatan : Halaman Rumah Sakit
5. Manajemen Keperawatan
Manajemen adalah diartikan sebagai proses untuk melaksanakan pekerjaan
melalui upaya orang lain. Manajemen keperawatan berarti proses pelaksanaan
pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga/masyarakat.
Agar manajemen yang dilakukan mengarah pada kegiatan keperawatan secara
efisien dan efektif, manajemen perlu dilaksanakan berdasarkan fungsi-fungsi
manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian,
serta pengendalian, dan pengawasan (Simamora, 2013).

6. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


6.1 Pengertian MPKP
Model praktik keperawatan proesional adalah diskripsi atau
gambaran dari praktik keperawatan yang nyata dan akurat berdasarkan
kepada filosofi konsep, dan teori keperawatan. Era globalisasi dan
perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai
suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal.

6.2 Tujuan dan Model Keperawatan


a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekososngan pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh tim kesehatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
e. menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan anggota tim keperawatan.
Ada lima komponen Model Praktek Keperawatan Profesional
(MPKP)
1. Nilai professional
2. Pendekatan manajemen
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
4. Hubungan professional
5. Sistem penghargaan dan kompensasi

6.3 Petunjuk Pelaksanaan Model Praktek Keperawatan Profesional


melalui Penugasan Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
Metode ini berdasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota tim
berkontribusi dalam merencanakan asuhan keperawatan sehingga akan
timbul motivasi yang tinggi dan rasa tanggung jawab bersama. Setiap
anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya dalam
mencapai tujuan bersama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komnplementer menjadi satu
kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta
timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam asuhan keperawatan
sikap sehingga dapat menghasilkan moral yang tinggi.
a. Tanggung Jawab Kepala Ruangan
1. Mengusulkan kepada Kepala Bidang agar ditunjuk seorang Kasie
untuk mensupervisi langsung di ruangan pelaksanaan lanjutan
metode Perawat Primer (PP).
2. Mengawasi kinerja Perawat Primer dan Perawat Associate agar
memberi asuhan dengan menggunakan Standar Asuhan
Keperawatan yang telah diberlakukan di Rumah Sakit.
3. Membantu Perawat Primer dalam menetapkan tujuan dan
intervensi keperawatan.
4. Membentuk sejumlah tim yang sesuai dengan jumlah perawat dan
kebutuhan pasien.
5. Membagi pasien yang akan menjadi tanggung jawab masing-
masing tim dengan jumlah seimbang sesuai dengan pembagian
kamar atau jenis penyakit.
6. Memberi kesempatan kepada Perawat Primer untuk
mengembangkan kepemimpinan.
7. Mengorientasikan tentang fungsi metode PP, PA kepada perawat
baru.
8. Menjadi nara sumber Perawat Primer.
9. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf
dengan mengadakan pre dan post konfrens, pertemuan ruangan
dan rutin memberikan umpan balik tentang prestasi kerja staf.
10. Melakukan supervisi terhadap kinerja PP dan PA.
11. Memberikan pengarahan kepada PP bila anggota timnya belum
menunjukkan kinerja yang baik.
12. Menyediakan fasilitas dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk
kelancaran kerja tim.
13. Melakukan evaluasi secara periodik mengenai pelaksanaan
metode PP dan PA.
14. Melakukan revisi dan penyempurnaan terhadap perkembangan
metode PP dan PA.
15. Memberi laporan kepada Ka. Bidang Keperawatan secara
periodik tentang pelaksanaan metode PP dan PA.
16. Menyusun perencanaan tentang Sumber Daya Manusia (jumlah
dan rencana pengembangan), fasilitas keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditentukan untuk pengembangan dan
peningkatan kualitas penerapan metode PP PA.
17. Mengusulkan Kepala Bidang Keperawatan adanya Sistem
Reward serta Jenjang Karir yang diperlukan untuk menunjang,
memelihara, dan mengembangkan Praktek Professional
Keperawatan.
18. Menyusun perencanaan fasilitas (Inventaris) kepada Ka. Bidang
Keperawatan untuk perencanaan tahunan Bidang Keperawatan.
19. Minta umpan balik dari Kepala Bidang Keperawatan tentang
pelaksanaan metode PP PA.
20. Secara periodik melakukan survey kepuasan pasien melalui
angket pasien pulang sehubungan dengan pelayanan keperawatan
dengan penerapan metode PP PA.
b. Tanggung Jawab Perawat Primer (PP)
1. Membagi pasien anggota tim sesuai dengan kemampuan anggota
sehingga masing-masing pasien mempunyai perawat yang
bertanggung jawab terhadap kesinambungan asuhan keperawatan
pasien dari sejak masuk sampai pulang secara komprehensif.
2. Membagi tugas yang harus dilakukan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melalui pertemuan awal (pre conferens)
dan akhir (post conferens).
3. Memeriksa kelengkapan peralatan dan fasilitas yang akan
digunakan dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien.
4. Memeriksa kelengkapan dokumentasi keperawatan mulai dari
pengkajian sampai catatan perkembangan masing-masing pasien.
5. Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan Program
Medik.
6. Mengevaluasi kinerja anggota tim dan memberi laporan kepada
Kepala Ruangan setiap akhir shift.
7. Perawat Primer hanya dinas pagi sore saja, dan bila PP tidak hadir
Kepala Ruangan menunjuk salah satu anggota tim untuk
menerima pendelegasian tugas selama satu shift sebagai Perawat
Primer dibawah Supervisi Kepala Ruangan.
8. Perawat Primer dapat merangkap sebagai anggota tim.
9. Meminta umpan balik dari pasien dan keluarga tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan sehari sebelum atau pada saat
akan pulang.
c. Kriteria Perawat Primer
1. Latar belakang pendidikan S.Kep,. Ns. keperawatan dengan masa
kerja minimal 2 tahun.
2. Memiliki riwayat prestasi kerja yang baik.
3. Tidak sedang mengikuti pendidikan formal.
d. Tanggung Jawab Anggota Tim (Perawat Associate)
1. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun.
2. Mencatat dengan tepat dan jelas hasil asuhan keperawatan yang
telah diberikan berdasarkan respon pasien.
3. Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan
bekesinambungan kepada pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4. Menjadi Perawat Primer untuk pasien yang ditunjuk baginya dan
Perawat Associate atau Perawat Pelaksana menjadi rawat lain
yang tidak dinas.
5. Berkonsultasi dengan Perawat Primer tentang asuhan
keperawatan.
6. Menghargai bantuan dan bimbingan dari Perawat Primer.
7. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat oleh Perawat Primer.
e. Tanggung Jawab Penanggung Jawab Shift
1. Bertanggung jawab pada kelancaran administrasi dan pemberian
asuhan keperawatan oleh tim yang dinas yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Bertugas hanya pada dinas sore dan malam.
3. Bertugas hanya pada satu shift.
4. Mengatur pemberian asuhan keperawatan pasien baru kepada
perawat yang sedang berdinas.
5. memberi informasi administrasi kepada pasien dan keluarga.
6. Melakukan hubungan dengan ruangan lain.
f. Kriteria Penanggung Jawab Shift
1) Latar bdelakang pendidikian D III Keperawatan dengan masa
kerja minimal 3 tahun
2) Memiliki riwayat prestasi kerja yang baik.
6.4 Strategi Pelaksanaan
6.4.1 Proses Timbang Terima Pasien (Hand Over) atau Operan
1. Proses operan dilakukan setiap pergantian dinas (shift) yaitu
pukul 07.00, 13.00, dan 20.00 WITA. Operan dilakukan oleh
perawat shift malam di kantor perawat dihadiri oleh Kepala
Ruangan dan Preceptor.
2. Setelah operan di kantor perawat, lalu PP pagi menerima
timbang terima pasien dari perawat shift malam sambil
melihat langsung kondisi terakhir pasien.
3. Setelah keliling melihat pasien secara keseluruhan, PP pagi
mengadakan pre konfrens dengan anggota.
4. Pada akhir shift sebelum operan PP melakukan post konfrns
untuk mendapatkan informasi terakhir tentang pasien dan
pelaksanaan asuhan keperawatan dari anggota tim sebagai
dasar timbang terima pasien saat operan.

6.4.2 Isi atau Materi Operan


Hal-hal penting asuhan keperawatan pasien, misalnya untuk
pasien baru dimulai dengan identitas pasien, alasan masuk,
keadaan umum, diagnosa keperawatan, tindakan yang perlu
dilakukan baik tindakan independen, dependen, maupun
kolaborasi, tindakan yang perlu dilakukan untuk pasien lama,
informasi perkembangan baru dan perubahan kondisi pasien
disertai tindak lanjut yang diharapkan.

6.4.3 Pelaksanaan Operan


Di kantor perawat (Nurse Station)
1. Perawat yang sudah selesai dinas kepada perawat pengganti
dari tim yang sama yang akan melanjutkan asuhan
keperawatan pasien yang manjadi tanggung jawabnya.
2. Pada shift malam, salah satu tim menjadi tanggung jawab
rangkap oleh pananggung jawab shift. Satu orang tim yang
jaga malam mengikuti morning report umum RSUD
Wangaya.
Operan di ruangan pasien
1. Setelah operan di kantor perawat, dilanjutkan operan diruang
pasien bersama PP atau anggota shift sebelumnya dan PP dan
anggota shift yang bertugas mengunjungi setiap pasien untuk
memvalidasi keadaan pasien dan menginformasikan kepada
pasien tentang perawat yang akan bertugas.
2. PP yang dinas akan memperkenalkan diri dan anggota yang
bertugas kepada pasien dan keluarga.
Mekanisme Kerja
1. Pembentukan tim PP, PA dilakukan oleh Kepala Ruangan.
2. Evaluasi metode PP dan PA dilakukan setiap bulan, dan
kinerja PP dievaluasi setiap tiga bulan.
3. Setiap tim PP PA bertanggung jawab pada sekelompok
pasien dalam memberikan asuhan keperawatan yang
kompregensif dan berkesinambungan dari sejak pasien masuk
hingga pasien pulang.
4. Pembagian pasien dilakukan oleh PP pada saat Pre konfrens.
5. Anggota PP yang akan menukar dinas harus sepengetahuan
PP dan Kepala Ruangan dan harus dengan sesama anggota
timnya yang mempunyai kompetensi yang sama.
6. Rencana harian wajib dibuat oleh Kepala Ruangan, PP,
penanggung jawab shift sebelum memulai operan dan
dilengkapi setelah operan. Rencana harian dikumpulkan pada
map masing-masing tim yang telah disediakan sebelum mulai
bekerja hari ini.
6.4.4 Isi Pre Konference
Perawat Primer melaksanakan konferens 10-15 menit.
Pre Konference
1. PP memberi pengarahan kepada anggota PA tentang rencana
asuhan keperawatan pada hari tersebut.
2. Memberi penugasan kepada PA bila ada pasien baru.
3. Memberi kesempatan kepada anggota PA untuk bertanya.
4. Memberi penekanan pad hal-hal yang perlu diperhatikan.
5. Memberi penekanan pada pendidikan pasien.
6. Membahas pasien-pasien yang menjadi prioritas pada shift
tersebut.
7. Menanyakan kesiapan fisik, mental anggota dalam
melakukan asuhan keperawatan.
8. Mengucapkan selamat bekerja sama kepada anggota PA.
Post Konferens
1. PP mengevaluasi kegiatan anggota PA.
2. Melakukan evaluasi dengan mangajukan pertanyaan kepada
anggota PA tentang pelaksnaan tugas.
3. Mengevaluasi respon pasien dan keluarga terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan pasien.
4. Mengevaluasi pelaksanaan program medik yang dilakukan
oleh dokter maupun yang didelegasikan kepada perawat.
5. Mengevaluasi tentang kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan, pelaksanaan program medik, dan administrasi
pasien.
6. Memberi peneguhan dan pujian akan apa yang telah
dilakukan dengan baik.
7. Mengevaluasi hambatan yang dialami setiap anggota PA.
8. Mengevaluasi peralatan dan fasilitas yang digunakan.
9. Memberi umpan balik kepada anggota tentang pelaksanaan
yang telah dilakukan.
10. Mengucapkan terima kasih atas kerja sama kepada anggota
tim.

7. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


7.1 Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.
Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat,
maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya,
merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.

Kepala Ruangan

Perawat: Perawat : Perawat : Perawat :


pengobatan merawat luka Pengobatan merawat luka

Pasien/klien

Kelebihannya :
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik.
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/
atau belum berpengalaman.
Kelemahannya :
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan.
c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan
ketrampilan saja.

7.2 MAKP TIM


Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang
terdiri atas tenaga professional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya :
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahannya :
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep Metode Tim
1. Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan
2. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4. Peran Kepala Ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil bila didukung oleh Kepala Ruang.
Tanggung Jawab Anggota Tim
1. Memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya.
2. Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim
3. Memberikan laporan
Tanggung Jawab Ketua Tim
1. Membuat perencanaan
2. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
3. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4. Mengembangkan kemampuan anggota
5. Menyelenggarakan konferensi

7.3 MAKP PRIMER


Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat.

Tim medis Kepala ruangan Sarana RS

PP 1 PP 2

PA 1 PA 1
PA 2 PA 2
PA 3 PA 3
PA 4 PA 4

Pasien Pasien
Kelebihan :
1. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri
3. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies, 1989)
4. Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan
yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif
terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
5. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena
senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu
diperbaharui dan komprehensif.
Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin
ilmu.

7.4 MAKP KASUS


Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap
shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang
sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu
pasien satu perawat dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat
privat atau untuk keperawatan khusus seperti : isolasi, intensive care.
Kelebihannya :
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus.
2. System evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya :
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab dan kurangnya
tenaga yang mempunyai kemampuan dasar yang sama.

Kepala Ruang

Perawat: Perawat : Perawat :


pengobatan Pengobatan merawat luka

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

7.5 MODIFIKASI : MAKP TIM – PRIMER


Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua
system. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan system model
MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
1. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan
atau setara.
2. Keperawatan Tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
3. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat
pada primer. Di samping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS
sebagian besar adalah lulusan D3, maka akan mendapat bimbingan
dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.
Untuk ruang model MAKP ini diperlukan 12 perawat. Dengan
menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 2 (dua)
orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang
kepala ruang rawat juga Ners. Perawat Associate (PA) 8 orang, kualifikasi
pendidikan perawat terdiri atas lulusan S1+NERS (5 orang) dan DIII (7
orang). Pengelompokkan Tim pada setiap shift jaga terlihat pada gambar
10.7 dibawah ini :
Kepala Ruangan

PP1 PP2

PA PA
PA PA
PA PA
PA PA
PA PA

8. Timbang Terima dengan Metode SBAR


8.1 Pengertian Timbang Terima
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah
itu diantaranya handover, handoffs, shift report, singnover dan cross
coverage. Ada beberapa definisi tentang timbang terima yaitu :
1. Timbang terima (operan antar shift jaga perawat) merupakan teknik
atau cara untuk menyampaikan dan menerima suatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan klien.
2. Komunikasi lisan tentang informasi klien yang dilaksanakan oleh
perawat pada pergantian shift jaga.
3. Perpindahan atau transfer tanggung jawab tentang pasien dari
perawat yang satu ke perawat yang lain (antar shift).
8.2 Tujuan Timbang Terima
1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam
asuhan keperawatan kepada klien.
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti
oleh dinas berikutnya.
4. Mengakurasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang
relevan digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan
keefektifan dalam bekerja.

8.3 Manfaat
1. Dapat menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti
oleh perawat pada shift berikutnya.
2. Dapat melakukan cross check ulang tentang hal-hal yang
dilaporkan dengan keadaan klien sebenarnya.
3. Klien dapat menyampaikan masalahnya secara langsung bila ada
yang belum terungkap.

8.4 Metode Pelaporan


1. Perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien melaporkan
langsung kepada perawat penaggung jawab berikutnya. Cara ini
memberikan kesempatan diskusi yang maksimal untuk kelanjutan
dan kejelasan rencana keperawatan.
2. Pelaksanaan timbang terima dapat juga dilakukan di ruang perawat
kemudian dilanjutkan dengan berkeliling mengunjungi klien satu
persatu.
3. Perawat membuat laporan timbang terima di Rekam Medis Pasien
dengan menggunakan tehnik/metode SBAR (sesuai dengan yang
dituangkan dalam bentuk SOAP).
8.5 Tahapan Timbang Terima
Pelaksanaan timbang terima di RSUD Wangaya dilaksanakan
berdasarkan tiga tahapan yaitu :
1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimbahkan
tanggung jawab, meliputi faktor informasi yang akan disampaikan
oleh perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan
datang melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan
itu sendiri yang berupa pertukaran informasi yang memungkinkan
adanya komunikasi dua arah antara perawat shift sebelumnya
kepada shift perawat yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang
tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan merupakan aktifitas
dari perawat yang menerima operan untuk melakukan pengecekan
data informasi pada medical record atau pada pasien langsung.

8.6 Metode Timbang Terima


1. Perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien melaporkan
langsung kepada perawat penanggung jawab berikutnya. Cara ini
memberikan kesempatan diskusi yang maksimal untuk kelanjutan
dan kejelasan rencana keperawatan.
2. Pelaksanaan timbang terima dapat juga dilakukan di ruang perawat
kemudian dilanjutkan dengan berkeliling mengunjungi klien satu
persatu. Perawat membuat laporan timbang terima di Buku
Laporan Pasien dengan.
3. Menggunakan teknik/metode SBAR (sesuai dengan Form SBAR).

8.7 Langkah-Langkah dalam Timbang Terima


1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan
disampaikan.
3. Ketua Tim menyampaikan kepada Ketua Tim penanggung jawab
shift selanjutnya meliputi :
1) Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas
dan tidak terburu-buru.
2) Ketua Tim dan anggota shift bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien.

8.8 Prosedur dalam Timbang Terima


a. Persiapan
1) Kedua kelompok dalam keadaan siap.
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
b. Pelaksanaan
Dalam penerapanya, dialkukan timbang terima kepada masing-
masing penanggung jawab :
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift.
2) Dari nurse stasion perawat berdiskusi untuk melaksanakan
timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang
berkaitan dengan masalah keperawatan, rencana tindakan yang
sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainya
yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang bersifat khusus dan memerlukan perincian yang
lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian
diserah terimakan kepada perawat yang berikutnya. Hal-hal
yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
a) Identitas klien dan diaknosa medis.
b) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.
c) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan.
d) Interverensi kolaborasi dan dependen.
e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan
laboratorium dll.
4) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-
hal yang kurang jelas. Penyampaian pada saat timbang terima
jelas dan singkat.
5) Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 1
menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan
yang lengkap dan rinci.
6) Pelaporan timbang terima dituliskan secara langsung oleh
perawat dengan metode SBAR

8.9 Evaluasi dalam Timbang Terima


1. Evalusi Struktur
Pada timbang terima, sarana dan prasarana yang menunjang telah
tersedia antara lain : catatan timbang terima, status pasien, dan
kelompok shift timbang terima. Kepala ruangan memimpin
timbang terima yang dilaksanakan pada pergantian shift dari malam
ke pagi. Sedangkan kegiatan timbang terima pada shift pagi ke sore
dan shift sore ke malam dipimpin oleh ketua tim.
2. Evaluasi Proses
Proses timbang terima dipimpin oleh kepala ruangan dan
dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang
akan mengantikan shift. Timbang terima pertama dilakukan di
nurse stasion kemudian ke bed klien dan kembali lagi ke nurse
stasion. Isi timbang terima mencakup jumlah klien, masalah
keperawatan, interverensi yang sudah dilakukan dan yang belum
dilakukan serta pesan khusus bila ada. Setiap klien dilakukan
timbang terima tidak lebih dari 1 menit saat kalrifikasi ke klien.
3. Evaluasi Hasil
Timbang terima dapat dilaksanakan setiap pergantian shift. Setiap
perawat dapat mengetahui perkembangan klien dan komunikasi
antar perawat dapat berjalan dengan baik.
8.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk menvalidasi asuhan
keperawatan, sarana komunikasi dalam tim kesehatan dan merupakan
dokumen pasien dalam memberikan asuhan keperawatan. Keterampilan
dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainya dan menjelaskan apa
yang sudah, sedang dan akan dikerjakan oleh perawat.Yang perlu
didokumentasikan dalam timbang terima antara lain :
1. Identitas pasien.
2. Diagnosa medis pasien dan Dokter yang menagani.
3. Kondisi umum pasien pada saat ini.
4. Masalah keperawatan.
5. Interverensi yang sudah dilakukan dan intervensi yang belum
dilakukan.
6. Tindakan kolaboratif.
7. Rencana umum dan persiapan lain.
8. Tanda tangan kedua belah pihak dan nama terang.

Manfaat pendokumentasian adalah :


1. Dapat dipergunakan untuk keperluan yang bermanfaat.
2. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien.
3. Bermanfaat untuk pasien yang akurat karena berbagai informasi
mengenai pasien sudah tercatat.

9. Diskusi Refleksi Kasus (DRK)


9.1 Pengertian Diskusi Refleksi Kasus
Refleksi klinis merupakan alat yang sangat kuat untuk
meningkatkan kemampuan keterampilan klinis dan profesionalisme.
Refleksi merupakan pendekatan pembelajaran ketrampilan klinis dan
metakognotif. Strategi pembelajaran dengan memperhatikan refleksi
fokus internal dan eksternal baik secara lisan maupun tertulis.
Diskusi berdasarkan kasus merupakan salah satu bentuk pelatihan
klinik yang di setting untuk membantu pembelajaran dalam
assesmen dalam tatanan klinik. Tujuan utama dari diskusi
berdasarkan kasus adalah untuk memberikan pembelajaran klinik
yang tersturktur dan pemberian umpan balik terhadap partisipan
dalam diskusi tersebut.
Diskusi yang berdasarkan kasus mampu untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dan pemberian umpan balik selain itu juga
meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis dan
merupakan cara perubahan yang paling efektif dalam tatanan klinis.
Diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini di desain untuk
memberikan penilaian klinik, pengambilan keputusan, penerapan
ilmu pengetahuan terkini dibidang kesehatan serta pemberian umpan
balik dalam pembelajaran klinik. Diskusi berdasarkan kasus ini
merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur yang
membutuhkan alat bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari
mentor dalam merefleksikan diskusi yang akan membangun
kemampuan keterampilan klinik.
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode
pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat yang aktual
dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan
melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman standar
yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan
mengacu pada standar keperawatan atau kebidanan yang telah
ditetapkan. Selain itu, DRK dapat meningkatkan profesionalisme
perawat. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan,
membangkitkan motivasi belajar perawat, belajar untuk menghargai
kolega untuk lebih asertif dan meningkatkan kerja sama,
memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat
tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan kepada pimpinan
sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat
(pelatihan, pendidikan berkelanjutan, magang), penyempurnaan SOP
dan bila memungkinkan, pengadaan alat.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
refleksi diskusi kasus adalah suatu metoda dalam merefleksikan
pengalaman klinis perawat dan bidan yang mengacu kepada
pemahaman terhadap standar.

9.2 Tujuan Diskusi Refleksi Kasus


1. Untuk mengembangkan profesionalisme.
2. Meningkatkan aktualisasi diri.
3. Meningkatkan motivasi untuk belajar.
4. Meningkatkan pemahaman terhadap standar.
5. Memacu untuk bekerja sesuai standar.

9.3 Persyaratan Diskusi Refleksi Kasus


1. Suatu kelompok perawat atau kelompok bidan terdiri dari 5 - 8
orang.
2. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu
orang lagi sebagai penyaji dan lainnya sebagai peserta.
3. Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi setara
(equal).
4. Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman klinis
keperawatan atau kebidanan yang menarik.
5. Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau
benda lainnya, agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan
berkomunikasi secara bebas.
6. Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang
berbicara dalam satu saat, peserta lainnya memperhatikan proses
diskusi.
7. Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat
memojokkan peserta lainnya.
8. Membawa catatan diperbolehkan, namun perhatian tidak boleh
terkikis atau tertumpu hanya pada cataan, sehingga dapat
mengurangi perhatian dalam berdiskusi.

9.4 Proses Diskusi Refleksi Kasus


1. Sistem yang didukung oleh manajer lini pertama (kepala
ruangan atau supervisor di ruang merak) yang mendorong serta
mewajibkan anggotanya untuk melaksanakan RDK secara rutin,
terencana dan terjadwal dengan baik.
2. Kelompok perawat atau kelompok bidan berbagi (sharring)
pengalaman klinis dan iptek diantara sejawat masing-masing
selama 1 jam, minimal setiap bulan sekali.
3. Setiap anggota secara bergilir mendapat kesempatan dan
menimba pengalaman sebagai fasilitator, penyaji dan sebagai
anggota dalam diskusi tersebut.
4. Proses diskusi memberikan kesempatan kepada setiap anggota
untuk menyampaikan pendapat dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa yang merefleksikan
pengalaman, pengetahuan serta kemampuan masing-masing.
5. Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada pihak-
pihak yang nerasa tertekan ataupun terpojok. Yang diharapkan
terjadi justru sebaliknya yaitu dukungan dan dorongan bagi
setiap peserta agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka
masing-masing.
6. Refleksi Diskusi Kasus dapat dimanfaatkan sebagai wahana
untuk memecahkan masalah, namun tidak dipaksakan (tidak
harus).
7. Adanya catatan kehadiran dan laporan RDK serta catatan
tentang isu-isu yang muncul tidak terjadi atau terulang lagi.
8. RDK merupakan salah satu metoda in-service training yang
mengandung ciri-ciri pembelajaran antar sejawat dalam satu
profesi, sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan
kemampuan perawat atau bidan.

9.5 Peran sebagai Penyaji, Fasilitator, dan Anggota


1. Pedoman Bagi Fasilitator
1) Membuka pertemuan dan mengucapkan selamat datang
2) Menyampaikan tujuan pertemuan, mengajak semua peserta
untuk merefleksikan pengalaman klinis masing-masing.
3) Meminta persetujuan tentang lamanya waktu diskusi
(kontrak waktu).
4) Menyampaikan syarat-syarat selama pertemuan.
5) Mempersilakan penyaji untuk mempresentasikan kasusnya
selama 10 - 20 menit.
6) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
mengajukan pertanyaan secara bergilir selama 30 menit.
7) Mengatur lalu lintas pertanyaan - pertanyaan yang diajukan
oleh peserta dan klarifikasi bila ada yang tidak jelas.
8) Fasilitator boleh mengajukan pertanyaan sama seperti
peserta lainnya.
9) Setelah pertanyaan berakhir, fasilitator bertanya kepada
presenter, apa yang bisa dipelajari dari diskusi tersebut,
kemudian dilanjutkan kepada semua peserta lainnya satu
persatu, termasuk fasilitator sendiri juga memberikan
pendapatnya.
10) Fasilitator membuat kesimpulan dan menyampaikan issue-
issue yang muncul berdasarkan pernyataan-pernyataan yang
disampaikan oleh semua peserta.
11) Fasilitator melengkapi catatan RDK meliputi materi, issue-
issue yang muncul, termasuk meminta tanda tangan semua
peserta.
12) Selanjutnya fasilitator meminta kesepakatan untuk rencana
pertemuan berikutnya.
13) Fasilitator menutup pertemuan dan berjabat tangan.
14) Fasilitator menyimpan laporan RDK pada arsip yang telah
ditentukan bersama.

2. Pedoman Bagi Penyaji


1) Memikirkan serta menyiapkan kasus klinis keperawatan
atau kebidanan yang pernah dialami atau pernah terlibat
didalam perawatannya.
2) Menjelaskan kasus tersebut dan tetap merahasiaan identitas
pasen.
3) Tujuan penyajian kasus memberikan kesempatan bagi
penyaji untuk berfikir atau berefleksi ulang tentang
bagaimana pasen tersebut ditangani, hambatan apa saja
yang dialami serta keberhasilan apa saja yang telah dicapai.
4) Penyaji mempunyai kesempatan 10-20 menit untuk
menyajkan kasus tersebut.
5) Bila penyajian telah selesai, peserta akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berupa klarifikasi penanganannya.
Mereka tidak akan mengatakan apa yang harus anda
lakukan atau memberi jawaban maupun saran apapun.
6) Penyaji menyimak pertanyaan dan memberikan jawaban
sesuai dengan pengetahuan serta pengalaman nyata yang
telah dilakukan dan merujuk pada standar yang relevan atau
SOP yang berlaku.
7) Bila perlu mencatat esensi penting dari pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan, atau hal-hal yang belum pernah
diketahui sebelumnya sebagai informasi baru.
8) Bila tidak ada lagi pertanyaan, fasilitator akan meminta
anda sebagai orang pertama dalam kelompok untuk
menyampaikan apa saja yang dapat dipelajari dari kasus
tersebut, terutama berhubungan dengan informasi baru yang
dianggap dapat memberikan tambahan pengetahuan atau
sesuatu hal yang pernah diketahui tetapi dilupakan. Semua
hal tersebut diyakini akan dapat dipergunakan untuk
perbaikan kinerja pada waktu yang akan datang.

3. Pedoman Bagi Anggota atau Peserta


1) Setelah memperhatikan penyajian kasus tersebut , setiap
peserta menyiapkan pertanyaan-pertanyaan, minimal satu
pertanyaan. Kesempatan seluas - luasnya diberikan untuk
melakukan klarifikasi atas penanganan kasus tersebut.
2) Didalam mengajukan pertanyaan, cobalah merujuk pada
standar atau SOP yang berlaku, refleksi ulang bila anda
mempunyai pengalaman dalam menangani kasus semacam
itu atau iptek terbaru yang diketahui.
3) Peserta tidak diperbolehkan untuk memberikan jawaban,
saran secara langsung atau memberitahukan bagaimana
seharusnya perawatan pasen itu harus dilakukan.
4) Bila anda berpikir bahwa penyaji melakukan perawatan
dengan cara yang berbeda, tidak sesuai standar atau tidak
sesuai dengan SOP yang berlaku, anda dilarang keras untuk
melakukan kritik. Anda hanya dapat melakukan klarifikasi
kepada penyaji apakah dia telah memikirkan cara lain
seperti apa yang anda pikirkan.
5) Selama diskusi berlangsung semua peserta memberikan
perhatian penuh, karena sangat mungkin dari setiap
pertanyaan atau klarifikasi yang muncul, ada diantaranya
yang belum pernah diketahui oleh peserta lainnya. Ini
merupakan kesempatan bagi semua anggota untuk belajar
serta memperoleh informasi atau pengetahuan baru dari
proses diskusi ini dalam waktu yang relatif sangat singkat.
6) Perlu diingat bahwa semua anggota kelompok juga akan
belajar dari pemikiran anda.
7) Peserta mempunyai waktu 20 - 30 menit untuk mengajukan
pertanyaan, setelah itu anda perlu menyimak kembali apa
yang dapat anda pelajari dari proses diskusi kasus tersebut,
guna dapat menjawab dengan tepat pertanyaan dari
fasilitator pada akhir sesi tersebut.
8) Kesimpulan tentang issue-issue yang muncul dapat
dijadikan cermin bagi semua peserta, agar kejadian atau
masalah yang sama tidak terulang dimasa yang akan datang.

4. Pedoman Diskusi Refleksi Kasus


1) Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data perlu memperhatikan tentang
riwayat masa lalu dari kasus yang akan didiskusikan serta
bagaimana perkembangan kasus tersebut saat ini. Beberapa
poin penting yang perlu dikaji dalam tahap pengumpulan
data adalah sebagai berikut :
a) Menilai bagaimana diagnosa medis pasien
mempengaruhi wawancara Anda.
b) Bagaimana bias pribadi Anda atau asumsi mungkin
mempengaruhi wawancara Anda?
c) Menilai informasi yang Anda kumpulkan, apa yang
Anda lihat sebagai pola atau hubungan antara gejala?
d) Berapa nilai data yang Anda kumpulkan?
e) Apakah beberapa pertimbangan yang dapat Anda
simpulkan dari data? Apakah ada alternatif solusi?
f) Apakah penilaian Anda mengenai pengetahuan dan
pemahaman pasien atau pemberi perawatan tentang
diagnosis mereka dan kebutuhan untuk terapi fisik?
g) Sudahkan Anda melakukan verifikasi tujuan pasien dan
sumber daya apa yang tersedia?
h) Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, apakah
Anda dapat menilai kebutuhan untuk rujukan kepada
tenaga kesehatan profesional lainnya?

2) Menentukan Hipotesis Awal


Penentuan hipotesis awal didasarkan pada struktur kerangka
atau fungsi, gangguan yang dialami pasien, keterbatasan
aktivitas harian pasien, dan pembatasan partisipasi pasien.
Berikut adalah poin refleksi yang perlu dikaji dalam
penentuan hipotesis awal :
a) Dapatkah Anda membangun hipotesis berdasarkan
informasi yang dikumpulkan?
b) Bagaimana Anda dapat menentukan hipotesis?
Bagaimana Anda dapat menjelaskan alasan Anda?
c) Bagaimana informasi dan data kondisi pasien yang
telah dikumpulkan dalam mendukung hipotesis Anda?
d) Apakah yang Anda antisipasi dapat menjadi
hasil/outcome bagi pasien (prognosis)?
e) Berdasarkan hipotesis Anda, bagaimanakah strategi
Anda dalam mempengaruhi pemeriksaan?
f) Apa pendekatan / urutan rencana / strategi Anda untuk
melakukan pemeriksaan?
g) Bagaimanakah faktor lingkungan dapat mempengaruhi
pemeriksaan Anda?
h) Bagaimanakah informasi diagnostik lainnya dapat
mempengaruhi pemeriksaan Anda?

3) Pemeriksaan
Tahapan pemeriksaan mempertimbangkn tes yang perlu
dilakukan serta pengukuran - pengukuran. Berikut adalah
poin refleksi dari tahapan pemeriksaan :
a) Menilai tes dan pengukuran yang Anda pilih untuk
pemeriksaan, bagaimana dan mengapa Anda
memilihnya?
b) Menggambarkan dari tes ini, bagaimana tes tersebut
dapat mendukung / meniadakan hipotesis Anda?
c) Dapatkah identifikasi dari tes dan pengukuran tersebut
membantu Anda menentukan perubahan status?
Apakah tes dan pengukuran itu setidaknya mampu
mendeteksi perbedaan klinis penting?
d) Bagaimana Anda mengatur pemeriksaan? Apa yang
mungkin Anda lakukan secara berbeda?
e) Jelaskan pertimbangan untuk sifat psikometrik tes dan
pengukuran yang digunakan.
f) Diskusikan sistem lain yang tidak diuji, apakah dapat
mempengaruhi masalah pasien.
g) Bandingkan pemeriksaan temuan Anda untuk pasien ini
dengan pasien lain dengan diagnosis medis serupa.
h) Bagaimana pilihan tes dan pengukuran berhubungan
dengan tujuan pasien.
4) Evaluasi
a) Bagaimana Anda menentukan diagnosis Anda?
Bagaimana pendapat pasien tentang diagnosis yang
Anda tentukan?
b) Bagaimana hasil pemeriksaan Anda dapat mendukung
atau meniadakan hipotesis awal Anda?
c) Apa penilaian Anda tentang masalah yang paling
penting untuk dikerjakan?
d) Bagaimana evaluasi ini berhubungan dengan tujuan
pasien dan identifikasi masalah?
e) Faktor-faktor apa yang mungkin mendukung atau
mengganggu prognosis pasien?
f) Bagaimana faktor lain seperti fungsi tubuh, faktor
lingkungan, dan sosial mempengaruhi pasien?
g) Apa alasan Anda untuk prognosis, dan apa indikator
prognostik positif dan negatif?
h) Bagaimana tindakan yang akan Anda untuk
mengembangkan hubungan terapeutik?
i) Bagaimana mungkin setiap faktor budaya memengaruhi
perawatan Anda dari pasien?
j) Apa pertimbangan Anda untuk perilaku, motivasi, dan
kesiapan?
k) Bagaimana Anda dapat menentukan kapasitas untuk
kemajuan menuju tujuan?

5) Rencana Tindak Lanjut


a) Bagaimana Anda memasukkan tujuan pasien dan
keluarga?
b) Bagaimana tujuan mencerminkan pemeriksaan dan
evaluasi Anda?
c) Bagaimana Anda menentukan resep terapi fisik atau
rencana perawatan (frekuensi, intensitas, antisipasi
layanan perawatan jangka panjang)?
d) Bagaimana elemen kunci dari rencana perawatan terapi
fisik berhubungan kembali dengan diagnosis awal?
e) Bagaimana faktor personal dan lingkungan pasien
mempengaruhi rencana perawatan terapi fisik?

6) Rencana Kegiatan
a) Diskusikan semua pendekatan terapi fisik atau beberapa
strategi (misalnya, pembelajaran motorik, penguatan).
b) Bagaimana Anda akan memodifikasi prinsip untuk
pasien?
c) Apakah ada aspek yang spesifik tentang pasien yang
perlu diingat?
d) Bagaimana pendekatan Anda berhubungan dengan teori
dan bukti saat ini?
e) Ketika Anda merancang rencana intervensi Anda,
bagaimana Anda memilih strategi yang spesifik?
f) Apakah alasan Anda untuk strategi intervensi yang
digunakan?
g) Bagaimana intervensi berhubungan dengan masalah
utama yang telah diidentifikasi?
h) Apakah mungkin Anda perlu mengubah intervensi
untuk pasien tertentu dan pemberi perawatan? Apa
kriteria Anda untuk melakukannya?
i) Apa koordinasi dari aspek perawatan?
j) Apa kebutuhan komunikasi dengan anggota tim
lainnya?
k) Apa aspek dokumentasi?
l) Bagaimana Anda akan memastikan keselamatan?
m) Pendidikan Pasien atau pemberi perawatan.
n) Apakah strategi keseluruhan yang Anda lakukan dalam
mengajar?
o) Jelaskan gaya belajar atau hambatan dan setiap
akomodasi yang mungkin untuk pasien dan pemberi
perawatan.
p) Bagaimana Anda dapat memastikan pemahaman?
q) Apa strategi komunikasi (verbal dan nonverbal) yang
nantinya paling efektif.

7) Pemeriksaan Ulang
a) Mengevaluasi efektivitas intervensi Anda. Apakah
Anda perlu mengubah apa pun?
b) Apa yang telah Anda pelajari tentang pasien atau
perawat yang Anda tidak tahu sebelumnya?
c) Bagaimana kemajuan pasien saat ini terhadap tujuan
dibandingkan dengan pasien lain dengan diagnosis
yang sama?
d) Apakah ada sesuatu yang diabaikan, disalahartikan,
dinilai terlalu tinggi, atau dinilai rendah, dan apa yang
mungkin Anda lakukan secara berbeda?
e) Akankah hal ini dapat menunjukkan setiap potensi
kesalahan yang telah Anda buat?
f) Bagaimana interaksi Anda dengan pasien atau pemberi
perawatan dapat diubah?
g) Bagaimana hubungan terapeutik Anda dapat diubah?
h) Apakah terdapat kemungkinan faktor-faktor baru yang
mempengaruhi kriteria hasil dari pasien?
i) Bagaimana karakteristik kemajuan pasien
mempengaruhi tujuan Anda, prognosis, dan
pengantisipasian hasil?
j) Bagaimana Anda dapat menentukan pandangan pasien
(kepuasan atau frustrasi) tentang kemajuannya ke arah
tujuan? Bagaimana kemungkinannya dapat
mempengaruhi rencana perawatan Anda?
k) Bagaimana terapi fisik mempengaruhi kehidupan
pasien?

8) Hasil
a) Apakah terapi fisik yang efektif, dan apa ukuran yang
Anda gunakan untuk menilai hasilnya? Apakah ada
perbedaan klinis minimum yang penting?
b) Mengapa iya atau mengapa tidak?
c) Kriteria apa yang Anda atau akan Anda gunakan untuk
menentukan apakah pasien telah mencapai tujuan nya?
d) Bagaimana Anda menentukan pasien siap untuk
kembali ke rumah atau masyarakat / kerja / sekolah /
olahraga
e) Hambatan apa (fisik, pribadi, lingkungan), jika ada,
apakah dapat dipulangkan?
f) Apakah kebutuhan yang dapat diantisipasi terkait usia,
dan apa yang menjadi dasarnya?
g) Apakah peranan yang memungkinkan dari terapi fisik di
masa yang akan datang?
h) Apa pandangan pasien / pemberi perawatan dari
kebutuhan terapi fisik di masa yang akan datang?
i) Dapatkah Anda dan pasien atau pemberi perawatan
yang lain secara bersama-sama merencanakan rencana
seumur hidup untuk sehat?
10. Pre-Post Conference
10.1 Pre conference
1. Definisi Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan
pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut
hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre
conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian),
dan tambahan rencana dari katim dan penanggung jawab
tim (Modul MPKP, 2006). Berdasarkan pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa pre conference adalah diskusi
tentang aspek klinik sebelum melaksanakan asuhan pada
pasien.
Waktu : Setelah operan
Tempat : Meja masing-masing
Penanggung jawab : Ketua PP

2. Tujuan Pre Conference


1) Membantu untuk mengidentifikasi masalah - masalah
pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan
evaluasi hasil.
2) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan.
3) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang
keadaan pasien.

3. Syarat Pre Conference


1) Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian
asuhan keperawatan dan post conference dilakukan
sesudah pemberian asuhan keperawatan.
2) Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit.
3) Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya
tentang keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana
dan data-data yang perlu ditambahkan.
4) Pre conference dihadiri oleh adalah kepala ruangan,
ketua PP dan anggota tim PA
5) Sebelum dimulai, tujuan conference harus dijelaskan.
6) Diskusi harus mencerminkan proses dan dinamika
kelompok.
7) Pemimpin mempunyai peran untuk menjaga fokus
diskusi tanpa mendominasi dan memberi umpan balik.
8) Pemimpin harus merencakan topik yang penting secara
periodik.
9) Ciptakan suasana diskusi yang mendukung peran serta
keinginan mengambil tanggung jawab dan menerima
pendekatan serta pendapat yang berbeda.
10) Ruang diskusi diatur sehingga dapat tatap muka pada
saat diskusi.
11) Pada saat menyimpulkan conference, ringkasan
diberikan oleh pemimpin dan kesesuaiannya dengan
situasi lapangan.

4. Panduan dalam Melaksanakan Pre Conference


Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi
adalah sebagai berikut : (Ratna, Sitorus, 2006)
1) Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah
dilakukan pergantian dinas pagi atau sore sesuai dengan
jadwal perawatan pelaksanaan.
2) Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dalam tim
masing-masing.
5. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan
hasil evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan
oleh dinas malam. Hal-hal yang disampaikan oleh perawat
pelaksana meliputi :
1) Keluhan utama klien
2) Keluhan klien
3) TTV dan kesadaran
4) Hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik terbaru
5) Masalah keperawatan
6) Rencana keperawatan hari ini
7) Perubahan keadaan terapi medis
8) Rencana medis
9) Perawat pelaksana mendiskusikan dan mengarahkan
perawat asosiet tentang masalah yang terkait dengan
perawatan klien yang meliputi :
a. Klien yang terkait dengan pelayanan seperti :
keterlambatan, kesalahan pemberian makan,
kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
b. Ketepatan pemberian infus.
c. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan.
d. Ketepatan pemberian obat atau injeksi.
e. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain.
f. Ketepatan dokumentasi.
10) Meningkatkan kembali standar prosedur yang
ditetapkan
11) Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian,
kemajuan dan kejujuran masing-masing perawat
asosiet.
12) Membantu perawat asosiet menyelesaikan masalah
yang tidak dapat diselesaikan.

10.2 Post conference


1. Definisi Post Conference
Post conference adalah diskusi tentang aspek klinik sesudah
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Conferensi
merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan
dinas, pagi, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari
luar.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa post
conference adalah diskusi tentang aspek klinik setelah
melaksanakan asuhan pada pasien.
Waktu : Setelah operan
Tempat : Meja masing-masing
Penanggung jawab : Ketua tim atau penanggung jawab tim

2. Tujuan Post Conference


Tujuan post conference adalah untuk memberikan kesempatan
mendiskusikan penyelesaian masalah dan membandingkan
masalah yang dijumpai.

3. Syarat Post Conference


1) Post conference dilakukan sesudah pemberian asuhan
keperawatan
2) Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
3) Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang
keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana dan data-
data yang perlu ditambahkan
4) Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan,
ketua PP dan PA

4. Pedoman Pelaksanaan Conference


1) Sebelum dimulai, tujuan conference harus dijelaskan.
2) Diskusi harus mencerminkan proses dan dinamika
kelompok.
3) Pemimpin mempunyai peran untuk menjaga fokus diskusi
tanpa mendominasi dan memberi umpan balik.
4) Pemimpin harus merencakan topik yang penting secara
periodik.
5) Ciptakan suasana diskusi yang mendukung peran serta
keinginan mengambil tanggung jawab dan menerima
pendekatan serta pendapat yang berbeda.
6) Ruang diskusi diatur sehingga dapat tatap muka pada saat
diskusi.
7) Pada saat menyimpulkan conference, ringkasan diberikan
oleh pemimpin dan kesesuaiannya dengan situasi lapangan.

5. Panduan dalam Melaksanakan Pre Conference


Adapun panduan bagi Perawat pelaksana dalam melakukan
konferensi adalah sebagai berikut: (Ratna Sitorus, 2006).
1) Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan
pergantian dinas pagi atau sore sesuai dengan jadwal
perawatan pelaksana.
2) Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam
timnya masing- masing.
3) Penyampaian perkembangan dan masalah klien
berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan kondisi klien yang
dilaporkan oleh dinas malam.
Hal hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi :
a. Utamanya tentang klien (biodata, status sosial,
ekonomi, budaya)
b. Keluhan klien
c. TTV dan kesadaran
d. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
e. Masalah keperawatan
f. Rencana keperawatan hari ini.
g. Perubahan keadaan terapi medis.
h. Rencana medis selanjutnya (tindak lanjut)
4) Perawat pelaksana mendikusikan dan mengarahkan
perawat tentang masalah yang terkait dengan perawatan
klien yang meliputi :
5) Klien yang terkait dengan pelayanan seperti :
keterlambatan, kesalahan pemberian makan, kebisingan
pengunjung lain, kehadiran dokter yang dikonsulkan.
6) Ketepatan pemberian infuse.
7) Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
8) Ketepatan pemberian obat / injeksi.
9) Ketepatan pelaksanaan tindakan lain,
10) Ketepatan dokumentasi.
11) Menggiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan.
12) Menggiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian,
kejujuran dan kemajuan masing-masing perawatan
associate.
13) Membantu perawat menyelesaikan masalah yang tidak
dapat diselesaikan.
11. Supervisi Asuhan Keperawatan
11.1 Pengertian Supervisi
Supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu
meliputi segalam bantuan dari pemimpin/penanggung jawab
keperawatan yang tertuju untuk perkembangan para perawat dan
staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Kegiatan supervisi semacam ini adalah merupakan dorongan,
bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan
kecakapan para perawat.
Prajudi Atmosudiro (1982), Supervisi diartikan sebagai
pengamatan atau pengawasan secara langsung terhadap
pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya rutin. Swansburg (1999),
Supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian tugas-tugasnya.
Thora Kron (1987), Supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,
mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara
terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta
bijaksana sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara
menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari
perawat.
Supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis.
Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah
seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah
digariskan, tetapi juga bersama para perawat bagaimanan
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Jadi
dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai
pelaksanan pasif, melainkan diperlukan sebagai patner kerja yang
memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar,
dihargai dan diikutsertakan dalam usaha-usaha perbaikan proses
keperawatan. Dengan demikian supervisi diartikan sebagai suatu
aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para
tenaga keperawatan dan staf lainnya dalam melakukan pekerjaan
mereka secara efektif.

11.2 Tujuan Supervisi


Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman,
ini tidak hanya meliputi lingkungan fisik, tetapi juga suasana
kerja diantaranya para tenaga keperawatan dan tenaga lainnya ,
juga meliputi jumlah persediaan dan kelayakan perawatan agar
memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu tujuan supervisi
adalah :
1) Mengorganisasikan staf dan pelaksanan keperawatan.
2) Melatih staf dan pelaksana keperawatan.
3) Memberikan arahan dalam pelaksanaan tugasnya agar
menyadari dan mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf
dan pelaksana asuhan keperawatan.
4) Memberikan layanan kemampuan staf dan pelaksana
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
11.3 Sasaran Supervisi
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai
berikut :

1) Pelaksanan tugas sesuai dengan pola.


2) Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana.
3) Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara
kontinue/sistematis.
4) Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
5) Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang.
6) Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan
objek/rational.
7) Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan,
kedudukan dan keuangan.
11.4 Kompetensi
Seorang supervisor harus memiliki kemampuan dalam :

1) Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga


dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
2) Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf/pelaksana
keperawatan.
3) Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf
dan pelaskanaan keperawatan.
4) Proses kelompok (dinamika kelompok).
5) Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf
dan pelaksanaan keperawatan.
6) Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.
7) Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan lebih baik.
11.5 Fungsi Supervisi
1) Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur
dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan
yang menyangkut pelaksanaan kebijakan pelayanan
keperawatan tentang standar asuhan yang telah disepakati.
2) Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam
memperbaiki factor-factor yang mempengaruhi proses
pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
3) Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah
mengkoordinasikan, menstimuli, dan mendorong ke arah
peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
4) Fungsi supervisi adalah membantu (assisting), memberi
support (supporting) dan mangajak untuk diikutsertakan
(sharing).
11.6 Prinsip Supervisi
Prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan adalah :
1) Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi.
2) Kegiatan yang direncanakan secara matang.
3) Bersifat edukatif, supporting dan informal.
4) Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksanaan
keperawatan.
5) Membentuk suatu kerjasama yang demokratis antara
supervisor dan staf dan pelaksana keperawatan.
6) Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
7) Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan
kelebihan masing-masing.
8) Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri
disesuaikan dengan kebutuhan.
9) Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
11.7 Karakteristik Supervisi
Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki
karekteristik :

1) Mencerminkan kegiatan asuhan keprawatan yang


sesungguhnya.
2) Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan
yang ada
3) Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala.
4) Dilaksanakan oleh atasan langsung (Kepala unit/Kepala
Ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk).
5) Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan
kualitas asuhan keperawatan.
11.8 Proses Pelaksanaan dan Jadwal Supervisi
1) Supervisi keperawatan dilaksanakan pada waktu sore dan
malam pada hari kerja dan pagi, sore dan malam pada hari
libur.
2) Supervisi pada hari kerja dan hari libur dilaksanakan oleh
petugas supervisi dengan dikoordinir langsung oleh Kabid
Keperawatan/Kasubid Keperawatan.
3) Khusus supervisi keperawatan sore, malam dan hari libur
dilaksanakan oleh petugas supervisi dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Supervisi Pagi dilaksanakan dari pukul 07.30 wita s/d
13.30 wita.
b. Supervisi Sore dilaksanakan dari pukul 13.30 wita s/d
19.30 wita.
c. Supervisi Malam dilaksanakan dari pukul 19.30 wita s/d
07.30 wita.
4) Ketentuan yang berlaku untuk petugas supervisi :
a. Petugas supervisi sore dan malam pada hari kerja paginya
tidak dinas dan untuk supervisi malam mendapatkan hak
libur 1 hari.
b. Petugas supervisi pagi, sore dan malam pada hari libur
diberikan hak mengambil libur 1 hari.
11.9 Persyaratan
Perawat/Bidan yang menjabat sebagai kepala ruangan, wakil kepala
ruangan dan tenaga keperawatan yang ditunjuk.
11.10 Uraian Tugas
1) Mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayanan perawatan dan
membina tenaga keperawatan di tiap-tiap unit serta petugas
pada unit penunjang, sopir, satpam, dan petugas pedamping
sesuai jadwal pada waktu sore, malam dan hari libur.
2) Mengatasi masalah yang timbul terutama yang berhubungan
dengan kegiatan pelayanan keperawatan dan kegiatan
pelayanan di unit lain pada waktu sore, malam dan hari libur
dan bila perlu melaporkan langsung pada Direktur Rumah
Sakit melalui Wakil Direktur yang bertanggung jawab pada
hari tersebut.
3) Menciptakan suasana kerja yang harmonis antara petugas di
RSU Wangaya pada waktu sore, malam dan hari libur.
4) Membuat laporan kehadiran di lembaran putih dari pada
tenaga keperawatan serta petugas pada unit penunjang, sopir,
satpam dan petugas pendamping.
5) Memberi laporan tertulis pada waktu supervisi keperawatan
tentang keadaan rumah sakit secara keseluruhan pada waktu
sore, malam dan hari libur khususnya tentang kegiatan
pelayanan keperawatan pada Kabid Keperawatan melalui
Kabid Keperawatan Rawat Jalan dan Rawat Inap dan atau
Kabid Keperawatan Rawat Darurat Operatif dan Unit Khusus
sesuai dengan form yang telah disiapkan.
6) Mengawasi keamanan dan ketertiban unit perawatan maupun
keseluruhan lingkungan Rumah Sakit, bersama-sama dengan
petugas keamanan.
7) Memberi pembinaan dan bimbingan kepada tenaga
keperawatan yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk
menerapkan proses asuhan keperawatan sesuai dengan SPO
yang ada dalam setiap memberikan pelayanan keperawatan.
11.11 Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Memberi laporan tertulis pada waktu
supervisi keperawatan tentang keadaan rumah sakit secara
keseluruhan pada waktu sore, malam dan hari libur khususnya
tentang kegiatan pelayanan keperawatan pada Kabid Keperawatan
melalui Kabid Keperawatan Rawat Jalan dan Rawat Inap dan atau
Kabid Keperawatan Rawat Darurat Operatif dan Unit Khusus
sesuai dengan form yang telah disiapkan (Form terlampir).

Anda mungkin juga menyukai