Anda di halaman 1dari 5

CITRA NEGATIF DAN EVALUASI FESTIVAL PACU JALUR

Penulis : Pispian Rahman

"Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan


ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu,
sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh
kegiatan itu mandeg"
(Bediuzzaman Said Nursi, (1877-1960)

Memasuki pesta rakyat tahunan terakbar masyarakat Kuantan Singingi yang akan segera
dimulai, sejak awal bulan Juli hingga Agustus mendatang. Perhatian publik pada Jalur-jalur
yang berada di Hulu, Tengah dan Hilir Sungai Kuantan bahkan Jalur-jalur dari Sungai Indragiri
Hulu pun tak luput dari pengamatan, karena memang secara historis dua Daerah ini memiliki
keterkaitan geografis, tradisi dan budaya. Sejumlah perlombaan Pacu Jalur baik ajang Uji coba
maupun Rayon pada Tepian (gelanggang pacu) setingkat Kecamatan di dua Kabupaten ini pun
sering dilaksanakan.

Pastinya berbarengan dengan itu, pembicaraan tentang prediksi, semangat dan ungkapan
optimisme dari para pengurus, atlit dan pendukung jalur akan mengisi diskusi di ruang-ruang
keluarga, publik dan sosial media. Pemandangan terkait postingan dan unggahan, foto, video
bahkan kritikan terkait penyelengaraan Pacu Jalur dari para pencinta pacu jalur akan
menghiasi dinding Linimasa, menjadi pemandangan yang biasa.

***

"Tak lagi indah.!"


"botol-botol minuman berserakan".
"Mohon perhatian untuk setiap pengunjung agar tidak membuang sampah ke sungai!!"
Begitu ditulis akun Mukshal Amindra, 30 Juli 2017 di laman grup facebook IPJKS, yang
kesehariannya berprofesi sebagai fotografer, ia juga melampirkan Unggahan foto dua jalur
yang sedang berpacu namun telihat pula sejumlah sampah bekas botol minuman yang hanyut
berserakan terbidik kameranya.

Hal yang sama di pesta rakyat Festival Pacu Jalur tahun 2018 lalu, akun Harianto juga
mengunggah sebuah gambar. Tampak sebuah jalur berada di tepian tribun penonton di
sekitarnya berserakan sampah botol-botol sisa minuman yang mengapung seolah
mengerumuni jalur tersebut. Ia menulis keterangan gambar dengan kalimat:

"Apo yang kurang nyaman mato awak manengok gambar ko sanak"


("apa yang tidak nyaman di lihat dari gambar ini saudara"?). Menyindir seolah
mempertanyakan hal yang sama pada publik atas ketidak nyamanan pandangan matanya.

Tak hanya itu, masih di tahun 2018 lalu keberadaan spanduk dan baleho calon legislatif yang
sembraut di sepanjang Jembatan penyeberangan di hilir Tribun Hakim Tepian Narosa pun tak
luput dari kritikan.

"Andai saja para aktor politik di negeri pacu jalur lebih kreatif dalam bersosialisasi, tentu akan
di terima masyarakat,.. tidak seperti ini memasang spanduk di fasilitas umum dan tentu
mengganggu pandangan dan tidak akan di terima masyarakat pastinya tentu melanggar
aturan...."

Itulah penggalan kalimat keterangan gambar yang di unggah akun Roni Sasnita Alfariq pada
26 Agustus 2018, tiga hari sebelum Festival Pacu Jalur Tradisional di Mulai.
"....Sangat disayang pada saat pacu jalur sampah-sampah berserakan baik di dalam air
maupun di sepanjang pantai...". Itulah penggalan tulisan akun Roedhar Koeansing, padahal
sebelumnya Pemkab Kuantan Singingi baru saja peroleh raihan Piala Adipura sebagai "Kota
kecil terbersih di Indonesia" sungguh ironis memang seharusnya semua pihak saling suka cita
dan bangga dengan menunjukkan kebersamaan dalam menjaga kebersihan kota Teluk
Kuantan.

***

Tidak hanya pembahasan topik citra buruk terkait sampah dan spanduk saja, berbagai isu dan
topik lainnya selalu hangat diperbincangkan pada setiap penyelenggaraan Festival Pacu Jalur
dari Tahun ke tahun, seperti ;

Tarif Parkir yang meroket, yang jika merujuk PERDA No. 6 TAHUN 2012, Kendaraan Roda 2
Rp. 1000,-, Kendaraan Roda 4 Rp. 2.000,-, dan Kendaraan Roda 6 Rp. 3.000,- di saat pacu jalur
bisa mencapai Rp. 30.000,- bahkan ada rumor yang beredar hingga Rp.50.000,- per parkir.

Kontroversi Keberadaan Tribun penonton yang dinilai mahal, terlebih lagi keberadaannya
sering di anggap mengganggu pandangan penonton di tangga batu yang ada di belakangnya.
Penertiban PKL dan Isu atau rumor terkait beban sewa Lapak PKL bisa berlipat-lipat dari tarif
yang di tetapkan akibat di dapat melalui calo.

Kondisi jalanan macet setiap tahun pun hampir dipastikan, sepertinya ketertiban berlalu lintas
pengguna jalan masih jauh panggang dari api. rekayasa lalu lintas Dinas perhubungan dan
Satlantas akibat ramainya pengunjung dan pengguna jalan sering tak terprediksi, macet total
pun tak terhindarkan.

Kesigapan atau Kesiapan Jumlah pompong P3K atau Tim Penyelamat yang tak jarang dalam
keadaan tertentu terlihat kewalahan dan Petugas mendapat makian dengan kata-kata yang
tak pantas.

Masih terkait ungkapan cacian dan kata-kata kotor yang bersifat mengintimidasi. perlakuan
ini juga terjadi di hulu pancang awal disaat jalur sedang ancang-ancang di pancang start tak
jarang juga kata-kata kotor dan kasar keluar dari sesama atlit, dengan dalih ingin menjatuhkan
mental lawan, meski sudah ada aturan dari panitia akan diberi sanksi bagi jalur yang terlibat
perkelahian.
Apalagi komentar netizen di sosial media antar suporter jalur yang tak jarang dibumbui
ungkapan dan ujaran kebencian, dan ancaman. Hal seperti ini tentunya sudah harus
ditinggalkan demi citra positif budaya, sebab jika ini terus terjadi bukan tidak mungkin Festival
Pacu Jalur akan selalu dalam kondisi terancam akan terjadi bentrok fisik yang bisa membawa
pelaku ke ranah Hukum pidana. Sehingga mengganggu kelancaran penyelenggaraan Pacu
Jalur.

Tentunya masih banyak hal-hal lainnya yang pembaca (jika pernah mengikuti) dapat lihat dan
rasakan untuk di evaluasi dalam setiap penyelenggaraan pacu jalur. Contohnya saja terkait
ketersediaan Jaringan Internet dan peralatan liputan berbasis internet yang belum memadai.
Suplai jaringan internet pun belum menyentuh seluruh Tepian atau gelanggang perpacuan.
Tak Jarang saat peliputan sering mengalami gangguan sinyal. Padahal sejak dua tahun terakhir
pacu jalur sudah coba disiarkan dalam bentuk Live Streaming sehingga jalannya Festival Pacu
Jalur bisa di akses atau ditonton dari mana saja hanya dengan menggunakan perangkat
Gawai. Cita-cita besarnya adalah agar Pacu Jalur dapat mendunia dan menjadi destinasi
pariwisata yang menjadi sumber kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat Kuantan Singingi.

Akhirnya sebagai masyarakat yang mencintai tradisi leluhur ini, tentunya semua hal terkait
Topik dan Isu negatif tahunan yang bisa menjadi citra buruk dalam setiap penyelenggaraan
Festival Pacu Jalur Tradisional di Kab. Kuantan Singingi dapat mulai disadari (etika dan moral),
dituntaskan dan dicarikan solusi jika mengenai kendala penyelengaraan secara bersama-sama
bagi semua pihak. keadaan ini sesuai kata bijak yang di ungkapan Ulama dan intelektual dari
Turki, yang pada intinya menekankan pentingnya kebersamaan dalam suatu masyarakat.

Salam Kayuah....!!

Anda mungkin juga menyukai