Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

HUKUM REFLEKSI DAN REFRAKSI

1. Pengertian Hukum Refleksi dan Refraksi

Refleksi (atau pemantulan) adalah perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi (medium)
asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Refraksi (atau pembiasan)
dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel cahaya akibat
terjadinya percepatan.

Refleksi pada era optik geometris dijabarkan dengan hukum refleksi yaitu:

 Sinar insiden, sinar refleksi dan sumbu normal antarmuka ada pada satu bidang yang sama
 Sudut yang dibentuk antara masing-masing sinar insiden dan sinar refleksi terhadap sumbu
normal adalah sama besar.
 Jarak tempuh sinar insiden dan sinar refleksi bersifat reversible.
Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius,
terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan
oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang
cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fase gelombang
cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang
sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal).

A. PEMANTULAN GELOMBANG PADA PERMUKAAN DATAR

B. PEMBIASAN GELOMBANG PADA PERMUKAAN DATAR

C. PEMANTULAN DAN PEMBIASAN DIPANDANG SEBAGAI SINAR


D. PEMANTULAN SEMPURNA
Pemantulan sempurna adalah fenomena yang terjadi ketika sinar yang datang dari medium
lebih rapat menuju medium kurang rapat akan dipantulkan kembali seluruhnya, dengan bidang
batas permukaan (antarmedium) berlaku sebagai cermin datar sempurna.

Ketika sudut datang sama dengan nol, sudut biasnya juga nol seperti ditunjukkan oleh sinar
1. Kemudian, sinar datang dengan sudut i akan dibiaskan dengan sudut bias r (sinar 2). Jika sudut
sinar datang diperbesar sampai i = θ, maka sinar akan dibiaskan sejajar dengan permukaan kaca
(karena sudut datang θ menghasilkan sudut bias 90°, maka θ disebut sudut kritis) seperti yang
ditunjukkan oleh sinar 3. Jika sudut sinar datang lebih besar daripada sudut kritis (sudut batas),
maka sinar akan dipantulkan seluruhnya oleh permukaan kaca kembali ke dalam kaca (sinar 4).
Dengan demikian, sudut kritis adalah sudut datang yang menghasilkan sudut bias sebesar 90°.
Jika sudut datang diperbesar lagi melebihi sudut kritis, cahaya tidak akan dibiaskan melainkan
dipantulkan secara sempurna. Artinya, cahaya tidak akan keluar dari medium kaca, seperti yang
ditunjukkan oleh sinar 4. Peristiwa inilah yang disebut pemantulan sempurna.
Syarat Terjadinya Pemantulan Sempurna
Berdasarkan proses terjadinya pemantulan sempurna seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pemantulan sempurna atau pemantulan total hanya akan terjadi apabila
memenuhi dua syarat sebagai berikut.
■ Cahaya datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat atau dengan kata lain, indeks
bias medium pertama harus lebih besar dari indeks bias medium kedua (n1 > n2).
■ Sudut datang harus lebih besar daripada sudut kritis. Misalnya, jika sudut datang adalah i dan
sudut kritis adalah ik maka pada pemantulan sempurna berlaku i > ik.
Dengan demikian, pada peristiwa pemantulan sempurna tidak berlaku Hukum Pembiasan
Cahaya karena memang tidak terjadi refraksi atau pembiasan cahaya. Tetapi berlaku hukum
Pemantulan Cahaya. Lihat gambar.

1. Sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul. Secara matematis, persamaan sudut datang dan sudut
pantul dituliskan dalam bentuk rumus berikut.

θi = θr

3. Sinar datang tegak lurus cermin akan dipantulkan kembali.

Sudut Kritis
Jika sudut sinar datang dari medium pertama mempunyai sudut bias 90° disebut sudut kritis
(sudut batas) dan ditulis ik, maka menurut Hukum Snellius untuk pembiasan cahaya, berlaku
persamaan berikut.
n1 sin ik = n2 sin r
n1 sin ik = n2 sin 90°
n1 sin ik = n2 (1)
n1 sin ik = n2
n2
sin ik =
n1
n2
ik = sin-1
n1
Keterangan:
ik = sudut kritis (sudut batas)
n1 = indeks bias medium pertama
n2 = indeks bias medium kedua
n1 > n2
Contoh Soal dan Pembahasan
1. Hitunglah sudut kritis berlian yang memiliki indeks bias mutlak 2,417 pada saat diletakkan di
udara.
Jawab:
Diketahui:
n2 = 1 (udara)
n1 = 2,417 (berlian)
Maka sudut kritisnya dapat dihitung dengan rumus berikut.
sin- 1
ik = 1
2,417
i
= sin-1 (0,414)
k

ik = 24,4°

Jadi, sudut kritis berlian tersebut adalah 24,4°.

2. Seberkas sinar datang dari medium kaca yang indeks biasnya 1,50 menuju ke medium air yang
indeks biasnya 1,33. Tentukanlah sudut kritisnya.
Jawab:
Diketahui:
n2 = 1,33 (air)
n1 = 1,50 (kaca)
Maka sudut kritisnya dapat dihitung dengan rumus berikut.
ik = sin- 1,33
1
1,55
i
= sin-1 (0,887)
k

ik = 62,5°

Jadi, sudut kritis kaca tersebut adalah 62,5°.

E. PEMBIASAN OLEH PLAT DATAR YANG PERMUKAANYA SEJAJAR

F. PEMBIASAN OLEH PRISMA


Seberkas cahaya datang pada salah satu permukaan sisi prisma kaca (indeks bias n2) yang
terletak di udara (indeks bias n1), seperti di tunjukkan pada gambar. Prisma memiliki sudut
puncak atau sudut pembias β. Perhatikan lintasan sinar sebelum memasuki prisma dan setelah
memasuki prisma. Mula-mula sinar datang dari udara memasuki prisma dari sisi sebelah kiri.
Sinar ini di biaskan mendekati garis normal N1. Di dalam prisma, sinar merambat menuju sisi
kanan prisma. Di sisi kanan prisma, sinar ini mengalami pembiasan lagi ke udara. Pada
pembiasan yang kedua, sinar datang dari medium rapat (prisma) ke medium renggang (udara)
sehingga sinar di biaskan menjauhi garis normal N2. Jika sinar datang pada permukaan pertama
prisma dan sinar bias pada permukaan kedua prisma di perpanjang ke dalam prisma, maka kedua
garis ini akan berpotongan di satu titik dengan membentuk sudut tertentu (lihat gambar). Sudut
ini di kenal sebagai sudut deviasi prisma, dengan simbol δ. Jadi, sudut deviasi prisma
didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk oleh perpanjangan sinar datang dan perpanjangan
sinar bias. berapakah besar sudut deviasi δ? Untuk menentukan deviasi δ, terlebih dahulu
perhatikan gambar. Jumlah sudut dalam segitiga BPC adalah 180o. jadi,
BPC + α +γ = 180o,
BPC = 180o – (α + γ). Selanjutnya,
BPC + δ = 180o
BPC = 180o - δ
Dua persamaan di atas menghasilkan
180o – (α + γ) = 180o – δ
δ=α+γ
pada titik B berlaku α = i1 - r1, sedangkan pada titik C berlaku γ = r2 - i2. Dengan demikian,
persamaan di atas menghasilkan
δ = (i1 – r1) + (r2 – i2) atau δ = (i1 + r2) - (r1 + i2)
jumlah sudut dalam segitiga BCQ adalah 180o. Jadi,
BQC + r1 + i2 = 180o atau BQC = 180o – (r1 + i2)
Selanjutnya,
BQC + β = 180o atau BQC = 180o – β
Kedua persamaan di atas menghasilkan
180o – (r1 + i2) = 180 - β
β = r1 + i 2
substitusi persamaan β = r1 + i2 ke δ = (i1 + r2) - (r1 + i2) memberikan sudut deviasi δ :
δ = i 1 + r2 – β
dengan i1 sudut datang pada permukaan pertama, r2 sudut bias pada permukaan kedua dan β
sudut pembias prisma.
Jika sudut datang i1 diubah-ubah, sudut deviasi δ juga berubah-ubah. Akan tetapi, kita dapat
memperoleh nilai sudut deviasi yang paling kecil atau deviasi minimum δmin. berapakah nilai δ-
min ? persamaan δ = i1 + r2 – β menunjukkan bahwa sudut deviasi δ bergantung pada i1 , r2 dan β.
Akan tetapi, β tetap sehingga δ hanya bergantung pada i1 dan r2. Oleh karena it, δmin terjadi
ketika i1 = r2. Dengan kata lain, sudut deviasi minimum prisma terjadi jiak sudut datang pada
permukaan yang pertama sama dengan sudut bias pada permukaan kedua.
Substitusi i1 = r2 ke persamaan δ = i1 + r2 – β menghasilkan
δ min = i1 + i1 - β = 2i1 – β
i1 = (δ min + β ) / 2
Jika i1 = r2, maka i2 = r1 dan persamaan β = r1 + i2 menjadi
β = r1 + i1 = 2r1s
r1 = β / 2
persamaan i1 = (δ min + β ) / 2 dan r1 = β / 2 berturut-turut menunjukkan sudut datang dan sudut
bias pada permukaan pertama prisma. Dengan menggunakan hukum snellius, di peroleh
n1 sin i1 = n2 sin i2
n1 sin ((δ min + β)/2) = n2 sin(β/2)
n2/n1 = n21 = sin((δ min + β)/2) / sin(β/2)
perhatikan bahwa n21 = n2/n1 menunjukkan indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1.
Jika prisma dengan indeks bias n2 = n terletak di udara (n1 = 1), persamaan n2/n1 = n21 =
sin((δ min + β)/2) / sin(β/2) menjadi
n = sin((δ min + β)/2) / sin(β/2)
jika sudut pembias prisma β kecil (β < 10o), harga sinus sudut mendekati nilai sudutnya (dalam
radian). Jadi, untuk sudut pembias kecil persamaan n2/n1 = n21 = sin((δ min + β)/2) / sin(β/2)
menjadi :
n21 = (δ min + β)/2) / (β/2) = (δ min + β) / β
δ min = (n21 – 1) β
Contoh soal :
1. Menentukan sudut deviasi prisma
Sebuah prisma dengan sudut pembias β = 60o dan di buat dari bahan gelas (n = 1,6) terletak di
udara. Sinar datang pada salah satu sisi prisma membentuk sudut 53o. hitunglah:
(a) Sudut sinar bias yang keluar dari prisma
(b) Sudut deviasi prisma
Penyelesaian :
(a) Untuk menyelesaikan soal ini, kita akan gunakan gambar skema di atas. Pembiasan pada
permukaan pertama, kita mempunyai n1 = 1, dan n2 = 1,6 dan i1 = 53o. Hukum snellius pada
permukaan pertama menghasilkan
n1 sin i1 = n2 sin r1
sin r1 = (n1 sin i1) / n2 = (1 sin 53o)/ 1,6 = 0,5
r1 = 30o
untuk menentukan sudut datang pada permukaan kedua yaitu i2, di gunakan persamaan :
β = r1 + i 2
i2 = β – r1 = 60o – 30o = 30o
jadi, untuk pembiasan pada permukaan kedua, kita mempunyai n1 = 1,6 ; n2 = 1 ; dan i2 = 30o.
Hukum snellius pada permukaan kedua ini menghasilkan
n1 sin i2 = n2 sin r2
sin r2 = ( n1 sin i2)/n2 = (1,6 sin 30o)/1 = 0,8
r2 = 53o
(b) Untuk menghitung sudut deviasi di gunakan persamaan :
δ = i1 + r2 – β = 53o + 53o – 60o = 46o.
2. Menentukan sudut deviasi minimum prisma
Sebuah prisma dengan sudut pembias β = 60o dan di buat dari bahan gelas (n = 1,6) terletak di
udara. jika sudut datang pada permukaan pertama prisma sama dengan sudut bias pada
permukaan kedua, hitunglah sudut deviasi minimum prisma.
Penyelesaian :
Karena sudut datang pada permukaan pertama prisma sama dengan sudut bias pada permukaan
kedua, maka terjadi deviasi minimum. Sudut pembias β = 60o > 10o sehingga untuk menemukan
sudut deviasi minimum di gunakan persamaan :
n = sin((δ min + β)/2) / sin(β/2)
1,6 = sin((δ min + 60o)/2) / sin(60/2)
1,6 sin 30o = sin((δ min + 60o)/2)
0,8 = sin((δ min + 60o)/2)
53o = (δ min + 60o)/2
δ min = 106o – 60o = 46o.
G. DISPERSI
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik (putih) menjadi cahaya-
cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma lewat pembiasan atau pembelokan.
Hal ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri dari harmonisasi berbagai cahaya warna dengan
berbeda-beda panjang gelombang.

Warna Panjang gelombang

Ungu 400-440nm

Biru 440-495nm

Hijau 495-580nm

Kuning 580-600nm
Orange 600-640nm

Merah 640-750nm

Sebuah prisma atau kisi kisi mempunyai kemampuan untuk menguraikan cahaya menjadi
warna warna spektralnya. Indeks cahaya suatu bahan menentukan panjang gelombang cahaya
mana yang dapat diuraikan menjadi komponen komponennya. Untuk cahaya ultraviolet adalah
prisma dari kristal, untuk cahaya putih adalah prisma dari kaca, untuk cahaya infrared adalah
prisma dari garam batu. Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap
warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan warna ungu
mengalami deviasi terbesar.

Sudut dispersi:

 F = du - dm
 F = (nu - nm)b

o dm = sudut deviasi merah


o du = sudut deviasi ungu
o nu = indeks bias untuk warna ungu
o nm = indeks bias untuk warna merah

Anda mungkin juga menyukai