Askep BPH
Askep BPH
A. Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Askep BPH
B. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi
hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan
usia lanjut.
Askep BPH
C. Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang
melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran
dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung
kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji
kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan
retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus
medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang
ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.
Askep BPH
D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor
ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi).
Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di
antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi
urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Askep BPH
F. Komplikasi
Aterosclerosis
Infark jantung
Impoten
Haemoragik post operasi
Fistula
Striktur pasca operasi & inconentia urine
G. Pemeriksaan Diagnosis
1 Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2 Radiologis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik
dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4 Prostatektomi Parineal
H. Penatalaksanaan
5 Non Operatif
Pembesaran hormon estrogen & progesteron
Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
Pemasangan kateter.
6 Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
TUR (Trans Uretral Resection)
STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
Retropubic Extravesical Prostatectomy)
Prostatectomy Perineal
Askep BPH
A. Pengkajian
7 Data subyektif :
Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
8 Data Obyektif :
Terdapat luka insisi
Takikardi
Gelisah
Tekanan darah meningkat
Ekspresi w ajah ketakutan
Terpasang kateter
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus
serta penghilang nyeri.
Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,
abdomen tegang)
Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
Lakukan perawatan aseptik terapeutik
Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
Klien akan melakukan perubahan perilaku.
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan
kebutuhan berobat lanjutan.
Intervensi :
Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6
minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri (analgesik).
12
Daftar Pustaka
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.