Anda di halaman 1dari 84

ETIKA PENYELENG-

Persepektif Antikorupsi KPK bagi Kepala Daerah

GARA PEMERINTAHAN
REFORMASI BIROKRASI
PEMERINTAH DAERAH
DAERAH Lahan
Hibah
PENGELOLAAN KEUANGAN
PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM KESEJAHTERAAN
SOSIAL
PENDIDIKAN
Anggaran ANTIKORUPSI
Gratifikasi Kehutanan
Kesehatan Mineral dan
Alih Fungsi Batubara
Benturan Kepentingan
Jabatan
Perspektif
Antikorupsi KPK
bagi Kepala Daerah
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

5 PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK


BAGI KEPALA DAERAH
(c) Komisi Pemberantasan Korupsi 2015

Diterbitkan oleh
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Kedeputian Pencegahan
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan 12920
www.kpk.go.id

Cetakan 1: Jakarta, 2015


Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya,
diperbanyak untuk tujuan pendidikan dan non-komersial lainnya, dan bukan
untuk diperjualbelikan.

ii
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas rahmat dan izin-Nya, buku berjudul Lima Perspektif
Antikorupsi bagi Kepala Daerah ini terselesaikan. Buku
ini merupakan seri ketiga dari buku yang diterbitkan KPK
dalam mendukung perwujudan tata kelola pemerintah
yang bersih dan baik. Sebelumnya, di tahun 2014, KPK
telah menerbitkan dan menyampaikan gagasan-gagasan
antikorupsi kepada para calon presiden dan anggota DPR
terpilih periode 2014-2019.

Buku ini disusun sebagai ikhtiar KPK membangun


sinergi pencegahan korupsi dengan kepala daerah. KPK
memandang kepala daerah menempati posisi strategis
dalam upaya-upaya pencegahan korupsi. Kepala daerah
merupakan elemen pokok dari pemerintahan daerah.
Karenanya, tindak lanjut kepala daerah atas gagasan-
gagasan antikorupsi dalam buku ini sangat diharapkan
sebagai wujud komitmen penyelenggaraan pemerintahan
yang bebas dari korupsi.

Dalam penyusunannya, buku ini disarikan dari kiprah KPK


selama lebih kurang 10 tahun berjalan. Di kurun waktu
tersebut, abstraksi pengalaman KPK dalam kerja-kerja
pemberantasan korupsi patut menjadi pembelajaran
dan rujukan bagi kepala daerah dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang bersih dan baik.

Akhir kata, kami mengucapkan selamat bertugas. Besar


harapan kami gagasan yang teramu dalam buku ini ditindak
lanjuti kepala daerah. Dengannya, diharapkan tujuan
otonomi daerah segera terwujud.

Salam Antikorupsi

Pimpinan KPK

iii
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii

RINGKASAN EKSEKUTIF v

1. PENDAHULUAN 1
a. Latar Belakang 2
b. Tujuan 4

2. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 5

3. PERSPEKTIF I: ETIKA PENYELENGGARA PEMERINTAHAN 11


a. Etika Publik 12
b. Benturan Kepentingan 14
c. Pengelolaan Gratifikasi 18
d. Rangkap Jabatan 19
e. Kepatuhan Penyelenggara Negara atas Pelaporan Harta Kekayaan 21

4. PERSPEKTIF II: REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH 23

5. PERSPEKTIF III: PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 31


a. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah 32
b. Pengelolaan Dana bersumber dari Transfer Pusat 37
c. Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 42
d. Pengelolaan Barang Milik Daerah 44
e. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Daerah 47

6. PERSPEKTIF IV: PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 51


a. Pengelolaan Mineral dan Batubara 53
b. Pengelolaan Kehutanan 55
c. Pengelolaan Kelautan dan Perikanan 58
d. Alih Fungsi Lahan 61

7. PERSPEKTIF V: KESEJAHTERAAN SOSIAL & PENDIDIKAN ANTIKORUPSI 65
a. Pengelolaan Dana Bantuan Sosial dan Hibah 66
b. Pengelolaan Kesehatan 68
c. Pendidikan Antikorupsi 71

8. PENUTUP 75

iv
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

RINGKASAN EKSEKUTIF
Menyongsong keterpilihan kepala daerah hasil Pilkada
serentak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisiatif
menyampaikan sejumlah perspektif antikorupsi bagi para
kepala daerah. Penyampaian gagasan menjadi bagian
kontribusi KPK mewujudkan tata kelola pemerintah daerah
yang bersih dan baik.

Di tengah capaian dan harapan yang mengiringi


penyelenggaraan otonomi daerah, sulit dipungkiri bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah masih dikotori oleh
praktik-praktik korupsi. Korupsi mengakibatkan pencapaian
tujuan pemerintahan daerah menjadi terhambat. Situasi
tersebut tentunya sangat memprihatinkan di tengah
pelaksanaan otonomi daerah yang telah mengusung
prinsip desentralisasi kekuasaan dan desentralisasi fiskal.

Menyikapi realitas tersebut, dalam rangka mencegah


korupsi serta mendukung pencapaian tujuan bernegara,
KPK menyampaikan lima perspektif antikorupsi bagi kepala
daerah. KPK tidak berpretensi mendikte fokus kerja kepala
daerah, namun gagasan-gagasan yang terhimpun dalam
lima perspektif antikorupsi ini merupakan situasi yang
nantinya dihadapi dan perlu disikapi oleh kepala daerah saat
menjalankan roda pemerintahan. Adapun Lima Persepektif
Antikorupsi Bagi Kepala Daerah dimaksud adalah:

1. Penegakan Etika Penyelenggara Negara


Perspektif ini menyampaikan urgensi etika publik dalam
pemerintahan dan praktik-praktik dalam pemerintahan
daerah yang bersinggungan dengan sisi etika. Beberapa
praktik yang kental bersinggungan dengan masalah etika
adalah benturan kepentingan, pengelolaan gratifikasi,
rangkap jabatan, dan kepatuhan penyelenggara negara
terhadap pelaporan harta kekayaannya.

v
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

2. Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah


Sasaran utama dalam perspektif ini agar kepala daerah
memberikan perhatian atas percepatan implementasi
prinsip merit dalam pengelolaan birokrat daerah,
penataan perangkat daerah, perbaikan pelayanan publik
dan optimalisasi peran inspektorat.

3. Pengelolaan Keuangan Daerah


Perspektif ini memberikan panduan fokus pembenahan
bagi kepala daerah di area kebijakan penganggaran,
pengelolaan dana bersumber dari transfer pusat,
optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah,
pengelolaan barang milik daerah, dan pengadaan
barang dan jasa.

4. Pengelolaan Sumber daya Alam


Lingkup pengelolaan sumber daya alam dalam
perspektif ini terdiri dari pengelolaan sektor mineral
batubara, kehutanan, kelautan dan perikanan. Selain itu,
disampaikan pula langkah strategis yang mesti dilakukan
kepala daerah atas soal alih fungsi lahan bidang
pertanian.

5. Kesejahteraan Sosial dan Pendidikan Antikorupsi


Fokus kesejahteraan sosial dalam perspektif ini adalah
bantuan sosial dan hibah, serta pengelolaan kesehatan.
Perspektif ini juga mengurai pentingnya perhatian
kepala daerah untuk mewujudkan generasi antikorupsi
dengan mengoptimalkan peran keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat.

Besar harapan KPK isi dalam buku ini ditindaklanjuti kepala


daerah sebagai aksi nyata mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Adanya kekhawatiran kepala daerah atas
kriminalisasi terhadap tindakan maupun keputusan
yang diambil ke ranah pidana korupsi tentunya harus
dikesampingkan, sepanjang tidak memiliki mens rea (niat
buruk), dan tidak memenuhi unsur-unsur melawan hukum
sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi.

vi
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PENDAHULUAN
Bagian ini menerangkan latar belakang
dan tujuan pentingnya penyusunan buku

1
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

D
LATAR BELAKANG alam rangka menyongsong keterpilihan
kepala daerah hasil Pilkada serentak, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisiatif
menyampaikan sejumlah perspektif antikorupsi kepada
para kepala daerah terpilih. Perspektif yang disampaikan
merupakan abstraksi pengalaman-pengalaman KPK selama
lebih kurang 10 tahun berkiprah mencegah dan menindak
korupsi. Besar harapan KPK, perspektif antikorupsi yang
disampaikan dapat ditindaklanjuti kepala daerah saat
melaksanakan tugas dan kewenangan.

Perspektif antikorupsi penting untuk dimiliki dan


dilaksanakan oleh kepala daerah setidaknya beranjak dari
dua hal.

Pertama, luasnya kewenangan kepala daerah.


Kepala daerah memiliki peran vital atas desain, proses
dan evaluasi capaian penyelenggaraan urusan-urusan
pemerintahan yang diserahkan ke daerah. Dalam
konteks pengelolaan fiskal, kepala daerah memiliki
otoritas mengelola keuangan negara dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Kepala daerah juga berperan sebagai
pimpinan pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah. Luasnya kewenangan kepala daerah
tersebut sekiranya tidak disertai penerapan prinsip-prinsip
pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good
governance) rawan memunculkan perilaku dan tindakan
koruptif.1

Kedua, lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap


rakyat dalam pengamalan pasal 33 UUD 1945.
Pasal 33 UUD 1945 merupakan upaya mewujudkan
kedaulatan ekonomi rakyat. Tidak berjalannya tata kelola
perekonomian negara yang berdaulat untuk kepentingan
rakyat menyebabkan sektor ekonomi dikuasai oleh para
1 Statistik penanganan perkara di KPK menunjukkan sejak periode 2004 – 31
Juli 2015 sebanyak 63 kepala daerah (termasuk wakil kepala Daerah di tingkat
kabupaten/kota) tersangkut kasus korupsi. Diakses pada 11 September 2015
di laman: <http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-
berdasarkan-tingkat-jabatan>

2
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

pemilik modal. Rakyat belum sepenuhnya memperoleh


manfaat dari keberlimpahan sumber daya alam yang ada.

Atas dua pertimbangan di atas, materi perspektif antikorupsi


dalam buku ini diharapkan menjadi panduan bagi kepala
daerah dalam menjalankan pemerintahan yang antikorupsi.

KPK berkeyakinan bahwa gagasan-gagasan antikorupsi yang


terangkum dalam buku ini merupakan realitas pekerjaan
rumah yang menjadi tantangan untuk diselesaikan kepala
daerah dalam upaya mewujudkan tujuan bernegara.

Dalam perumusannya, materi yang disampaikan merupakan


sintesis dari dua sumber informasi.

Pertama, fakta normatif dan empiris.


Fakta normatif diperoleh dari literatur. Sementara, fakta
empiris diperoleh dari hasil studi dan kajian yang telah
dilakukan oleh KPK sebelumnya.

Kedua, pandangan yang disampaikan pakar maupun


praktisi yang kompeten di bidangnya.
KPK berdiskusi dengan pimpinan lembaga, birokrat,
akademisi, tokoh masyarakat dan unsur lembaga swadaya
masyarakat. Pendapat yang disampaikan sangat berharga
untuk memotret situasi terkini yang relevan.

Perspektif antikorupsi KPK menjadi panduan


bagi kepala daerah mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang bersih dan baik.

3
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

A
TUJUAN da dua tujuan yang ingin dicapai dalam gagasan ini.
Pertama, KPK mengajukan saran atas persoalan-
persoalan pokok penyelenggaraan pemerintahan
daerah.

Lewat buku ini, KPK tidak berpretensi mendikte fokus kerja


kepala daerah, namun gagasan-gagasan yang terhimpun
memerlukan respon serius dari kepala daerah.

Kedua, KPK dan kepala daerah sejak dini sudah membangun


komunikasi yang konstruktif terkait upaya pemberantasan
korupsi sejak dini.

Kepala daerah dan KPK pada hakikatnya mempunyai


kepentingan sebangun, yaitu mewujudkan cita-cita
pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, sinergi antar
lembaga menjadi keharusan.

Materi dalam buku ini menjadi sarana KPK


memberikan saran dan membangun komunikasi
dengan kepala daerah untuk mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang bersih dan baik.

4
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN
DAERAH
Bagian ini menguraikan kondisi yang
dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah

5
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

D
esentralisasi pemerintahan melalui otonomi
daerah menjadi salah satu ciri utama era reformasi.
Manifestasi semangat desentralisasi melalui
otonomi daerah seyogianya mampu mempercepat
peningkatan kualitas layanan publik dan daya saing daerah
guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Telah banyak capaian dan harapan yang diperoleh sejak


hampir dua windu pemerintahan daerah melalui asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan diberlakukan.

Dalam kehidupan politik, penyelenggaraan pemerintahan


daerah telah memunculkan tradisi baru dalam pemilihan
kepala daerah. Rakyat selaku pemberi mandat memiliki hak
politik secara penuh menentukan pimpinan daerahnya.

Di bidang ekonomi, otonomi daerah memberi ruang


bagi penyelenggara pemerintahan di tingkat lokal untuk
mengelola sumber daya di wilayahnya. Pemerintah daerah
dalam memiliki kewenangan dalam mengelola sumber
daya alam. Pemerintah daerah juga mempunyai otoritas
dalam menetapkan besaran retribusi daerah.

Dalam lingkup birokrasi, pelaksanaan otonomi daerah


membawa harapan untuk semakin mendekatkan pelayanan
pemerintah ke masyarakat. Otonomi daerah diharapkan
menghapus sekat-sekat birokrasi. Meningkatnya kualitas
layanan publik menjadi sebuah hal yang dituju.

Di tengah capaian dan harapan tersebut, layak kiranya


berefleksi sejauhmana tujuan penyelenggaraan
pemerintahan daerah tercapai. Hal ini layak menjadi
perhatian mencermati beberapa fakta empiris yang hadir
di sekitar kita.

Pertama, meningkatnya ketimpangan ekonomi masyarakat.


Di tengah menurunnya capaian makro ekonomi,
meningkatnya angka kesenjangan ekonomi semakin
mendegradasi kehidupan masyarakat. Melambatnya
pertumbuhan ekonomi menyebabkan menurunnya
penawaran kerja bagi masyarakat. Di sisi lain, disparitas

6
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

ekonomi yang meninggi semakin melebarkan jurang antara


si kaya dan si papa.

6,49
5,23
5,78
6,22
5,
6,22
0,38
4,63

Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 1
Pertumbuhan Ekonomi
0,38 0,38 0,41 0,41 0,41 0,41 dan Indeks Koefisien Gini
Indonesia tahun 2009-2014
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indeks koefisien gini di 2014 merupakan angka s.d September
Sumber : BPS & diolah dari pelbagai sumber

Kedua, meningkatnya jumlah daerah otonom.


Statistik Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, sampai
dengan Januari 2015 jumlah pemerintah daerah telah
mencapai angka 553. Angka tersebut meningkat relatif
drastis dibandingkan jumlah pemerintah daerah sebelum
paket UU Otonomi Daerah diberlakukan. Di masa tersebut
pemerintah daerah berjumlah 320, dengan rincian
26 provinsi, 69 pemerintah kota dan 225 pemerintah
kabupaten.

Pemekaran daerah menjadi sebuah realitas yang


mengiringi pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia.
Asas otonomi sebagai prinsip dasar penyelenggaraan
pemerintahan daerah menjadi stimulus bagi sebagian
masyarakat untuk membentuk daerah otonom baru.

Namun demikian, opsi membentuk daerah otonom baru


tentunya perlu disikapi secara cermat. Perlu dipastikan

7
LIMA
LIMA
PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
ANTIKORUPSI
ANTIKORUPSI
KPKKPK
BAGI
BAGI
ANGGOTA
KEPALA
DPR
DAERAH
2014-2019

bahwa pilihan mendirikan daerah otonom baru memang


benar menjadi sebuah solusi guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

Ketiga, belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan


publik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas layanan publik saat
ini belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi masyarakat.
Pengguna layanan masih dihadapkan pada soal transparansi,
akuntabilitas, keadilan dan kecepatan dalam pemberian
layanan. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah
daerah mengingat pelayanan publik merupakan fungsi
pokok yang wajib dijalankan pemerintah daerah kepada
masyarakatnya. 2

Korupsi di Daerah
Sulit dipungkiri, korupsi menjadi sumber dari masalah
yang muncul di negeri ini. Korupsi menghambat tujuan
berbangsa. Karenanya, upaya-upaya pemberantasan
korupsi saat ini menjadi agenda pokok bangsa.

Saat ini salah satu pusat perhatian pemberantasan


korupsi ada di tingkat pemerintah daerah. Atensi terhadap
pemerintah daerah tidak dapat dipisahkan dari perubahan
konstelasi kekuasaan. Era reformasi telah menggeser
sebagian kekuasaan dari pusat ke daerah. Pemerintah
daerah memiliki derajat otonomi yang lebih luas
dibandingkan ketika rezim UU No. 5 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah berlaku.

Akan tetapi alih-alih menjadi sarana meningkatkan harkat


dan martabat masyarakat, kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan dalam beberapa situasi disalahgunakan
untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok tertentu.3
Situasi ini tergambarkan sekurangnya di area pengelolaan
birokrasi, perizinan dan anggaran.
2 Lihat Pasal 1 butir 3 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
3 Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohenrmasyah
Djohan menyatakan sebanyak 294 orang kepala daerah terjerat kasus korupsi
dan diperkirakan jumlahnya meningkat hingga 300 orang pada akhir tahun
ini (2013). Diakses pada 5 Februari 2015, di laman: <http://cgi.fisipol.ugm.
ac.id/index.php/en/unfgi/innovation-news/300-ulasan-musibah-dan-berkah-
otonomi-daerah>

8
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Politisasi birokrasi menjadi masalah yang diyakini muncul di


hampir semua pemerintah daerah. Dalam tingkatan paling
dasar, Peter & Pierre mendefinisikan politisasi sebagai
digunakannya kriteria politis ketimbang kriteria berbasis
merit –kecakapan- dalam proses seleksi, retensi, promosi,
dan pendisiplinan.4 Soal politisasi di pemerintah daerah
layak menjadi perhatian. Politisasi menyebabkan pengisian
jabatan-jabatan mengabaikan prinsip merit.

Walaupun masalah politisasi birokrasi tidak serta merta


berkorelasi dengan korupsi, namun, beberapa kasus korupsi
yang ditangani KPK di daerah memperkuat fakta hubungan
antara keduanya. Celah korupsi kepala daerah semakin
terbuka saat unsur birokrat dibawahnya tidak memiliki
kapasitas, integritas dan profesionalitas yang memadai.

Potret korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan


daerah hadir pula dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pemanfaatan sumber daya alam terkadang ditunggangi
praktik memburu rente dari oknum pejabat-pejabat daerah.
Hal ini sebagaimana muncul dalam tata kelola perizinan
sumber daya alam. Persetujuan atas sebuah izin adakalanya
disertai perbuatan korupsi.

Spektrum korupsi di daerah juga menyasar sisi pengelolaan


anggaran. Korupsi di sektor ini rawan muncul ketika struktur
dan pemanfaatan anggaran tidak selaras dengan tujuan
berpemerintahan. Penyelenggaraan pemerintah daerah
harusnya mengorientasikan instrumen anggaran untuk
menyejahterakan rakyatnya.

Korupsi menjadi masalah pokok yang menghambat


pencapaian tujuan pemerintahan daerah.

4 Peter & Pierre, Politicization of the civil service:concepts, causes, consequences,


hlm. 2.

9
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

10
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PERSPEKTIF I:
ETIKA PENYELENGGARA
PEMERINTAHAN
Perspektif ini menerangkan urgensi etika
publik dalam pemerintahan yang perlu
mendapat penyikapan dari penyelenggara
pemerintah daerah

11
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

E
ETIKA PUBLIK tika menjadi unsur penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Etika menjadi ukuran sejauh
mana tindakan penyelenggara negara dapat
dinyatakan benar dan berorientasi terhadap pencapaian
tujuan berbangsa.

Secara teoritis seseorang disebut beretika ketika memenuhi


tiga aspek.

Pertama, sikap maupun tindakan yang dilakukan


memberikan kebaikan yang luas bagi masyarakat.
Ukuran baik atau buruk, benar atau salahnya sebuah
perilaku bergantung kepada luasnya dampak positif yang
dihasilkannya.5

Kedua, motif dalam berperilaku dan bersikap.


Motif mengacu pada fungsi atau tugas yang melekat pada
individu, bukan pada keinginan individu.6

Ketiga, perilaku dan tindakan individu selaras dengan nilai-


nilai kebaikan (virtue ethics). Perspektif virtue ethics berfokus
pada perwujudan karakter pribadi yang ideal berkenaan
dengan “seperti apa seharusnya saya”, ketimbang “apa yang
mesti saya lakukan”.7

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, konteks


etika yang ideal tersebut harus diterjemahkan dalam wujud
etika publik. Etika publik adalah “refleksi tentang standar
atau norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah
perilaku, tindakan, dan keputusan untuk mengarahkan
kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung
jawab pelayanan publik”.8

5 Price, T, ‘Mill’s utilitarianism’, dari Leadership ethics (Cup 2008), hlm. 192-194.
6 Sandel, M, ‘What matters is the motive’ dalam Farrar, Straus dan Giroux 2010,
Justice:what’s the right thing to do?, hlm. 112.
7 Sullivan & Segers, ‘Ethical Issues and Public Policy’, dalam Fisher, Miller dan
Sidney (eds) 2007, Handbook of public policy Analysis, CRC Presss 2007, hlm.
311.
8 Haryatmoko 2011, Etika publik: untuk integritas pejabat publik dan politisi,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 3.

12
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Ada tiga hal yang menjadi lingkup etika publik.9

Pertama, etika publik adalah pelayanan publik yang


berkualitas dan relevan. Kepuasan pengguna layanan
menjadi ukurannya.

Kedua, etika publik bukan hanya kode etik atau norma, yang
utama adalah dimensi reflektifnya. Etika publik berfungsi
sebagai alat menetapkan pilihan kebijakan dengan
memperhitungkan dampak kemanfaatannya terhadap
masyarakat.

Terakhir, etika publik menjembatani norma moral dengan


kondisi faktual.

Kompetensi etika menjadi hal yang wajib dimiliki


penyelenggara negara. Ketiadaan kompetensi etika
menyebabkan pejabat publik tidak memerdulikan aspek
keadilan dan mendorong perilaku korupsi.10 Dari itu
keberadaan sistem penegakan etika menjadi dibutuhkan.
Harus ada upaya menciptakan budaya etika publik pada
pelaku dan sistem, yang pada dasarnya merupakan
pembentukan kultur moralitas pengabdian pada
masyarakat.11

Etika Publik menjadi dasar bagi penyelenggara


negara untuk bersikap dan berperilaku saat
menjalankan tugas dan kewenangannya.

9 Haryatmoko 2011, Etika publik: untuk integritas pejabat publik dan politisi,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
10 ibid.
11 ibid.
13
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

B
BENTURAN enturan kepentingan (conflict of interest) merupakan
KEPENTINGAN situasi yang kerap dihadapi penyelenggara
negara. Benturan kepentingan menghadapkan
penyelenggara negara pada pertimbangan pribadi yang
berpotensi mempengaruhi dan atau menyingkirkan unsur
profesionalitas dalam melaksanakan tugas.12

Benturan kepentingan memang tidak secara langsung


menjadi korupsi. Namun benturan kepentingan rentan
memunculkan perilaku dan tindakan koruptif. Menyikapi
hal tersebut, kepala daerah sudah selayaknya memberikan
perhatian dalam mengelola benturan kepentingan, tidak
hanya bagi diri pribadi namun juga bagi penyelenggara
negara yang berada dibawah kepemimpinannya.13

Merujuk PermenPAN No. 37 tahun 2012, terdapat 10 kondisi


yang menimbulkan benturan kepentingan, diantaranya:

1. Situasi yang menyebabkan seseorang menerima


gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas
suatu keputusan/jabatan.

2. Situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/


instansi untuk kepentingan pribadi/golongan.

3. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/


instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/
golongan.

4. Perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki


hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau
tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan
suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya.

5. Situasi dimana seorang penyelenggara negara


memberikan akses khusus kepada pihak tertentu
misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti
prosedur yang seharusnya.

12 Lihat, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Nomor 37 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan
Kepentingan.
13 Undang-Undang Pemerintahan Daerah belum mengatur secara spesifik
persoalan benturan kepentingan

14
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

6. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak


mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan
harapan dari pihak yang diawasi.

7. Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek


kualifikasi dan obyek tersebut merupakan hasil dari si
penilai.

8. Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan


jabatan.

9. Moonlighting atau outside employment (bekerja di luar


pekerjaan pokoknya).

10. Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang


menyalahgunakan wewenang.

Memperhatikan beberapa situasi tersebut, kepala daerah


tentunya rawan berada dalam situasi yang memunculkan
benturan kepentingan. Dalam praktik, pada umumnya
benturan kepentingan yang dihadapi kepala daerah dapat
dikelompokkan dalam dua situasi.

Pertama, benturan kepentingan sewaktu melaksanakan


kekuasaan.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, tak terhindarkan
bagi kepala daerah bersinggungan dengan mitra-mitra
pembangunan yang terafiliasi dengannya.14 Ketika kepala
daerah diharuskan bertindak maupun mengambil keputusan
yang terkait dengan mitra terafiliasi, ia akan berada dalam
posisi yang menimbulkan benturan kepentingan.
Sebagai contoh, benturan kepentingan acap muncul saat
kepala daerah memberikan keputusan atas permohonan
perizinan dari investor yang terafiliasi dengannya. Benturan
kepentingan juga potensial muncul ketika kepala daerah
melakukan proses akhir pemilihan pimpinan unit kerja yang
mana terdapat kandidat yang terafiliasi dengannya.

14 Mitra terafiliasi disini tentunya harus dimaknai secara luas, baik yang berada dalam
lingkup hubungan keluarga, kelompok pendukung serta partai pengusung.

15
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Kedua, benturan kepentingan saat menjadi petahana dalam


momen pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Benturan kepentingan rentan muncul pada kepala daerah
yang kembali mencalonkan diri dalam Pilkada. Kepala
daerah memiliki peluang mengarahkan program kegiatan
untuk meningkatkan elektabilitasnya.

Guna mengantisipasi moral hazard berupa perilaku maupun


tindakan koruptif dari situasi benturan kepentingan,
dibutuhkan penyikapan tegas dari kepala daerah. Atas hal ini
PermenPAN No. 37 tahun 2012 mencantumkan sejumlah
prinsip-prinsip yang mesti dipedomani dalam menangani
situasi benturan kepentingan, diantaranya:

1. Pengutamaan kepentingan publik.

2. Menciptakan keterbukaan penanganan dan


pengawasan benturan kepentingan.

3. Mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap


keteladanan.

4. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang


tidak toleran terhadap benturan kepentingan.

Sebagai penambah rujukan penanganan benturan


kepentingan, Organization for Economics Co-operation
and Development (OECD) merumuskan 6 (enam)
rekomendasi untuk mengidentifikasi, mencegah, mengelola
dan menyelesaikan situasi-situasi konflik kepentingan.

1. Mengidentifikasi situasi-situasi konflik kepentingan


dengan menggambarkan secara jelas dan realistis
mengenai situasi-situasi dan hubungan-hubungan
seperti apakah yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan.

2. Menentukan prosedur-prosedur untuk mengidentiikasi,


mengelola dan mengatasi situasi-situasi konflik
kepentingan agar pejabat pubik mengetahui apa yang
perlu mereka lakukan dalam menghadapi konflik
kepentingan.

16
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

3. Memperkuat komitmen kepemimpinan dalam


pelaksanaan kebijakan konflik kepentingan.

4. Membangun kemitraan dengan para pegawai agar


mereka memahami apa yang dimaksud dengan konflik
kepentingan.

5. Menegakkan kebijakan konflik kepentingan.

6. Membangun kemitraan dengan sektor usaha dan


nirlaba serta melibatkan mereka dalam implementasi
mengenai kebijakan konflik kepentingan.

Benturan Kepentingan tidak serta merta menjadi


korupsi, namun benturan kepentingan rentan
menimbulkan moral hazard untuk berlaku dan
bertindak koruptif.

17
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PENGELOLAAN

S
elain memunculkan konflik kepentingan, gratifikasi
GRATIFIKASI rentan menjadi celah masuk tindak pidana suap dan
pemerasan.

Gratifikasi tidak serta merta menjadi korupsi. Namun,


pemberian gratifikasi acap ditunggangi kepentingan
di luar aspek hubungan emosional pribadi dan sosial
kemasyarakatan. Sekiranya gratifikasi diberikan dalam
konteks hubungan sosial maka praktik tersebut bersifat
netral. Merupakan masalah ketika gratifikasi menjadi sebuah
pola hubungan kekuasaan.

Salah satu mekanisme yang dapat dijalankan kepala


daerah untuk mengendalikan gratifikasi (termasuk suap
dan pemerasan) adalah melalui Program Pengendalian
Gratifikasi (PPG). PPG merupakan rangkaian kegiatan
berkesinambungan dengan melibatkan partisipasi aktif
sebuah institusi untuk menciptakan dan meningkatkan
pemahaman serta kesadaran penyelenggara negara dan
pegawai negeri untuk melaporkan gratifikasi yang diterima
kepada KPK.

Kehadiran PPG memberikan banyak manfaat. PPG


membantu meningkatkan pemahaman tentang gratifikasi,
meningkatkan kesadaran pelaporan atas penerimaan
gratifikasi dan meminimalkan kendala psikologis penerima
gratifikasi saat melaporkannya kepada KPK. Selain itu, PPG
juga menjadi alat pengendalian internal mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang bersih dan baik.

Dalam implementasinya, PPG diljalankan oleh Unit


Pengelola Gratifikasi (UPG). Dalam praktik, bentuk UPG
Keberadaan Unit
dapat disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan daerah.
Pengelola Gratifikasi UPG dapat dijalankan oleh sebuah unit khusus ataupun
menjadi instrumen satuan tugas. Fungsi unit UPG dapat pula dilekatkan pada
pemerintah daerah inspektorat.
untuk mengelola
gratifikasi di
lingkungannya.

18
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

R
angkap jabatan masih banyak ditemui di ranah RANGKAP
penyelenggaraan pemerintahan. Di level pemerintah JABATAN
daerah, beberapa kepala daerah merangkap peran
sebagai pengurus partai politik. Lazim juga didapati birokrat
yang merangkap fungsi sebagai komisaris di sebuah badan
usaha.

Masalah rangkap jabatan menuai ragam pendapat. Namun


demikian, KPK berpendapat bahwa rangkap jabatan oleh
penyelenggara negara rentan menciderai etika publik.

Ada sejumlah alasan yang dapat diajukan:

Pertama, rangkap jabatan berpotensi meruntuhkan


semangat profesionalisme.
Aspek profesionalitas seorang penyelenggara negara yang
merangkap jabatan rentan terdegradasi. Kemampuan
manajerial dan fokus penyelenggara negara rawan
tercederai saat diberi beban yang berlebih.15

Kedua, rangkap jabatan berpotensi menimbulkan benturan


kepentingan.
Benturan kepentingan adalah situasi dimana penyelenggara
negara memiliki atau diduga memegang kepentingan
pribadi atau kelompoknya sehingga dapat mempengaruhi
kualitas dan kinerjanya. Penyelenggara negara yang
merangkap jabatan relatif sulit bersikap objektif. Dia akan
berada di antara dua atau lebih kepentingan. Sejauhmana
penyelenggara negara mampu menarik batas tegas serta
memisahkan sikap dan perilaku antara jabatan publik
dengan jabatan tambahan.

15 Salah satu nilai dasar dari Aparatur Sipil Negara adalah menjalankan tugas secara
profesional dan tidak berpihak. Lihat, Pasal 4 UU No. 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara. Larangan rangkap jabatan juga dilontarkan Presiden Joko
Widodo bagi para pembantunya. Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai
pengurus partai politik agar fokus pada pekerjaannya. Diakses pada 23 Juni 2015
di laman : <http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/08/14/alasan-
jokowi-larang-menteri-rangkap-jabatan-partai.>

19
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Secara normatif, larangan rangkap jabatan bagi pejabat


daerah telah dituangkan dalam beberapa aturan.

Pertama, UU Pemerintahan Daerah.


Pasal 76 Ayat (1) huruf f dan Pasal 76 Ayat (1) huruf h UU No.
23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melarang
kepala daerah menjadi advokat atau kuasa hukum dalam
suatu perkara di pengadilan selain yang berkaitan dengan
yang mewakili daerahnya, dan larangan merangkap jabatan
sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, UU Pelayanan Publik.


Pasal 17 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang
menjabat sebagai komisaris atau pengurus organisasi
usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi
pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah.16

Klausul aturan perihal rangkap jabatan tentunya relatif sulit


Rangkap jabatan memayungi seluruh variasi rangkap jabatan yang muncul di
berpotensi lapangan. Sebagai contoh, bagi kepala daerah, aturan yang
menimbulkan ada belum mengantisipasi benturan kepentingan yang
benturan timbul tatkala ia merangkap sebagai pengurus partai politik.
kepentingan dan
meruntuhkan Keberadaan aturan yang tidak merinci jenis rangkap
profesionalisme jabatan tentunya tidak dapat dijadikan sebagai rasionalitas
penyelenggara mengabaikan persoalan etika yang rentan muncul. Terkait
negara. hal ini, teladan dan ketegasan dari kepala daerah sangat
dibutuhkan dalam menyikapinya.

16 Lihat, Pasal 17 UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pelaksana


pelayanan publik adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang
bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

20
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

L
aporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KEPATUHAN
(LHKPN) menjadi ukuran etika penyelenggara PENYELENGGARA
negara. LHKPN merupakan wujud transparansi NEGARA ATAS
penyelenggara negara atas harta kekayaan yang dimilikinya, PELAPORAN HARTA
sebelum, saat dan setelah menjabat. Aspek moral berupa KEKAYAAN
kejujuran menjadi hal yang sangat ditekankan dalam
penyampaian LHKPN.

Dalam sebuah pemerintahan, LHKPN setidaknya memiliki


tiga peran.

Pertama, LHKPN menjadi piranti menguji integritas


penyelenggara negara.
Mekanisme pelaporan kekayaan bisa menjadi instrumen
masyarakat untuk mengidentifikasi kejanggalan dalam
kekayaan penyelenggara negara.

Kedua, LHKPN menanamkan sifat kejujuran, keterbukaan,


dan tanggungjawab di kalangan penyelenggara negara.
Penyampaian LHKPN secara benar menjadi ajang
internalisasi sifat kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab
penyelenggara negara di pemerintah daerah.17

Ketiga, LHKPN meningkatkan kontrol masyarakat terhadap


penyelenggara negara.
Kewajiban penyelenggara negara mengumumkan laporan
kekayaannya tertuang dalam UU No. 28/1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Publikasi LHKPN kepada
publik menebar tujuan agar masyarakat menjalankan peran
kontrol atas penyelenggara negara.
Kepatuhan dalam
melaporkan harta
Dalam konteks tersebut, kepala daerah memegang peran
kekayaan menjadi
penting dalam memastikan kepatuhan pelaporan LHKPN
dari penyelenggara negara yang ada di lingkup pemerintah
ukuran integritas
daerah yang dipimpinnya. Kepatuhan, kejujuran dan kepala daerah
kemauan kepala daerah untuk menyampaikan dan dan aparatur
mengumumkan dokumen LHKPN menjadi contoh bagi pemerintah daerah.
birokrat daerah menerapkan hal serupa.

17 Keppres No. 52/1970 yang menyatakan bahwa pendaftaran kekayaan pribadi


PN adalah penting guna membina sifat-sifat utama di kalangan PN, serta
meningkatkan usaha pencegahan dan penindakan perbuatan korupsi

21
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

22
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PERSPEKTIF II
REFORMASI BIROKRASI
PEMERINTAH DAERAH
Perspektif ini menguraikan permasalahan
birokrasi dan hal-hal utama yang harus
mendapat perhatian kepala daerah dalam
menata birokrasi daerah

23
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

P
enataan birokrasi menjadi salah satu faktor krusial
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Birokrasi berperan untuk memurnikan, memperkuat
serta memastikan penyelenggaraan pemerintahan
dilakukan secara profesional.18

Peran penting birokrasi menjadikannya rawan dikooptasi


pejabat politik.19 Peters dan Pierre dalam bukunya The
politicization of civil service menyampaikan bahwa
kooptasi pejabat politik terhadap birokrasi merupakan
bagian strategi, utamanya untuk memastikan kebijakan
yang ditetapkan pejabat politik dilaksanakan aparatur di
bawahnya.20

Di tingkat pemerintah daerah, ruang politisasi terhadap


birokrasi masih terbuka. Celah politisasi birokrasi daerah
hadir setidaknya dari dua kondisi.

Pertama, kewenangan pembinaan kepegawaian.


Otoritas pembinaan kepegawaian ada di tangan pimpinan
lembaga. Peran tersebut membuka celah bagi pimpinan
lembaga melakukan intervensi terhadap pengelolaan
sumber daya manusia.

Kedua, sistem kerja birokrasi belum seluruhnya


terstandarisasi.
Masih ditemukan sistem kerja yang partisan. Akibatnya,
peluang mengarahkan proses kerja di luar kepentingan
publik masih terbuka.

Upaya meniadakan pengaruh politis dalam pengelolaan


birokrasi telah diejawantahkan melalui sejumlah
perundangan. Hadirnya UU No. 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi tonggak utama dalam
18 Woodrow Wilson, 1887,’The nature of administration’, the Academy of Political
Science. Pentingnya peran birokrasi juga diungkap oleh Bupati Banyuwangi,
Abdullah Azwar Anas. Birokrat dalam sebuah birokrasi menjadi pengingat hal-
hal normatif yang mesti dipatuhi kepala daerah (diskusi denganTim Litbang KPK,
27 Mei 2015).
19 Pejabat politik didefinisikan sebagai pejabat yang bukan berasal dari birokrat. Di
era orde baru pejabat politik menjadi bagian dari pejabat negara. Namun, di era
reformasi, dikotomi antara pejabat politik, pejabat negara dan pejabat birokrasi
belum diklarifikasi secara tuntas. Lihat, Thoha, M 2014, ‘Jabatan negara dan
jabatan politik’, Kompas, 17 April 2014, hlm. 6.
20 Peters & Pierre 2004, ‘Politicization of the civil service:concepts, causes,
consequences’ dalam Peters & Pierre (ed) , Politicization of the civil service in
comparative perspective:the quest for control, Routledge, London, hlm. 7.

24
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

mewujudkan aparatur negara yang berintegritas dan


profesional. Dibentuknya Komisi Aparatur Sipil Negara
menjadi bagian dari amanah UU ASN yang memiliki fungsi
mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan
perilaku ASN, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan
dan manajemen ASN.

Sejalan dengan kehadiran UU ASN, terbitnya UU


Administrasi Pemerintahan juga menjadi bagian dari upaya
pembenahan birokrasi. UU Administrasi Pemerintahan
menjadi payung hukum bagi pejabat pemerintah untuk
bertindak dan mengambil keputusan.

Tentunya, dukungan kedua instrumen di atas tidak akan


berjalan optimal tanpa peran aktif pimpinan lembaga
pemerintahan. Sebagai pimpinan puncak, kepala daerah
memiliki fungsi kontrol untuk memastikan prinsip-
prinsip yang termuat dalam UU ASN dan UU Administrasi
Pemerintahan terimplementasi dalam birokrasi yang
dipimpinnya.

Arah Reformasi Birokrasi


Acuan norma yang menjadi arah reformasi birokrasi
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Area perubahan yang dituju mencakup seluruh aspek
pemerintahan, meliputi: organisasi, tatalaksana, peraturan
perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur,
pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik dan pola pikir,
serta budaya kerja aparatur.

Pelaksanaan delapan agenda perubahan tersebut diturunkan


dalam tiga tahap periodisasi. Lima tahun pertama (2010-
2014), berfokus pada penguatan birokrasi pemerintah
dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, meningkatkan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat, serta meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Lima tahun
kedua (2015-2019), melanjutkan upaya yang belum dicapai
pada berbagai komponen strategis birokrasi pada lima
tahun pertama. Kemudian, di lima tahun ketiga (2020-

25
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

2024) melakukan upaya peningkatan kapasitas birokrasi


secara terus-menerus untuk menjadi pemerintahan kelas
dunia.

Di masa periode lima tahun pertama, sejumlah agenda


reformasi birokrasi belum menunjukkan hasil yang optimal.
Bila membandingkan Peraturan Presiden No 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-
2025 dengan kondisi aktual, maka akan muncul beberapa
kesenjangan, sebagaimana terlihat pada tabel 1.
No Area Hasil yang Kondisi Faktual
Diharapkan
1 Organisasi Organisasi yang Beberapa kajian Direktorat
tepat fungsi dan Penelitian dan Pengembangan
tepat ukuran (right KPK selama kurun waktu 2006-
sizing) 2014 menujukkan ruang korupsi
masih rentan muncul. Sistem
2 Tatalaksana Sistem, proses
kerja internal organisasi belum
dan prosedur kerja
mengadopsi secara menyeluruh
yang jelas, efektif,
prinsip-prinsip tata kelola
efisien, terukur
pemerintahan yang baik.
dan sesuai dengan
prinsip-prinsip good
governance
3 Peraturan Regulasi yang lebih Masih ditemui kebijakan publik
Perundang- tertib, tidak tumpang yang membawa kepentingan
Undangan tindih dan kolutif kelembagaan semata.
4 Sumber daya SDM aparatur Hasil kajian Direktorat Penelitian
Manusia yang berintegritas, dan Pengembangan KPK di
Aparatur netral, kompeten, tahun 2011 terhadap pengadaan
capable, profesional, dan pemberhentian PNS,
berkinerja tinggi dan menemukan bahwa dalam
sejahtera. proses manajemen SDM PNS
belum mendukung terciptanya
aparatur yang berintegritas dan
profesional. Belum kredibelnya
proses seleksi CPNS yang
berasal dari tenaga honorer
menjadi salah satu temuannya.
5 Pengawasan Meningkatnya Hasil pemeriksaan BPK semester
penyelenggaraan II 2013 menemukan bahwa
pemerintahan yang tata kelola sistem pengawasan
bersih dan bebas Aparat Pengawasan Internal
dari KKN Pemerintah (APIP) belum
mendukung pengelolaan audit
dan reviu laporan keuangan.

Masalah lain yang muncul di


Tabel 1 APIP diantaranya independensi
APIP, pedoman operasi, kode
Area Perubahan dan Hasil etik dan SDM serta audit dan
reviu laporan keuangan yang
yang Diharapkan dalam belum mempertimbangkan
Reformasi Birokrasi resiko dalam pemilihan objek
pengawasan serta perolehan
dan pemilihan bukti audit, dan
reviu laporan keuangan yang
tidak lengkap atau bahkan tidak
ada.

26
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

No Area Hasil yang Kondisi Faktual


Diharapkan
6 Akuntabilitas Meningkatnya Di 2013, hasil pemeriksaan
kapasitas dan BPK atas Laporan Keuangan
akuntabilitas kinerja Pemerintah Daerah (LKPD)
birokrasi tahun 2012 menunjukan bahwa
jumlah LKPD yang memperoleh
opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) baru 34 % (153 LKPD) dari
total 456 LKPD yang diaudit.
7 Pelayanan Pelayanan prima Transparency International
Publik sesuai kebutuhan (2014) mencatat indeks korupsi
dan harapan Indonesia masih relatif rendah,
masyarakat rangking 107 dari 174 negara,
dengan capaian skor 34 dari
8 Pola pikir dan Birokrasi dengan
skala 100.
budaya kerja integritas dan kinerja
aparatur yang tinggi

Sumber: Perpres No. 81/2010, MenPAN-RB (2013), TI (2015), BPK (2012:2013), KPK

(2013), KOMPAS (diolah)

Peran Kepala Daerah Dalam Menata Birokrasi


Sebagai bagian upaya pembenahan birokrasi, kepala
daerah perlu memberikan perhatian pada empat hal
sebagai berikut::

1. Percepatan implementasi prinsip merit dalam


pengelolaan birokrat daerah.
Prinsip merit adalah prinsip yang mengedepankan
unsur integritas, kualifikasi dan kompetensi dalam
penempatan individu dalam sebuah jabatan.21
Meritokrasi menjadi dasar pendorong terciptanya
profesionalisme serta menjadi elemen pokok untuk
memastikan lembaga bekerja secara efektif dan efisien.
Implementasi meritokrasi dalam manajemen aparatur
pemerintah daerah menjadi hal pokok dalam
menata birokrasi. Pengelolaan aparatur negara yang
didasarkan atas pertimbangan politis sudah semestinya
ditinggalkan. Pengejawantahan prinsip merit menjadi
langkah utama memperoleh penyelenggara negara
yang cakap baik dari sisi kualifikasi, kompetensi dan
moralitas.

2. Penataan perangkat daerah.


Perangkat daerah merupakan unsur pembantu kepala
daerah. Desain dan keberadaan perangkat daerah yang
21 Litbang KPK dengan Komisioner ASN, Waluyo, 29 Mei 2015).

27
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

ideal akan sangat menentukan kapasitas dan kualitas


pemerintah daerah dalam menyelenggarakan fungsi-
fungsi pemerintahan.

Dalam praktiknya, penataan terhadap perangkat
daerah dilakukan terhadap sisi pengelolaan sumber
daya manusia dan tatalaksana dari sebuah sistem
birokrasi. Walaupun secara normatif terdapat
ruang memaksimumkan jumlah perangkat daerah,
keberadaan perangkat daerah hendaknya diletakkan
dalam kepentingan mewujudkan tujuan pemerintahan
daerah. Hal tersebut harus menjadi perhatian kepala
daerah mengingat besaran struktur berimbas pula
terhadap belanja daerah.

Atensi kepala daerah hendaknya diberikan pula


atas aspek administrasi pemerintahan. Administrasi
pemerintahan didefinisikan sebagai “tata laksana
dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh
badan dan/atau pejabat pemerintahan”.22 Pembenahan
terhadap sisi administrasi diperlukan untuk menjamin
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih
dan baik nyata berjalan dalam sebuah organisasi.23

3. Perbaikan pelayanan publik.


Kualitas pelayanan publik menjadi ukuran komitmen
pemerintah melayani warganya. Buruknya kualitas
layanan publik menjadi pertanda lemahnya keseriusan
pemerintah daerah menjalankan mandat masyarakat.

Korupsi merupakan penyebab belum optimalnya


layanan publik di daerah. Hal ini tercermin dari
beberapa penilaian survei. Pengukuran Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia dari Transparency International
di 2014 menunjukkan nilai IPK Indonesia masih relatif
rendah, yakni di angka 34 (skala 0-100, dengan 100
sebagai nilai tertinggi). Tidak berbeda jauh, hasil Survei
Integritas Layanan Publik yang dilaksanakan KPK juga

22 Lihat Pasal 1 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.


23 Kasus Korupsi Bansos Hibah merupakan contoh tindak pidana yang muncul
dari lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
sebagaimana diamanahkan dalam UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
28
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

menunjukkan masih adanya ruang gelap bagi pelaksana


pelayanan publik untuk berperilaku korup.24
Dalam kerangka pemberantasan korupsi, keberadaan
layanan satu pintu dan satu atap (one stop service),
kemudahan akses bagi pengguna layanan, dan
dukungan kenyamanan layanan bagi semua pengguna
layanan menjadi bagian utama menerjemahkan
prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan baik di
bidang pelayanan publik.

4. Optimalisasi pengawas internal di pemerintah daerah.


Pengawasan menjadi bagian tak terpisah dari fungsi
manajemen. Selaku pucuk pimpinan pemerintah
daerah, kepala daerah memiliki tanggungjawab
memastikan pengelolaan sumber daya dan kuasa
penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan sesuai
dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
bersih dan baik.

Sebagai terjemahan pelaksanaan fungsi pengawasan


kepala daerah tersebut, inspektorat perlu diberdayakan
secara optimal. Inspektorat daerah sudah saatnya
tidak hanya diperankan untuk mengawasi dan
membina penyelenggaraan pemerintahan. Lebih
dari itu, Inspektorat juga harus diposisikan sebagai
mitra konsultatif bagi perangkat daerah dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan di tiap
lingkup kewenangannya.

Pembenahan birokrasi menjadi prasyarat utama


agar pemerintah daerah mampu menyelenggarakan
fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif dan
efisien.

24 Rata-rata nilai indeks integritas layanan publik di pemerintah daerah sebesar


6,82 (maksimal nilai 10). Lihat, Komisi Pemberantasan Korupsi 2013, Integritas
sektor publik indonesia tahun 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta.

29
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

30
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PERSPEKTIF III:
PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH
Perspektif ini terdiri atas lima hal, yaitu kebijakan
pengelolaan anggaran pemerintah daerah,
pengelolaan dana bersumber dari transfer pusat,
optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah,
pengelolaan barang milik daerah, dan pengadaan
barang dan jasa

31
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

A
KEBIJAKAN nggaran menempati posisi krusial dalam
PENGELOLAAN pemerintahan. Anggaran merupakan modal utama
ANGGARAN penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi alat
PEMERINTAH kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat serta
DAERAH perkembangan sebuah daerah. Pemenuhan cita-cita publik
dan pencapaian tujuan berpemerintahan wajib terefleksikan
dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah.

Arah Kebijakan Penganggaran Daerah


Kebijakan anggaran daerah sudah semestinya diletakkan
dalam bingkai konstitusi. Tujuan berbangsa sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 sudah seharusnya
terlembagakan dalam praktik pengelolaan anggaran
daerah.

Di era otonomi daerah, tidak dapat dipungkiri bahwa


desentralisasi kekuasaan kerap menggoda penyelenggara
pemerintahan berlaku koruptif. Kuasa mengelola
anggaran kadang menyebabkan sikap dan keputusan
penyelenggara negara mengesampingkan harapan dan
keinginan rakyat. Secara bersamaan, otonomi daerah
juga terkadang memunculkan ego kedaerahan. Tuntutan
menyejahterakan masyarakat dan membangun daerah
adakalanya melupakan bingkai dasar otonomi daerah
dalam sebuah negara kesatuan.

Mengantisipasi hal tersebut, soal etika menjadi sebuah


hal yang harus dikedepankan oleh kepala daerah dalam
mengelola anggaran daerah. Etika dalam hal ini menyangkut
akuntabilitas dari sebuah pilihan kebijakan. Pelembagaan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan
baik menjadi bagian pengejawantahannya.25

25 UNDP (1997) mengajukan 9 prinsip yang harus dipenuhi guna mewujudkan


tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, yaitu partisipasi masyarakat;
penegakan hukum;transparan; responsif (peka tanggap terhadap soal yang
dihadapi masyarakat), orientasi pada konsensus dalam pengambilan keputusan
(musyawarah dan mufakat), kesetaraan dan keadilan dalam perlakuan dan
pelayanan; efektif dan efisien (aktivitas pemerintah yang berdaya guna dan
berhasil guna), akuntabel (pertanggungjawaban kepada publik), dan bervisi
strategis

32
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Etika juga menyoal sisi hasil guna. Kebijakan anggaran


dituntut mampu memberikan manfaat bagi masyarakat
luas.26

Pengelolaan anggaran juga mengharuskan patuh terhadap


perundangan yang berlaku. Kepatuhan atas aturan menjadi
kontrol tercapainya standarisasi dalam sebuah proses
pengelolaan anggaran. Mekanisme pengelolaan anggaran
merupakan sebuah runtutan proses yang telah diatur dalam
sebuah kebijakan.

Ketidaktaatan terhadap proses dalam sebuah siklus


penganggaran menyebabkan potensi keterputusan
kaitan antara kebijakan, program dan kegiatan yang
akan dilaksanakan. Sebagai contoh, penyusunan APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) harus didasarkan pada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD). Keberadaan dokumen KUA
& PPAS selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD).27

Perhatian Kepala Daerah Atas Kebijakan


Penganggaran
Praktik-praktik mengarahkan anggaran di luar kepentingan
publik bisa saja terjadi dalam proses penyusunan maupun
pelaksanaan APBD. Guna mengantisipasinya, kepala daerah
perlu memberikan perhatian setidaknya terhadap empat
hal berikut.

Pertama, meningkatkan kepatuhan atas asas-asas dalam


pengelolaan keuangan daerah.
Asas umum pengelolaan keuangan daerah yakni tertib
pengelolaan, taat pada peraturan perundang-undangan,

26 Di Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi, mekanisme perencanaan


anggaran dilakukan dengan mengintegrasikan empat model pendekatan, yaitu:
pendekatan top-down (pemerintah), bottom-up (usulan masyarakat), teknokratis
dan politis (diskusi dengan Tim Litbang KPK dengan Bupati Banyuwangi, 27 Mei
2015).
27 Rencana Kerja dan Anggaran wajib mengacu pada sistem anggaran berbasis
kinerja, telah disetujui secara tertulis dalam rapat kerja komisi dengan mitra
kerjanya, dan sejalan dengan kesepakatan yang tertuang dalam dokumen KUA
dan PPAS.

33
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung


jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan,
dan manfaat untuk masyarakat.28

Adapun definisi tiap unsur yang terkandung dalam asas


umum tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, yakni:

1. Tertib.
Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat
guna dengan didukung bukti-bukti administrasi yang
dapat dipertanggungjawabkan.

2. Taat.
Pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.

3. Efektif.
Pencapaian hasil program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan
keluaran dengan hasil.

4. Efisien.
Pencapaian keluaran yang maksimum dengan
masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah
untuk mencapai keluaran tertentu.

5. Ekonomis.
Pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pada tingkat harga yang terendah.

6. Transparan.
Prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang keuangan daerah.

28 Lihat, Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

34
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

7. Bertanggung jawab.
Perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

8. Keadilan.
Keseimbangan distribusi kewenangan dan
pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi
hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang
obyektif.

9. Kepatutan.
Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar
dan proporsional.

10. Manfaat.
Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.

Kedua, prioritas pemenuhan anggaran terhadap urusan-


urusan wajib.
Urusan wajib merupakan urusan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar. PP No. 38 tahun 2007 mencantumkan
26 urusan wajib yang mesti dijalankan oleh pemerintah
daerah.29 Di tengah keterbatasan dan tuntutan
mengefektifkan penggunaan anggaran, kepala daerah
diharapkan mampu secara cerdas memprioritaskan
penggunaan anggaran bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan daerah.

Ketiga, meningkatkan partisipasi publik dalam pengelolaan


anggaran daerah.
Partisipasi publik menjadi elemen penting dalam tata kelola
anggaran. Partisipasi publik diperlukan untuk memastikan
29 Urusan wajib terdiri atas pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan
umum, penataan ruang, perencanaan dan pembangunan, perumahan,
kepemudaan dan olahraga, penanaman modal, koperasi dan usaha kecil dan
usaha menengah, kependudukan dan catatan sipil, ketenagakerjaan, ketahanan
pangan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana
dan keluarga sejahtera, perhubungan, komunikasi dan informatika, pertanahan,
kesatuan bangsa dan politik dalam neegeri; otonomi daerah, pemerintahan
umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan
persandian; pemberdayaan masyarakat dan desa; sosial; kebudayaan; statistik,
kearsipan dan perpustakaan.
35
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

kebijakan anggaran sejalan dengan harapan-harapan


masyarakat. Pendalaman dan perluasan penyerapan
atas suara-suara publik menjadi sebuah keharusan agar
dokumen anggaran yang dibuat mengabsorbsi dan
mengartikulasi harapan masyarakat.

Keempat, meningkatkan transparansi pengelolaan


anggaran daerah.
Transparansi anggaran dibutuhkan pemangku kepentingan
untuk mengetahui dinamika di setiap tahap proses
anggaran. Transparansi atas proses-proses anggaran
diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk memberikan masukan atas desain dan peruntukan
anggaran sebuah daerah. Di samping itu, transparansi
anggaran juga merupakan bentuk diseminasi informasi atas
kebijakan dan program pemerintah kepada publik. Lebih
jauh, transparansi anggaran menjadi upaya membangun
kontrol publik atas berjalannya kegiatan pemerintah.

Politik anggaran pemerintah daerah harus selaras


dengan tujuan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan diletakkan dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

36
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

D
ana dari pemerintah pusat masih memegang PENGELOLAAN DANA
peran penting dalam penyelenggaraan pemerintah BERSUMBER DARI
daerah. Di tengah terbatasnya kapasitas fiskal TRANSFER PUSAT
pemerintah daerah, transfer pusat menjadi sumber
pembiayaan bagi terselenggaranya urusan-urusan
pemerintah daerah.

Secara faktual, besaran transfer pusat ke daerah setiap


tahunnya meningkat. Kementerian Keuangan menyatakan
bahwa transfer pusat di Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (APBN-P) 2015 mencapai Rp. 664,6
triliun, atau sepertiga dari total belanja APBN. Jumlah ini
naik signifikan dibanding saat periode awal desentralisasi
fiskal. Pada periode tersebut transfer pusat ke daerah hanya
mencapai angka Rp. 82,4 triliun.

Secara umum, transfer pusat terdiri atas dana


perimbangan dan transfer daerah lainnya. Peruntukan
dan pertanggungjawaban tiap-tiap dana tersebut memiliki
karateristiknya tersendiri. Dilihat dari jenisnya, akan halnya
dana perimbangan, fleksibilitas dalam pengalokasian dan
penggunaan tiap dana dapat berbeda.30

Untuk dana alokasi umum dan dana bagi hasil, pemerintah


daerah relatif memiliki keleluasaan mengalokasikan sesuai
prioritas dan kebutuhan daerah. Hal ini berbeda dengan
dana alokasi khusus (DAK). Peruntukkan DAK bersifat
spesifik, mendanai sektor tertentu sesuai dengan arah
prioritas pembangunan nasional. Karenanya, kesesuaian
pemanfaatan DAK dengan kriteria yang ditetapkan dari
institusi yang membidangi menjadi sebuah keharusan.
Untuk transfer daerah lainnya, penggunaannya relatif mirip
dengan dana alokasi khusus.31 Pemerintah daerah tidak
diperbolehkan memanfaatkannya secara bebas.

30 Dana perimbangan tersusun atas dana alokasi umum , dana alokasi khusus dan
dana bagi hasil.
31 Akan halnya transfer daerah lainnya, dana yang disalurkan terdiri atas dana
tunjangan profesi guru PNSD, dana tambahan penghasilan guru PNSD, dana
bantuan operasional siswa, dana insentif daerah dan dana desa.

37
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Memperhatikan karakter dan akuntabilitas dana transfer


daerah, beberapa hal berikut perlu menjadi perhatian
kepala daerah.

Pertama, kesesuaian pemanfaatan anggaran.


Kepala daerah harus memastikan dan menjaga peruntukan
anggaran transfer pusat ke daerah tepat sasaran. Hal ini layak
diperhatikan mengingat peran strategis dari dana transfer
pusat bagi daerah. Transfer pusat ke daerah berfungsi
mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah
serta antar daerah; mendukung prioritas pembangunan
nasional yang menjadi urusan daerah; meningkatkan
kualitas pelayanan publik; meningkatkan penerimaan
daerah; dan memperluas pembangunan.32

Kedua, meningkatkan tata kelola administrasi pengelolaan


anggaran.
Pemerintah daerah harus memastikan sistem bikrokrasi yang
ada menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih
dan baik untuk menjaga agar besaran dan pemanfaatannya
sesuai. Dua hal pokok yang dilakukan adalah meningkatkan
integritas aparatur daerah dan memastikan implementasi
prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik
dalam tata laksana pengelolaan anggaran.

Ketiga, mengoptimalkan peran pengawasan inspektorat


daerah.
Optimalisasi peran inspektorat daerah terutama diarahkan
atas penyaluran transfer daerah lainnya dan dana alokasi
khusus. Inspektorat daerah harus mampu menjaga dana
yang disalurkan sesuai dengan peruntukannya. Secara
pararel inspektorat juga harus mampu berbagi peran dan
berkoordinasi dengan unsur pengawas internal lainnya
(inspektorat jenderal kementerian/lembaga) agar mampu
memberikan informasi secara utuh kepada kepala daerah
perihal keberadaan dan kemanfaatan dana pusat yang ada
di wilayahnya.

32 Kuncoro, M, 2015, ‘Desentralisasi fiskal’, makalah dipresentasikan pada diskusi


terbatas dengan Tim Litbang KPK pada 11 Mei 2015, hlm. 9.

38
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Pengelolaan Keuangan Desa


Salah satu kebijakan transfer pusat ke daerah yang dewasa
ini mencuat dan memerlukan perhatian kepala daerah
ialah dana desa. Desa saat ini memiliki dana yang relatif
berlimpah. Pasca disahkannya UU No. 6 tahun 2014 tentang
Desa, desa memiliki jaminan memperoleh dana tersendiri
dari pusat.33 Selain itu desa juga menerima transfer dana
pusat melalui APBD yang dikenal dengan nama Alokasi
Dana Desa (ADD).34

Adopsi prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan


baik menjadi sebuah kebutuhan untuk menghindarkan
penyimpangan dan menjaga pemanfaatan dana-dana desa
optimal bagi pembangunan desa.

Empat hal yang sekurangnya mesti dilakukan kepala daerah


atas pengelolaan dana desa, adalah:

Pertama, menyediakan dukungan pendanaan dan sumber


daya manusia untuk meningkatkan kapasitas aparat desa
dalam pengelolaan keuangan desa.
Kepala daerah mesti memastikan aparat desa dalam
wilayahnya cakap dalam mengelola dana-dana desa.
Kepala daerah dapat merealisasikannya melalui penyediaan
tenaga pendamping yang kompeten dan berintegritas bagi
aparat desa.

Kedua, menyusun peraturan pendukung untuk


pemanfaatan dana desa.
Kepala daerah perlu menyusun aturan tentang pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa di desa. Di dalamnya memuat
perkiraan satuan harga barang dan jasa sebagai acuan
dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDesa).

33 Dalam APBN-P 2015, komitmen politik nasional telah menyetujui alokasi


anggaran dana desa sebesar Rp20,7 triliun. Jumlah ini akan disalurkan kepada
74.093 desa di seluruh Indonesia
34 Berdasarkan PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6
tahun 2014 tentang UU Desa, formulasi perhitungan alokasi dana desa h minimal
10% dari dana transfer pusat ke daerah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dari formula ini, jika menggunakan data dalam Perpres No. 162 tahun 2014
tentang besaran jumlah transfer dana dari pusat ke daerah, terdapat potensi
antara Rp30-40 triliun dana yang mengalir ke desa dengan menggunakan
mekanisme ADD.

39
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Ketiga, meningkatkan transparansi dan partisipasi publik


dalam pengelolaan keuangan desa.
Transparansi dilakukan dengan mewajibkan kepala desa
mempublikasikan dokumen rancangan APBDesa maupun
APBDesa yang telah ditetapkan kepada masyarakat luas.
Masyarakat dapat mencermati penggunaan anggaran
sejak tahap perencanaan serta melakukan kontrol
atas pelaksanaan sebuah dokumen kebijakan. Sejalan
dengannya, kepala daerah perlu pula mengintruksikan
kepala desa untuk memperluas dan mengintensifkan ruang
partisipasi bagi masyarakat ketika menyusun dokumen
kebijakan APBDesa.

Keempat, melakukan monitoring dan evaluasi dalam


pengelolaan keuangan desa.
Monitoring dan evaluasi wajib dilakukan kepala daerah
untuk memastikan pengelolaan keuangan desa selaras
dengan pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Optimalisasi peran camat dan inspektorat daerah
menjadi bagian perwujudannya.

Pengelolaan Dana Pendidikan


Penyelenggaraan pendidikan merupakan pelaksanaan
amanah konstitusi. Pasal 31 amandemen ke-4 Undang-
Undang Dasar 1945 berbunyi:
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama
dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.

40
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Sebagai terjemahan amanat UUD 1945 tersebut,


pemerintah di tahun 2015 telah mengalokasikan anggaran
di sektor pendidikan ± Rp. 409 Trilyun. Jumlah ini terdiri
dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 154 Trilyun dan
transfer ke daerah sebesar Rp. 254 Trilyun.35

Mencermati besarnya alokasi dana pendidikan, sudah


selayaknya kepala daerah mengintruksikan jajaran
birokrasi dibawahnya turut serta mencegah korupsi atas
pemanfaatan dana pendidikan.

Beberapa hal yang perlu dilakukan kepala daerah atas dana


pendidikan dalam lingkup kewenangannya, adalah:

Pertama, meningkatkan peran dinas pendidikan dan


pengawas sekolah dalam pengawasan pengelolaan dana
pendidikan.

Kedua, menjadikan pengawasan dana pendidikan sebagai


bagian dari Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
inspektorat daerah.

Ketiga, meningkatkan kompetensi teknis inspektorat daerah


dalam pengawasan dana pendidikan.

Keempat, menyempurnakan dan meningkatkan akurasi
data. Termasuk di dalamnya mencakup data siswa miskin, Kepala daerah
satuan pendidikan, anak didik serta tenaga pendidikan dan
memiliki
kependidikan.
tanggungjawab
Kelima, membuat aturan terkait larangan pungutan, suap
memastikan besaran
dan gratifikasi pada layanan publik di dinas pendidikan dan dan pemanfaatan
satuan pendidikan. dana transfer pusat
sesuai dengan
Keenam, membangun sistem pengaduan masyarakat dan desain awal
mekanisme penanganannya peruntukkannya.

35 Jumlah ini belum termasuk anggaran pendidikan yang bersumber dari APBD,
yang juga diamanatkan 20% nya adalah untuk pendidikan

41
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

K
OPTIMALISASI emandirian daerah dalam melaksanakan
PENGELOLAAN desentralisasi tercermin dari kapasitas fiskal
PENDAPATAN ASLI yang dimiliki untuk mendanai urusan-urusan
DAERAH (PAD) pemerintahan. Fakta menunjukkan bahwa pemerintah
daerah masih sangat bergantung kepada dana pusat.36
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur
anggaran daerah secara umum hanya berkisar di angka
12-15 persen dari total penerimaan daerah.37 Beranjak dari
fakta tersebut, kepala daerah patut kiranya mengevaluasi
sejauh mana sumber-sumber PAD yang dimiliki telah
dikelola secara optimal.

Optimalisasi pengelolaan PAD harus diletakkan dalam


kerangka membangun kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan daya saing daerah. Kebijakan untuk
mengoptimalkan pengelolaan PAD harus didesain secara
cermat agar tidak kontraproduktif terhadap tujuan pokok
penyelenggaran pemerintahan daerah.

Hasil koordinasi supervisi pencegahan KPK di 33 provinsi


menunjukan bahwa pengelolaan PAD masih menuai
masalah. Soal dasar yang kerap ditemui ialah akurasi dan
kehandalan data. Data riil perihal jumlah dan sumber potensi
pajak belum terpotret secara menyeluruh. Akibatnya,
besaran PAD tidak dapat dihitung secara akurat. Soal klasik
lain yang muncul adalah belum optimalnya koordinasi
antara SKPD dengan unit utama pengelola pajak yang
mengakibatkan subyek pajak potensial tidak termonitor.

Merespon hal tersebut dan dengan memperhatikan


temuan yang kerap muncul di daerah, setidaknya ada lima
hal yang harus dibenahi oleh kepala daerah.

Pertama, perbaikan database potensi PAD.


Keberadaan database atas seluruh potensi PAD menempati
derajat urgensi tersendiri dalam upaya mengoptimalkan
pengelolaan PAD. Koordinasi antara unit utama pengelola
PAD dengan dinas teknis sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan validitas dan realibilitas data.
36 Kuncoro, M, 2015, ‘Desentralisasi fiskal’, makalah dipresentasikan pada diskusi
terbatas dengan Tim Litbang KPK pada 11 Mei 2015, hlm. 1.
37 http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/23-dau-pegang-peranan-penting-
untuk-pembangunan-daerah.

42
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Kedua, pembenahan birokrasi.


Fokus pembenahan diarahkan pada sisi internal organisasi
atas implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang
bersih dan baik. Sasaran implementasi dilakukan terhadap
aspek kelembagaan, administrasi dan aparatur pelaksana
pengelola pajak.

Ketiga, perluasan terhadap sumber-sumber PAD yang


rasional.
Ekstensifikasi dilakukan melalui perluasan sumber-
sumber pendapatan asli daerah. Namun demikian, upaya
ekstensifikasi harus tetap mengacu pada UU No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Keempat, optimalisasi pemanfaatan aset daerah.


Dalam praktik, kerap ditemui aset daerah yang tidak
dimanfaatkan, tidak terurus ataupun belum di serah
terimakan kepada pemerintah. Hal ini tentu sangat
disayangkan mengingat aset-aset daerah merupakan
sumber potensial untuk menggenjot PAD. Pemerintah
daerah perlu melakukan inventarisir atas aset atau barang
yang dimiliki daerah agar dapat diketahui mana saja yang
dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Tentunya prinsip
kepemilikan daerah atas sebuah aset atau barang harus
dijaga. Optimalisasi
pengelolaan PAD
Kelima, optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi. harus diletakkan
Teknologi informasi dewasa ini memiliki peran penting guna dalam kerangka
membangun governance sebuah pemerintahan. Perluasan membangun
pemanfaatan teknologi informasi menjadi sebuah sarana kesejahteraan
untuk memudahkan pengambil kebijakan maupun aparat masyarakat dan
pelaksana untuk mengevaluasi dan memonitor sumber- meningkatkan daya
sumber PAD maupun capaian target-target PAD yang telah saing daerah.
ditetapkan.

43
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

T
PENGELOLAAN ata kelola yang baik atas barang daerah menjadi
BARANG MILIK sebuah keniscayaan bagi kepala daerah. Guna
DAERAH mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan,
kepala daerah memiliki tanggungjawab melakukan fungsi
pengawasan serta pengendalian atas barang milik daerah.38

Menjadi kewajiban bagi kepala daerah menaruh perhatian


serius terhadap tata kelola barang milik daerah. Hasil
pemeriksaan BPK selama periode 2009-2014 menunjukkan
bahwa pengelolaan barang milik daerah menjadi sebuah
soal yang banyak dihadapi pemerintah daerah. Konflik atas
status kepemilikan maupun masalah penguasaan barang
milik daerah kerap menjadi ihwal yang memunculkan
potensi kerugian bagi pemerintah daerah.

Tentunya, pembenahan atas pengelolaan barang daerah


tidak cukup dimaknai sebatas administratif. Pengelolaan
barang milik daerah merupakan sebuah siklus proses.
Pasal 3 Ayat (2) dari PP No. 6 tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyatakan
bahwa cakupan pengelolaan barang milik daerah terdiri
atas proses perencanaan kebutuhan dan pengawasan,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
penatausahaan, sampai dengan pembinaan, pengawasan
dan pengendalian.

Memperhatikan hal tersebut, secara umum maka terdapat


beberapa soal pokok yang muncul dalam pengelolaan
barang milik daerah.

Pertama, lemahnya akurasi informasi atas barang milik


daerah.
Informasi atas barang milik daerah belum sepenuhnya
memuat gambaran yang utuh dan valid atas keseluruhan
barang milik daerah. Keberadaan barang milik daerah
adakalanya tidak tercatat lengkap ataupun tidak tercatat
dalam sistem administrasi pemerintah daerah.
38 Barang milik daerah didefinisikan sebagai semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah

44
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Kedua, belum optimalnya pengamanan dan pemeliharaan


barang milik daerah.
Pengamanan barang milik daerah belum sepenuhnya
dilakukan secara menyeluruh. Pengamanan terhadap
barang milik daerah belum meliputi keseluruhan dari aspek
administratif, fisik dan legalitas. Akibatnya, resiko hilang
atau dikuasainya barang milik daerah oleh pihak-pihak lain
masih terbuka. Pemeliharaan barang milik daerah juga
masih menjadi persoalan. Pemerintah daerah kerap alpa
atau belum secara optimal merawat barang daerah yang
dimilikinya. Konsekuensinya, nilai guna barang daerah
rentan menyusut secara drastis.

Ketiga, belum optimalnya pemanfaatan barang milik


daerah.
Barang milik daerah semestinya mampu dioptimalkan
untuk mendukung fungsi-fungsi pemerintahan dan menjadi
sumber potensial untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah. Praktiknya, tata kelola barang milik daerah belum
sepenuhnya menjadikan barang milik daerah memberikan
manfaat optimal bagi pemerintah daerah maupun
masyarakat.

Mencermati soal-soal diatas, komitmen dan aksi kepala


daerah dalam membenahi pengelolaan barang milik
daerah sangatlah ditunggu. Beberapa langkah perbaikan
yang setidaknya perlu dilakukan kepala daerah dalam
pengelolaan barang milik daerah, adalah:

Pertama, identifikasi dan inventarisasi barang milik daerah.


Tujuan pokok dari program ini adalah memberikan
informasi yang valid kepada pengambil kebijakan atas
kondisi, keberadaan, dan pemanfaatan seluruh barang
milik daerah.

Kedua, menyusun sistem informasi manajemen barang


daerah (SIMBADA) yang handal.
Simbada menjadi sarana untuk mengetahui pengelolaan
seluruh barang milik daerah. Untuk menjaga akurasi
informasi, data Simbada secara terus menerus harus selalu
dimutakhirkan. Kepala daerah mesti mewajibkan pengguna

45
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

barang, dalam hal ini para Kepala Satuan Kerja Perangkat


Daerah (SKPD) agar secara rutin memutakhirkan informasi
barang daerah yang ada dalam lingkup kelolanya.

Ketiga, perhatian kepada pengelola barang milik daerah.


Kepala daerah mesti mampu memunculkan situasi
lingkungan bagi pengelola barang milik daerah atau
pembantu pengelola barang milik daerah agar mampu
bekerja secara berintegritas dan profesional.

Kepala daerah memiliki tanggungjawab melakukan


fungsi pengawasan serta pengendalian atas barang
milik daerah.

46
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

P
erbaikan tata kelola Pengadaan Barang dan Jasa PENGADAAN
(PBJ) pemerintah menjadi bagian penting dalam BARANG DAN JASA
mencegah korupsi di tingkat daerah. Urgensi PEMERINTAH
pencegahan korupsi di area PBJ disebabkan banyak faktor. DAERAH
Relatif tingginya biaya politik yang dikeluarkan calon kepala
daerah menyebabkan PBJ sering dijadikan sumber utama
untuk mengembalikan ongkos politik. Nilai PBJ yang besar
pada APBD juga menjadi daya tarik bagi pihak yang memiliki
kewenangan untuk mengambil keuntungan. Selain itu,
relatif panjang dan kompleksnya prosedur pengadaan
barang dan jasa kerap menggoda penyelenggara negara
mengabaikan aturan yang berlaku.

Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk


membenahi bidang PBJ pemerintah. Beberapa ikhtiar
pemerintah tersebut diantaranya diwujudkan melalui
penyempurnaan regulasi pengadaan barang dan
jasa: peningkatan kapasitas SDM dan pelaksanaan
e-procurement; membangun standarisasi kompetensi
personil pengadaan melalui program sertifikasi profesi
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;39 menetapkan
Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah;40 membentuk satu lembaga kebijakan
khusus untuk pengadaan barang dan jasa (Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa/LKPP);41 dan
mengharuskan setiap kementerian/lembaga membentuk
Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk meningkatkan
profesionalitas kerja operasional pengadaan, menghindari
adanya konflik kepentingan, dan menghindari kecurangan
dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat kementerian/
lembaga.42

Meskipun reformasi di bidang pengadaan barang dan jasa


telah banyak dilakukan, namun PBJ masih menuai masalah.
39 Lihat, Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah beserta perubahannya
40 Lihat, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya.
41 Cikal bakal LKPP yaitu Pusat Pengembangan Kebijakan Barang/Jasa Publik
(PPKPBJ). Di 2007, sesuai Perpres No. 106 tentang Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kembaga ini menjadi (LKPP).
42 Pembentukan ULP ini sebenarnya telah disinggung sejak Kepres 80 tahun 2003,
namun bentuk dan kejelasannya belum secara tegas diatur dalam Kepres 80
tahun 2003. Barulah pada Perpres 54/2010 pada pasal 14 ayat 1 dan ayat 2.

47
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Korupsi masih kerap muncul dalam PBJ.43 Faktor-faktor


non-teknis dan non-ekonomis kerap menjadi acuan utama
pengambilan keputusan. Akibatnya, kualitas barang dan jasa
yang diharapkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Bagi kepala daerah, pengawalan atas PBJ menjadi sebuah


kebutuhan. Buruknya PBJ pemerintah mempengaruhi
pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah
serta menurunkan citra pemerintah dalam perspektif
publik. Oleh karenanya, dalam lingkup kewenangannya,
kepala daerah juga perlu melakukan langkah-langkah
pembenahan terhadap sistem PBJ yang ada.

Pertama, redefinisi pandangan atas kegiatan pengadaan


barang dan jasa.
Selama ini pengadaan cenderung dimaknai hanya sebagai
kegiatan pembelian (purchasing) antara pemerintah
dengan penyedia. Belum banyak yang melihat bahwa PBJ
merupakan sebuah proses holistik, saling mengkait sejak
tahap perencanaan, persiapan, pemilihan penyedia barang
dan jasa, penandatanganan kontrak, pelaksanaan kontrak
dan pemanfaatan barang/jasa.

Kedua, menyusun cetak biru perencanaan anggaran


daerah.
Korupsi di bidang PBJ disebabkan pula oleh belum
sinkronnya mekanisme perencanaan anggaran dan
perencanaan kegiatan. Pemerintah daerah harus sudah
memulai menyusun cetak biru perencanaan anggaran dan
kegiatan untuk kurun waktu 5 atau 10 tahun mendatang
yang di dalamnya memuat rencana pengadaan barang dan
jasa yang akan dilaksanakan.

Ketiga, pembenahan teknis pengadaan barang dan jasa.


Sertifikasi bagi pengelola PBJ perlu terus ditingkatkan.
Kepala daerah perlu pula melakukan perbaikan terhadap
mekanisme tindak lanjut atas sanggahan yang disampaikan
penyedia barang dan jasa. Secara bersamaan, kepala
daerah juga harus memberikan perhatian dalam mengelola
43 KPK mencatat penanganan perkara korupsi untuk jenis pengadaan barang dan
jasa menempati urutan dua tertinggi. Sampai dengan akhir April 2015, terdapat
130 perkara pengadaan barang dan jasa yang telah ditangani KPK.

48
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

pengaruh kepentingan asosiasi bisnis atau kelompok dalam


proses PBJ.

Keempat, meningkatkan kinerja Unit Layanan Pengadaan


(ULP).
Perbaikan mekanisme pengadaan seringkali kurang
memperhitungkan pelembagaan fungsi-fungsi pengadaan
sejak perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporannya.44
Masih ditemui ULP yang belum didukung perangkat yang
memadai, baik dari sisi jumlah dan kompetensi SDM,
infrastruktur pendukung serta independensi dari sisi SDM
maupun lembaga ULP itu sendiri.

Kelima, meningkatkan peran inspektorat.


Optimalisasi inspektorat dilakukan untuk meningkatkan
sistem pengendalian internal di tiap tahap PBJ. Amanah ini
telah tertuang tegas di Pasal 116 Perpres No. 54 Tahun 2010
sebagaimana diubah dengan Perpres No. 4 Tahun 2015.
Kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/
kota diwajibkan melakukan pengawasan terhadap Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Unit Layanan Pengadaan
(ULP), termasuk pengawasan mengenai pelaksanaan
swakelola dan penggunaan produksi dalam negeri.

Keenam, meningkatkan perangkat kontrol lingkungan


pengendalian.
Lingkungan pengendalian merupakan suasana yang
mampu menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk diterapkannya sistem pengendalian internal.
Penandatanganan pakta integritas bagi aparatur
pemerintah daerah dan penyedia barang dan jasa menjadi
terjemahannya. Sejalan dengan itu, penguatan kode etik
menjadi sebuah hal yang harus diperhatikan pula. Kode
etik harus mampu mengatur situasi benturan kepentingan
(conflict of interest) yang dialami aparatur pemerintah
daerah yang terkait dengan proses PBJ.

44 Kumorotomo, W Kuncoro 2011, ‘Masalah kelembagaan dalam reformasi


pengadaan barang dan jasa di indonesia’, diakses pada 23 Juni 2015 di
laman: <http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Pengantar%20Diskusi%20
Kelembagaan%20Pengadaan%20Barang%20dan%20Jasa.pdf>
49
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Walaupun benturan kepentingan dalam proses pengadaan


barang dan jasa sudah banyak diatur di dalam pelbagai
kebijakan, namun pemerintah daerah harus memiliki desain
mekanisme pengendalian benturan kepentingan yang
dihadapi oleh para pengambil kebijakan dan pelaksana
pengadaan barang dan jasa.

Kualitas barang dan jasa yang diterima pemerintah


daerah akan mempengaruhi kualitas penyelenggaraan
pemerintah daerah dan citra pemerintah daerah di
mata publik.

50
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PERSPEKTIF IV:
PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM
Perspektif ini menguraikan area-area yang perlu
dibenahi di bidang mineral batubara, kehutanan,
kelautan dan perikanan, serta langkah strategis
yang mesti dilakukan kepala daerah atas
permasalahan alih fungsi lahan pertanian

51
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

I
ndonesia merupakan satu diantara negara-negara di
dunia yang memiliki keragamanan sumber daya alam.
Keberlimpahan sumber daya alam apabila dikelola dan
dimanfaatkan secara bijak diyakini mampu meningkatkan
derajat sebuah bangsa.

Saat ini, Pasal 33 Ayat (1), (2), (3), dan (4) UUD 1945 yang
seharusnya menjadi dasar pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam belum secara tegas ditegakkan.
Besarnya nilai produksi pengelolaan sumber daya alam
tidak serta merta diikuti peningkatan kesejahteraan rakyat.
Alih-alih menyejahterakan seluruh bangsa, masyarakat
seringkali menerima dampak negatif dari suatu kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam.

Di sisi lain, terungkapnya kasus-kasus korupsi di sektor


sumber daya alam semakin menunjukkan urgensi
perlunya pembenahan atas tata kelola sumber daya alam.
Keberlimpahan kekayaan alam seringkali dimanfaatkan
untuk memperkaya kepentingan kelompok ataupun
individu. Situasi ini jelas bertentangan dengan amanat
konstitusi. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 secara tegas
mengamanahkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.

Merespon hal tersebut, dalam rangka mengendalikan


pengelolaan sumberdaya alam yang lebih
bertanggungjawab, di tahun 2015, KPK menginisiasi Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-SDA).
Sektor yang disasar mencakup pertambangan (khususnya
mineral dan batubara), kehutanan, serta perikanan dan
kelautan. Adapun rekomendasi yang disusun disampaikan
ke seluruh pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya
pemerintah daerah.

52
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

K
omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan PENGELOLAAN
terdapat 10 (sepuluh) aspek pengelolaan MINERAL DAN
pertambangan mineral dan batubara dalam UU No. BATUBARA
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(minerba) yang belum dilaksanakan secara optimal.45
Dari 10 aspek tersebut, empat hal berada dalam lingkup
kewenangan kepala daerah untuk menindaklanjutinya.

Pertama, penataan Kuasa Pertambangan (KP)/Izin Usaha


Pertambangan (IUP).
UU Pertambangan Minerba mewajibkan adanya
penyesuaian KP menjadi IUP. Namun, berdasarkan
hasil evaluasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Kementerian ESDM, masih terdapat 45 persen dari total
10.916 IUP yang belum berstatus clean and clear.46 Situasi
tersebut pada akhirnya berdampak negatif terhadap
kehidupan masyarakat. Konflik menjadi hal yang kerap
timbul antara pengelola pertambangan dengan masyarakat.
Hal ini menjadi sebuah kondisi yang tak terhindarkan.47 Data
Direktorat Jenderal Planologi, Kementerian Kehutanan
menunjukan, sampai April 2014, dari 38.894.231 ha luas
izin pertambangan, 25.983.486 ha diantaranya ada dalam
kawasan hutan.

Kedua, pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler.


UU Pertambangan Minerba mewajibkan pemegang Kontrak
Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melaporkan secara
reguler kegiatan pertambangannya kepada pemberi izin.
UU Minerba juga memberikan kewajiban bagi pemerintah
daerah untuk memberikan laporan kegiatan pertambangan
kepada pemerintah pusat.

45 Hasil kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Komisi Pemberantasan


Korupsi 2013.
46 Persentase baru mempertimbangkan aspek administrasi, kewilayahan, serta
keuangan (PNBP), dan belum memperhatikan aspek lingkungan, pajak,
kehutanan, tata ruang, dan pertanahan
47 Pembakaran Kantor Bupati Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun
2012 tidak terlepas dari konflik yang muncul akibat kisruh dalam tata kelola
pertambangan di daerah.

53
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Realitasnya, masih ditemui pemegang IUP yang belum


melaporkan kegiatan pertambangannya kepada pemberi
izin. Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah daerah.
Pemerintah daerah belum secara reguler melaporkan
kegiatan pertambangan di wilayahnya kepada pemerintah
pusat.

Ketiga, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pasca


tambang.
UU Pertambangan Minerba mewajibkan pelaku usaha
pertambangan melaksanakan kegiatan reklamasi dan pasca
tambang. Untuk menjamin pelaksanaannya, pemegang
izin/KK/PKP2B wajib menyerahkan jaminan reklamasi
dan pasca tambang sebesar yang sudah ditetapkan oleh
pemberi izin. Praktiknya, sulit menelusuri pelaksanaan
penempatan jaminan reklamasi dan pasca tambang. Hal
ini disebabkan tidak semua pemerintah daerah melaporkan
keberadaan jaminan tersebut kepada pemerintah pusat.
Alhasil, pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang
Pembenahan tata
tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
kelola pertambangan
minerba dilakukan
Keempat, pelaksanaan pengawasan.
dengan penataan
UU Pertambangan Minerba mewajibkan dilaksanakannya
Kuasa Pertambangan
pengawasan secara intensif kepada pelaku usaha sejak
(KP)/Izin Usaha
dari perencanaan (eksplorasi), produksi, pengapalan/
Pertambangan (IUP),
penjualan, hingga reklamasi dan pascatambang. Namun,
pelaksanaan kewajiban
jumlah pengawas pertambangan yang dimiliki pemerintah
pelaporan, pengawasan
daerah beserta infrastrukturnya sangat terbatas. Akibatnya,
terhadap pelaksanaan
kegiatan pengawasan tidak dapat berjalan secara optimal.
kewajiban reklamasi
Dalam rangka menjamin pengelolaan mineral dan
dan pasca-tambang,
batubara yang bertanggungjawab, pemerintah daerah
serta pelaksanaan
yang sumber pendapatan daerahnya mayoritas berasal
pengawasan atas tiap
dari sumber daya alam (pertambangan) sebaiknya
tiap tahap pengelolaan
memprioritaskan ketersediaan pengawas pertambangan
pertambangan minerba.
beserta kelengkapan infrastrukturnya.

54
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

H
utan sebagai kekayaan Indonesia berfungsi sebagai PENGELOLAAN
penyangga kehidupan yang secara bersamaan KEHUTANAN
berperan sebagai ruang publik dan lahirnya
budaya serta peradaban. Peran penting yang diemban
tersebut mengharuskan hutan dikelola secara beretika dan
bermartabat.

Praktik penguasaan hutan saat ini justru melupakan


bagaimana hutan seharusnya dikelola sebagai bagian
kehidupan bangsa Indonesia. Ketimpangan pengelolaan
dan watak kebijakan sumber daya alam yang otoriter,
kelemahan dalam tata kelola, dan ketidakpastian hukum
menyebabkan praktik korupsi di kehutanan. Berbagai
permasalahan yang terjadi tersebut menjadi fakta bahwa
amanat Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 33 dari UUD 1945 di
sektor kehutanan belum secara optimal terwujud. Hal ini
terindikasi setidaknya dari lima hal:

Pertama, ketidakpastian hukum dalam perencanaan


kawasan hutan.
Ketidakpastian hukum dalam kawasan hutan, mengakibatkan
ketidakadilan pengelolaan hutan dan kerentanan terhadap
praktik korupsi dalam pengelolaan hutan. Satu dekade
pasca terbitnya UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
pengukuhan kawasan hutan berjalan sangat lambat. Di
sisi lain, proses partisipasi dalam perencanaan hutan pun
lemah.48

Kedua, celah korupsi dalam mekanisme perizinan di sektor


kehutanan.
Kajian KPK di 2013 atas Kerentanan Korupsi di Sistem
Perizinan menunjukan adanya potensi suap sebesar Rp. 22
M dalam bisnis usaha pengolahan hasil hutan kayu untuk
tiap tahunnya.

Ketiga, alokasi pengelolaan sumber daya hutan untuk


masyarakat belum optimal.
Dari total 41,69 juta hektar lahan hutan yang dikelola, hanya
1 persen yang diberikan kepada masyarakat adat.
48 Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 45/2011 mengamanatkan pengukuhan
kawasan hutan dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat.

55
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Keempat, lemahnya pengawasan dalam pengelolaan


kehutanan.
Hasil kajian KPK 2010 menemukan bahwa kelemahan
pengawasan dalam izin pinjam pakai menyebabkan terjadi
potensi kehilangan penerimaan negara bukan pajak akibat
pertambangan di dalam kawasan hutan sebesar Rp 15,9
trilyun per tahun.49

Kelima, konflik agraria dan kehutanan


Masih banyak konflik agraria dan kehutanan yang belum
tertangani. Ketidakjelasan status hukum kawasan hutan
mengakibatkan terjadinya tumpang tindih perizinan dan
konflik agraria yang belum terselesaikan. Hasil kegiatan
koordinasi dan supervisi minerba tahun 2014 menemukan
sekitar 1,3 juta ha izin tambang berada dalam kawasan
hutan konservasi dan 4,9 juta ha berada dalam kawasan
hutan lindung.

Untuk merespon masalah-masalah yang muncul tersebut,


setidaknya ada lima hal yang bisa dilakukan kepala daerah,
yaitu:

Pertama, menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan,


penataan ruang dan wilayah administrasi.
Pemerintah daerah harus berperan aktif dalam proses
pengukuhan kawasan hutan, penataan ruang dan batas
wilayah administratif termasuk menerima partisipasi
masyarakat. Pemerintah daerah juga mesti menertibkan
penggunaan kawasan hutan yang dijalankan oleh usaha
perkebunan dan pertambangan tanpa izin.

Kedua, penataan perizinan dan mendorong pelaksanaan


kewajiban para pihak.
Kepala daerah wajib memastikan kepatuhan pemegang
izin usaha pemanfaatan hasil kayu dalam melaksanakan
kewajiban keuangannya. Kepala daerah juga mesti tegas
memberlakukan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
oleh pemegang izin usaha pemanfaatan kayu.50 Selain itu,
49 Nilai kehilangan berasal hanya dari wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua.
50 Dipilihnya soal izin usaha pemanfaatan hasil kayu dikarenakan dua pertimbangan.
Pertama, bahwa dari seluruh skema yang ada, pemanfaatan hutan dalam
hutan produksi dalam bentuk IUPHHK merupakan pemanfaatan hutan yang
paling dominan di Indonesia. Tercatat dari total 123 juta hektar kawasan hutan,
pemanfaatan hutan dalam bentuk IUPHHK di Hutan Alam dan Hutan Tanaman
56
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

kepala daerah wajib memastikan terpenuhinya kewajiban


Setor Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi
(DR), dan Pengganti Nilai Tegakan (PNT) dari pelaku usaha.

Ketiga, perluasan wilayah kelola masyarakat.


Hal pokok yang mesti didorong kepala daerah adalah
memperluas wilayah kelola masyarakat. Realisasinya
dilakukan melalui peningkatan izin hutan kemasyarakatan,
hutan desa, dan mendorong operasionalisasi kesatuan
pengelolaan hutan sebagai unit pengelola hutan di tingkat
tapak.

Keempat, penyelesaian konflik kawasan hutan.


Mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam
menyelesaikan konflik kawasan hutan. Penyediaan desk
penyelesaian konflik, dan membangun basis data dan
informasi konflik sumber daya alam menjadi wujud
implementasinya.

Kelima, pembangunan sistem pencegahan korupsi.


Hal utama yang mesti dikerjakan adalah mendorong
pemerintah daerah memaksimalkan penggunaan Sistem
Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) dalam perencanaan,
pengelolaan dan pengawasan di sektor kehutanan.
Pemerintah daerah juga harus meningkatkan akuntabilitas
pelayanan publik dan keterbukaan informasi publik dalam
pengelolaan sumber daya alam.

Hutan berfungsi sebagai penyangga kehidupan


yang secara bersamaan berperan sebagai ruang
publik. Untuk menjaga fungsi tersebut, kepala
daerah perlu segera melakukan pengukuhan
kawasan hutan, penataan ruang dan wilayah
administrasi, penataan perizinan dan pelaksanaan
kewajiban para pihak, perluasan wilayah kelola
masyarakat, penyelesaian konflik kawasan hutan,
dan pembangunan sistem pencegahan korupsi.

Indonesia menguasai 34 juta


57
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

S
PENGELOLAAN ebagai negara maritim, Indonesia memiliki
KELAUTAN DAN kekayaan bahari 17.480 pulau disertai panjang garis
PERIKANAN pantai sebesar 95.181 km. Dengan panjang pantai
sedemikian, Indonesia memiliki produktivitas hayati yang
tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di
dunia.

Besarnya kekayaan laut bangsa dihadapkan pada persoalan


tata kelola. Ketidaksesuaian izin, terbitnya regulasi yang
tidak memadai, tidak adanya sistem pendataan dan
monitoring, tidak memadainya dukungan kelembagaan,
hingga lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
menjadi tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan
disektor kelautan dan perikanan.

Dalam perspektif KPK, kelemahan tata kelola biasanya


menjadi penyebab terjadinya tindak pidana korupsi.
Data pengaduan masyarakat KPK menunjukkan indikasi
tersebut. Sejak tahun 2010 sampai 2014, KPK menerima 131
pengaduan soal korupsi di sektor perikanan dan kelautan,
yang mana 95 diantaranya terindikasi tindak pidana korupsi..

Persoalan tata kelola yang berkelindan dengan korupsi


tentu sangat merugikan bangsa. Sangat memprihatinkan
bahwa keberlimpahan sumber daya laut ternyata belum
mampu berkontribusi optimal meningkatkan derajat
kehidupan bangsa.

Dari sisi penerimaan negara, sumbangan yang diberikan


sektor kelautan khususnya perikanan laut masih relatif
rendah. Di tahun 2013 misalnya, total nilai produksi perikanan
mencapai angka Rp 77,33 Triliun, namun Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetorkan ke negara
hanya sebesar Rp 229,35 Miliar. Selain itu, wilayah pesisir
masih menjadi sentra penduduk miskin. Lebih kurang 7,9
juta jiwa atau 25 persen dari total jumlah penduduk miskin
di Indonesia berada di area wilayah pesisir.

58
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Atas fakta soal yang ada, KPK di 2014 melakukan kajian


Sistem Pengelolaan Ruang Laut dan Sumber Daya
Kelautan. Hasil kajian menemukan empat persoalan yang
memerlukan tindaklanjut pemerintah daerah.

Pertama, menyusun tata ruang wilayah laut, pesisir dan


pulau-pulau kecil.
Pemerintah daerah diharapkan segera membentuk
rencana tata ruang laut dalam lingkup kewenangannya.
Keberadaan dokumen tata ruang menjadi pegangan bagi
pemerintah daerah mengatur pengelolaan ruang laut di
lingkup kewenangannya.51

Kedua, pengawasan pelaksanaan kewajiban para pihak.


Pemerintah daerah diberikan amanah untuk memastikan
para pelaku usaha menunaikan kewajiban-kewajibannya.52

Ketiga, penataan izin.


Dalam pengelolaan sumber daya laut dan pesisir,
penggunaan hak pemberian izin sudah seyogianya
dilakukan secara cermat dan penuh tanggungjawab
terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Pemerintah
daerah mesti memperhatikan daya dukung dan kelestarian
lingkungan dalam mengelola ruang laut dan pesisirnya.
Upaya menata izin menjadi langkah strategis untuk
meyakini tidak terlampuinya ambang batas penangkapan
ikan (over fisheries) di sebuah kawasan. Penataan izin juga
dilakukan dengan mengadopsi prinsip pemerintahan yang
bersih dan baik dalam tata laksana proses perizinan.

51 Hingga September 2014, baru 12 pemerintah kabupaten/kota yang telah


menyelesaikan RZWP-3-K. 122 pemda sedang dalam proses penyusunan
RZWP-3-K, dan 184 pemda belum menyusun RZWP3K sama sekali.
52 Sebagai contoh, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26 tahun 2013
tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia memberikan kewajiban kepada para pelaku usaha untuk
memiliki SIUP/SIP/SIKPI.

59
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Keempat, perlindungan dan pemberian hak-hak masyarakat.


Pengelolaan ruang pesisir dan laut diletakkan dalam
kerangka meningkatkan derajat hidup masyarakat.
Pemerintah daerah harus memastikan kebijakan yang
dibuat tidak hanya berorientasi mengejar pertumbuhan dan
meningkatkan pendapatan asli daerah semata. Lebih dari
itu, kebijakan yang dibentuk harus mampu mewujudkan
keadilan sosial bagi masyarakat.

Menyusun tata ruang wilayah, mengawasi


pelaksanaan kewajiban pengguna ruang, menata
izin, dan memberikan perlindungan terhadap
hak-hak masyarakat menjadi beberapa bagian
pokok yang mesti dilakukan kepala daerah untuk
mencegah korupsi di sektor kelautan dan perikanan.

60
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

K
etersediaan lahan pertanian akan menentukan ALIH FUNGSI LAHAN
realisasi kedaulatan pangan nasional. Pentingnya
perhatian terhadap masalah lahan pertanian
bahkan sudah diingatkan oleh pendiri bangsa. Pertanian
merupakan sektor yang menyangkut soal pangan yang
sangat menentukan mati hidupnya sebuah bangsa.53 Oleh
sebab itu, konversi lahan pertanian menjadi non pertanian
menjadi ancaman serius dalam mewujudkan kedaulatan
pangan.

Pengendalian lahan pertanian menjadi bagian kebijakan


nasional guna memelihara industri pertanian primer.
Setidaknya terdapat 23 kebijakan mulai dari tingkat undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden,
peraturan dan atau keputusan menteri yang mengatur
alih fungsi lahan pertanian. Akan tetapi di tingkatan
praktis, implementasi kebijakan-kebijakan tersebut belum
sepenuhnya efektif. Situasi ini muncul setidaknya dari
empat sebab.

Pertama, konsistensi kebijakan.


Berdasarkan peraturan yang diterbitkan, pemerintah
berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi
di sisi lain pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor
non pertanian lainnya justru mendorong terjadinya alih
fungsi lahan-lahan pertanian. Terdapat Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang justru merencanakan untuk
mengkonversi lahan sawah beririgasi teknis menjadi non
pertanian.

Kedua, cakupan kebijakan yang terbatas.


Peraturan-peraturan soal lahan hanya dibebankan
terhadap perusahaan-perusahaan/badan hukum yang akan
menggunakan lahan dan/atau akan mengkonversi lahan
pertanian ke non pertanian. Perubahan penggunaan lahan
sawah ke non pertanian yang dilakukan secara individual/
perorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan
tersebut. Padahal perubahan fungsi lahan yang dilakukan
secara individual jika diakumulasikan diperkirakan cukup
luas.

53 Soekarno 1952, Almanak Pertanian 1953.

61
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Ketiga, kesulitan di tingkat kabupaten/kota untuk


menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Upaya pengendalian lahan pertanian melalui P2LB tidak
mudah diimplementasikan di lapangan. Hal ini dikarenakan
lahan pertanian merupakan lahan yang hak kepemilikannya
melekat pada individu.

Keempat, belum berjalannya pola insentif dan disinsentif.


Ketentuan terkait insentif dan disinsentif terhadap LP2B
telah dituangkan dalam UU No. 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Namun implementasinya belum berjalan. Masalah
ketersediaan anggaran dan aturan pendukung, baik yang
ada di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah masih menjadi sebuah kendala.

Selain permasalahan tata kelola yang telah dikemukakan,


terjadinya beberapa kasus korupsi dalam proses alih
fungsi lahan menjadi sinyal kuat bagi kepala daerah
untuk segera melakukan pembenahan kebijakan maupun
proses administrasi konversi lahan pertanian menjadi non
pertanian. Mengacu hasil kajian KPK pada 2014, setidaknya
terdapat dua hal yang perlu segera ditindaklanjuti kepala
daerah untuk mencegah korupsi dan melindungi lahan
pertanian.

Pertama, menetapkan Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan (LP2B) dalam Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW) kabupaten/kota dengan luasan yang
memadai.
UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan mewajibkan adanya lahan
pangan yang dilindungi dan ditetapkan dalam perencanaan
pola ruang. Akan tetapi, ditengarai masih banyak pemerintah
daerah yang belum melaksanakan kebijakan tersebut. Data
Kementerian Pertanian menunjukan bahwa hingga akhir
September 2014, dari 383 peraturan daerah terkait RTRW
yang sudah diterbitkan, baru 176 peraturan daerah yang
telah menetapkan lahan pertanian berkelanjutan.

62
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Secara bersamaan, kepala daerah juga mesti memberikan


perhatian atas luasan lahan pertanian yang ditetapkan
dalam RTRW. Sering dijumpai luas lahan pertanian dalam
dokumen RTRW lebih rendah dibanding luas lahan
pertanian yang ada.54 Ketiadaan produk hukum tidak
seharusnya menjadi legitimasi bagi pemerintah daerah
untuk secara mudah mengubah lahan pertanian menjadi
non pertanian. Pelaksanaan desentralisasi kewenangan
tentunya harus diletakkan dalam kerangka mencapai
tujuan nasional yang mana salah satunya diarahkan untuk
mewujudkan kedaulatan di bidang pangan.

Kedua, meningkatkan koordinasi pemberian izin lokasi dan


Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) dengan instansi
vertikal.
Agar terwujud akurasi data di lapangan, koordinasi
pemerintah daerah dengan instansi vertikal dalam
pemberian izin lokasi dan IPPT memegang peran penting.55
Koordinasi intensif antara pemerintah daerah dengan BPN
menjadi sebuah keharusan agar izin lokasi dan IPPT atas
letak, penggunaan tanah, penguasaan tanah, kemampuan
tanah, kesesuaian penggunaan tanah, ketersediaan
tanah serta pertimbangan teknis sesuai dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Tingginya laju konversi lahan pertanian menjadi


lahan non pertanian merupakan ancaman serius
dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

54 Audit lahan yang dilakukan oleh Subdit Pengendalian Lahan, Direktorat


Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal PSP, Kementerian
Pertanian pada delapan pemerintah daerah menunjukan kisaran lahan pertanian
yang ditetapkan dalam RTRW sebesar 40%-80 % dari luasan eksisting
55 Badan Pertanahan Nasional merupakan institusi yang memberikan pertimbangan
teknis atas pemberian izin lokasi.

63
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

64
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PERSPEKTIF V:
KESEJAHTERAAN SOSIAL &
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Perspektif ini menguraikan area-area yang perlu
dibenahi kepala daerah dalam pengelolaan bantuan
sosial dan hibah, serta pengelolaan kesehatan.
Perspektif ini juga memberikan perhatian pada
upaya menciptakan generasi antikorupsi

65
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

P
PENGELOLAAN DANA engelolaan dana Bantuan Sosial (Bansos) dan hibah
BANTUAN SOSIAL dalam APBD saat ini menjadi perhatian banyak pihak.
DAN HIBAH Dalam upaya meningkatkan tata kelola bansos dan
hibah, terdapat sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian
kepala daerah.

Pertama, efektivitas bantuan sosial dan hibah.


Belum terlihat secara signifikan pengaruh positif pemberian
bantuan sosial dan hibah dalam pengentasan masalah-
masalah sosial di masyarakat.

Kedua, bansos dan hibah sebagai instrumen politik.


Adanya kecenderungan kenaikan dana bansos dan hibah
menjelang pemilihan kepala daerah

Ketiga, belum optimalnya tata kelola bansos dan hibah.


Terdapat indikasi bahwa dana bantuan sosial dan hibah
tidak sampai ke tangan masyarakat yang seharusnya
menerimanya.

Lemahnya pengelolaan bansos dan hibah berkisar pada


tiga aspek utama, yakni:

Pertama, perencanaan kebijakan.


Perencanaan kebijakan bansos dan hibah belum dilakukan
secara matang. Basis rasionalitas atas besaran, alokasi, dan
distribusi bansos dan hibah masih dipertanyakan.

Kedua, pelaksanaan kebijakan.


Lemahnya dukungan sumber daya manusia serta ketiadaan
standar mekanisme baku dalam penyaluran bansos dan
hibah.

Ketiga, monitoring dan evaluasi.


Pelaporan dan pertanggungjawaban bantuan sosial belum
didukung data dan informasi yang handal serta akuntabel.

Menyikapi sejumlah persoalan dana bansos dan hibah yang


muncul, KPK telah memberikan himbauan kepada kepala
daerah untuk membenahi tata kelola bansos dan hibah.56

56 Surat KPK kepada gubernur seluruh Indonesia perihal himbauan terkait dana
66 bansos dan hibah APBD tertanggal 06 Januari 2014
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Adapun poin pokok yang disampaikan mencakup enam


aspek.

Pertama, agar pemberian bansos dan hibah mengacu


kepada Permendagri 32/2011 sebagaimana diubah menjadi
Permendagri 39/2012 dalam pemberian hibah dan bantuan
sosial.

Kedua, agar pemberian bansos dan hibah selalu berpegang


pada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat
untuk masyarakat luas.

Ketiga, agar pemberian bansos dan hibah tidak digunakan


atau dimanfaatkan demi kepentingan pribadi, atau
kelompok dari unsur pemerintah daerah.

Keempat, agar pemberian bansos dan hibah tidak


digunakan atau dimanfaatkan demi kepentingan politik dari
unsur pemerintah daerah.

Kelima, agar secara optimal memberdayakan Aparat


Pengawasan Internal Pemerintah Daerah untuk mengawasi
pemberian bansos dan hibah.

Keenam, agar memperhatikan waktu pemberian bantuan


bansos dan hibah supaya tidak terkesan dilaksanakan terkait
dengan pelaksanaan Pilkada.

Kepala daerah harus memastikan asas keadilan,


kepatutan, rasionalitas dan nilai manfaat dalam
mengalokasikan dana bansos dan hibah. Secara
bersamaan, kepala daerah harus mengoptimalkan
peran inspektorat dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap pengelolaan dana bansos
dan hibah.

67
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

M
PENGELOLAAN asalah kesehatan di daerah menjadi bagian
KESEHATAN utama dalam membangun kesejahteraan sosial.
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan,
isu kesehatan merupakan bagian dari urusan wajib
yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang harus
diselenggarakan pemerintah daerah dan memenuhi
standar kebutuhan dasar.

Dalam rangka memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar


kesehatan masyarakat, kepala daerah perlu memberikan
perhatian beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, memutakhirkan data masyarakat miskin.


Pemerintah daerah harus secara aktif melakukan
pemutakhiran data masyarakat miskin dan melaporkannya
pada pihak yang menangani pendataan di tingkat pusat.
Keberadaan data masyarakat miskin yang akurat menjadi
dasar untuk menentukan masyarakat yang berhak masuk
dalam daftar PBI (Penerima Bantuan Iuran).

Kondisi faktual, masih terdapat masyarakat miskin yang


tidak tercakup dalam daftar PBI. Akibatnya, muncul
keresahan di masyarakat serta kegamangan penyelenggara
layanan kesehatan terutama di tingkat dasar untuk melayani
penduduk miskin yang membutuhkan layanan kesehatan
namun tidak memiliki jaminan kesehatan.

Kedua, meningkatkan cakupan masyarakat terlayani


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemerintah daerah dapat menanggung iuran JKN
masyarakat yang tidak mampu agar tercakup dalam
layanan JKN.

Ketiga, melengkapi pembiayaan layanan kesehatan yang


tidak tercakup dalam JKN dan menggalakkan program
Pencegahan.
Dana JKN terbatas untuk beberapa jenis pengeluaran
kesehatan. Dalam praktiknya, penanganan pasien terkadang
memerlukan biaya yang relatif besar, misalnya terkait
akomodasi pasien dan keluarga. Biaya-biaya ini seringkali
membebani masyarakat miskin. Merujuk contoh tersebut,

68
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

kontribusi pemerintah daerah tentunya sangat diharapkan


untuk meringankan beban pasien maupun keluarga.

Kontribusi pemerintah daerah juga diperlukan dalam


program preventif dan promotif kesehatan di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan tersebut terkadang tidak tercakup dalam
dana kapitasi yang biasanya terfokus pada pembiayaan
kuratif.

Keempat, mengawasi dana kapitasi.


Dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang
dibayar dimuka kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa
memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan
yang diberikan.57

Meski besaran dana kapitasi ini cukup signifikan, namun


sampai dengan tahun 2014, pengawasan yang dilakukan
pemerintah daerah belum banyak dilakukan. Masih
sedikit dinas yang mengalokasikan anggaran pengawasan
kesehatan secara khusus.

Atas hal tersebut, untuk mencegah korupsi dalam


penggunaan dana kapitasi, KPK merekomendasikan
beberapa hal untuk dapat dilaksanakan di lingkungan
pemerintah daerah, yaitu:

1. Menyusun prosedur baku internal terkait mekanisme


perencanaan, penggunaan dan pertanggungjawaban
dana kapitasi dengan tetap mengacu pada regulasi yang
ditetapkan pemerintah pusat. Termasuk di dalamnya,
aturan atas penggunaan sisa lebih dana kapitasi tahun
anggaran sebelumnya.

2. Menyiapkan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah


(SKPD) sektor kesehatan untuk kegiatan monitoring
dan evaluasi dana kapitasi di FKTP.

57 Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, salah satu sistem pembayaran atas layanan yang telah dilakukan oleh
fasilitas kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan yaitu melalui pembayaran
dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP). Pencairan dana kapitasi dibayarkan oleh BPJS Kesehatan langsung ke
FKTP setiap bulannya.
69
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

3. Menyusun program pembinaan dan pengawasan


pengelolaan dana kesehatan, termasuk di dalamnya
dana kapitasi, yang dijalankan oleh Aparat Pengawas
Internal (APIP) Daerah.

Tidak dipungkiri bahwa kegiatan pengendalian yang


dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap pengelolaan
dana kapitasi di puskesmas membutuhkan dana yang
relatif besar. Jika anggaran pengendalian tidak tersedia,
berdasarkan hasil observasi KPK di 2014, ditemukan
kecenderungan tidak optimalnya pengendalian yang
dilakukan. Dari itu, pelibatan inspektorat daerah dalam
proses pengawasan pengelolaan dana kapitasi menjadi
kebutuhan demi mengurangi resiko penyimpangan.

Tiga hal pokok yang mesti diperhatikan kepala


daerah dalam pengelolaan sektor kesehatan,
pertama, pemutakhiran data masyarakat miskin;
kedua, peningkatan kontribusi pemerintah daerah
dalam pembiayaan layanan dan program kesehatan,
ketiga, pengawasan dana kapitasi.

70
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

P
encegahan korupsi bisa dilakukan dengan PENDIDIKAN
menyelesaikan akar korupsi dari dua sisi, yaitu melalui ANTIKORUPSI
pembenahan sistem dan pembentukan budaya dan
karakter antikorupsi. Terkait dengan pembentukan budaya
dan karakter antikorupsi, keluarga dan lembaga formal
merupakan agen sosialisasi utama untuk menanamkan
karakter antikorupsi yang bisa dimulai sejak anak usia dini.
Nilai-nilai yang nanti akan membentuk pribadi antikorupsi
yang perlu ditanamkan sejak dini adalah nilai kejujuran,
keadilan, dan tanggung jawab.

Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi. Perilaku


jujur yang dijalankan sejak dini akan menciptakan karakter
bersih pada saat usia dewasa dan pada saat memegang
kekuasaan.

Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala


kewajiban yang mengikat diri sendiri. Penanaman nilai
keadilan sejak usia dini akan menciptakan karakter tidak
memihak dan tidak menguntungkan pihak lain pada saat
mereka nantinya memegang kekuasaan.

Tanggung jawab berarti teguh hingga terlaksananya


tugas. Tekun melaksanakan kewajiban sampai tuntas.
Pengembangan rasa tanggung jawab adalah bagian
terpenting dalam pendidikan anak menuju kedewasaan.
Di usia dewasa, karakter tanggungjawab yang melekat
pada penyelenggara negara akan menghindarkan diri dari
perilaku korupsi.

Secara teknis, intervensi nilai kejujuran, keadilan, dan


tanggungjawab terutama dilaksanakan di lingkungan
keluarga sebagai agen sosialisasi primer. Penyampaian di
keluarga dilakukan oleh orangtua terhadap anak melalui
teladan maupun pemberian pemahaman. Intervensi nilai
luhur tersebut akan menjadi efektif jika agen sosialisasi
sekunder yaitu lembaga formal dan komunitas juga
melakukan intervensi nilai-nilai yang sama. Keberhasilan
program intervensi di keluarga dan lembaga formal juga

71
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

sangat tergantung dari kampanye publik yang masif oleh


pemerintah.58

Intervensi nilai-nilai antikorupsi juga harus dilakukan


dalam ruang-ruang pendidikan. Secara normatif, UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah menegaskan pesan dan landasan moral pendidikan
untuk membangun manusia Indonesia secara utuh baik
aspek intelektual akademik maupun aspek moral spiritual.
Penegasan ini tersurat pada Pasal 1 Ayat (1) UU Sistem
Pendidikan Nasional. Disebutkan bahwa “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Jika landasan normatif ini disimak dengan baik dan
mendalam, pendidikan bangsa menjadi sarat nilai dan
bertujuan untuk membangun bangsa yang bermoral, jujur,
dan bertanggung dalam bingkai kebangsaan yang kokoh
dan penguasaan iptek yang membawa kemaslahatan bagi
bangsa dan negara.

Dalam kerangka membangun budaya antikorupsi sebagai


bagian mewujudkan tujuan pelaksanaan pendidikan, KPK
mengajak kepala daerah memberikan perhatian pada tiga
hal sebagai berikut:

Pertama, mengoptimalkan fungsi keluarga dan orangtua.


Internalisasi nilai-nilai antikorupsi harus dimulai sejak dari
tingkatan keluarga. Orangtua sebagai tokoh inti dalam
keluarga dituntut mampu memberikan keteladanan dalam
mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, kejujuran dan
tanggungjawab dalam kesehariannya.

58 Program Keluarga Berencana di era tahun 1980-an bisa menjadi contoh


intervensi program yang berhasil di Indonesia. Pada tataran teknis, lembaga
pemerintah terkait seperti BKKBN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Kementerian Agama bisa dilibatkan dalam program ini

72
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Kedua, membangun budaya antikorupsi di lingkungan


sekolah.
Sekolah merupakan ruang formal dalam menyemai budaya
antikorupsi. Sekolah berbudaya antikorupsi dapat dikenali
dari keberadaan visi, misi, dan pengembangan nilai-nilai
antikorupsi dalam berbagai aktivitasnya.

Ketiga, mengoptimalkan peran masyarakat.


Masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung
keberhasilan internalisasi nilai anti korupsi yang dilakukan
oleh keluarga dan sekolah. Proses pendidikan merupakan
proses pembudayaan. Tokoh masyarakat, tokoh umat
dan pemangku kepentingan lainnya di masyarakat mesti
melembagakan nilai-nilai antikorupsi sebagai bagian dari
norma sosial yang berlaku dalam sebuah masyarakat.

Keluarga, sekolah dan masyarakat memegang


peran penting dalam upaya membentuk generasi
Indonesia yang antikorupsi.

73
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

74
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

PENUTUP
Bagian ini mengurai harapan terhadap kepala
daerah dalam penyelenggaraan urusan-urusan
pemerintahan

75
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

S
elaku pucuk pimpinan pemerintah daerah, kepala
daerah bersama DPRD diharapkan mampu
mengoptimalkan sumber daya daerah dalam
mewujudkan cita-cita penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Akan tetapi, praktik-praktik korupsi yang hadir dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah menjadi sebuah
masalah yang menghambat tujuan berpemerintahan.

Sebagaimana terjadi di pemerintah pusat, ruang lingkup


korupsi di tingkat pemerintahan daerah muncul secara
luas dan sistemik. Korupsi tidak lagi hadir dalam bentuk-
bentuk yang langsung dikenali mata awam. Praktik korupsi
juga telah menyusup dalam proses-proses pembentukan
kebijakan publik. Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang
dihasilkan belum sepenuhnya sejalan dengan arah tujuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Situasi tersebut
mudah kita temui sebagaimana yang muncul dalam
beberapa kasus pengelolaan sumber daya alam di daerah.

Kepala daerah tentunya memiliki posisi strategis dalam


membenahi penyelenggaraan sebuah pemerintahan.
Atas kuasa yang dimiliki, kepala daerah dituntut mampu
secara nyata melembagakan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang bersih dan baik dalam pemerintahan
yang dipimpinnya. Implementasinya diterapkan di setiap
fungsi-fungsi pemerintahan yang dijalankan, termasuk di
saat mengelola birokrasi yang dipimpinnya.

Kepala daerah diharapkan berlaku bijaksana dalam


menjalankan kewenangannya dan akuntabel atas setiap
pilihan kebijakan yang diambilnya. Kebijakan maupun
tindakan yang diambil kepala daerah harus merepresentasikan
kepentingan masyarakat. Sebagai pejabat publik, kepala
daerah dituntut mampu memperjuangkan kepentingan
umum. Kuasa yang disematkan harus diorientasikan untuk
memberikan yang terbaik dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan daerah dalam bingkai negara
kesatuan.

76
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

Sebagai manifestasi harapan-harapan tersebut, tindak lanjut


atas tema-tema yang disampaikan dalam buku ini menjadi
langkah nyata dalam mewujudkannya.

Adanya kekhawatiran kepala daerah atas kriminalisasi


terhadap tindakan maupun keputusan yang diambil ke
ranah pidana korupsi tentunya harus dikesampingkan,
sepanjang tindakan maupun keputusan kepala daerah
tidak memiliki mens rea (niat buruk), dan tidak memenuhi
unsur-unsur melawan hukum sebagaimana diatur dalam
UU Tindak Pidana Korupsi.

Kepala daerah diharapkan berlaku bijaksana dalam


menjalankan kewenangannya dan akuntabel dalam
setiap pilihan kebijakan yang diambilnya.

77
LIMA PERSPEKTIF ANTIKORUPSI KPK
BAGI KEPALA DAERAH

78

Anda mungkin juga menyukai