Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS BANGSAL I

LAPORAN
HERPES KASUS
ZOSTER I DEWASA MUDA
THORACOLUMBALIS T11-L2 PADA PASIEN
HERPES ZOSTER OFTALMIKA DEXTRA

Oleh:

Dewi Nur Komalasari

Oleh:
PEMBIMBING :
Gede Putra Kartika Wijaya
dr. Muhlis, Sp. KK, M.Kes.

dr. Suci Budiani, Sp. KK, M. Kes.

dr. Airin R Nurdin Sp .KK, M.Kes

dr. Idrianti Idrus, Sp. KK, M. Kes.


PEMBIMBING :
dr. Muji Iswaty Sp. KK
dr. Suci Budhiani, Sp. KK, M. Kes.
dr. Widya Widita, Sp. KK, M. Kes.
dr.Irawan
Prof. DR. dr. Anis Muhlis, Sp. KK,
Anwar, Sp.M.Kes.
KK (K), FINSDV, FAADV.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I


DEPARTEMEN DERMATOLOGI VENEREOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I
2017
DEPARTEMEN DERMATOLOGI VENEREOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
Herpes Zoster Thorakolumbalis T11-L2 pada Pasien Dewasa Muda

Gede Putra Kartika Wijaya, Suci Budhiani, Muhlis


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar. Fakultas Kedokteran Universitas Hasaniddin, RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Abstrak

Herpes zoster (HZ) adalah reaktivasi infeksi virus varicella zoster (VVZ) dengan manifestasi
fase pre-erupsi ditandai gejala prodromal seperti demam, sakit kepala dan lemah, fase erupsi yang
ditandai dengan munculnya ruam khas berupa vesikel berkelompok pada dasar kulit eritem yang
disertai nyeri yg terdistribusi unilateral sesuai dermatom dan fase kronik yang ditandai adanya
neuralgia pasca herpetik yang merupakan komplikasi tersering pada HZ. Pada HZ yang melibatkan
dermatome thorakalis adalah sebanyak 37-65% dari total kasus dan HZ lumbalis tercatat sebanyak 8-
10% kasus.
Dilaporkan satu kasus pada perempuan berusia 22 tahun dengan keluhan muncul bintil-bintil
berair pada pada pinggang, punggung dan perut sebelah kiri disertai rasa nyeri seperti terbakar, dan
pemeriksaan penunjangTzanck test ditemukan multinucleated giant cell, kemudian didiagnosis dengan
Herpes zoster thorakolumbalis T11-L2. Pasien mengalami perbaikan klinis dengan pemberian terapi
asiklovir tablet, asam mefenamat, amitriptilin, neurodex serta terapi topikal berupa bedak racikan

Kata kunci : Asiklovir, Herpes Zoster Thorakolumbalis

Abstract

Herpes zoster is a reactivation of Varicella zoster infection. It consists of three phases, first,
pre-eruption phases which characterized by prodromal symptoms such as fever, headache and
weakness, eruption phase was characterized by the appearance of a clustered vesicles on an
erythematous skin base with unilateral distributed pain corresponding to dermatomes; and chronic
phases which characterized by post herpetic neuralgia, as the most common complication of HZ. The
incidence of HZ thoracalis is approximately 37-65% of all cases and HZ lumbalis was about 8-10% of
cases.
A 22-year-old woman was admitted to the hospital with the chief complaint of clustered
vesicles on the stomach, above the left hips, and in the back. It was accompanied by a burning pain.
Tzanck test was perfomed, then showed multinucleated giant cell under the microscope. Additional
laboratory test was done to support the diagnosis. According to physical examination and laboratory
finding, it can be conclude that the diagnosis was HZ thoracolumbalis T11-L2. Patient showed good
clinical improvement with oral asiklovir, mefenamic acid, amytriptilin, neurodex tablet and, as well as
topical therapy.

Keywords: Acyclovir, Herpes Zoster Thoracolumbalis


PENDAHULUAN

Herpes Zoster (HZ) adalah manifestasi klinis dari reaktivasi virus varicella
zoster (VVZ) yang menyerang kulit dan mukosa, dengan ciri berupa nyeri radikuler,
unilateral, dan vesikel berkelompok yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi
oleh ganglion saraf sensoris. Reaktivasi terjadi karena kegagalan sistem imun untuk
(1)
menekan virus . Kerusakan imun terutama mengenai specific cell mediated
immunity. Faktor resiko utama adalah usia lanjut (> 50 tahun) dengan insiden HZ
(2)
yang meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan paling sering menyerang
pasien berusia diatas 60 tahun (3). Faktor resiko lainnya adalah pasien immunosupresi,
stres dan trauma fisik pada area setempat (4).

Tingkat insidens HZ meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, tingkat


insidensi berkisar dari 1,5-3/1000 orang/tahun untuk semua usia, dan 7-11 kasus/1000
orang/tahun untuk usia 60 tahun keatas pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.
(3)
Puncak insiden antara 50 sampai 79 tahun dengan rerata 10,9 /1000 orang/tahun .
Insiden rata-rata pada semua umur pertahun nya terus meningkat di Amerika Serikat,
pada tahun 2002 insidennya adalah 3,71/1000 penduduk/tahun menjadi 4,40/1000
penduduk/tahun pada tahun 2006 (5). Kecenderungan peningkatan insiden juga terjadi
di Australia pada setiap kelompok umur. Pada kelompok umur dibawah 49 tahun
insidennya adalah 7,1/1000 penduduk/tahun pada tahun 2002-2006 menjadi 7,7/1000
penduduk/tahun pada tahun 2007-2012 (6).

Air et al pada tahun 2015 dalam studinya mendapatkan perbandingan rasio


kejadian pada kelompok pria : wanita adalah 6,6 : 1. Dengan kejadian tertinggi ada
pada kelompok umur 21-30 tahun dengan 39% kasus, diikuti dengan 19% pada grup
31– 40 tahun, 16.6% terjadi pada pasien berumur 11–20 tahun. Dimana 3.57%
(7).
merupakan pasien HIV positif Sebagian besar jurnal menyebutkan bahwa angka
insiden terbanyak terjadi pada rentang umur 40-60 tahun namun data Air et al dapat

1
menjadi gambaran peningkatan angka kejadian pada grup dewasa muda dengan
kondisi HIV negatif.

Sedangkan di Indonesia sendiri, menurut data retrospektif di RSUD Dr.


Soetomo Surabaya 2010-2013 ditemukan penderita dengan jenis kelamin perempuan
adalah 55,9% pasien dan laki-laki 44,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 55-64
tahun yaitu sebanyak 40,7% pasien, kemudian usia ≥65 tahun sebesar 22,0% pasien,
sisanya 43% adalah pasien berumur di bawah 45 tahun (3).

Penggunaan istilah dewasa muda cukup banyak digunakan dalam berbagai


sumber, Noopur et all dalam penelitiannya menyebutkan bahwa HZ juga dapat terjadi
pada pasien dewasa muda, dimana klasifikasi berdasarkan Noopur et al, dewasa muda
adalah kelompok umur 21-39 tahun (8). Air et all mendapatkan 39% pasien HZ
berumur 21-30 tahun (7).

Yawn et all menyebutkan bahwa HZ bisa menjadi tanda kecurigaan akan


infeksi HIV. Namun, Noopur et all mendapatkan bahwa HZ tidak selalu terjadi pada
pasien dewasa muda dengan HIV, dengan 66% pasien HZ yang menjadi sampel
penelitiannya diantaranya merupakan dewasa muda dengan hasil pemeriksaan HIV
negatif (8). Ditambah dengan data Air et al, menyebutkan bahwa 96,43% pasien
merupakan HIV negatif (7). Pada pasien HZ dewasa muda dengan HIV negatif
menunjukan karakteristik HZ yang lebih terlokalisasi, tingkat keparahan rendah dan
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan.

Aggarwal et al dalam penelitiannya juga menemukan HZ thorakalis sebagai


segmen HZ yang paling sering diderita oleh pasien dengan 65,4% dari jumlah total
kasus, dan HZ lumbalis 8,3% (7). Di Indonesia, HZ thorakalis juga tercatat sebagai
kasus HZ yang paling sering dialami oleh pasien di RS Dr. Soetomo Surabaya dengan
persentase 37% dari total kasus, HZ lumbalis adalah 10%. Sedangkan HZ thorako-
lumbalis belum pernah tercatat dalam studi retrospektif di RS Dr. Soetomo (3).

2
Gambaran klinik HZ dibagi menjadi 3 fase, fase pre-erupsi, fase erupsi akut
dan fase kronik. Fase pre-erupsi ditandai dengan gejala prodromal berupa demam,
sakit kepala, dan lemah. Fase erupsi ditandai dengan munculnya vesikel berkelompok
dengan dasar kulit kemerahan yang terdistribusi unilateral sesuai dermatom dan
disertai rasa nyeri seperti terbakar. Erupsi dapat berlangsung selama 10-15 hari. Nyeri
merupakan gejala yang paling dikeluhkan pasien HZ, selain itu bisa juga rasa
terbakar, kesemutan, gatal maupun kombinasinya (9).

Diagnosis HZ thorakolumbalis ditegakan melalui anamnesis dan gejala-gejala


klinis yang dialami penderita seperti manifestasi nyeri dan gambaran ruam dermatom
serta pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi
(Tzanck Test) (10).

Berikut akan dilaporkan satu kasus HZ thorakolumbalis pada perempuan


dewasa muda 22 tahun yang menunjukan perbaikan secara klinis dengan terapi cairan
infus Nacl 0,9% intravena, Asiklovir 400mg/4,5jam/oral, Neurodex 1 tablet /12jam
/oral, Asam Mefenamat 500mg /8jam /oral, Amitriptilin 12,5mg /12jam /oral, dan
bedak racikan Menthol 0,15%, Boric Acid 3%, Zinc Oxide 10%, dan Talk Venetum
yang dioles pagi dan sore.

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan usia 22 tahun datang ke instalasi gawat darurat Rumah


Sakit (RS) Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan muncul bintil-bintil berair pada
pinggang, punggung dan perut sebelah kiri sejak 4 hari yang lalu, bintil berair disertai
nyeri seperti terbakar. Awalnya bintil keluar di punggung kemudian menyebar ke
pinggang dan perut. Sejak saat muncul bintil berair pasien merasa meriang, badan
terasa lemas, dan nafsu makan menurun. Pasien sudah ke RS 1 hari sebelum ke IGD
RS Wahidin Sudirohusodo dan mendapatkan Asiklovir 3x400mg tablet dan salep
GnC Jelly®. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada, riwayat cacar air

3
semasa kecil ada saat Sekolah Dasar (SD), riwayat vaksinasi cacar tidak diketahui,
riwayat keluarga dan rekan kerja yang menderita penyakit serupa tidak ada, riwayat
hipertensi, riwayat diabetes mellitus disangkal, dan terdapat riwayat mengkonsumsi
obat jenis kortikosteroid jangka panjang disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, namun pasien merasa
lemas, kesadaran kompos mentis, tanda vital : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
72x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 36,5 Cο. Pada pemeriksaan dermatologis
didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritema di regio trunkus anterior,
trunkus posterior dan pinggang.

B
A

4
Gambar 1 : Foto awal pasien masuk RS

Keterangan
a. Vesikel berkelompok dengan dasar eritem pada trunkus anterior,
b. Vesikel pada trunkus posterior,
c. Vesikel pada pinggang setinggi dermatom T11-L2

Pada pemeriksaan lab didapatkan sebagai berikut, WBC 7,9 x 103/uL, HB


11,9 gr/dl, Platelet 306 x 103/uL, Ureum 12 mg/dl, Kreatinin 0,68 mg/dl, SGOT 17
U/L, SGPT 12 U/L, Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 90 mg/dl. Pada hitung jenis sel
darah putih didapatkan Neutrofil 76,4%, Limfosit 16,7%, Eosinofil 0,4%. Pasien juga
diperiksakan untuk HIV untuk mengeliminasi kemungkinan imunodefisiensi, dan
hasilnya dinyatakan Non Reaktif.

Pemeriksaan Tzanck smear dilakukan dengan mengambil hapusan dasar


vesikel dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa di laboratorium poliklinik kulit dan
kelamin RS Pendidikan Universitas Hassanuddin, didapatkan sediaan apusan terdiri
dari kelompokan sel-sel epitel skuamosa, tampak sel inti bulat oval non atipik,
balooning cell, sebagian sel tampak lebih dari satu inti (multinucleated giant cell),
tampak beberapa fokus sel dengan gambaran intrainklusi pada inti (Gambar 2a dan
2b). Gambaran dapat disimpulkan sesuai untuk HZ.

5
A

Gambar 2 : Hasil pemeriksaan Tzanck test

Keterangan
a. Tampak gambaran Multinucleated giant cell
b. Tampak gambaran sel dengan gambaran intrainklusion pada inti

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka


pasien didiagnosis akhir dengan HZ Thorakolumbalis T11-L2. Pasien diberikan Infus
Ringer Laktat 20 tetes/ menit, Asiklovir 400 mg /4,5jam /oral, Neurodex 1 tablet
/12jam /oral, Asam Mefenamat 500mg /8jam /oral, Amitriptilin 12,5mg /12jam /oral,
dan bedak racikan Menthol 0,15%, Boric Acid 3%, Zinc Oxide 10%, dan Talc
Venetum yang dioles pagi dan sore.

6
Pasien diperbolehkan pulang pada perawatan hari ke-2 dengan kondisi umum
membaik, pasien sudah mulai mau makan, dan tidak lemas. Bintil pada perut,
pinggang dan punggung belum tampak perubahan yang signifikan. Nyeri masih
dirasakan. Pasien diberikan obat pulang Asiklovir 400mg/4,5jam/oral, Vitamin B
kompleks 1 tablet /12jam /oral, Asam Mefenamat 500mg /8jam /oral, Amitriptilin
12,5mg /12jam /oral, dan bedak racikan Menthol 0,15%, Boric Acid 3%, Zinc Oxide
10%, dan Talk Venetum yang dioles pagi dan sore setelah mandi. Obat-obatan diatas
diberikan selama 7 hari.

Pada hari ke-7 pasien mengatakan keluhan membaik, vesikel pada perut, dan
pinggang kiri, sudah mengering semua, pada punggung masih tersisa beberapa sisa
vesikel yang pecah namun masih basah (Gambar 3a, 3b, dan 3c). Pada hari ke-14 lesi
pada perut, pinggang dan punggung sudah mengering, walaupun sedikit
meninggalkan bekas, nyeri juga sudah tidak dirasakan oleh pasien.

7
a b

Gambar 3. Follow up hari ke-7

a. Tampak lesi pada perut sudah mengering, tampak krusta,


b. Tampak lesi pada punggung sudah mengering, tampak krusta
c. Tampak lesi pada pinggang, tampak krusta

8
DISKUSI

Seorang perempuan usia 22 tahun datang ke instalasi gawat darurat RS


Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan muncul bintil-bintil berair pada pinggang,
punggung dan perut sebelah kiri sejak 4 hari yang lalu, bintil berair disertai nyeri
seperti terbakar. Awalnya bintil keluar di punggung kemudian menyebar ke pinggang
dan perut. Sejak saat muncul bintil berair pasien merasa meriang, badan terasa lemas,
dan nafsu makan menurun. Pasien sudah ke RS 1 hari sebelum ke IGD dan
mendapatkan asiklovir 3x2 tablet dan salep GnC Jelly®. Riwayat penyakit yang sama
sebelumnya tidak ada, riwayat cacar air semasa kecil ada pada saat SD, riwayat
vaksinasi cacar tidak diketahui, riwayat keluarga dan rekan kerja yang menderita
penyakit serupa tidak ada, riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus disangkal, dan
riwayat mengkonsumsi obat jenis kortikosteroid jangka panjang disangkal.

Diagnosis pasien diatas ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang berupa Tzank smear. Dari anamnesa, didapatkan, pasien
perempuan 22 tahun dengan keluhan utama muncul bintil berair yang berkelompok
dengan dasar kemerahan perut, punggung dan pinggang kiri. sejak 4 hari yang lalu.
Sejak saat muncul bintil berair pasien merasa meriang, badan terasa lemas, dan nafsu
makan menurun. Pada pasien ini fase pre-erupsi dan fase erupsi terjadi hampir
bersamaan dengan batasan waktu yang tidak jelas.

HZ pada pasien ini terjadi pada usia 22 tahun, dimana pada usia ini dapat
dikategorikan sebagai golongan umur dewasa muda sebagai mana yang disebutkan
oleh Noopur et all dalam penelitiannya menyebutkan bahwa HZ juga dapat terjadi
pada pasien dewasa muda, berdasarkan kelompok umur 21-39 tahun (8). Aggarwal
dalam penelitiannya mendefinisikan dewasa muda adalah kelompok yang berada
pada rentang umur mendapatkan 21-30 tahun (7).

Pada pemeriksaan lab didapatkan, WBC 7,9 x 103/uL, HB 11,9 gr/dl, Platelet
306 x 103/uL, Ureum 12 mg/dl, Kreatinin 0,68mg/dl, SGOT 17 U/L, SGPT 12 U/L,

9
Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 90 mg/dl. Pada hitung jenis sel darah putih
didapatkan Neutrofil 76,4%, Limfosit 16,7%, Eosinofil 0,4%.

Tampak terjadi peningkatan Neutrofil yaitu 76,4% dari rentang normal 33-
66%, hal ini sesuai dengan penelitian Nishitani dan Sakakibara yang menemukan
bahwa ada korelasi antara kelelahan karena stress dengan peningkatan neutrophil, di
sisi lain neutrophil juga meningkat pada kondisi inflamasi, seperti halnya yang terjadi
pada pasien HZ ini (11).

Limfositopenia yang terjadi pada pasien dengan 16,7% jumlah limfost ini
dapat dihubungan dengan kemungkinan stress yang dialami oleh pasien. Dimana
rentang normal limfosit menurut Kratz et all adalah 22-44% (12). VZV-imun spesifik
bertugas menghambat aktivasi dari HZ, namun pada titik dimana kekebalan imun
berada di bawah ambang batas maka reaktivasi dapat terjadi (13). Pada kondisi pasien
ini, terjadi penurunan jumlah persentase total limfosit dimana didalamnya termasuk
penurunan jumlah limfosit T. Limfosit T merupakan sel yang berperan penting dalam
imunitas seluler.

Pada pasien ini terjadi penurunan eosinophil 0,4%, dimana rentang normal
adalah 1-4%. Penurunan kadar eosinophil dapat terjadi pada pasien yang mengalami
stress psikis (14), hal ini sesuai dengan pengakuan pasien yang mengatakan bahwa
pada saat erupsi bintil-bintil berair tersebut timbul sedang dalam kondisi stress karena
skripsi. Pasien juga diperiksakan untuk HIV untuk mengeliminasi kemungkinan
imunodefisiensi, dan hasilnya dinyatakan Non Reaktif.

Dari pemeriksaan fisik pada didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar


kulit eritema di regio trunkus anterior, trunkus posterior dan pinggang dextra. Lokasi
lesi sesuai dengan daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf setinggi dermatom
Thorakolumbal T11-L2 (15).

10
Untuk membantu penegakan diagnosis pasien ini, dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa tes Tzanck, dengan hasil ditemukan multinucleated giant cell.
Gambaran tersebut sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan gambaran
multinucleated giant cell akan ditemukan pada HZ (10).

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi akibat penyebaran virus pada


sepanjang saraf ganglion posterior ke meningens dan menyebabkan leptomeningitis,
serebrospinal fluid pleositosis, dan segmental myelitis (16).

Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu cairan infus Nacl 0,9% 20
tetes/menit, Asiklovir 400mg/4,5jam/oral, Neurodex 1 tablet /12jam /oral, Asam
Mefenamat 500mg /8jam /oral, Amitriptilin 12,5mg /12jam /oral, dan bedak racikan
oles pagi-sore setelah mandi.

Tujuan dari pengobatan HZ adalah mempercepat masa penyembuhan,


mengurangi tingkat keparahan nyeri dan lesi pada dermatom utama, mencegah
komplikasi, mencegah infeksi sekunder, dan mencegah terjadinya Neuralgia paska
herpetika dan mencegah penularan.

Pasien diberikan terapi Asiklovir 400mg /4,5jam /oral, ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa dosis Asiklovir adalah 400mg /4,5jam /oral adalah dosis yang
aman dan efektif dalam menurunkan nyeri fase akut, mengurangi lama pembentukan
vesikel baru (17). Pada pasien ini diberikan dosis hanya 400mg/4,5jam/oral dan
memberikan perbaikan klinis. Hal ini juga diperkuat dengan adanya penelitian oleh
Mannan yang membandingkan asiklovir oral 400mg/ 4,5jam /oral dengan oral
placebo, hasilnya adalah bahwa dengan asiklovir 400 mg /4,5jam /hari menunjukan
secara signifikan pengurangan munculnya lesi baru pada dermatom setelah hari ke-0
(17).

Asiklovir merupakan derivat guanin dengan spesifitas yang tinggi terhadap


herpes simpleks dan HZ. Obat ini dikonversi menjadi aminofosfat oleh timidin kinase
dari virus. Sehingga obat hanya akan diaktifkan dalam sel yang terinfeksi oleh virus.

11
Obat itu nantinya akan menghambat DNA polimerase virus dengan derajat yang lebih
besar daripada terhadap enzim hospes (18). Pemberian asiklovir dapat mempersingkat
waktu penyembuhan lesi, mempercepat hilangnya vesikel, menghentikan replikasi
virus, mengurangi nyeri, serta menurunkan resiko terjadinya komplikasi (2).

Untuk mengurangi rasa nyeri pasien diberikan asam mefenamat 500 mg /8


jam /oral. Asam mefenamat merupakan non-steroidal anti-inflammatory drug
(NSAID) dengan kemampuan antiinflamasi, antipiretik dan analgesik. Asam
mefenamat menghambat aktivitas enzim siklooksigenase I dan II yang dapat
menyebabkan penurunan kadar prostaglandin dan thromboxane. Penurunan kadar
prostaglandin ini yang menyebabkan berkurangnya rasa nyeri (19).

Pada pasien ini diberikan amitriptilin 12,5 mg/24 jam/oral dengan tujuan
mengurangi rasa nyeri dan mencegah nyeri pasca herpes (PHN) (20). Mekanisme
kerja dari amitriptilin adalah mencegah re-uptake 5-hydroxy tryptamine dan
norepinephrine yang memodulasi jalur nyeri (21).

Terapi lain diberikan Neurodex yang merupakan Vitamin B kompleks yang


terdiri atas vitamin B1 mononitrate 100 mg, vitamin B6 HCl 200 mg, vitamin B12
200 mcg. Sesuai kepustakaan disebutkan bahwa vitamin B1, B6, dan B12 merupakan
vitamin neurotropik untuk menjaga dan menormalkan fungsi saraf (22).
Sianokobalamin membantu mengembalikan selubung myelin yang rusak karena VZV
dan mencegah terjadinya PHN. Berdasarkan pemeriksaan post-mortem pasien yang
mengalami PHN tidak memiliki selubung myelin (23).

Pengobatan topikal yang diberikan adalah berupa bedak yang didalamnya


merupakan campuran menthol 0,15%, boric acid 3%, zinc oxide 10%, dan talc
venetum yang dioleskan pada vesikel pagi dan sore. Adapun manfaat dari menthol
adalah memberikan rasa dingin dan sebagai antiiritan; boric acid ini pada konsentrasi
3 % berkhasiat bakteriostatis lemah. Boric acid dapat diabsorbsi oleh kulit yang
rusak, terutama pada bayi dan anak kecil. Zinc Oxide berfungsi protektif untuk

12
menutupi kulit atau membran mukosa dan untuk mencegah terjadinya iritasi. Talk
venetum adalah sebagai bahan tambahan untuk menjadikannya bedak tabur (24).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Salleras M, Domínguez A, Soldevila N, Prat A, Garrido P, Torner N, et al.


Contacts with children and young people and adult risk of suffering herpes
zoster. Vaccine. 2011;29(44):7602–5.
2. Cohen JI. Herpes Zoster. N Engl J Med [Internet]. 2013;369(3):255–63.
Available from: http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMcp1302674
3. Ayuningati LK, Indramaya DM. Studi Retrospektif : Karakteristik Pasien
Herpes Zoster ( Retrospective Study : Characteristic of Herpes Zoster Patients
). Period Dermatology Venereol. 2015;27(3):211–7.
4. Bansal P, Bhargava D, Ali S. Herpes -Zoster: An update. Int J Med Res Heal
Sci [Internet]. 2013;2(4):960. Available from:
http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:ijmrhs&volume=2&issue
=4&article=040
5. Yawn BP, Gilden D. The global epidemiology of herpes zoster. Neurology
[Internet]. 2013;81(10):928–30. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3885217&tool=pm
centrez&rendertype=abstract
6. Macintyre R, Stein A, Harrison C, Britt H, Mahimbo A. Increasing Trends of
Herpes Zoster in Australia. 2015;(April).
7. Aggarwal SK, Radhakrishnan S. A clinico-epidemiological study of herpes
zoster. Med J Armed Forces India. 2016;72(2):175–7.
8. Gupta N, Sachdev R, Sinha R, Titiyal JS, Tandon R. Herpes zoster
ophthalmicus: disease spectrum in young adults. Middle East Afr J
Ophthalmol. 2011;18(2):178–82.
9. Camila K Janniger M. Herpes Zoster [Internet]. 2018 [cited 2018 May 10].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview
10. MD JLBMJLJMJVS. Dermatology. Elsevier. 2012. 1689-1699 p.
11. NISHITANI N, SAKAKIBARA H. Association of Psychological Stress
Response of Fatigue with White Blood Cell Count in Male Daytime Workers.
Ind Health [Internet]. 2014;52(6):531–4. Available from:
http://jlc.jst.go.jp/DN/JST.JSTAGE/indhealth/2013-
0045?lang=en&from=CrossRef&type=abstract
12. Kratz A, Ferraro M, Sluss PM, Lewandrowski KB. Normal Reference
Laboratory Values. N Engl J Med [Internet]. 2004;351(15):1548–63. Available
from: http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMcpc049016
13. Oxman MN. Herpes zoster pathogenesis and cell-mediated immunity and
immunosenescence. J Am Osteopath Assoc [Internet]. 2009;109(6 Suppl
2):S13–7. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19553630
14. Anonymous. Stress and Cortisol [Internet]. [cited 2018 Apr 24]. Available
from: https://mimbeim.com/naturopathy/articles/stress-and-cortisol
15. Greenberg S a. The history of dermatome mapping. Arch Neurol.

14
2003;60(1):126–31.
16. Burgdorf WHC. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th edition. J
Am Acad Dermatol [Internet]. 2004;51(2):325–6. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0190962204005432
17. Contribution O, Zoster H. Oral Acyclovir to Treat Herpes Zoster: A
Prospective Case Control Study. 2008;1(2):45–8.
18. A. A. Kuliah Farmakologi: Antivirus. , . P. 2nd ed. Jakarta: Penerbit EGC;
2004. 272-5. p.
19. Biotechnology NC for. Mefenamic Acid [Internet]. 2018. Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/mefenamic_acid
20. Wareham DW, Breuer J. Herpes zoster. Br Med J. 2007;334(7605):1211–5.
21. Gupta R, Farquhar Smith P. Post-herpetic neuralgia: Contin Educ Anaesthesia,
Crit Care Pain [Internet]. 2012;12(4):181–5. Available from:
https://academic.oup.com/bjaed/article-lookup/doi/10.1093/bjaceaccp/mks017
22. Miller A, Korem M, Almog R, Galboiz Y. Vitamin B12, demyelination,
remyelination and repair in multiple sclerosis. J Neurol Sci. 2005;233(1-2):93–
7.
23. GEORGE Y CALDWELL. Herpes zoster : Liver extract and cyanocobalamin
in treating herpes zoster [Internet]. 2007. Available from:
https://www.bmj.com/rapid-response/2011/11/01/liver-extract-and-
cyanocobalamin-treating-herpes-zoster
24. Anonymous. No Title [Internet]. 2014. Available from:
http://fisut03.blogspot.co.id/2014/05/laporan-akhir-fardas-serbuk-tabur-
oleh.html

15

Anda mungkin juga menyukai