Ancaman Globalisasi
Sejak dikembangkannya kesepakatan The Bretton Woods di Amerika Serikat dengan
didirikannya IMF dan Bank Dunia, serta ditandatangani kesepakatan General Agreement on
Tariff and Trade (GATT), dunia secara global sesungguhnya telah memihak dan didorong oleh
kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) yang merupakan actor terpentgin dari
globalisasi. Pada konteks inilah sesungguhnya integrasi ekonomi nasional menuju system global
yang dikenal dengan globalisasi telah terjadi. Kesepakatan tersebut secara teoritik berhasil
memaksakan keinginan perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendesakkan terjadinya reformasi
kebijakan nasional, terutama di Negara-negara Dunia Ketiga dalam berbagai bidang yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip neo-liberalisme, yang sesungguhnya bertentangan dengan
ekspansi global dari investasi dan capital, ekspansi proses produksi global, serta proses ekspansi
pemasaran global. Kebijakan-kebijakan Negara yang harus direformasi adalah kebijakan di
bidang pertanahan, perpajakan, dan investasi. Selain itu, juga kebijakan yang menyangkut
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi) yang kemungkinan akan
menghambat investasi secara langsung juga perlu direformasi. Salah satu cara strategis untuk
melakukan berbagai reformasi tersebut adalah dengan mencantumkan ke dalam salah satu
persyaratan “hutang” (Bank Dunia dan IMF) yakni dalam “Structural Adjusment Program”.
Dengan demikian, semua reformasi kebijakan dimaksudkan sebagai “pelican” sehingga
memudahkan perusahaan transnasional (TNCs) dan memberi perlindungan terhadap mereka
untuk beroperasi.
Implikasi perubahan kebijakan nasional yang memihak kepentingan perusahaan
transnasional ini tidak saja akan memarjinalkan mayoritas rakyat miskin, namun juga akan
berhadapan dengan kepentingan dan nasib para petani kecil, nelayan, pedagang sector formal,
serta masyarakat adapt, khususnya dalam hal perebutan sumber daya alam terutama tanah, hutan,
dan laut.
Dengan kebijakan “akses pasar” dan domestic support terhadap perusahaan multinasional
dan besar karena alasan persaingan global ini akan memaksa pemerintah untuk mengubah
kebijakan dari subsidi bagi petani kecil menjadi subsidi kepada perusahaan agribisnis raksasa,
dan proses ini sekaligus menggusur kemampuan petani kecil sebagai produsen. Salah satu
akibatnya nanti, petani kecil tidak ada pilihan lain kecuali melepaskan sumber alam terutama
tanah mereka. Di sektor urban, kebijakan yang didorong melalui proses globalisasi seperti
penghapusan subsidi akan menyingkirkan dan memarjinalkan masyarakat miskin kota.