Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UOP 1

Modul Konduksi

Kelompok 7

Nama Anggota:

Bregas Pambudy (1706022565/Teknik Kimia)


David Nicodemus Yanuar (1706070886/Teknik Kimia)
Ibnu Aryo Prayogi (1606907846/Teknik Kimia)
Maharani Rianitya (1706024791/Teknik Kimia)

Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Depok
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Tujuan Percobaan ......................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
2.1 Definisi Konduksi.......................................................................................... 2
2.2 Konduktivitas Termal .................................................................................... 3
2.3 Konduksi Tunak ............................................................................................ 3
2.4 Tahanan Kontak Termal ................................................................................ 4
BAB III ................................................................................................................... 5
3.1 Data Pengamatan ........................................................................................... 5
3.1.1 Unit 1 ...................................................................................................... 5
3.1.2 Unit 2 ...................................................................................................... 6
3.1.3 Unit 3 ...................................................................................................... 8
3.2 Analisis .......................................................................................................... 8
3.2.1 Analisis Alat dan Bahan ......................................................................... 8
3.2.2 Analisis Percobaan .................................................................................. 9
3.2.3 Analisis Perhitungan dan Grafik ........................................................... 11
3.2.4 Analisis Kesalahan ................................................................................ 18
BAB IV ................................................................................................................. 19
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 19
4.2 Saran ............................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21
Pengolahan Data ................................................................................................ 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain, secara alami kalor berpindah dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Seiring berjalannya waktu, kalor dianggap
sebagai suatu bentuk energi yang berkaitan erat dengan suhu. Kalor dapat berpindah
melalui tiga cara yaitu, konduksi, konveksi dan radiasi.

Perpindahan kalor konduksi tidak melibatkan perpindahan partikel dalam


medium perantaranya, namun dengan perpindahan energi kinetik diantara molekul.
Energi kinetik tersebut berpindah dari level lebih tinggi menuju yang lebih rendah,
dengan mekanisme partikel energi lebih tinggi menumbuk partikel dengan energi
lebih rendah.

Perpindahan kalor secara konduksi dibedakan menjadi dua, yaitu konduksi


tunak dan konduksi tak-tunak. Konduksi tunak berarti tidak ada perubahan
perpindahan kalor terhadap waktu. Aplikasi dari konduksi tunak ini ialah pada
proses insulasi. Pada saat ini, sistem insulasi digunakan pada banyak kasus. Salah
satu penerapan sistem insulasi yang dikenal ialah sistem insulasi perpipaan. Fluida
yang dialirkan dalam pipa memiliki kondisi yang perlu dipertahankan sehingga
membutuhkan sistem insulasi yang baik. Oleh karena itu, maka perlu dipelajari
kritis insulasi, tahanan kalor tergabung, dan konduktivitas termal.

Pada konduksi, koefisien yang menjadi suatu faktor penting dalam


mempengaruhi nilai dari konduksi, yaitu koefisien perpindahan kalor
(konduktivitas termal logam) yang dalam percobaan ini akan ditentukan besarnya
untuk tiga unit sistem konduksi, yaitu unit 1, 2 dan 3.

1.2. Tujuan Percobaan

1. Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu


terhadap k, dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi
tunak.
2. Menghitung koefisien kontak.

1
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Konduksi

Salah satu jenis peristiwa perpindahan adalah perpindahan kalor


(perpindahan energi). Perpindahan kalor terjadi akibat adanya perbedaan
temperatur antara dua benda atau medium yang menyebabkan kalor berpindah dari
benda atau medium yang bersuhu tinggi ke benda atau medium yang bersuhu
rendah.

Pada praktikum UOP ini, perpindahan kalor yang dibahas adalah secara
konduksi. Perpindahan kalor konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor
secara spontan tanpa disertai perpindahan partikel medium karena adanya
perbedaan suhu. Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel pada bagian yang
dipanaskan akan bergetar lebih cepat karena suhunya naik dan berinteraksi dengan
partikel lain di sebelahnya. Partikel dengan energi kinetik yang lebih besar
memberikan energinya kepada partikel disebelahnya melalui tumbukan.
Perpindahan kalor tersebut akan berlngsung terus hingga mencapai kondisi
setimbang, yaitu kondisi dimana tidak terdapat gradien temperatur pada sistem.

Besar laju perpindahan kalor konduksi per satuan luas sebanding dengan
q T
gradien suhu normal (  ) dengan terdapat konstanta sehingga hubungannya
A X
menjadi:

𝜕𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴 𝜕𝑥 (1)

𝜕𝑇
dengan q adalah laju perpindahan energi, adalah gradien suhu searah
𝜕𝑥
perpindahan energi, A adalah luas bidang tegak lurus arah perpindahan energi, dan
k adalah konduktivitas termal. Tanda negatif diperlukan supaya untuk memenuhi
pernyataan dimana kalor mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah. Persamaan (1)
dikenal dengan Hukum Fourier.

2
2.2 Konduktivitas Termal

Nilai konduktivitas termal menunjukkan kemampuan suatu bahan untuk


menghantarkan kalor. Nilai ini bervariasi untuk setiap bahannya dan juga dapat
berubah-ubah sesuai dengan suhu. Nilai dari konduktivitas termal suatu bahan
menyatakan seberapa cepat perpindahan energi terjadi pada bahan tersebut. Nilai
konduktivitas termal akan berubah-ubah dengan dipengaruhi oleh suhu.

2.3 Konduksi Tunak

Suatu sistem dikatakan berada pada keadaan tunak jika suhunya tidak berubah
menurut fungsi waktu. Sehingga, persamaan (1) hukum Fourier dapat diselesaikan
dengan mengintegralkan masing-masing ruasnya. Jika sebuah benda padat tiba-tiba
mengalami perubahan lingkungan, maka diperlukan beberapa waktu sebelum suhu
benda itu berada kembali pada keadaan seimbang. Keadaan seimbang ini disebut
dengan kondisi tunak. Keadaan tunak ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu konduksi
tunak satu dimensi dan dua dimensi. Dalam praktikum ini dibahas perpindahan
kalor kondisi tunak 1 dimensi. Beberapa persamaan laju alir kalor untuk konduksi
tunak satu dimensi tanpa pembangkir kalor diberikan pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Laju Alir Kalor Pada Berbagai Bentuk
Bentuk Gambar Laju Alir Kalor
Dinding Datar (T2 − T1 )
q = −kA
x
Dinding Datar T1 − T4
q=
Berlapis x A x x
+ B + C
kAA kB A kC A

Silinder 2𝜋𝑘𝐿(𝑇𝑖 − 𝑇𝑜 )
𝑞= 𝑟
ln⁡ ( 𝑜 )
𝑟𝑖

3
2.4 Tahanan Kontak Termal

Saat dua batangan padat bersentuhan (Gambar 1a), maka energi akan
mengalir dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Profil suhu yang
terjadi ditunjukkan pada Gambar 1b. Pada profil suhu, dapat terlihat penurunan
suhu secara tiba-tiba pada bidang kontak antara kedua batang yang disebabkan
karena adanya tahanan kontak termal.

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Sambungan dua batangan padat; (b) Profil suhu.


Sumber : Heat Transfer 10th Ed, J.P.Holman

Pada dua batangan padat ini berlaku :


T1 − T3
q=
x A x B
+ 1 +
kAA hC A kB A

dengan 1 adalah tahanan kontak termal dan hC adalah koefisien kontak.


hC A

4
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan

3.1.1 Unit 1

Tabel 3.1. Variasi Laju Alir Air Unit 1


Percobaan 1 (Q = 1,75 Percobaan 3 (Q = 1,1
ml/s) Percobaan 2 (Q = 5,2 ml/s) ml/s)
Node
T air T air T logam
(℃) T logam (℃) T air (℃) T logam (℃) (℃) (℃)
1 30.3 128 29.3 151 29.8 152
2 30.6 82 29.4 98 30.3 98
3 30.3 80 29.6 95 30.4 95
4 30.2 78 29.5 93 30.5 93
5 30 77 29.3 90 30.6 91
6 30.2 66 29.6 77 30.7 78
7 30.4 57 29.7 65 30.8 66
8 30.2 49 30.1 54 30.8 54
9 30.2 41 29.7 44 30.9 45
10 31.2 error 29.4 error 30.9 error

Tabel 3.2. Variasi Suhu Heater Unit 1

Percobaan 3 (Q = 1,1
UNIT 1 (v = 1,1 ml/s)
Percobaan 2 (Q = 5,2 ml/s) ml/s)
Node
T air T air T logam
T logam (℃)
(℃) T air (℃) T logam (℃) (℃) (℃)
1 29.8 152 32 167 28.2 144
2 30.3 98 32 107 28.2 88
3 30.4 95 32 103 28.3 81
4 30.5 93 32 101 28.4 75
5 30.6 91 32 99 28.5 69
6 30.7 78 32 84 28.5 59
7 30.8 66 32 71 28.6 53
8 30.8 54 31.9 60 28.6 49
9 30.9 45 31.9 50 28.8 45
10 30.9 error 31.8 error 29.5 error

5
𝑣
𝑣̇ = → 𝑚̇ = 𝑣̇ 𝜌
𝑡
Nilai⁡𝑣̇ pada Unit 1 percobaan 1:
𝑣̇1 = 1.75⁡𝑚𝑙/𝑠
𝑚𝑙
𝑣̇ 2 = 5.2
𝑠
𝑣̇ 3 = 1.1⁡𝑚𝑙/𝑠

(1.75 + 5.2 + 1.1)𝑚𝑙/𝑠


𝑣̇𝑎𝑣𝑔 = = 2.683𝑚𝑙/𝑠
3

Maka untuk variasi laju alir:

𝑚𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑚 2.683⁡𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚̇ = (2.683 ) (1 )= = 0,002683⁡𝑘𝑔/𝑠
𝑠 𝑚𝑙 𝑠

Untuk Variasi Suhu Heater:

(1.1 + 5.2 + 1.1)𝑚𝑙/𝑠


𝑣̇𝑎𝑣𝑔 = = 2.47⁡𝑚𝑙/𝑠
3

𝑚𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑚 2.47⁡𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚̇ = (2.47 ) (1 )= = 0,00247𝑘𝑔/𝑠
𝑠 𝑚𝑙 𝑠

3.1.2 Unit 2

Variasi Laju Alir Air

RUN Laju Alir (ml/s)


1 6,8
2 23,5
3 4,4

6
Laju alir air = 11,567⁡𝑥⁡10−6 ⁡𝑚3 /𝑠

Tabel 3.3. Data Percobaan Unit 2 Variasi Laju Alir


T2 T1 T2 T3
T1 Logam Logam T3 Logam Air Air Air
Node (°C ) (°C ) (°C) (°C ) (°C ) (°C )
1 133 142 144 29,9 29,7 28,2
2 81 86 88 29,3 29,5 28,2
3 75 80 81 29,9 29,7 28,3
4 69 73 75 29,6 29,7 28,4
5 63 68 69 29,7 29,7 28,5
6 54 57 59 29,6 29,7 28,5
7 50 51 53 29,9 29,8 28,6
8 45 46 49 29,6 29,6 28,6
9 41 41 45 29,7 29,7 28,8
10 error error error 30,1 29,7 29,5
Variasi Suhu Heater

Laju Alir
RUN (ml/s)
1 4,4
2 4,4
−6 3
Laju alir air = 4,4⁡𝑥⁡10 ⁡𝑚 /𝑠

Tabel 3.4. Data Percobaan Unit 2 Variasi Laju Alir

Variasi Suhu
620 °C 700 °C
Node
T1 Logam T1 Air T2 Logam T2 Air
(°C) (°C) (°C) (°C)
1 144 28,2 157 29,7
2 88 28,2 95 29,9
3 81 28,3 87 30,1
4 75 28,4 80 30,2
5 69 28,5 74 30,3
6 59 28,5 62 30,3
7 53 28,6 56 30,3
8 49 28,6 50 30,3
9 45 28,8 44 30,3
10 error 29,5 error 30,3

7
• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

𝑚̇ = ⁡ 𝑣̇ ⁡. 𝜌

𝑚̇ = 11,567𝑥⁡10−6 ⁡𝑚3 /𝑠⁡⁡. 1000⁡𝑘𝑔/𝑚3 ⁡

𝑚̇ = 11,567⁡. 10−3 ⁡𝑘𝑔/𝑠⁡⁡

• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

𝑚̇ = ⁡ 𝑣̇ ⁡. 𝜌

𝑚̇ = 4,4⁡𝑥⁡10−6 ⁡𝑚3 /𝑠⁡⁡. 1000⁡𝑘𝑔/𝑚3 ⁡

𝑚̇ = 4,4⁡𝑥⁡10−3 ⁡𝑘𝑔/𝑠⁡⁡

3.1.3 Unit 3

Tabel 3.5. Laju Alir Massa Unit 3


Mencari Laju alir massa t(s) 10
v(variasi 1) I 3.5 V* 0.35 m* 0.35
v(variasi 2) I 11.3 V* 1.13 m* 1.13
v(variasi 3) I 1.8 V* 0.18 m* 0.18
v(variasi 1) II 1.8 V* 0.18 m* 0.18
v(variasi 2) II 1.8 V* 0.18 m* 0.18
m* 0.55333333
Laju alir massa 3 data awal adalah data dengan variasi laju alir air, untuk 2
data terakhir merupakan perbandingan dengan variasi suhu heater. Mencari nilai
laju alir massa dengan densitas = 1 g/cm3 dan mencari nilai laju alir massanya
dengan rumus:

𝑚̇ = 𝑣̇ . 𝜌

3.2 Analisis

3.2.1 Analisis Alat dan Bahan

Percobaan modul konduksi ini menggunakan 3 jenis unit, dinamai unit 1, 2,


dan 3. Perbedaan unit-unit tersebut digunakan untuk mengetahui efek perbedaan
jenis logam dalam menghantarkan panas. Pada unit 1, bahan tidak diketahui dan
akan ditebak setelah mendapat nilai k hasil perhitungan. Untuk unit 2, material
merupakan baja (node 1-2), aluminium (node 3-6), dan magnesium (node 7-10).
Aliran air yang masuk akan melalui heater untuk masing-masing unit dan akan

8
dipanaskan hingga suhu yang diinginkan. Unit terintegrasi dengan saklar yang
digunakan untuk memilih node yang hendak dilihat suhunya. Aliran air keluaran
melalui selang dihitung volumenya untuk per satuan waktu menggunakan gelas
ukur untuk mendapatkan nilai debit air. Sedangkan untuk suhu air keluaran dari tiap
node diukur dengan thermocouple.

3.2.2 Analisis Percobaan

3.2.2.1 Unit 1

Percobaan Konduksi bertujuan untuk menentukan nilai koefisien


perpindahan panas logam (k) dan pengaruh suhu terhadap nilai k itu sendiri dengan
melibatkan nilai β. Dalam hal ini, percobaan dilakukan dengan menganalisa
mekanisme perpindahan panas konduksi baik untuk kondisi steady maupun untuk
kondisi non-steady. Selain itu, percobaan ini juga bertujuan untuk menghitung nilai
koefisien kontak yang terjadi diantara dua logam. Percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan 3 unit, dimana unit 2 dan unit 3 masing-masing memiliki spesifikasi
tertentu terkait perpindahan panas konduksi dan unit 1 yang belum diketahui jenis
bahannya sehingga untuk mengetahuinya diperlukan nilai k yang didapat dari hasil
pengolahan data lalu digunakan untuk menebak jenis bahan yang digunakan.

Percobaan pertama dilakukan pada unit 1. Unit 1 tersusun dari 3 material


yang tidak diketahui. Pada percobaan unit 1 ini dilakukan pengamatan tentang
kemampuan masing-masing ketiga logam pada unit 1 dalam menghantarkan panas
secara konduksi. Pada setiap node terpasang termokopel yang berfungsi sebagai
sensor suhu pada titik tersebut. Termokopel ini dihubungkan dengan konektor dan
voltmeter sehingga pada titik tersebut dapat dilakukan pembacaan suhu dari logam
tersebut.

Pertama-tama, praktikan memeriksa kondisi air pendingin yang masuk dan


keluar peralatan konduksi dengan cara membuka kran pengontrol. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa air pendingin tersebut benar-benar masuk ke dalam
peralatan konduksi karena air pendingin merupakan komponen utama yang akan
diamati dalam data percobaan. Kedua, praktikan mencatat laju alir volumetrik dan
suhu dari 3 variasi laju alir dalam percobaan unit 1 yang nantinya akan dirata-
ratakan untuk menghitung laju alir massa. Pengambilan data suhu digunakan untuk
mengetahui kalor lepas dan kalor yang diterima pada percobaan ini, sehingga
nantinya akan diperoleh nilai konduktivitas termal (k) pada setiap logam dan dapat
melihat tahanan kontak termal pada ujung sambungan antara logam satu dengan
lainnya. Pada setiap percobaan 3 variasi laju alir, dilakukan sebanyak 3 kali untuk
menyesuaikan hasil percobaan awal dan akhir. Data yang didapat pada percobaan
ini antara lain: Laju alir volumetric, suhu air keluaran dan suhu logam untuk tiap
node.

9
3.2.2.2 Unit 2

Pada percobaan unit 2 ini bertujuan untuk mengetahui konduktivitas


thermal, koefisien kontak thermal, dan mengamati pengaruh suhu terhadap k.
Terdapat dua percobaan untuk unit 2 yaitu variasi laju alir dan variasi suhu heater,
hal ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman pengaruh laju alir dan suhu
terhadap konduktivitas thermal dan koefisisen kontak thermal. Percobaan
dilakukan dengan mengamati setiap node, dimana setiap unit terdiri dari 10 node.
Setiap node yang diamati akan menghasilkan air keluaran dari selang yang
terhubung dengan alat konduksi, dimana air tersebut diperlukan untuk perhitungan
debit dan laju alir massa nantinya. Setiap air yang keluar dari selang dalam setiap
node dilakukan pengukuran suhu, begitu juga dengan suhu logam setiap node. Pada
unit dua ini, sepuluh node yang diukur terbuat dari tiga jenis logam yaitu baja (node
1-2), alumunium (node 3-6) dan magnesium (node 7-10).

Pada percobaan unit 2 akan dipelajari bagaimana pengaruh koefisien kontak


thermal terhadap perpindahan panas konduksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
driving force berupa gradien suhu diantara gabungan logam tersebut. Pada
gabungan logam di Unit 2 akan terjadi suatu profil temperature yang cenderung
turun dari arah baja menuju magnesium. Penurunan ini disebabkan adanya jenis
logam yang berbeda dan saling terhubung satu sama lain, dimana terdapat ruang
kecil diantara 2 logam berbeda yang menyebabkan ketidaksempurnaan laju diantara
kedua logam tersebut. Fluida yang terperangkap diantara dua logam tersebut yang
menjadi bukti adanya ketidaksempurnaan laju dan disebut sebagai peristiwa
terjadinya tahanan kontak thermal. Tahanan kontak thermal ini lah yang
mempengaruhi penurunan suhu pada logam karena ketika ada fluks kalor yang
melewati dua logam berbeda, maka fluks kalor akan terhambat dan menyebabkan
turunnya suhu.

Konduktivitas thermal dipengaruhi oleh jenis material dan temperatur.


Semakin besar konduktivitas thermalnya, material tersebut akan semakin mudah
menghantarkan kalor. Dengan asumsi bahwa fluks kalor tetap, pada material batang
yang sama, suhu batang akan semakin menurun seiring bertambahnya jarak dari
sumber kalor. Pada material batang yang berbeda, besarnya gradient suhu akan
berbanding terbalik dengan konduktivitas thermal batang kedua. Semakin besar
konduktivitasnya, gradient suhu akan semakin kecil.

3.2.2.3 Unit 3

Pada percobaan unit tiga, node dipasang secara vertical dengan jari jari yang
semakin besar seiring dengan pertambahan tinggi, sehingga node yang paling jauh
dari heater memiliki jari – jari yang paling besar. Hal ini ditujukkan untuk melihat
faktor manakah yang lebih dominan dalam perhitungan koefisien perpindahan

10
panas konduksi. Pada percobaan ini, saat luas permukaan lebih besar, node akan
mempunyai delta temperature yang lebih kecil. Mekanisme perhitungan untuk
percobaan ini akan sama dengan percobaan dua, yang membedakan adalah tidak
adanya nilai konduktivitas gabungan dan nilai luas permukaan kontak yang
berbeda-beda.

3.2.3 Analisis Perhitungan dan Grafik

3.2.3.1 Unit 1

Pada unit 1, data yang diambil yaitu laju volumetrik air keluar (ml/s), suhu
aliran air keluar (oC), dan suhu logam (oC). Terdapat tiga variasi laju volumetrik air
pada unit 1 variasi laju alir yaitu sebesar 1.75 ml/s, 5.2 ml/s, dan 1.1 ml/s dan pada
variasi suhu heater yaitu sebesar 1.1 ml/s, 5.2 ml/s, dan 1.1 ml/s sehingga
didapatkan laju volumetrik rata-rata air keluar sebesar 2.683 ml/s untuk percobaan
1 dan 2.47 ml/s untuk percobaan 2. Besar laju alir massa air yaitu 0.002683 kg/s
dan 0.00247 kg/s.

Konduktivitas termal (k) merupakan suatu besaran intensif bahan yang


menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Semakin besar
nilainya, menunjukkan bahwa sebuah material semakin mudah dalam
menghantarkan panas. Pada unit 1 percobaan 1, nilai k didapat sebesar 35.665
W/m.oC, 1170.986 W/m.oC, dan 299.776 W/m.oC dan pada percobaan 2 didapat
15.454 W/m.oC, 587.891 W/m.oC, dan 132.064 W/m.oC. Karena nilai k didapat dari
eksperimen maka jenis logam yang dipakai dapat ditebak sehingga didapat jenis
logam yang digunakan pada unit 1 percobaan 1 adalah: Lead, Tembaga, dan
Berilium, percobaan 2 adalah: Stainless Steel, Tembagam dan Molybdenum. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai konduktivitas termal terbesar adalah
nilai konduktivitas termal dari tembaga yang berarti tembaga sangat baik dalam
mengantarkan panas. Kesalahan relatif pada percobaan ini pada percobaan 1 yaitu
untuk lead sebesar 0.46%, tembaga 192.012%, dan untuk berilium sebesar 49.89%
dan pada percobaan 2 yaitu untuk stainless steel sebesar 2.343%, tembaga 46.60%,
dan untuk molybdenum sebesar 4.3%.

Berdasarkan plot grafik profil Tavg air terhadap posisi node, didapatkan garis
dengan kecendrungan gradien negative untuk kedua percobaan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa suhu air keluar alat konduksi mengalami penurunan yang
konstan pada setiap posisi node. Namun, pada plot grafik profil Tavg node terhadap
posisi node menunjukkan hal yang berbeda yaitu suhu logam menjadi semakin
menurun seiring dengan bertambahnya jarak node. Hal tersebut disebabkan karena
adanya tahanan kontak termal (hc) pada node 2 ke 3 dan pada node 6 ke 7.

11
Selanjutnya, praktikan menghitung nilai koefisien kontak termal (hc) untuk
percobaan unit 1 dengan nilai Ac = Av = 0.5A dan fluida yang terperangkap pada
dua sambungan logam adalah udara dengan nilai kf = 1. Dari hasil perhitungan
didapatkan nilai koefisien tahanan kontak termal (hc) lead-tembaga sebesar
7022086.425 m2.oC/W dan tembaga-berilium sebesar 47834948.79 m2.oC/W untuk
percobaan dengan variasi laju alir sedangkan nilai koefisien tahanan kontak termal
(hc) untuk percobaan dengan variasi suhu heater didapat untuk Stainless Steel–
Tembaga sebesar 4203329.623 m2.oC/W dan untuk Tembaga–Molybdenum
sebesar 61853265.84 m2.oC/W. Berdasarkan literatur, nilai koefisien kontak termal
(hc) lead-tembaga sebesar 6622565.865 m2.oC/W, tembaga-berilium sebesar
26788851.91 m2.oC/W, Stainless Steel-Tembaga sebesar 10724363.64 m2.oC/W,
dan tembaga molybdenum sebesar 17746213.64 m2.oC/W. Nilai koefisien tahanan
kontak termal lead-tembaga lebih besar dari pada tembaga-berilium, sehingga hasil
yang didapatkan pada percobaan sudah sesuai dengan literatur.

Kemudian praktikan memplot grafik nilai k terhadap Tavg yang mana dari
grafik tersebut diperoleh 2 garis berbeda yang menunjukkan hasil plot node 3-6
(lead-tembaga) dan node 7-9 (tembaga-berilium). Grafik tersebut menunjukkan
perubahan harga k terhadap suhu yang ditunjukkan dari persamaan 𝑘 = 𝑘0 𝛽𝑇 +
𝑘0 . Untuk percobaan variasi laju alir pada node 3-6, didapatkan persamaan linear
𝑦 = −336.85𝑥⁡ + ⁡3415.6, sedangkan untuk node 7-9 didapatkan persamaan linear
𝑦 = −134.99𝑥⁡ + ⁡1890.9. Dari persamaan linear tersebut, didapatkan nilai 𝑘0 =
3415.6 dan 𝛽 = −0.0986 untuk node 3-6, 𝑘0 = 1890.9 dan 𝛽 = −0.07139 untuk
node 7-9. Nilai negatif pada 𝛽 menunjukkan adanya penurunan kualitas logam yang
mungkin disebabkan oleh korosi. Untuk percobaan variasi suhu heater pada node
3-6, didapatkan persamaan linear 𝑦 = −58.625 + 939.64, sedangkan untuk node
7-9 didapatkan persamaan linear 𝑦 = −44.533 + 599.66. Dari persamaan linear
tersebut, didapatkan nilai 𝑘0 = 939.64 dan 𝛽 = −0.0623 untuk node 3-6, 𝑘0 =
599.66 dan 𝛽 = −0.0742 untuk node 7-9. Nilai negatif pada 𝛽 menunjukkan
adanya penurunan kualitas logam yang mungkin disebabkan oleh korosi.

3.2.3.2 Unit 2

Pada pengolahan data percobaan unit 2, diawali dengan mencari nilai laju
alir air dengan cara membagi volume air keluaran setiap node pada unit 2 dengan
waktunya. Untuk percobaan ini didapatkan dua nilai laju alir percobaan berdasarkan
variasinya yaitu variasi laju alir dan variasi suhu heater. Setelah mendapatkan kedua
laju alir percobaan, kita dapat menghitung laju alir massa dengan mengalikan laju
alir dengan densitas air. Didapatkan laju alir massa untuk variasi laju alir adalah
11,567⁡𝑥⁡10−6 ⁡𝑚3 /𝑠 dan untuk variasi suhu heater adalah 4,4⁡𝑥⁡10−6 ⁡𝑚3 /𝑠.

12
Konduktivitas termal (k) dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan
bahan untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal berubah dengan suhu,
tetapi dalam banyak soal perekayasaan perubahannya cukup kecil untuk diabaikan.
Nilai angka konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir
dalam bahan tertentu. Makin cepat molekul bergerak, makin cepat pula ia
mengangkut energi. Jadi konduktivitas termal bergantung pada suhu. Pada
pengukuran konduktivitas termal mekanisme perpindahannya dengan cara
konduksi. Nilai k dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan menggunakan
Asas Black dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap
sama dengan kalor dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu
kontak antar dua permukaan (yakni air dan logam).

Q𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = Q𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎

kAdT𝑎𝑣𝑔
= 𝑚⁡̇C𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 ∆Tair
∆x

𝑚̇C𝑝 (Tout⁡air − Tin⁡air )dx


k=
A. dT𝑎𝑣𝑔

Berdasarkan peritungan didapatkan nilai k untuk masing-masing bahan


dimana untuk variasi laju alir k rata-rata tiap bahannya adalah untuk baja yaitu
31,873 (W/m°C) ; alumunium yaitu 509,056 (W/m°C) ; dan magnesium yaitu
665,899 (W/m°C). Sedangkan untuk variasi suhu heater k rata-rata tiap bahannya
adalah untuk baja yaitu 9,912 (W/m°C) ; alumunium yaitu 191,086 (W/m°C) ; dan
magnesium yaitu 249,480 (W/m°C). Berdasarkan nilai k tersebut dapat dilihat
bahwa nilai k yang didapat berbeda-beda tiap perlakuan yang diberikan pada
percobaan. Hal ini membuktikan bahwa suhu mempengaruhi nilai konduktivitas
termal. Karena semakin bertambahnya suhu, konduktivitas bahan tertentu juga akan
meningkat. Dari hasil perhitungan percobaan variasi laju alir dan suhu heater juga
dapat disimpulakn bahwa nilai k yang paling besar adalah logam magnesium
sehingga magnesium adalah logam paling mudah menghantarkan panas secara
konduksi dibanding kedua logam lain.

Kemudian, mengolah data sehingga didapatkan nilai koefisien kontak


termal (hc) untuk masing-masing variasi percobaan dengan nilai Ac = Av = 0.5A
dan fluida yang terperangkap pada dua sambungan logam adalah udara dengan nilai
kf = 1. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien tahanan kontak termal (hc)
untuk variasi suhu heater adalah baja-alumunium sebesar 1984646,441 m2oC/W
dan alumunium-magnesium sebesar 21741293,69 m2oC/W. Sedangkan nilai
koefisien tahanan kontak termah (hc) untuk variasi laju alir adalah baja-alumunium
sebesar 6098926,996 m2oC/W dan alumunium-magnesium sebesar 57800904,34

13
m2oC/W. Berdasarkan literatur, nilai koefisien kontak termal (hc) baja-alumunium
sebesar 10724363,64 m2oC/W dan alumunium-magnesium sebesar 17746213,64
m2oC/W. Nilai hc yang didapat berbeda dengan nilai hc literatur, namun nilai
koefisien kontak termal alumunium-magnesium lebih besar daripada baja-
alumunium dimana hal ini sesuai dengan literatur.

Berdasarkan perhitungan, untuk mendapatkan nilai β, dilakukan pembuatan


grafik antara T node avg dan k sehingga diperoleh persamaan garis untuk
menentukan nilai β. Pada hasil perhitungan percobaan variasi laju alir diperoleh
nilai β untuk logam alumunium dan magnesium secara berurutan yaitu -0,028⁡dan
-−0,018. Sedangkan hasil perhitungan percobaan variasi suhu heater diperoleh
nilai β untuk logam alumunium dan magnesium secara berurutan yaitu -0,028⁡dan
-0.016. Nilai β akan berpengaruh terhadap nilai k yang terpengaruh oleh suhu.
Apabila nilai β makin besar maka nilai k yang terpengaruh oleh suhu juga akan
besar. Nilai β yang negatif menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih
kecil daripada k pada suhu standar. Nilai β yang negatif juga menandakan telah
terjadi penyusutan luas penampang logam.

Grafik Hubungan T Logam Node dan T Air Terhadap


150 L Posisi Node (Laju Alir)
T Average Logam

100
T (°C )

50

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
L (m)

Grafik Hubungan T Logam Node dan T Air Terhadap


200 L Posisi Node

150
T (°C )

100

50

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
T Average Logam L (m) T Average Air

Berdasarkan plot grafik profil Tavg node terhadap posisi node, didapatkan
garis dengan kecendrungan gradien negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu

14
logam semakin menurun seiring dengan bertambahnya jarak node.Hal tersebut
disebabkan karena adanya tahanan kontak termal (hc) sesuai dengan teori yang
telah dibahas. Namun, pada plot grafik profil Tavg air terhadap posisi node
menunjukkan hal yang berbeda yaitu suhu air mengalami peningkatan walaupun
tidak signifikan seiring dengan bertambahnya jarak node. Hasil perhitungan dan
grafik untuk kedua variasi yaitu variasi laju alir dan suhu heater menunjukan hal
yang serupa.

Setelah itu praktikan memplot grafik nilai k terhadap Tnode avg terhadap nilai k

1000
Grafik T Node Avg Terhadap k (Laju Alir)

800
k (W/m°C )

600
y = -82,478x + 4521,8
400

y = 15,296x - 544,69
200

0
0 20 40 60 80
T Node (°C ) Alumunium
Magnesium

Grafik T Node Avg Terhadap k


350
300
250
k (W/m°C )

200
y = -26,527x + 1562,6
150
100 y = 5,0752x - 183,21
50
0
0 20 40 60 80 100
T Node (°C ) Alumunium
Magnesium

Pada grafik diatas (Unit 2) grafik magnesium memiliki kelandaian yang


cukup besar. Ini berarti bahwa dengan nilai suhu yang kecil, magnesium memiliki
nilai k yang besar. Sedangkan grafik alumunium tidak beraturan namun terdapat
peningkatan nilai k yang cukup besar seiring bertambahnya suhu walaupun diikuti
penurunan nilai k seiring bertambahnya suhu. Nilai k yang turun seiring dengan
kenaikan suhu, hal itu disebabkan adanya tahanan kontak termal yang cukup besar.
Tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara

15
logam sehingga terdapat fluida yang terperangkap di dalam ruangan yang kosong
antara kedua logam sehingga penghantaran panas antar logam terdapat gangguan.

3.2.3.3 Unit 3

Pertama-tama, kita mencari besar debit air yang kita tentukan dengan cara
menghitung volume pada unit 3 selama 10 detik. Kemudian, untuk mencari nilai
debitnya, volume yang ditemukan dibagi dengan waktunya sehingga mendapatkan
nilai debit air yang ditentukan. Pada percobaan yang dilakukan, kita melakukan 2
percobaan secara general, yaitu mencari konduktivitas thermal dengan perbedaan
debit air dan mencari konduktivitas thermal dengan perbedaan suhu heater.

Kemudian untuk perhitungan akan menggunakan asas Black, yaitu kalor


yang diterima oleh air pendingin yang masuk akan sama dengan kalor yang dilepas
oleh sistem alat konduksi dengan plat tembaga. Aspek yang perlu diperhatikan
adalah jarak dan luas permukaan kontak yang berbeda beda dan dapat diukur
dengan cara

𝑟𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑑𝑟 =
𝑑𝑥

Pengurangan dr pada setiap radius node, terhitung mulai node ke 10 akan memberi
nilai radius baru pada node – node selanjutnya hingga node yang pertama, dan akan
menghasilkan luas permukaan kontak masing – masing node.

Selanjutnya, melakukan perhitungan untuk mencari nilai konduktivitas


thermal dengan percobaan yang ada karena merupakan tujuan dari praktikum yang
dilakukan oleh praktikan.

Perhitungan k menggunakan rumus

𝑚̇. 𝐶𝑝. (𝑇𝑜𝑢𝑡⁡𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑖𝑛⁡𝑎𝑖𝑟 ). 𝑑𝑥


𝑘=
𝐴. (𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖 − 𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖−1 )

Hal ini didasarkan oleh persamaan fluks kalor hukum Fourier pada setiap node yang
disamakan dengan kalor yang diterima oleh air pendingin. Laju alir massa
didapatkan dari pengukuran debit air selama 10 s pada pipa keluaran air unit 3, Cp
air dapat dicari di literature, yaitu 4.2 J/gram, Delta T air didapat dari temperature
cooling water saat keluar dan saat masuk. Luas permukaan didapat dari
perhitungan, dx merupakan jarak antar node, dan Delta T node merupakan
perubahan temperature antara dua node yang berdekatan.

Percobaan akan menghasilkan konduktivitas termal tembaga sebesar


206.1427407 W/m2.oC dengan kesalahan relatif yang mencapai 46.45% (untuk

16
yang dipengaruhi besar debit air) dan 227.8613888 W/m2.oC dengan kesalahan
relative sebesar 40.815% . Hal ini dapat terjadi karena simplifikasi perhitungan luas
permukaan kontak dengan mengasumsikan bahwa sistem merupakan lingkaran.
Padahal, sistem yang sebenarnya tidak berbentuk lingkaran.

Kemudian untuk hasil pengaruh besar debit air terhadap koefisien perpindahan
panas konduksi diperoleh hasil berikut :

𝑐 = 𝑘0 = 𝟓𝟖𝟕. 𝟓𝟔

𝑚 = 𝑘0 . 𝛽 = −𝟔. 𝟗𝟒𝟐

𝑚 −6.942
𝛽= = = −𝟎. 𝟎𝟏𝟏𝟖𝟏
𝑘0 587.56

Kemudian untuk hasil pengaruh suhu air terhadap koefisien perpindahan panas
konduksi diperoleh hasil berikut :

𝑐 = 𝑘0 = −𝟓𝟐. 𝟕𝟏𝟏

𝑚 = 𝑘0 . 𝛽 = 5.6188

𝑚 2.2361
𝛽= = = −𝟎. 𝟏𝟎𝟔𝟓𝟗
𝑘0 188.27

Nilai negatif pada β mengindikasikan bahwa terdapat penurunan nilai k seiring


dengan penambahan suhu. Hal ini sesuai dengan sifat logam pada umumnya. Hal
ini dibuktikan oleh grafik literature hubungan antara k tembaga dengan temperatur.

Grafik Hubungan k Tembaga dengan Temperatur

Grafik literatur senada dengan nilai β yang didapat, yaitu penurunan yang
sangat kecil bahkan terlihat konstan apabila ditinjau pada rentang suhu yang tinggi.

17
Nilai β pada percobaan yang seharga -0.01181 sangat sesuai dengan tren yang
diberikan pada grafik di atas.

Karena adanya variasi suhu sehingga mempengaruhi besar nilai k walaupun


adanya kenaikan ataupun penurunan.

Karena adanya variasi debit sehingga mempengaruhi besar nilai k walaupun


adanya kenaikan ataupun penurunan.

3.2.4 Analisis Kesalahan

Berikut adalah kesalahan yang dapat muncul dalam melakukan percobaan


Konduksi ini:
1. Simplifikasi dengan asas Black (kalor lepas sama dengan kalor terima) tidak
memperhitungkan jumlah kalor yang dapat hilang ke lingkungan
(dikarenakan kurangnya insulasi), sehingga nilai besaran perpindahan kalor
tidak sesuai.
2. Perhitungan debit aliran air tidak konsisten karena perhitungan waktu
pengambilan air menggunakan gelas ukur tidak selalu tepat pada waktunya.
3. Beberapa alat pengukur suhu untuk node tertentu tidak berfungsi
menyebabkan data yang didapat kurang akurat

18
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan modul Konduksi ini dapat disimpulkan beberapa hal:


• Peristiwa perpindahan kalor konduksi dapat terjadi ketika terdapat gradien
suhu antara dua benda.
• Nilai konduktivitas termal logam cenderung berbanding terbalik dengan
kenaikan suhu.
• Pengolahan data unit 1 menghasilkan:
k1 = 35.565 W/moC (Bahan Timbal)
k2 = 1170.986 W/moC (Bahan Tembaga)
k3 = 299.776 W/moC (Bahan Berilium)
hc Timbal – Tembaga = 7022086.425 W/m°C
hc Tembaga – Berilium = 47834948.79 W/m°C
• Pengolahan data unit 2 menghasilkan:
kavg Baja = 9.912 W/m°C
kavg Aluminium = 191.086 W/m°C
kavg Magnesium = 249.48 W/m°C
hc Baja – Aluminium = 1984646.441 W/m°C
hc Aluminium – Magnesium = 21741293,69 W/m°C
• Pengolahan data unit 3 menghasilkan:
K1 = 206.142741 W/m°C (variasi laju alir air)
K2 = 227.861389 W/m°C (variasi laju alir air)

4.2 Saran

• Meningkatkan kualitas isolasi tiap heater agar dapat lebih baik menjaga
perpindahan panas antar objek percobaan.
• Memperbaiki pendeteksi suhu untuk node tertentu agar data yang didapat
lengkap.
• Melakukan perbaikan objek logam-logam yang digunakan agar dapat dalam
kondisi yang baik untuk penghantaran kalor.

19
DAFTAR PUSTAKA

J. P. Holman, “Heat Transfer, Tenth Edition”, McGraw-Hill Companies,


Inc, 2010.

Incropera, Frank P. 1976. Fundamentals of Heat and Mass Transfer 7th


Edition. US:John Wiley and Sons

Yunus A. Cengel, “Heat Transfer: A Practical Approach”, Second Edition,


McGraw-Hill Companies, Inc.

20
LAMPIRAN

Pengolahan Data

1. Unit 1

Menghitung nilai konduktivitas thermal (k)

∆𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑘𝐴
∆𝑥
̇
𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 = 𝑚 × 𝑐𝑝 × ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
∆𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑘𝐴 = 𝑚 ̇ × 𝑐𝑝 × ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
∆𝑥
𝑚. 𝐶𝑝. ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
𝑘= ∆𝑇𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚
𝐴 ∆𝑥
∆𝑇𝑎𝑖𝑟 = 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 − 25℃
Diketahui:
Q= 2.68E-06 m3/s
ρ= 1000 kg/m3
ṁ= 2.68E-03 kg/s
Cp air = 4200 J/kg.oC
A= 0.00079 m2
Node dx T air in T air out dT1 dT2 (°C) dT3 (°C) dT avg k (W/m°C)
(°C) (°C) (°C) (°C)
1-2 0.025 25 29.950 46 53 54 49.500 35.665
3-4 0.045 25 30.083 2 2 2 2.000 1631.653
4-5 0.045 25 30.017 1 3 2 2.000 1610.255
5-6 0.045 25 30.067 11 13 13 12.000 271.051
7-8 0.027 25 30.317 8 11 12 9.500 215.564
8-9 0.045 25 30.383 8 10 9 9.000 383.988

Tabel 1. Perhitungan Konduktivitas Termal (K) Unit 1 Variasi Laju Alir

Node Bahan k k avg


(W/m°C) (W/m°C)
1-2 Lead 35.665 35.665
3-4 Tembaga 1631.653 1170.986
4-5 1610.255
5-6 271.051
7-8 Berilium 215.564 299.776
8-9 383.988

21
Didapat nilai k dan jenis bahan penyusun pada unit 1:
k1 = 35.565 W/moC (Bahan Lead)
k2 = 1170.986 W/moC (Bahan Tembaga)
k3 = 299.776 W/moC (Bahan Berilium)
Tabel 2. Perhitungan Konduktivitas Termal (k) unit 1 variasi suhu heater
T air in dT2 k
Node dx (°C) T air out (°C) dT1 (°C) (°C) dT avg (°C) (W/m°C)
1-2 0.025 25 31.025 54 60 57.000 15.454
3-4 0.045 25 31.225 2 2 2.000 819.100
4-5 0.045 25 31.275 2 2 2.000 825.679
5-6 0.045 25 31.325 13 15 14.000 118.894
7-8 0.027 25 31.375 12 11 11.500 87.531
8-9 0.045 25 31.375 9 10 9.500 176.597

k k avg
Node Bahan
(W/m°C) (W/m°C)
Stainles
1-2 15.454
Steel 15.454
3-4 819.100
4-5 Tembaga 825.679 587.891
5-6 118.894
7-8 87.531
Molybdenum 132.064
8-9 176.597

Didapat nilai k dan jenis bahan penyusun pada unit 1 variasi suhu heater:
k1 = 15.454 W/moC (Bahan Stainless Steel)
k2 = 587.891 W/moC (Bahan Tembaga)
k3 = 132.064 W/moC (Bahan Molybdenum)

Kesalahan Relatif

𝑘𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟
%⁡𝐾𝑅 = | | × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟
Nilai konduktivitas termal literatur (W/m oC)
k lead = 35.5
k tembaga = 401
k berilium = 200

22
Tabel 3. Perhitungan Kesalahan Relatif Untuk Setiap Material Pada
Percobaan Unit 1 Variasi Laju Alir
Node Bahan k k avg k literature %KR
(W/m°C) (W/m°C)
1-2 Lead 35.665 35.665 35.5 0.464%
3-4 Tembaga 1631.653 1170.986 401 192.017%
4-5 1610.255
5-6 271.051
7-8 Berilium 215.564 299.776 200 49.888%
8-9 383.988

Tabel 4. Perhitungan Kesalahan Relatif Untuk Setiap Material Pada


Percobaan Unit 1 Variasi Suhu Heater
k k avg
Node Bahan
(W/m°C) (W/m°C) k literature %KR
Stainless
1-2 15.454 15.1
Steel 15.454 2.343%
3-4 819.100
4-5 Tembaga 825.679 587.891 401 46.606%
5-6 118.894
7-8 87.531
Molybdenum 132.064 138 4.301%
8-9 176.597

23
Membuat Grafik Profil Tavg node terhadap L (posisi node) dan grafik Tavg air
terhadap L (posisi node)

Grafik Suhu Node dan Suhu Air Keluaran


Terhadap Jarak Node
160,000
140,000
120,000
100,000
T (℃)

80,000
60,000
40,000
20,000
0,000
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Suhu Keluaran Air Rata-rata


L (m) Suhu Node Rata-rata

Grafik Suhu Node dan Suhu Air Keluaran


Terhadap Jarak Node untuk Variasi Suhu
160,000
140,000
120,000
100,000
T (℃)

80,000
60,000
40,000
20,000
0,000
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Suhu Keluaran Air Rata-rata L (m) Suhu Node Rata-rata

Menghitung nilai Koefisien Kontak Termal (hc)

1 𝐴𝐶 2𝑘𝐴 𝑘𝐵 𝐴𝑣
ℎ𝑐 = ( ⁡×⁡ + ( × 𝑘𝑓 ))
𝐿𝑔 𝐴 𝑘𝐴 + 𝑘𝐵 𝐴
Diketahui:
• Lg = Panjang ruang kosong logam A-B (Lg = 5µm)

24
• Kf = konduktivitas fluida ruang kosong (Kf udara = 1)
• A = Luas Penampang batang total = 0,00079
• Ac = Luas penampang batang yang berkontak = 0,5A
• Av = Luas penampang batang yang tidak berkontak = 0,5A

Koefisien kontak termal untuk variasi 1:


hc
Kontak Antar Bahan Eksperimen hc literatur %KR
6622565.86
Lead - Tembaga 7022086.425 5 6.033%
78.563
Tembaga - Berilium 47834948.79 no %

Koefisien kontak termal untuk variasi 2:


hc
Kontak Antar Bahan Eksperimen hc literatur %KR
Stainless Steel - Tembaga 4203329.623 10724363.64 60.806%
Tembaga - Molybdenum 61853265.84 17746213.64 248.543%

Menghitung nilai Qair, Qbahan, dan Qloss

𝑄𝑎𝑖𝑟 = 𝑚̇𝑎𝑖𝑟 𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 (𝑇𝑎𝑖𝑟.𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑎𝑖𝑟.𝑖𝑛 )


𝛥𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝐾𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝐴
𝛥𝑥
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 − 𝑄𝑎𝑖𝑟

Tabel 5. Perhitungan Nilai Q Pada Unit 1 Variasi Laju Alir


Q bahan
Q loss
Bahan Q air (J)
(J) (J)
Lead 55.7865 55.5291
-0.2574
-
Tembaga 56.9761111 37.545481
19.4306
-
Berilium 60.2945 40.597222
19.6973

25
Tabel 6. Perhitungan Nilai Q Pada Unit 1 Variasi Suhu Heater
Q bahan
Bahan Q air (J) Q loss (J)
(J)
Stainless Steel 27.8355 27.19812 -0.63738
Tembaga 28.9905 42.238667 13.24817
Molybdenum 29.4525 31.7975 2.345

Menghitung ko dan ꞵ

𝑘 = 𝑘0 𝛽𝑇 + 𝑘0
𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎
Untuk variasi laju alir:

Grafik Suhu Node Rerata terhadap Konduktivitas


2000,000 Termal
1800,000
1600,000
1400,000
1200,000
Axis Title

y = -336,85x + 3415,6
1000,000
800,000
600,000
400,000
200,000 y = -134,99x + 1890,9

0,000
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000
Axis Title
Node 7-9 Node 3-6 Linear (Node 7-9) Linear (Node 3-6)

Node 3-6:
𝑦 = −336.85𝑥 + 3415.6
𝑘0 = 3415.6⁡𝑊/𝑚. ℃
−336.85
𝛽= = −0.0986
3415.6

Node 7-9:

𝑦 = −134.99𝑥 + 1890.9

𝑘0 = 1890.9⁡𝑊/𝑚. ℃

26
−134.99
𝛽= = −0.07139
1890.9
Untuk variasi suhu heater:

Grafik Suhu Node Rerata terhadap k


1000,000
900,000
800,000
y = -58,625x + 939,64
700,000
600,000
Axis Title

500,000
400,000
300,000
200,000
100,000 y = -44,533x + 599,66
0,000
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000
Axis Title
Node 7-9 Node 3-6 Linear (Node 7-9) Linear (Node 3-6)

Node 3-6 (Stainless Steel):


𝑦 = −58.625 + 939.64
𝑘0 = 939.64⁡𝑊/𝑚. ℃
−58.625
𝛽= = −0.0623
939.64

Node 7-9:

𝑦 = −44.533 + 599.66

𝑘0 = 599.66⁡𝑊/𝑚. ℃

−44.533
𝛽= = −0.0742
599.66

27
2. Unit 2

Menghitung Konduktivitas Thermal

Untuk mencari nilai konduktivitas thermal digunakan Asas Black yaitu


kalor dilepas sama dengan kalor yang diterima, secara matematis ditunjukkan
dalam persamaan matematis berikut:

kAdT𝑎𝑣𝑔
Q𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 =
∆x

Q𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 = ⁡ 𝑚⁡̇C𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 ∆Tair

Q𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = Q𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎

kAdT𝑎𝑣𝑔
= 𝑚⁡̇C𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 ∆Tair
∆x

𝑚̇C𝑝 (Tout⁡air − Tin⁡air )dx


k=
A. dT𝑎𝑣𝑔

Dengan:
dT avg = Selisih suhu pada tiap node
∆Tair = Selisih suhu air dengan suhu air steady condition
Cp air = Konstanta perpindahan panas (4200 J/kg°C)
A = Luas permukaan logam (0,00079 m2)
dx = Jarak antar node

• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Tabel 7. Suhu rata-rata air dan logam di Unit 2 (Variasi Laju Alir)

T Average Air T Average Logam


Node (°C ) (°C )
1 29,267 139,667
2 29,000 85,000
3 29,300 78,667
4 29,233 72,333
5 29,300 66,667
6 29,267 56,667
7 29,433 51,333
8 29,267 46,667

28
9 29,400 42,333
10 29,767 #VALUE!

Berdasarkan perhitungan di Ms. Excel nilai konduktivitas thermal sambungan


node di Unit 2 sebagai berikut:

Tabel 8. Nilai K Dari Sambungan Node Di Unit 2 (Variasi Laju Alir)

dT2
T air dT1 Log dT3 dT avg dT k
Node dx
Steady T Air Logam am Logam Logam Air (W/m°
(°C ) (°C ) (°C ) (°C ) (°C ) (°C ) (°C ) C)
0,0 29,13
1-2 25 28 3 52 56 56 54,667 1,133 31,873
0,0 29,26 553,45
3-4 45 28 7 6 7 6 6,333 1,267 9
0,0 29,26 618,57
4-5 45 28 7 6 5 6 5,667 1,267 2
0,0 29,28 355,13
5-6 45 28 3 9 11 10 10,000 1,283 6
0,0 29,35 480,32
7-8 27 28 0 5 5 4 4,667 1,350 3
0,0 29,33 851,47
8-9 45 28 3 4 5 4 4,333 1,333 5
0,0 29,58
9 - 10 45 28 3 error error error error 1,583 error

Nilai k untuk masing-masing node dihitung dengan menggunakan cara:

a. kav Baja = k node 1-2


b. kav Alumunium = (k node 3-4 + k node 4-5 + k node 5-6)/3
c. kav Magnesium = (k node 7-8 + k node 8-9)/2

Tabel 9. Nilai k rata-rata untuk tiap bahan di Unit 2 (Variasi laju alir)

k Average
Node Bahan k (W/m°C) (W/m°C)
1-2 Baja 31,873 31,873
3-4 553,459
Alumunium 509,056
4-5 618,572

29
5-6 355,136
7-8 480,323
8-9 Magnesium 851,475 665,899

• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

Perhitungan pada unit 2 dengan variasi suhu heater memiliki langkah-


langkah yang sama dengan perhitungan unit 2 dengan variasi laju alir.

Tabel 10. Suhu Rata-Rata Air Dan Logam Di Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

T Average Air T Average Logam


Node (°C ) (°C )
1 28,95 150,5
2 29,05 91,5
3 29,20 84,0
4 29,30 77,5
5 29,40 71,5
6 29,40 60,5
7 29,45 54,5
8 29,45 49,5
9 29,55 44,5
10 29,90 #DIV/0!

Berdasarkan perhitungan di Ms. Excel nilai konduktivitas thermal sambungan


node di Unit 2 sebagai berikut:

Tabel 11. Nilai k dari sambungan node di Unit 2 (Variasi suhu heater)

T air T dT1 dT2 dT avg dT


k
Node dx Steady Air Logam Logam Logam Air
(W/m°C)
(°C ) (°C ) (°C ) (°C ) (°C ) (°C )
29,0
1-2 0,025 28 00 56 62 59,000 1,000 9,912
29,2
3-4 0,045 28 50 6 7 6,500 1,250 202,434
29,3
4-5 0,045 28 50 6 6 6,000 1,350 236,848

30
29,4
5-6 0,045 28 00 10 12 11,000 1,400 133,975
29,4
7-8 0,027 28 50 4 6 5,000 1,450 183,163
29,5
8-9 0,045 28 00 4 6 5,000 1,500 315,797
29,7
9 - 10 0,045 28 25 error error error 1,725 error

Nilai k untuk masing-masing node dihitung dengan menggunakan cara:

a. kav Baja = k node 1-2


b. kav Alumunium = (k node 3-4 + k node 4-5 + k node 5-6)/3
c. kav Magnesium = (k node 7-8 + k node 8-9)/2

Tabel 12. Nilai k rata-rata untuk tiap bahan di Unit 2

k Average
Node Bahan k (W/m°C) (W/m°C)
1-2 Baja 9,912 9,912
3-4 202,434
4-5 Alumunium 236,848 191,086
5-6 133,975
7-8 183,163
8-9 Magnesium 315,797 249,480

Menghitung Presentase Kesalahan Relatif (%KR)

Nilai kesalahan literatur diperoleh melalui persamaan:

|𝑘𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 |
𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑙𝑖𝑡 = × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟

31
• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Tabel 13. Kesalahan literatur tiap node di Unit 2

k Avg
k k Literatur
Node Bahan % KR
(W/m°C) (W/m°C)
(W/m°C)
1-2 Baja 31,873 31,873 72 55,732
3-4 553,459
4-5 Alumunium 618,572 509,056 202 152,008
5-6 355,136
7-8 480,323
Magnesium 665,899 158,24 320,816
8-9 851,475

• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

Tabel 14. Kesalahan Literatur Tiap Node Di Unit 2

k k Avg k Literatur
Node Bahan % KR
(W/m°C) (W/m°C) (W/m°C)
1-2 Baja 9,912 9,912 72 86,233
3-4 202,434
4-5 Alumunium 236,848 191,086 202 5,403
5-6 133,975
7-8 183,163
8-9 Magnesium 315,797 249,480 158,24 57,659

32
Membuat Grafik Profil Suhu Logam Node dan Suhu Air Terhadap L Posisi
Node

• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Tabel 15. Profil Suhu Logam Node dan Suhu Air Terhadap L

T Average Logam T Average Air


Node L (m) (°C ) (°C )
1 0,183 139,667 29,267
2 0,208 85,000 29,000
3 0,265 78,667 29,300
4 0,31 72,333 29,233
5 0,355 66,667 29,300
6 0,4 56,667 29,267
7 0,435 51,333 29,433
8 0,462 46,667 29,267
9 0,507 42,333 29,400
10 0,552 #VALUE! 29,767

Grafik Hubungan T Logam Node dan T Air Terhadap


L Posisi Node
160

140

120

100
T (°C )

80

60

40

20

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
L (m)
T Average Logam T Average Air

33
• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Tabel 16. Profil Suhu Logam Node dan Suhu Air Terhadap L

T Average Logam T Average Air


Node L (m) (°C ) (°C )
1 0,183 150,500 28,950
2 0,208 91,500 29,050
3 0,265 84,000 29,200
4 0,31 77,500 29,300
5 0,355 71,500 29,400
6 0,4 60,500 29,400
7 0,435 54,500 29,450
8 0,462 49,500 29,450
9 0,507 44,500 29,550
10 0,552 #DIV/0! 29,900

Grafik Hubungan T Logam Node dan T Air


Terhadap L Posisi Node
160
140
120
100
T (°C )

80
60
40
20
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
L (m)
T Average Logam T Average Air

34
Menghitung Nilai Koefisien Kontak Thermal (hc)

Dengan asumsi bahwa fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong


adalah udara, sehingga nilai kf sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai kA dan
kB. Maka nilai hc dapat dihitung dengan persamaan berikut:

1 𝐴𝑐 2𝑘𝐴 𝑘𝐵 𝐴𝑣
ℎ𝑐⁡(𝑚2 ℃/𝑊) = ( × + 𝑘
𝐿𝑔 𝐴 (𝑘𝐴 + 𝑘𝐵 ) 𝐴 𝑓

Dengan:

Lg = Tebal ruang kosong logam A dan B (5µm)

kf = Konduktivitas fluida di ruang kosong (kf udara = 1)

A = Luas penampang total batang (0,00079)

Ac = Luas penampang batang berkontak (Ac = 0.5A)

Av = Luas penampang batang yang tidak kontak (Av = 0.5A)

• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Tabel 17. Nilai Hc Percobaan, Hc Literatur dan %KR

Kontak Antar
Bahan Hc Percobaan Hc Literatur % KR
Baja - Al 6098926,996 10724363,64 43,13017349
Al - Mg 57800904,34 17746213,64 225,7083765

• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

Tabel 18. Nilai Hc Percobaan, Hc Literatur dan %KR

Kontak Antar
Bahan Hc Percobaan Hc Literatur % KR
Baja - Al 1984646,441 10724363,64 81,49404004
Al - Mg 21741293,69 17746213,64 22,51229549

35
Menghitung Qair, Qbahan, dan Qloss

Untuk menghitung nilai Qair, Qbahan, dan Qloss dapat digunakan persamaan
dibawah ini,

𝑄𝑎𝑖𝑟 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 × 𝑐𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑠𝑡𝑒𝑎𝑑𝑦⁡𝑐𝑜𝑛𝑑𝑖𝑡𝑖𝑜𝑛 )

𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 × 𝐴 × 𝑑𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 =
𝑑𝑥

𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 − 𝑄𝑎𝑖𝑟

• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Informasi-informasi yang diketahui antara lain:

𝑚̇𝑎𝑖𝑟 = 11,567⁡𝑥⁡10−3 ⁡𝑘𝑔/𝑠

𝑐𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 = 4200⁡𝐽/(𝑘𝑔. ℃)

𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑠𝑡𝑒𝑎𝑑𝑦⁡𝑐𝑜𝑛𝑑𝑖𝑡𝑖𝑜𝑛 = 28℃

Node 1-2 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29.133℃

Node 3-6 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29.272℃

Node 7-9 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29.342℃

𝐴⁡ = 0,00097⁡m2

Tabel 19. Nilai Qair, Qbahan, dan Qloss di Unit 2

Node Q Air (J) Q Bahan (J) Q Loss (J)


1-2 55,05892 124,3776 69,319
3-6 61,80633667 26,00562963 -35,801
7-9 65,180045 15,6262 -49,554

• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

Informasi-informasi yang diketahui antara lain:

𝑚̇𝑎𝑖𝑟 = 4,4⁡𝑥⁡10−3 ⁡𝑘𝑔/𝑠

36
𝑐𝑝⁡𝑎𝑖𝑟 = 4200⁡𝐽/(𝑘𝑔. ℃)

𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑠𝑡𝑒𝑎𝑑𝑦⁡𝑐𝑜𝑛𝑑𝑖𝑡𝑖𝑜𝑛 = 28℃

Node 1-2 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29⁡℃

Node 3-6 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29.333⁡℃

Node 7-9 𝑇𝑎𝑖𝑟⁡𝑜𝑢𝑡 = 29.475⁡℃

𝐴⁡ = 0,00097⁡m2

Tabel XX. Nilai Qair, Qbahan, dan Qloss di Unit 2

Node Q Air (J) Q Bahan (J) Q Loss (J)


1-2 18,48 134,2368 115,757
3-6 24,64 27,77874074 3,139
7-9 27,258 17,36244444 -9,896

Menghitung Nilai k0 dan β

Membuat grafik k vs T node avg kemudian diolah untuk memperoleh nilai


k0 dan β berdasarkan persamaan berikut:

𝑘 = 𝑘0 𝛽𝑇 + 𝑘0

dimana

𝑦 = ⁡𝑏𝑥⁡ + ⁡𝑎

37
• Unit 2 (Variasi Laju Alir)

Grafik T Node Avg Terhadap k


1000

800
k (W/m°C )
600
y = -82,478x + 4521,8
400

y = 15,296x - 544,69
200

0
0 20 40 60 80
T Node (°C )
Alumunium

Dari grafik di atas didapatkan:

Aluminium:

k0 = -544,69

β = 15,296/−544,69 = −0,028

Magnesium:

k0 = 4521,8

β = −82,478/4521,8 = −0,018

38
• Unit 2 (Variasi Suhu Heater)

Grafik T Node Avg Terhadap k


350

300

250
k (W/m°C )

200
y = -26,527x + 1562,6
150

100 y = 5,0752x - 183,21

50

0
0 20 40 60 80 100
T Node (°C )
Alumunium
Magnesium
Dari grafik di atas didapatkan:

Aluminium:

k0 = -183,21

β = 5,0752/−183,21 = −0,028

Magnesium:

k0 = 1562,6

β = −26,527/1562,6 = −0,016

3. Unit 3

Menghitung Selisih Jarak dan Luas Tiap Node

Terjadi pengurangan besar jari – jari node, dengan efek luas per node yang
akan memiliki perbedaan. Melalui informasi pada modul yang menyatakan
diameter akhir node adalah 5.04 cm dengan diameter awal mencapai 2.55 cm.
Sehingga dapat diketahui penurunan besar jari – jari adalah sebagai berikut:

𝑟𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑑𝑟 =
𝑑𝑥
0.0504 − 0.0255
=
9

39
= 0.001383333⁡𝑚

Besar jari-jari dan luas dari setiap node kemudian dapat dituliskan sebagai berikut:

POSISI NODE dx (m) dr (m) r (m) A (m2)


1 0.025 0.00138333 0.01378 0.00059625
2 0.025 0.00138333 0.01423 0.00063583
3 0.025 0.00138333 0.01564 0.00076807
4 0.025 0.00138333 0.01642 0.0008466
5 0.025 0.00138333 0.01823 0.00104353
6 0.025 0.00138333 0.01968 0.00121613
7 0.025 0.00138333 0.02176 0.00148678
8 0.025 0.00138333 0.02244 0.00158116
9 0.025 0.00138333 0.02482 0.00193434
10 0.025 0.00138333 0.0322 0.00325568

Menghitung nilai k

Nilai k dapat dihitung menggunakan asas black yaitu:


𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑚̇. 𝐶𝑝. (𝑇𝑜𝑢𝑡⁡𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑖𝑛⁡𝑎𝑖𝑟 ) = 𝑘. 𝐴. (𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖 − 𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖−1 )/𝑑𝑥
𝑚̇. 𝐶𝑝. (𝑇𝑜𝑢𝑡⁡𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑖𝑛⁡𝑎𝑖𝑟 ). 𝑑𝑥
𝑘=
𝐴. (𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖 − 𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒⁡𝑖−1 )

Mencari nilai K untuk keadaan dipengaruhi oleh perbedaan besar debit air:

Node dx dTair dTavg k kavg logam


12 0.025 9.28333333 #VALUE! #VALUE!
23 0.025 9.31666667 6.33333333 107.666463
34 0.025 9.4 5 137.597355
45 0.025 9.93333333 3.33333333 218.106445
56 0.025 10.1833333 4 186.329751 206.142741 Tembaga
67 0.025 10.0833333 3 245.999999
78 0.025 9.83333333 3 239.900825
89 0.025 9.8 2.33333333 307.398346
910 0.025 9.95 #VALUE! #VALUE!

Selanjutnya, mencari nilai K untuk keadaan dipengaruhi oleh perbedaan suhu:

Node dx dTair dTavg k kavg logam


12 0.025 15.6 #VALUE! #VALUE!
23 0.025 15.975 7 167.030224
34 0.025 16 -6 -195.17355
45 0.025 15.975 5 233.842313
56 0.025 16 5 234.208263 227.861389 Tembaga
67 0.025 16.05 4 293.675205
78 0.025 16.05 3 391.56694
89 0.025 16.05 2.5 469.880329
910 0.025 15.875 #VALUE! #VALUE!

40
Menghitung kesalahan relatif dari k perhitungan

Diketahui melalui modul bahwa logam tembaga mempunyai nilai


konduktivitas 385 W/m oC. Sementara nilai percobaan yang didapat mencapai
206.1427407 W/m oC untuk percobaan yang dipengaruhi perbedaan debit air dan
227.8613888 W/m oC untuk percobaan yang dipengaruhi perbedaan suhu. Berikut
adalah nilai kesalahan relative dari percobaan unit 3:

𝑘𝑎𝑣𝑔 − 𝑘𝑙𝑖𝑡
%⁡𝐾𝑅 = | | × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡

KR kavg 46% untuk percobaan yang dipengaruhi besar debit air dan 40% untuk
percobaan yang dipengaruhi oleh suhu.

Menghitung nilai k0 dan β

Menghitung nilai k0 dan β dengan membuat grafik k vs. T node avg (metode least
square) dengan menggunakan data k dan T nodeavg dari aluminium dan
magnesium berdasarkan rumus :

𝑘 = 𝑘0 (1 + 𝛽𝑇)

𝑘 = 𝑘0 + 𝑘0 . 𝛽. 𝑇

Dengan k menjadi y, T menjadi x dan 𝛽 menjadi gradient.

𝑐 = 𝑘0 = 𝟓𝟖𝟕. 𝟓𝟔

𝑚 = 𝑘0 . 𝛽 = −𝟔. 𝟗𝟒𝟐

41
𝑚 −6.942
𝛽= = = −𝟎. 𝟎𝟏𝟏𝟖𝟏
𝑘0 587.56

Data diatas merupakan grafik untuk antara nilai k dan average T untuk kondisi
dipengaruhi besar debit air.

𝑐 = 𝑘0 = −𝟓𝟐. 𝟕𝟏𝟏

𝑚 = 𝑘0 . 𝛽 = 5.6188

𝑚 2.2361
𝛽= = = −𝟎. 𝟏𝟎𝟔𝟓𝟗
𝑘0 188.27

Data diatas merupakan grafik untuk antara nilai k dan average T untuk kondisi
dipengaruhi besar suhu.

42

Anda mungkin juga menyukai