Anda di halaman 1dari 5

Kebebasan yang Kebablasan

Jakarta - Masyarakat hari-hari ini banyak memperbincangkan--dengan


nada keprihatinan mendalam--maraknya praktik dan kampaye LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) atau yang paling menonjol
adalah praktik kampanye tentang hubungan sesama jenis. Bahkan,
aktivitas kelompok ini sudah mengarah pada upaya pelegalan
perkawinan/pernikahan sesama jenis.

Gelombang praktik terbuka dan kampanye pelegalan LGBT sendiri antara


lain didorong pelegalan serupa di Amerika Serikat pertengan tahun lalu.
Berdasarkan keputusan Supreme Court Amerika Serikat menyatakan
bahwa konstitusi Amerika menjamin pernikahan sesama jenis (Juni 2015).
Pelegalan ini menyusul 22 negara lain yang telah melakukan hal serupa
dimana mayoritas negara-negara Barat yang berpaham liberal.

Dalil kelompok LGBT dan para pendukungnya adalah karena hal ini
merupakan ekspresi kebebasan dan hak asasi manusia sehingga negara
harus menjamin eksistensi LBGT dan menjamin kesamaan perlakuan
hukum (nondiskriminasi) kepada kelompok ini.

Dalil Kebebasan yang Terbantahkan

Sekilas argumentasi yang disampaikan kelompok LGBT masuk di akal


dengan mengaitkan perilaku mereka dengan hak asasi manusia. Tapi
sayangnya Indonesia tidak menganut kebebasan tanpa batas dan paham
liberalisme sebagaimana yang dianut oleh sebagian besar negara-negara
Barat. Dan di sinilah leverage (keunggulan) bangsa ini dalam membangun
peradaban negara-bangsa yang beradab dan bermartabat.

Pelaksanaan hak asasi tetap tidak boleh bertentangan dengan nilai agama
dan budaya luhur. Hal itu jelas termaktub dalam Pasal 28 J UUD NRI
Tahun 1945, ayat (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Sementara ayat (2) "Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis."

Dasar negara kita Pancasila jelas mencantumkan sila Ketuhanan Yang


Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Pun, di banyak pasal
konstitusi kita, UUD 1945, ditegaskan kembali hakikat identitas dan
karakter kita sebagai sebuah bangsa, yang menempatkan nilai luhur moral,
agama, dan budaya sebagai rujukan atau tuntunan utama dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat. Jelas dan tegas kita tidak menganut kebebasan
dalam imaji masyarakat Barat.

Dalam kacamata negara, praktek dan kampanye LGBT tidak memiliki


tempat dan bahkan terlarang. Praktik ini jelas melanggar norma agama dan
hukum positif. Dua hukum ini adalah pegangan kita dalam hidup bernegara
di Indonesia. Bisa saja negara lain, seperti di Amerika Serikat dan
beberapa negara Eropa melegalkan, tapi sekali lagi identitas dan karakter
negara kita beda, visi kebangsaan kita beda. Dasar negara kita Pancasila
dan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maknanya, meski Indonesia bukan negara agama, tapi by law dan by


constitution nilai ajaran agama dijunjung tinggi, bahkan mendasari
kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka, dengan sadar para pendiri
republik melahirkan sila pertama Pancasila tersebut sehingga jelas kita
bukan negara liberal apalagi menganut kebebasan tanpa batas.

Tidak ada satu agamapun yang melegalkan hubungan sesama jenis


karena jelas madlorotnya (kerusakannya). Terngiang dalam benak kita
cerita tentang kaum Nabi Luth yang dikenal sebagai kaum Sodom yang
gemar melakukan hubungan sesama jenis. Kisah mereka berakhir tragis,
Tuhan menimpakan adzab hujan batu ke kaum ini karena perbuatannya
yang menyimpang. Pertanyaannya, apakah kita punya imajinasi
membangun masyarakat atau peradaban yang seperti ini? Tentu tidak!

Jika kita rujuk hukum positif yang berlaku di Indonesia juga jelas larangan
tersebut. Praktek ini menyimpangi lembaga perkawinan yang sakral dan
bertujuan mulia. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa, "Perkawinan ialah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Melalui aturan ini,
Indonesia menempatkan lembaga perkawinan di tempat yang mulia,
dengan tujuan yang mulia, dilandaskan pada nilai dan ajaran agama. Lalu,
dimana kita meletakkan hubungan sesama jenis?

Selain itu, KUHP Pasal 292 juga menyatakan larangan dengan pidana:
"Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa
belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun." Pasal pidana ini memang tidak eksplisit merujuk pada hubungan
sesama jenis yang sudah sama-sama cukup umur, tetapi secara implisit
menyiratkan perbuatan sejenis dilarang. Pun, saat ini ada semangat kuat
untuk melarang hubungan sesama jenis dalam pembahasan RUU KUHP di
DPR.

Dus, ditinjau dari hukum agama maupun hukum negara hubungan sesama
jenis tidak dibenarkan. Perilaku mereka melanggar agama (yang berarti
dosa) dan melanggar hukum negara (yang berarti tindakan melawan
hukum dan konstitusi). Kampanye LGBT bisa masuk kategori perbuatan
makar terhadap konstitusi negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.
IDENTIFIKASI MORAL YANG HARUS DI BANGUN ADALAH MORAL
BERAGAMA
Indonesia negara yang rakyatnya beragama dan berTuhan. Sekarang
agama apa yang membolehkan? Islam sudah jelas melarang, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha, enggak ada yang membolehkan. Karna itu
penyimpangan moral beragama dan hukum jadi moral yang harus di
bangun oleh pelaku lgbt adalah moral beragama

Cara membangun sikap moral tersebut


Cara membangunnya melalui pendidikan, Pendidikan adalah usaha sadar manusia
untuk meningkatkan kualitas dirinya, baik personal maupun kolektif. Pendidikan
juga merupakan suatu upaya manusia untuk memanusiakan dirinya dan
membedakannya dengan makhluk lain. Untuk itu pendidikan menjadi penting,
tatkala manusia berinteraksi dengan manusia lainnya dan pendidikanlah yang
akan membedakan kualitas interaksi tersebut. Interaksi akan terlihat indah jika
didalamnya tertanam nilai-nilai agama (moral). Nilai agama inilah yang akan
membentuk tata aturan supaya hidup menjadi harmonis dan agama pula yang
menjadikan hidup ini terarah.
ANALISIS KASUS LGBT

Menganalisis bingkai pandangan Islam dalam media menjadi suatu


hal yang menarik. Apalagi dalam media televisi nasional dan bukan
stasiun televisi agama. Secara umum, stasiun televisi berjaringan nasional
lebih luas dan jernih tayangannya, sehingga dapat dinikmati khalayak
hampir di seluruh pelosok nusamtara, khususnya umat muslim.
Mengenai pandangan Islam terkait fenomena LGBT di Indonesia
sangat beragam seperti yang dikemukakan pada masing-masing media.
Ada yang secara tegas mengatakan hal itu adalah dosa besar, dan adapula
yang menyatakan tidak perlu disikapi secara keras.
Sebagai manusia yang berpendidikan dan bermoral seyogyanya
tidaklah pantas menyikapi hal tersebut secara keras dengan cara
mendiskriminasi. Dalam Islam pula tidak dianjurkan untuk mengolok-olok
suatu kaum yang bisa jadi kaum itu lebih baik dari kita. Namun untuk
“mendukung” gerakan tersebut berkembang luas sebaiknya tidak setuju,
karena homoseksual dan lesbian tidak dapat meneruskan generasi
selanjutnya sebab mereka orientasi seksualnya sesama jenis. Tentu tidak
mungkin manusia dapat berkembang biak mencetak generasi yang baik di
masa depan.LGBT merupakan lawan dari bangsa Indonesia. Dimana
LGBT dapat menimbulkan kekacauan dan kerusakan. Selain itu, LGBT
bersumber dari ideologi atheis dan juga berasal dari trauma seseorang yang
dapat mengancam kehidupan manusia. Sehingga dibutuhkan pencegahan
dan pemulihan terhadap kaum LGBT. Sebab, LGBT sangat massif di media
internet.
Hal ini membuat LGBT harus dinilai dari semua aspek seperti
agama, budaya, psikologi dan sebagainya. Seperti pada kutipan teks berita
“banyak orang menjadi same sex attraction (SSA) karena pemaksaan
mengambil role mode (utamanya peran ibu) yang banyak terjadi misalnya
keluarga broken home, over protective…”. Tidak hanya aspek HAM saja
yang dipentingkan, sebab HAM juga harus menghormati hak orang lainnya
dan kepentingan harus memahami kaum yang banyak dibandingkan dengan
kaum yang sebagian. Dengan hal ini, tidak dilegalisasinya kaum LGBT
dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai