an
lih
P era
g
n
ng
ku CS SC
Le p
TS ST
Rc Rc
Rt
Rt
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
Hidayah-Nya, Modul ajar Perencanaan Geometrik Jalan ini dapat dibuat dan
Jalan untuk mahasiswa D3 dan D4 Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Lain yang
membutuhkan.
Pada buku ini diterangkan contoh soal aplikasi dan beberapa program yang
Semoga buku ajar yang dibuat ini menjadi suatu tolok ukur agar kita tetap
menjadi yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kita maupun bagi orang lain.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
i
DAFTAR ISI
ii
3.3. Klasifikasi Medan Jalan ........................................... 22
3.3.1. Klasifikasi Medan Jalan................................ 22
3.3.2. Contoh Perhitungan Klasifikasi Medan........ 23
3.4. Titik Koordinat dan Panjang Jalan ........................... 24
3.4.1. Point of Intersection (PI) .............................. 24
3.4.2. Panjang Jalan ................................................ 25
3.5. Evaluasi .................................................................... 26
iii
MODUL 7 PELEBARAN PERKERASAN JALAN ........................ 59
7.1. Kendaraan Rencana .................................................. 60
7.2. Pelebaran Perkerasan Tikungan ............................... 61
7.3. Jarak Pandang........................................................... 63
7.3.1. Jarak Pandang Henti ..................................... 66
7.3.2. Analisis Jarak Pandang Henti ....................... 66
7.3.3. Jarak Pandang Menyiap (JPM)..................... 67
7.3.4. Analisis Jarak Pandang Menyiap.................. 68
7.4. Evaluasi .................................................................... 71
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 7.3. Lengkung vertikal cekung ................................................. 64
Gambar 7.4. Jarak pandangan lengkung horisontal untuk Jh/S.............. 65
Gambar 7.5. Jarak pandang lengkung horisontal.................................... 65
Gambar 8.1. Lengkung vertikal cembung .............................................. 75
Gambar 8.2. Lengkung vertikal cekung ................................................. 75
Gambar 8.3. Lengkung vertikal dan horisontal terletak dalam satu fasa 77
Gambar 8.4. Lengkung vertikal dan horisontal tidak terletak pada satu fasa 78
Gambar 8.5. Tikungan terletak dibagian atas lengkung vertikal cembung 79
Gambar 8.6. Lengkung vertikal cekung pada jalan yang relatif lurus dan
Panjang............................................................................... 79
vii
GLOSARIUM
viii
n = Jumlah jalur lalulintas
c = Kebebasan samping
a = Percepatan rata-rata (km/jam)
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (meter)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang datang dari arah berlawanan
(meter)
t1 = Waktu dalam (detik)
t2 = Waktu kendaraan derada di jalur lawan (detik)
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan
yang disiap (biasanya diambil 10-15 km/jam)
g = Kemiringan tangen (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan grade/kelandaian (m)
Ev = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PVI – m) meter
Lv = Lengkung Vertikal (m)
ix
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke :1
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :1
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman :5
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 1
PENDAHULUAN
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami hal-hal yang berhubungan dengan
perencanaan geometrik jalan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan memahami hal yang berhubungan dengan perencanaan geometrik
jalan, maka diharapkan mahasiswa mampu memahami hal perencanaan.
5. Referensi
1
_____, (2004) Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2004, tentang Jalan,
Jakarta.
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Murwono, D (2008) Perencanaan Transportasi, Bahan Ajar MSTT,
Universitas Gadjah Mada.
Nanang, J., dan Idham, M (2010) Audit Keselamatan Jalan, Skripsi,
Sekolah Tinggi Teknologi Dumai.
C. Materi Modul
MODUL 1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur
penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi
masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Konstruksi jalan raya sebagai sarana transportasi adalah merupakan
unsur yang sangat penting dalam usaha meningkatkan kehidupan manusia
untuk mencapai kesejahteraannya, hal ini dapat dilihat dari pengertian
transportasi yaitu pergerakan/perpindahan orang atau barang dari satu
tempat ke tempat lainnya. Dengan terjadinya pergerakan maka akan
memunculkan sarana transportasi yang digunakan. Bertambahnya jumlah
sarana (kendaraan) yang ada menuntut untuk berkembangnya ilmu
pengetahuan para ahli dalam menangani dua masalah besar yang terjadi
dalam bdang rekayasa jalan raya. Hal ini dapat dicontohkan dengan
meningkatnya prilaku pengemudi kendaraan yang dapat menyebabkan
2
meningkatnya kecelakaan lalulintas (Nanang dan Idham, 2010) sehingga
menuntut perencanaan geometrik dapat memberikan pelayanan maksimum
dengan bahaya minimum dan biaya yang ekonomis.
3
3. Pembentukan gambar data desain profil memanjang jalan sepanjang
garis rencana jalan dan gambar data desain potongan melintang jalan
secara otomatis.
4. Penentuan standar desain geometrik jalan optimum yang melalui proses
iterasi yang relatif mudah.
5. Perencanaan pekerjaan pemindahan tanah galian/timbunan secara
otomatis sesuai dengan Mass Haul Diagram yang dihasilkan.
Hasil dari pengoperasian program DRoads yaitu jenis data input utama
(data topografi, data desain alinemen dan data harga satuan) yang
diperlukan untuk program DRoads. Berikut diperlihatkan, hanya sebagai
ilustrasi saja, format data input tersebut.
1. Data survai poligon
2. Data survai profil memanjang
3. Data survai potongan melintang
4
4. Data desain alinemen horizontal
5. Data desain alinemen vertikal
6. Data desain potongan melintang
7. Data poligon – koord (x,y)
8. Data profil memanjang –
9. Koordinat (STA,Elev)
10. Data potongan melintang – koord (Jarak,Elev)
1.4. Evaluasi
1. Jelaskan proses kerja dari program DRoads ?
2. Carilah program (software) lainnya yang berhubungan dengan
perencanaan geometrik jalan.
5
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke :1
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :2
Kode Mata Kuliah :- Jumlah Halaman :7
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 2
PETA DAN PETA TOPOGRAFI
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami pembacaan peta dan kontur pada
perencanaan geometrik jalan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan membaca peta dan peta topografi, maka mahasiswa diharapkan
dapat menganalisa kondisi daerah yang akan direncanakan sebagai trase
jalan.
6
5. Referensi
_____, (2004) Undang-undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Jakarta.
_____, (2004) Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2004, tentang Jalan,
Jakarta.
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
C. Materi Modul
MODUL 2
PETA DAN PETA TOPOGRAFI
2.1. Peta
Peta merupakan adalah gambaran permukaan bumi yang digambar pada
permukaan datar, dan diperkecil dengan skala tertentu dan juga dilengkapi
simbol sebagai penjelas.
Persamaan Pemetaan
a. Jarak Peta = Skala x Jarak Sebenarnya
b. Skala = Jarak Peta / Jarak Sebenanya
c. Jarak Sebenarnya
= Jarak Peta / Skala
Contoh Soal :
1. Di peta jarak dua kota 5 cm. Jika jarak kedua kota 150 km, berapakah
skala peta yang digunakan ?
Skala = Jarak Peta / Jarak sebenarnya
= 5 cm / 150 km = 5 cm / 15.000.000 cm
= 1 : 3.000.000
7
2. Jarak kota Bengkalis dan Dumai adalah 120 km. Jika jarak kedua kota di
gambar dengan menggunakan skala 1 : 1.000.000, berapa jarak kedua
kota di peta
Jarak Peta = Skala x Jarak sebenarnya
= (1 : 1.000.000) x 120 km = 12 cm
3. Skala sebuah peta yang digunakan adalah 1 : 1.000.000. Jika jarak dua
kota di peta 10 cm. Berapakah jarak kedua kota sebenarnya ?
Jarak sebenarnya = Jarak Peta / Skala
= 10 cm / (1 : 1.000.000)
= 10 cm x 1.000.000 = 10.000.000 cm = 100 km
8
2. Skala menengah antara 1 : 25. 000 s.d. 1 : 50.000.
3. Skala kecil antara lain : 1 : 100.000 atau lebih kecil lagi.
9
4. Pematokan rinci (staking out) di lapangan untuk referensi pelaksanaan
konstruksi
5. Pembuatan peta topografi sepanjang jalan rencana.
2.4. Kontur
Garis kontur adalah garis khayal di lapangan yang menghubungkan titik
dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu di atas
peta yang memperlihatkan titik-titik di atas peta dengan ketinggian yang
sama. Keguanaan garis kontur pada prinsipnya adalah :
a. Menentukan profil tanah (profil memanjang, longitudinal sections) antara
dua tempat.
b. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan
c. Menentukan route/trace suatu jalan atau saluran yang mempunyai
kemiringan tertentu
d. Menentukan kemungkinan dua titik di lahan sama tinggi dan
saling terlihat
10
Rencana pengembangan jaringan jalan
Pengukuran pendahuluan
2.6. Evaluasi
1. Jelaskan pembacaan skala gambar antara kondisi lapangan dengan
gambar ?
2. Jelaskan Gambar kontur berikut !
11
B
12
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke : 2 s.d 3
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :3
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 3
PERENCANAAN TRASE JALAN
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat merencanakan dan membuat trase jalan sesuai dengan
klasifikasi dan panjang serta sudut tikungan jalan yang direncanakan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan memahami trase jalan, maka mahasiswa diharapkan mampu
merencanakan trase jalan sesuai dengan konsep ekonomis dan efisien.
13
5. Referensi
_____, (2004) Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2004, tentang Jalan,
Jakarta.
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Idham, M., dan Andi, A (2010) Evaluasi Perencanaan Simpang Empat,
Studi kasus Simpang Empat Jalan Diponegoro, Dumai, Skripsi,
Dumai.
Hantoro, G., dan Idham, M (2004) Perencanaan Geometrik Jalan, Bahan
Ajar, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (2004).”Geometrik Jalan Perkotaan”, RSNI T-
14-2004, Badan Standar Nasional Indonesia (BSN), Jakarta.
C. Materi Modul
MODUL 3
PERENCANAAN TRASE JALAN
14
Dalam penentuan lokasi jalan, terdapat dua kegiatan yaitu : Tahap
pertama adalah studi penyuluhan untuk menentukan koridor yang
memenuhi syarat dan Tahap kedua adalah meliputi suatu tinjauan yang lebih
mendalam dari alternatif-alternatif koridor yang telah diidentifikasi pada
tahap sebelumnya.
Pada perencanaan trase jalan hutan hal yang paling penting harus
diperhatikan adalah persyaratan untuk teknik jalan hutan, yaitu kemiringan
lapangan memanjang jalan tidak boleh melewati 12 %, sedapatnya lebih
kecil dari 10 %. Semakin lurus jalan yang dibuat, maka biaya jalan akan
semakin murah. Adanya pembatas-pembatas atau kendaraan di lapangan
(misalnya kelerengan, tanah yang labil, tempat migrasi satwa dan lainnya)
menyebabkan pembuatan jalan yang lurus tidak sepenuhnya dapat
dilaksanakan.
Untuk kondisi lapangan, dalam perancangan dan perencanaan trase
jalan ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan, yaitu :
1. Survey awal – Rekonesan (Reconnaisance Survey)
Tujuan dari survei awal adalah untuk mendapatkan peta dasar dari suatu
daerah dan rencana jalan, sehingga dapat digambarkan rencana trase
jalan. Bagian dari peta dasar (base map) antara lain :
15
a. Titik utama (primary controls)
1) Titik permulaan trase jalan dan titik akhir
2) Pusat-pusat yang terpenting
3) Daerah pegunungan
4) Persilangan dengan sungai
b. Titik sekunder
1) Pusat industri atau produksi
2) Persilangan jalan kereta api dengan jalan raya
3) Daerah rawa atau daerah longsor
4) Daerah yang cukup penting, yang mempunyai daya jual dan beli
tinggi atau bersejarah.
c. Pengambaran Peta Dasar
1) Ditentukan alasan utama bagi daerah-daerah dilewati trase jalan
dan ditandai pada peta dasar,
2) Digambarkan satu atau beberapa jalur alternatif sebagai rencana
trase yang melalui titik utama,
3) Jarak dan sudut jurusan dari jalur trase jalan yang direncanakan
diukur di atas peta dasar dengan menggunakan penggaris dan
busur derajat,
4) Untuk mengetahui letak busur di lapangan, dicari titik triagulasi
yang terdekat untuk pengukuran polygon utama dan trase jalan.
d. Peninjauan Lapangan
1) Rencana trase jalan yang dibuat dipeta dasar, diukur
menggunakan theodolit, untuk mengetahui jarak, azimuth, sudut-
sudut miring,
2) Semua jalur yang telah diplotkan dipeta dasar yang ada dicatat
dan dibuat sketsanya,
3) Semua perbedaan terhadap peta dasar yang dicatat dan dibuatkan
sketsanya,
4) Dari hasil peninjauan lapangan dan pengukuran yang dilakukan
dapat dipilih jalur trase jalan yang terbaik.
16
2. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
a. Dibuat polygon utama
b. Pengukuran siatuasi jalur dilakukan disepanjang jalur untuk
mendapatkan data lapangan
c. Di atas peta jalur, direncakan as jalan, dengan beberapa alternatif.
17
volume lalulintas rencana, baik dari sisi dimensi ruang (lebar jalan, jari-
jari tikungan, landai atau naik-turun jalan), maupun dimensi bobot
muatan (daya dukung tonase kostruksi jalan atau kendaraan berat)
3. Relokasi segmen jalan pada segmen tertentu
4. Pelebaran jalan dan tikungan
5. Jalan baru di dalam kota dengan membebaskan tanah dan bangunan
6. dan lainnya.
18
Berikut ditampilkan potongan dari peta kontur sebagai media untuk
menentukan trase jalan dengan berbagai alternatif.
19
3.4.1. Analisis Titik Koordinat
Untuk mendapatkan titik koordinat, maka perencana dapat melakukan
dengan menentukan titik-titik koordinat dari sumbu “x” dan “y” seperti pada
gambar berikut :
PI1
PI3
Y1 Y4
Y2
Y3 B
A X
X1 X2 PI2 X3 X4
Hasil dari gambar di atas dibuat dengan skala tertentu, maka perlu dilakukan
secara matematis terhadap titik-titik koordinat yang ada sesuai dengan trase
jalan rencana yang digambarkan pada peta kontur yang direncanakan.
1. Koordinat titik A ( 10016,4116 )
Koordinat titik PI1 (X1 = 13,5 m ; Y1 = 14,5 m)
(X + X1 ; Y + Y1) ↔ ( 10016+13,5 ; 4116+14,5 ) → ( 10029,5 ; 4130,5 )
2. Koordinat titik PI2 (X2 = 24,8 m ; Y2 = 17,8 m)
(XPI1 + X2 ; YPI1 + Y2)
(10029,5+24,8;4130,5+17,3) → (10054,3;4147,8)
3. Kordinat titik PI3 (X3 = 24,3m ; Y3 = 9,5 m)
(XPI2 + X3 ; YPI2 + Y3)
(10054,3+24,3;4147,8+9,5) → ( 10078,6;4157,3)
4. Koordinat titik B (X4 = 11,3m ; Y4 = 3 m)
(XPI3 + X4 ; YPI3 + Y4)
(10078,6+11,3;4157,3+3 ) → (10089,9;4160,3)
20
Berdasarkan penetapan titik koordinat yang ada, maka didapat titik-titik
yang berada ada trase jalan yang direncanakan.
Data awal yang ada disetiap tikungan adalah sudut tikungan, dibentuk oleh
perpotongan garis disain as jalan. Dalam disain tikungan maka perlu
penentuan point of intersection (PI) dan point of vertical (PV). Berdasarkan
Gambar 3.7 menujukkan trase jalan yang dihubungkan dengan titik
koordinat pada sumbu (x,y).
21
Tabel 3.1. Panjang bagian lurus maksimum
Panjang bagian lurus (m)
Fungsi
Datar (D) Bukit (B) Pegunungan (G)
Arteri 3.000 2.500 2.000
Berdasarkan Tabel 3.1 di atas dan Trase pada Gambar 3.1, maka akan
didapat perhitungan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil hitungan panjang trase jalan dan dikalikan dengan skala
gambar maka akan didapat panjang trase jalan yang direncakan sesuai
dengan kondisi di lapangan.
22
Untuk perhitungan klasifikasi medan sesuai dengan Tabel 3.2, maka
perlu dilakukan perhitungan secara matematis dengan menggunakan
persamaan. Untuk kondisi kontur yang ada maka dengan dilanjutkan
perhitungan dengan persamaan :
Beda Tinggi Kontur
Kelandaian (g) = x 100% ...................................... (3.1)
Jarak
Klasifikasi Medan
Klasifikasi Medan (A – B) .............................. (3.2)
n
g%
Beda
Tinggi
Jarak
Persamaan :
H1 X H2 X = H1 – (B1/B2) x (H1-H2)
B1
B2
23
3.4.4. Analisis Interpolasi Elevasi
Untuk menghasilkan elevasi yang tidak tepat pada garis kontur dapat
dilakukan dengan interpolasi, sebagai berikut :
Elevasi Titik A = Antara 61 – 62
= 61,53
Elevasi Titik 1 = Antara 61 – 60
= 60,013
24
22,966%
Klasifikasi Medan A – B = 2,0878 % (Berdasarkan Tabel 2.1,
11
tentang klasifikasi medan menurut jalan).
3.5. Evaluasi
1. Rencanakan trase jalan pada peta kontur berikut dengan minimal 3
alternatif.
2. Berdasarkan hasil rencana trase jalan yang ada pada modul ke-3, maka
tentukan dan hitunglah sudut tikungan dari trase jalan rencana tersebut
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Alternatif 1 dengan koordinat di titik Awal (342,564)
b. Alternatif 2 dengan koordinat di titik Awal (412,689)
c. Alternatif 3 dengan koordinat di titik Awal 576,725)
3. Jelaskan alasan dari 3 alternatif trase jalan yang direncanakan.
4. Tentukan kondisi medan pada trase jalan yang direncanakan.
5. Rencanakan sudut tikungan pada trase jalan yang direncanakan.
25
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke :5
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :4
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman :4
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 4
SUDUT TIKUNGAN
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu dan memahami tentang sudut azimuth yang ada pada
tikungan perencanaan geometrik jalan.
4. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat merencanakan sudut azimuth tikungan pada perencanaan
geometrik jalan untuk mendukung trase dan tikungan jalan.
5. Referensi
-
28
C. Materi Modul
MODUL 4
SUDUT TIKUNGAN
untuk mengetahui koordinat pada nilai x dan y, maka perlu diketahui dahulu
Point of Intersection (PI) dari setiap titik yang ada pada tikungan yang telah
dihitung pada Bab III pada koordinat tikungan.
29
Gambar 4.1. Perhitungan sudut azimuth
Perhitungan sudut jurusan awal (αawal) dan akhir (αakhir) sebagai berikut :
awal = (3600 / 2700 / 1800 / 900 – Azimuth titik A) ....................... (4.1)
Y3 15,7
3 = arc tan = arc tan = 31,620
X3 25,5
Untuk sudut pada tikungan, maka :
30
Sudut Tikungan I
1 = 1 + 2 = 43,020 + 34,680 = 77,70
Sudut Tikungan II
1 = 2 = 34,680
Y3 15,7
2 = arc tan = arc tan = 31,620
X3 25,5
4.3. Evaluasi
Berdasarkan hasil rencana trase jalan yang ada pada modul ke-3, maka
tentukan dan hitunglah sudut tikungan dari trase jalan rencana tersebut
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Alternatif 1 dengan Azimuth di titik Awal 35042’24”
b. Alternatif 2 dengan Azimuth di titik Awal 44035’08”
c. Alternatif 3 dengan Azimuth di titik Awal 50046’28”
31
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke : 6-7
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :5
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : 20
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 5
PERENCANAAN ALINYEMEN HORISONTAL
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu dan memahami tentang perancangan dan perencanaan
alinyemen horisontal.
4. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat merencanakan alinyemen jalan (horizontal) sesuai
dengan standar perencanaan geometrik jalan sesuai dengan kasus yang
ditetapkan.
32
5. Referensi
_____, (2004) Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2004, tentang Jalan,
Jakarta.
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Idham, M., dan Andi, A (2010) Evaluasi Perencanaan Simpang Empat,
Studi kasus Simpang Empat Jalan Diponegoro, Dumai, Skripsi,
Dumai.
Standar Nasional Indonesia (2004) Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T-
14-2004, Badan Standar Nasional Indonesia (BSN), Jakarta.
C. Materi Modul
MODUL 5
PERENCANAAN ALINYEMEN HORISONTAL
33
dipertimbangkan hal yang berhubungan dengan standar perencanaan
geometrik jalan serta klasifkasi medan dan besarnya lereng (kemiringan).
Penentuan Koordinat PI
dan PV
Lc > 20 Ya
Pakai tikungan S-C-S
Tidak
Pilih Tikungan Spiral-Spiral
34
Perencanaan geometri pada bagian lengkung/tikungan dimaksudkan
untuk menyeimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang
berjalan pada kecepatan rencana untuk keselamatan pengguna jalan, jarak
pandang dan daerah bebas samping jalan harus diperhitungkan.
Berdasarkan sumber Petunjuk Teknis Pekerjaan Perencanaan Teknik
Jalan (2010) menjelaskan bahwa hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan geometrik jalan, antara lain :
35
Tabel 5.2. Panjang jari-jari minimum (Rmin)
VR (km/jam) 120 100 80 60 50
R min (m) 600 370 210 110 80
VR 2
R min ............................................................... (5.1)
127.e max f
dengan :
R min : Jari-jari tikungan minimum (m)
VR : Kecepatan rencana (km/jam)
emax : Superlevasi maksimum (%)
f : Koefisien gesek
Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan
yang ditunjukkan dalam tabel berikut.
36
Tabel 5.4. Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian
superelevasi (Le) untuk jalan dua lajur dua arah
Superelevasi, e (%)
VR 2 4 6 8 10
(km/jam) Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 10 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -
Untuk tikungan dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan
pada tabel dibawah ini tidak diperlukan lengkung peralihan.
37
T : Waktu Tempuh
Vr : Kecepatan Rencana
∆
90°
T
Ec
Lc
TC CT
Rc Rc
38
Penjelasan Gambar 5.2 :
PI : Titik pertemuan tikungan / Nomor station (poin of interaction)
T : Jarak antara TC ke PI (meter / didapat dari perhitungan)
TC : Jarak antara TC dan PI / Tangen Circle (meter / didapat dari
perhitungan)
Ec : Jarak PI ke lengkung circle (meter / didapat dari perhitungan)
Lc : Panjang bagian tikungan (meter / didapat dari perhitungan)
Rc : Jari-jari tikungan / sudut tangen (meter)
∆ / ß : Sudut tangen (0)
TC e=n% CT
enormal
39
Tc
R+E =
Sin
2
Tc
E = R
Sin
2
Tc Tc
Ec =
Sin Tan
2 2
Ec = Tc. Tan ¼ ∆ ............................................................... (5.6)
.2 .Rc
Lc =
360 0 ................................................................ (5.7)
2. Spiral-circle-spiral (SCS)
Spiral-Circle-Spiral (SCS) yaitu tikungan yang terdiri atas 1
lengkung circle dan 2 lengkung spiral. Tikungan jenis ini memiliki
ukuran yang lebih kecil dari pada tipe full circle.
Ts PI
Xc Es
K Yc
Sc Lc Cs
Ls Ls
TS ST
P
Rc
Os Os
Oc
40
Bentuk tikungan ini terdiri dari lengkung spriral dan lengkung cirle
spiral haruslah sesuai dengan kecepatan rencana, tetapi tidak
mengakibatkan adanya kemiringan yang melebihi harga maksimum
yang ditentukan.
Untuk nilai e dan Ls dapat dilihat pada tabel atau dapat juga dengan
menggunakan persamaan berikut.
Vr 3 Vr.e
Ls min = 0,022 x 2,727 x
Rc x C C ................................. (5.8)
41
BagianLingkaranPenuh
BagianLengkung BagianLengkung
Peralihan Peralihan
Sisi Luar Tikungan
emax
TS SC e=n% CS ST
enormal
Sisi DalamTikungan
PotonganMelintang
padaBagianLurus
(Normal)
PotonganMelintang
padaBagianLengkung
Peralihan
PotonganMelintang
padaBagianLengkung
Penuh
3. Spiral-spiral (SS)
Spiral-Spiral (SS) yaitu tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral.
Jika Lc terhitung lebih kecil dari pada Lc minimum (Lc < Lcmin), maka
menggunakan tikungan Spiral-Spiral (SS).
42
Keterangan Gambar 5.6 :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik ST ke SC
Ys = Jarak tegak lurus ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST
Lc = Panjang busur lingkaran (Panjang dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
θs = Sudut lengkung spiral
Rd = Jari-jari lingkaran
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
K = Absis dari p pada garis tangen spiral
Buatlah Lc = 0, sehingga
∆c = θc =0
∆s = θs =½∆
s x R
Ls = ................................................................... (5.19)
28,648
Tt = (R + P ) tan ½ + K ............................................. (5.20)
1
E = Et = (R + P ) - R ................................ (5.21)
Cos 2
43
Tikungan 1
1 = 77,7° (Berdasarkan perhitungan sudut tikungan1)
Rmin = 350 m (Tabel 6.1)
Vr = 100 km/jam
Rr = 358
en = 2%
C = 0,4
44
c.2. .Rc 61,6880 . 2 . . 358
Lc = = = 385,248 m
360 360
Diketahui Lc min = 25 m
385,248 m < 25 m (Lc > Lc min), jadi tikungan yang dipakai tipe S - C - S
Ls3 1003
Xc = Ls = 100 = 99,804 m
40xRr2 40x3582
Ls 3 100 2
Yc = = = 4,655
6 xRr 6 x358
K = Xc – Rr . Sin s = 99,804 – 358 .Sin 8,0060 = 49,9429 m
P = Yc - Rr ( 1 – Cos s ) = 4,655 – 358 ( 1 – Cos 8,0060 )
= 1,165 m
Tt = ( Rr + P ) tan ½ 1 + K
= ( 358 + 1,165 ) tan ½ x 77,70 + 49,9429 = 339,2353 m
Et = ( Rr + P ) sec ½ 1 – Rr = ( 358 + 1,165 ) sec ½ x 77,7 – 358
= 103,182 m
L = 2. Ls + Lc = 2. 86,14 + 385,248 = 557,528 m
Perencanaan Tikungan II
2 = 66,3°
Rmin = 350 m
Vr = 100 km / jam
Rr = 358 m
en =2%
C = 0,4
Dari tabel Panjang Minimum Spiral dan Kemiringan Melintang diperoleh
nilai :
e = 0,099
Ls = 100 m ...... ( 1 )
1003 100.0,099
Ls min = 0,022 x 2,727 x = 86,14 m ...... ( 2 )
358.0,4 0,4
45
Dari tabel Daftar Standar Perencanaan Alinemen didapat : B = 3 m
1 1
m 1 m (e e n ).B (e e n ).B
= ↔ = ↔ Ls =
240 Ls 1
m
(0,099 0,02 ).3
= = 85,86 m.............( 3 )
1
240
Dari...( 1 ),...( 2 ),...( 3 ) dipilih yang terbesar, Jadi Ls = 100 m
90.Ls 90 .100
s = = = 8,0060
.Rr .358
c = 1 – 2 .s = 66,30 – 2 . 8,0060 = 50,288 0
c.2. .Rr 50,288.2. .358
Lc = = = 314,054 m
360 360
Diketahui Lc min = 25 m
Lc > Lc min, jadi tikungan yang dipakai tipe S - C – S
100 3
Xc = 100 = 99,804 m
40.358 2
100 2
Yc = = 4,655 m
6.358
K = 99,804 – 358 .Sin 8,0060 = 49,9429 m
P = 4,655 – 358 ( 1 – Cos 8,0060 ) = 1,165
Tt = ( 358 + 1,165 ) tan ½ * 66,30 + 49,9429 = 284,526 m
Et = ( 358 + 1,165 ) sec ½ . 66,3 – 358 = 70,985 m
L = 2. 85,86 + 314,054 = 485,774 m
46
Dari tabel Panjang Minimum Spiral dan Kemiringan Melintang diperoleh
nilai :
e = 0,099
Ls = 100 m ...... ( 1 )
1003 100.0,099
Ls min = 0,022 x 2,727 x = 86,14 m ...... ( 2 )
358.0,4 0,4
Diketahui Lc min = 25 m
Lc < Lc min, jadi tikungan yang dipakai tipe S – S
Dihitung kembali :
3 = 16,76°
3 = 2 s
Maka :
s = ½ 2 = ½ 16,760 = 8,380
8,38 .358
Ls = = 104,660
90
47
Ls 3 104,66 3
P = = – 358 (1 – Cos 8,38º ) = 1,2772 m
6 R Ls 6 358 104,66
Ls 5
K = Ls – – R x Sin s
40 R 2 Ls 2
104,665
= 104,66 – – 358 x Sin 8,38 = 52,26228 m
40 3582 104,66 2
Tt = ( Rr + P ) Tan ½ 3 + K
= ( 358 + 1,277 ) Tan ½ 16,760+ 52,26228 = 105,187 m
Et = ( Rr + P ) Sec ½ 3 – Rr
= ( 358 + 1,277 ) Sec ½ 16,760 – 358 = 5,154 m
48
5.3. Diagram Super Elevasi dan Sumbu Putar Jalan
5.3.1. Tikungan 1
49
5.3.2. Tikungan 2 (S-C-S)
50
5.3.3. Tikungan 3
51
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke :8
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :6
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman :7
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 6
PERENCANAAN STATIONING
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat merencanakan titik stationing pada trase jalan yang
direncanakan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan merencanakan titik stasioning pada jalan, maka diharapkan
mahasiswa mampu dan dapat menentukan titik Sta pada trase jalan.
5. Referensi
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
52
C. Materi Modul
MODUL 6
PERENCANAAN STATIONING
6.1. Pendahuluan
Departemen Pekerjaan Umum (2010) menjelaskan bahwa penomoran
(stationing) atau penentuan koordinat point of intersection (PI) dan point of
vertical (PV) pada panjang Jalan dalam tahap perencanaan adalah
memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan.
Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan perencanaan.
Di samping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh informasi tentang
panjang jalan secara keseluruhan. Setiap Station (Sta) jalan dilengkapi
dengan gambar potongan melintangnya.
53
2. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar
yang berlaku.
Patok Sta merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan ruas
jalan tersebut.
Pada tikungan penomoran dilakukan pada setiap titik penting, Jadi terdapat
Sta titik TC, dan Sta titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana. Stan
titik TS, Sta titik SC, Sta titik CS, dan STA titik ST.
54
Titik B = Sta. ST1 + d3
Dimana :
A = titik awal jalan
d1 = panjang bagian lurus (tangen) dari A sampai TC
TC = titik awal lengkung circle
Lc = panjang lengkung circle
CT = titik akhir lengkung circle
d2 = panjang bagian lurus antara CT sampai TS1
TS1 = titik awal tikungan S-C-S
LT1= panjang total tikungan S-C-S
ST1 = titik akhir tikungan S-C-S
d3 = panjang bagian lurus (tangen) antara ST1 sampai BB
B = titik akhir jalan.
Sta jalan dimulai dari 0+000 m yang berarti 0 km dan 0 m dari awal
pekerjaan. Sta 10+250 berarti lokasi jalan terletak pada jarak 10 km dan 250
meter dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi perubahan arah tangen pada
alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal, maka penomoran
selanjutnya dilakukan setiap 100 m pada medan datar, setiap 50 m pada
medan berbukit, setiap 25 m pada medan pegunungan.
55
6.3.1. Penomoran (Stationing) Titik Penting
Sta A = 10 + 500
dA-I = 19,8116 m
dI-II = 30,5267 m
dII-III = 26,0909 m
dIII-B = 11,6914 m
56
Tikungan II
Sta St2 = Sta St1 + (d1-II – Tt1 – Tt2)
= ( 10 + 380,6107 ) + ( 30,5267 – 339,2353 – 284,526 )
= 9 + 212,6239
Sta Sc2 = Sta Ts2 + Ls2
= (9 + 212,6239) + 100
= 9 + 312,6239
Sta St2 = Sta Cs2 + Ls2
= (9 + 312,6239) + 100
= 9 + 412,6239
Tikungan III
Sta Ts3 = Sta St1 + St2 + (d1-II – Tt1 – Tt2 – dII-III – Tt3)
= ( 10 + 380,6107 ) + ( 9+412,6239) +( 30,5267 – 339,2353
-284,526-26,0909-105,187 )
Sta Sc3 = Sta Ts3 + Ls3
= (19 + 68,7221) + 104,66 = 19 + 173,3821
Sta St3 = Sta Cs3 + Ls3
= (19 + 173,3821) + 104,66 = 19 + 278,0421
Sta B = Sta St3 + (dIII – B – Tt3)
= (19 + 278,6421) + (11,6914 – 105,187 )
= 19 + 185,1465
Panjang jalan (A – B)
= Sta B – Sta A
= (19 + 185,1465) – (10 + 500)
= 8 + 314,8535
57
6.4. Evaluasi
Berdasarkan hasil rencana trase jalan dan alinyemen horizontal yang ada
pada modul sebelumnya, maka tentukan dan hitunglah titik stasioning dari
trase jalan rencana tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Alternatif 1
b. Alternatif 2
c. Alternatif 3
58
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke :9
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :7
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 7
PELEBARAN PERKERASAN JALAN
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu dan memahami perencanaan geometrik jalan yang
berhubungan dengan pelebaran perkerasan jalan khususnya pada tikungan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan memahami perhitungan dari lebar perkerasan jalan, maka
diharapkan mahasiswa dapat merencanakan lebar perkerasan jalan pada
tikungan yang direncanakan.
59
5. Referensi
Bina Marga (1997) Teknik Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota,
Departemen Pekerjaan Umum.
Bina Marga (1997) Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen
Pekerjaan Umum, Swerod.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004) Survei
Pencacahan Lalulintas dengan cara Manual, Pedoman Konstruksi
Bangunan, Pd T-19-2004-B, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, Jakarta.
Hantoro, G., dan Idham, M (2004) Perencanaan Geometrik Jalan, Baha
Ajar, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Inspektorat Jenderal (2010) Perencanaan Teknis Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
C. Materi Modul
MODUL 7
PELEBARAN PERKERASAN JALAN
60
Tabel 7.1. Penggolongan kendaraan MKJI
No Type kendaraan Golongan
1. Sedan, jeep, st. wagon 2
2. Pick-up, combi 3
3. Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4
4. Bus kecil 5a
5. Bus besar 5b
6. Truck 2 as (H) 6
7. Truck 3 as 7a
8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b
9. Truck s. trailer 7c
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)
61
Gambar 7.1. Pelebaran Perkerasan pada Tikungan
Td = R 2 A 2 x L A - R................................................ (7.2)
c. Lebar tambahan akibat kelainan pengemudi (z)
V
z = 0,105 x R ................................................................... (7.3)
Keterangan Rumus :
U = Lebar lintasan kendaraan rencana
M = Lebar lintasan truk pada tikungan
R = Rd = Jari-jari rencana
62
L = P = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
A = Tonjolan depan sampai bumper
z = Lebar tambahan akibat kelelahan pengemudi
V = Vr = Kecepatan rencana
Wc = B = Lebar perkerasan pada tikungan
n = Jumlah jalur lalulintas
c = Kebebasan samping
Tinggi Mata
Penghalang
63
Jembatan
Tinggi Mata
Lampu kendaraan
belakang
Untuk menganalisis Jarak Pandang Henti (JPH) maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
Jh = Jht + Jhr ....................................................... ....................... (7.5)
2
V
Jh =
Vr
xT 3,6
............................................................... (7.6)
3,6 2xg x f
Dari persamaan 7.5 dan 7.6 dapat disederhanakan menjadi :
S = d1 + d2 ................................................................................. (7.7)
V2
S = 0,278 x V x t ......................................................... (7.8)
254 x f
Jika jalan memiliki persentase kelandaian tertentu, maka :
V2
S = 0,278 x V x t ............................................... (7.9)
254 x ( f L)
Dengan :
Vr = V = Kecepatan rencana (km/jam)
f = fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan
perkerasan jalan
L = Landai jalan (%)
64
Jika Jarak Pandang Henti (S / JPh) lebih kecil dari pada kelandaian jalan,
maka untuk menghitung kebebasan samping dapat dilihat pada persamaan
berikut :
90 JPh
θ = x ............................................................................. (7.10)
Rr
M = Rr x (1 – Cos θ) ................................................................... (7.11)
Jika lebar lintasan truk pada tikungan (M) lebih besar dibandingkan jalur
lalulintas yang ada (2 x lajur lalulintas) maka pada tikungan diperlukan
pemasangan rambu-rambu laulintas.
65
Gambar 7.5. Jarak pandang lengkung horisontal
7.3.2. Analisis Jarak Pandang Henti
Berdasarkan lanjutan pada perhitungan modul 6, maka untuk perhitungan
Jarak Pandang Henti (JPH / S) :
Tikungan 1 dengan Tipe S-C-S
L = 2 x Ls + Lc = 2 x 86,14 + 385,248 = 557,528 m
Vr = 100 km/jam
t = 2,5 detik ( t = 0,5 – 4 detik, dipakai t = 2,5 detik )
f = 0,28 ( dari Tabel Koefisien Gesek )
R = 358
66
Maka perlu dipasang rambu-rambu lalu lintas.
Tikungan 3 dengan Tipe S-S
L = 2 x Ls
= 2 x 89,617 = 179,234 m
100 2
JPh = 0,278 x100 x 2,5 = 80,52 m (JPh < L)
254 x0,28
90 80,52
θ = x = 6,440
358
M = 358 x (1 – cos 6,440) = 2,26 m (M < 7)
Maka tidak perlu dipasang rambu-rambu lalu lintas.
67
Jika Jarak Pandang Menyiap (JPM) lebih kecil dari pada kelandaian jalan,
maka untuk menghitung kebebasan samping dapat dilihat pada persamaan
berikut :
90 JPM
θ = x ............................................................................ (7.17)
Rr
Untuk menentukan nilai kebebasan samping (M), maka M > row minimum
maka pada tikungan perlu dipasang rambu-rambu lalulintas dan dilarang
menyiap.
Keterangan Rumus :
a = Percepatan rata-rata (km/jam)
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (meter)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang datang dari arah berlawanan
(meter)
t1 = Waktu dalam (detik)
t2 = Waktu kendaraan derada di jalur lawan (detik)
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan
yang disiap (biasanya diambil 10-15 km/jam)
68
t1 = 2,12 + 0,026 x 100
= 4,72 m/dt
t2 = 6,56 + 0,048 x 100
= 11,36 m/dt
69
d2 = 0,278 x 100 x 11,36 = 315,808 m
d3 = 90 m (30 – 100 dipakai 100 m )
2
d4 = xv315,808 = 210,538 m
3
JPM= 104,064 + 315,8808 + 90 + 210,538 = 720,410 m (JPM > L)
90 720,410
θ = x = 57,6770
358
M = 358 x (1 – cos 57,6770) = 166,585 m
70
7.4. Evaluasi
Berdasarkan hasil rancangan pada modul sebelumnya, maka rencanakan
pelebaran perkerasan pada tikungan yang direncanakan sesuai dengan
ketentuan dan spesifikasi.
1. Alternatif 1
2. Alternatif 2
3. Alternatif 3
71
A. Identitas Modul
IDENTITAS MODUL
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bengkalis Pertemuan ke : 10
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil Modul ke :8
Kode Mata Kuliah : Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Berlaku : 2014
B. Komponen Modul
1. Judul Modul
MODUL 8
ALINEMEN VERTIKAL
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu dan memahami perencanaan elevasi sumbu jalan pada
titik geometrik jalan yang direncanakan.
4. Indikator Pencapaian
Dengan memahami hal yang berhubungan dengan perencanaan alinemen
vertikal, maka mahasiswa diharapkan mampu menganalisa wilayah
tanjakan dan kelandaian pada suatu trase jalan.
72
5. Referensi
Bina Marga (1997) Teknik Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota,
Departemen Pekerjaan Umum.
Hantoro, G., dan Idham, M (2004) Perencanaan Geometrik Jalan, Baha
Ajar, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Departemen Pekerjaan Umum (2010) Perencanaan Teknis Jalan,
Inspektorat Jenderala Pekerjaan Umum, Jakarta.
C. Materi Modul
MODUL 8
ALINEMEN VERTIKAL
73
vertikal dapat berupa landai posistif (tanjakan), atau landai negatif
(turunan), atau landai nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa
lengkung cekung atau lengkung cembung (Departemen Pekerjaan Umum,
2010).
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan alinemen
vertikal dapat dilihat sebagai berikut :
=
Elevasi Akhir - Elevasi Awal
g x 100 % ............................. (8.1)
Sta. AKhir - Sta. Awal
A = g2 – g1 .................................................................................. (8.2)
A - Lv
Ev = ................................................................................. (8.3)
800
A - x2
y = ............................................................................. (8.4)
200 x Lv
Keterangan Rumus :
g = Kemiringan tangen (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan grade/kelandaian (m)
Ev = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PVI – m) meter
Lv = Lengkung Vertikal (m)
74
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari
Tabel 8.2.
75
Panjang lengkung minimum vertikal ditentukan dengan persamaan berikut :
L = A.Y ...................................................................................... (8.5)
A.s 2
L ........................................................................................ (8.6)
405
1. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung, maka digunakan Persamaan 8.5.
A.s 2
L .................................................................................. (8.7)
405
2. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung panjangnya, maka digunakan Persamaan 8.6.
405
L 2s ........................................................................... (8.8)
A
Keterangan Rumus :
Lv = Lengkungan vertikal
x =
y = Faktor kenyamana, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi
mata 120 cm.
76
8.4. Koordinasi Alinemen Horisontal dan Vertikal
Departemen Pekerjaan Umum (2010) menjelaskan bahwa alinemen
vertikal, alinemen horisontal dan potongan melintang jalan adalah elemen-
elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan
sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti
memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan
nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat
memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang
akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi
lebih awal.
Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horisontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
1. Alinemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secara ideal alinemen horisontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinemen vertikal
2. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan
3. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan
4. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus
dihindarkan, dan
5. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
77
Gambar 8.3. Lengkung vertikal dan horisontal terletak dalam satu
fase
Jika tikungan horizontal dan vertikal tidak terletak pada satu fase, maka
pengemudi sukar memperkirakan bentuk jalan selanjutnya, dan bentuk
jalan terkesan patah,
Gambar 8.4. Lengkung vertikal dan horisontal tidak terletak pada satu fase
78
Gambar 8.5. Tikungan terletak dibagian atas lengkung vertikal cembung
3. Pada jalan yang lurus dan panjang sebaiknya tidak dibuatkan lengkung
vertikal cekung.
Gambar 8.6. Lengkung vertikal cekung pada jalan yang relatif lurus dan
panjang
8.5. Evaluasi
Rencanakan alinemen vertikal sesuai dengan perencanaan geometrik jalan
pada modul 1-7.
79