Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

HUKUM PAJAK

NPWP & PKP, PEMBUKUAN & PENCATATAN,

PENYETORAN & PELAPORAN

DOSEN PENGAMPU:

CITRA LUTFIA,S.E.,M.A

DISUSUN OLEH:

Lestari Sinta Dewi

190221100085

PROGAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas dari dosen pada mata kuliah perpajakan.

Tercurah dari segala kemampuan yang ada, saya berusaha membuat


makalah ini dengan sebaik mungkin, namun demikian saya menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dikarenakan
keterbatasan pengetahuan saya, maka dengan sepenuh hati saya mohon maaf dan
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya.

Tujuan saya membuat makalah ini untuk menjelaskan tentang Nomor


Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pengusaha Kena Pajak (PKP), Pembukuan dan
Pencatatan, serta Penyetoran dan Pelaporan. Terakhir saya ucapkan terimakasih
untuk semua pihak yang sudah membantu dan memudahkan penyelesaian
makalah ini, saya berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat.

Bangkalan, Februari 2020

(Penulis)

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ .

KATA PENGANTAR ...........................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................


B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan Penulisan .........................................................................

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................

A. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ...........................................


B. Pengusaha Kena Pajak (PKP) .....................................................
C. Pembukuan & Pencatatan ...........................................................
D. Penyetoran & Pelaporan ..............................................................

BAB III PENUTUP ...............................................................................

KESIMPULAN ......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah pungutan yang dilaksanakan pemerintah kepada


seseorang atau badan berdasarkan Undang-Undang. Hasil pungutan pajak
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran negara dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak
secara langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah
untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang.
Sejak pembaharuan perpajakan, maka sistem, mekanisme, dan tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri
dan corak dalam implementasi pemungutan pajak di Indonesia yang menganut
sistem self assessment. Dalam sistem self assessment wajib pajak diberi
kepercayaan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan
berdasarkan ketentuan perpajakan. Salah satu kewajiban wajib pajak adalah
kewajiban mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) ataupun Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan
kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
Masalah pendaftaran dan penghapusan NPWP ataupun NPPKP,
pengukuhan dan pencabutan PKP, serta pembukuan, spencatatan, penyetoran,
dan pelaporan pajak sangat menarik untuk ditulis karena merupakan sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Berdasarkan
masalah tersebut, makalah ini akan membahas bagaimanakah tata cara

1
pendaftaran dan penghapusan NPWP, pengukuhan dan pencabutan PKP, serta
tata cara pembukuan, pencatatan, penyetoran, dan pelaporan pajak.

B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup yang menjadi sasaran dalam
makalah ini, maka perlu diadakan rumusan masalah. Berikut rumusan masalah
tersebut:
1. Apa pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang
menyangkut di dalamnya?
2. Apa pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan hal-hal yang
menyangkut di dalamnya?
3. Apa pengertian pembukuan dan pencatatan pada pajak? Serta bagaimana
tata caranya?
4. Apa pengertian penyetoran dan pelaporan pada pajak? Serta bagaimana
tata caranya?
5. Mengapa diperlukan penyetoran dan pelaporan terhadap pajak?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui siapa saja yang wajib mendaftar NPWP serta kewajiban yang
harus di laksanakan jika sudah memiliki NPWP
2. Mengetahui apa itu PKP dan hal-hal yang menyangkut didalamnya
3. Mengetahui prosedur pembukuan dan pencatatan pajak
4. Mengetahui prosedur penyetoran dan pelaporan pajak

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akhir-akhir ini memang sedang
gencar diberitakan oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendera, baik
melalui media cetak ataupun elektronik. Dirjen Pajak selalu berusaha untuk
mensosialisasikan supaya semua rakyat Indonesia yang sudah mempunyai
penghasilan untuk mempunyai NPWP.
Menurut buku yang saya baca, ada beberapa pengertian dari NPWP
yang selebihnya sama, yaitu :
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dan Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
NPWP adalah nomor identitas wajib pajak sebagai sarana administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

a. UU No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-


Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-150/PJ/1999 ; tentang


Perubahan KEP -27/PJ/1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan

3
Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak
dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000 tanggal 4


Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak
Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.

d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-516/PJ/2000 tanggal 4


Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP,
serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak.

e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-161/PJ/2001 tanggal 21


Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor
Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.

f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-525PJ/2000 tanggal 6


Desember 2000 tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya
Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak.

g. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-167/PJ/2003 tentang


Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-
515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu
dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu.

Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Menurut pengertian di atas dan beberapa buku yang saya baca, fungsi
NPWP adalah :

a. Sebagai tanda pengenal

4
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.
c. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak sehingga kepada setiap
wajib pajak hanya diberikan satu nomor wajib pajak.
d. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan, misalnya dalam Surat
Setoran Pajak .
e. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang
diwajibkan, misalnya, dokumen impor (PIB) dan dokumen ekspor (PEB),
pinjaman kredit bank dan lain-lain.
f. Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan.

Manfaat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Manfaat memiliki NPWP adalah kemudahan dan menjadi salah satu


syarat dalam berbagai proses administrasi seperti di bank dan pos. beberapa
dokumen penting memasukkan nomor npwp kedlam list syarat
pembuatannya. dan jika tidak memiliki npwp, anda bisa jadi tidak
diperkenankan untuk membuat dokumen-dokumen ini. untuk dokumen yang
pembuatannya membutuhkan npwp, ini dia diantaranya :

 Kredit di Bank
 Rekening Koran
 Pembuatan SIUP
 Administrasi Pajak Final
 Paspor

Manfaat NPWP tentu adalah kemudahan dalam pengurusan segala


jenis perpajakan. Ada berbagai keuntungan bagi Wajib Pajak yang memiliki
NPWP, segeralah mendaftar dan pengurusan pajak anda pun akan jauh lebih
mudah. Dibawah ini adalah penjelasan mengenai beberapa hal yang akan
lebih dimudahkan yaitu ketika:

5
 Mengurus Restitusi Pajak
 Mengajukan Pengurangan untuk pembayaran pajak
 Melaporkan jumlah pajak yang harus dibayarkan
 Menyetor pajak penghasilan

Pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak


diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan


objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak dan kepada wajib pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pendaftaran NPWP harus memenuhi persyaratan Subjektif. Dimana
persyaratan subjektif adalah, persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak penghasilan tahun 1984
dan perubahannya.
Selain persyaratan subjektif dalam Pendaftaran NPWP, harus juga
memenuhi syarat objektif. Syarat objektif adalah persyaratan bagi subjek
pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan pungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
pajak penghasilan 1984 dan perubahannya.
Jadi dapat saya simpulkan bahwa setiap rakyat Indonesia yang sudah
mempunyai penghasilan, wajib hukumnya untuk mempunyai NPWP (Nomor
Pokok Wajib Kendaraan)
Tempat pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan pada kantor
Direktur Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan
yang meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan oleh wajib pajak atau
perorangan tertentu.

6
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan apabila
wajib pajak yang telah memenuhin persyaratan subjektif dan objektif secara
sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban
Perpajakan untuk wajib pajak yang diterbitkan NPWP secara jabatan dimulai
sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan Undang-Undang perpajakan, paling lama 5 tahun sebelum
diterbitkannya NPWP.

Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Ada tiga saluran yang bisa dipilih untuk dapat memperoleh NPWP

1. Pendaftaran langsung
 Untuk panduan penggunaan Aplikasi e-Registration dapat dilihat
pada halaman situs Aplikasi e-Registration
 Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak melalui apikasi e-Registration harus mengirimkan
dokumen yang disyaratkan di atas, ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak
 Pengiriman dokumen yang diisyaratkan dapat dilakukan dengan
cara menggunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen
melalui aplikasi e-Registration atau mengirimkan dengan
menggunakan surat pengiriman dokumen yang telah
ditandatangani.
 Dokumen-dokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah penyampaian permohonan pendaftaran secara
elektronik, maka permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
Jadi, pastikan dokumen yang diisyaratkan telah diterima KPP
sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja.
 Apabila dokumen yang diisyaratkan ini telah diterima secara
lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara
Elektronik.

7
 Terhadap permohonan pendaftaran NPWP yang telah diberikan
Bukti Penerimaan Surat, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Kartu
NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar paling lambat 1 (satu) hari
kerja setelah Bukti Penerimaan surat diterbitkan
 Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar disampaikan kepada
Wajib Pajak melalui pos tercatat.
 Jadi pastikan alamat yang dicantumkan pada Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak adalah benar dan lengkap.

2. Secara tidak langsung

Sistem e-Regitration sendiri sudah diatur dalam PER-24/PJ/2009, yaitu :

a. Sistem e-Registration adalah sistem pendaftaran Wajib Pajak


dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan perubahan data
Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak melalui internet yang
terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal
Pajak.
b. Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS) adalah surat
keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui Sistem e-
Registration yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar
pada Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang berisikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan identitas lainnya serta kewajiban
perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara.
c. Surat Keterangan Terdaftar (SKT) adalah surat keterangan yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan
bahwa Wajib Pajak terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tertentu
yang berisikan antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
d. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) adalah surat
yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang berisikan
identitas kewajiban perpajakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

8
e. Account adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk dapat mengakses
Sistem e-Registration.
f. Username adalah identitas Wajib Pajak yang unik berupa huruf
atau angka atau gabungan keduanya untuk mengakses account
Wajib Pajak pada Sistem e-Registration.
g. Password adalah kata kunci yang hanya diketahui oleh Wajib Pajak
untuk memperoleh otoritas atas account yang diakses yang
sekurang-kurangnya terdiri atas 6 (enam) digit berupa huruf atau
angka atau gabungan keduanya.
h. Login adalah proses untuk mengakses Sistem e-Registration
dengan menggunakan username dan password.
i. Logout adalah proses untuk keluar dari Sistem e-Registration
dengan cara yang telah ditentukan sehingga data pengakses tetap
terjamin kerahasiaan dan keamanannya.
j. E-mail address adalah alamat elektronik yang dimiliki oleh Wajib
Pajak untuk menerima informasi elektronik hasil proses yang
berkaitan dengan Sistem e- Registration.
k. Notifikasi adalah pemberitahuan mengenai status permohonan
Wajib Pajak dalam Sistem e- Registration.
l. Permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan cara
mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak yang dibangkitkan oleh
Sistem e-Registration yang memiliki bentuk dan isi standar dan
digunakan oleh Wajib Pajak dalam melakukan pendaftaran melalui
Sistem e-Registration.
m. Permohonan Pengukuhan Pengusaha kena Pajak (PKP) adalah
permohonan yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
dengan cara mengisi Formulir Permohonan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (PKP) yang dibangkitkan oleh Sistem e-Registration
yang memiliki bentuk dan isi standar dan digunakan oleh

9
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam melakukan pengukuhan
melalui Sistem e- Registration.
n. Permohonan perubahan data adalah permohonan yang dibuat
oleh Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak (PKP)
dengan cara mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data
Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Perubahan Data
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dibangkitkan oleh Sistem e-
Registration yang memiliki bentuk dan isi standar dan
digunakan oleh Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dalam melakukan perubahan data melalui Sistem e-
Registration.

Sanksi Tidak Mendaftarkan Diri NPWP

Jika seseorang tidat taat pajak, semisal sengaja untuk tidak


mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau
menyalahgunakannya dan menggunakannya tanpa hak NPWP, maka orang
tersebut akan mendapatkan sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang bayar, pidana
tersebut akan menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan
lagi dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun. Karena hal ini sudah merugikan
pendapatan Negara.

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari


administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Penghapusan Nomor Pokok Wajib
Pajak dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak apabila :

a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh wajib pajak dan/atau ahli


warisnya apabila wajib pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif

10
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. Wajib pajak badan likuidasi (telah dilakukan pembubaran) karena
penghentian atau penggabungan usaha.
c. Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dalam hal suami
dan wanita tersebut telah terdaftar sebagai wajib pajak.
d. Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia.
e. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP
dari wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Direktur Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus


memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak) dalam jangka waktu 6 bulan untuk wajib pajak badan, maka
dimulai sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka
waktu sebagaimana telah ditentukan lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP pajak dianggap
dikabulkan.

Format Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama


merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutmya merupakan
Kode Administrasi Perpajakan. Formatnya adalah sebagai berikut:
XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX

11
B. PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannnya menghasilkan barang, mengimpor
barang,mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan , memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya.

Kewajiban Melaporkan Usahanya Sebagai Pengusaha Kena Pajak


(PKP)

Sebagaimana telah dinyatakan dalam pembahasan kewajiban


mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP tersebut di atas, maka untuk
mewujudkan hukum pajak yang harus mengabdi kepada keadilan, termasuk
maxim pertama, asas equality dan equity, di mana negara tidak diperbolehkan
mengadakan diskriminasi, dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) ditegaskan pula bahwa : Setiap
Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib
melaporkanusahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
Dengan demikian kepada setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang
dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPn BM), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi
PKP, maka negara melalui UUKUP telah berupaya mewujudkan hukum
pajak yang harus mengabdi kepada keadilan, termasuk asas equality dan

12
equity, di mana negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi, karena
setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha diperlakukan sama tidak ada
diskriminasi yaitu sama wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.

Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Fungsi pengukuhan PKP selain dipergunakan untuk mengetahui
identitas PKP yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Tempat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib
melaporkan usahanya untuk dilakukan sebagai PKP pada :
1. Kantor Direktorat Jenderal Pajak
2. Kantor Pelayanan Pajak selain Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
a) WP badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan
usaha.
b) WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
c) Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan
NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukaN
apabila PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain,
bubar, atau sudah tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai PKP, PKP

13
telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat
lain, dan PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP.
Surat keputusan mengenai Pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu 6 (enam)bulan berakhir apabila Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak telah dianggap dikabulkan.

Sanksi Tidak Melaporkan PKP


Sanksi dalam hal ini sama dengan sanksi seseorang yang
melalaikan pembuatan NPWP, untuk seseorang yang sengaja tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
atau menyalahgunakan dan menggunakan tanpa hak Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak juga akan mendapatkan sanksi berupa pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yg tidak
atau kurang bayar, pidana tersebut akan menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana
apabila seseorang melakukan lagi dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun.
Karena hal ini sudah merugikan pendapatan Negara.

14
C. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
1. Pembukuan
Pasal 1 angka 29 UU KUP menegaskan pengertian pembukuan yaitu:
Proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan atau jasa, barang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak
tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat saya simpulkan, bahwa
pembukuan merupakan proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi tentang :
a. Keadaan harta
b. Kewajiban atau utang
c. Modal
d. Penghasilan dan biaya
e. Harga perolehan dan penyerahan barang / jasa yang
 Terutang pajak pertambahan nilai (PPN)
 Tidak terutang PPN
 Dikenakan PPN dengan tarif 0%
 Dikenakan pajak penjualan atas barang mewah
Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak.
Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:
a. Wajib pajak (WP) badan
b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan/ pekerjaan bebas
(dengan peredaran bruto di atas 1,8 miliar rupiah setahun)
Jadi apabila kedua subjek pajak tersebut tidak melakukan
pembukuan maka Berdasarkan UU no. 28 tahun 2007 pasal 39 ayat 1
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan mengatakan bahwa
“Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan

15
atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau meminjamkan
buku,catatan atau dokumen lain” maka sanksinya Pidana penjara paling
singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit
dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar paling
banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar
2. Pencatatan
Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang
peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Ketentuan Umum Pembukuan Dan Pencatatan


o Ketentuan Umum Pembukuan
Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor
28 tahun 2007, yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:
 Wajib Pajak (WP) Badan
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atas
pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp
4.800.000.000,00.
Sedangkan yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal
28 ayat 2 UU KUP adalah:
 WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang
diperbolehkan meghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto.
 WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
o Ketentuan Umum Pencatatan
Adapun yang wajib menyelenggarakan pencatatan yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau
pekerjaan bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari

16
Rp 4.800.000.000,00 dapat menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat
memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

Syarat - Syarat Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan


1. Syarat Pembukuan
Adapun syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan adalah sebagai
berikut :
 Diselenggarakan dengan memeperhatikan itikad baik yang
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
 Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin,
angka arab satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinka oleh Menteri
Keuangan
 Diselenggarakan dengan prinsip taat azas dengan stelsel akrual
atau stelsel kas
 Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain rupiah, dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah
mendapat izin Menteri Keuangan
 Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak
 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harga, kewajiban
 Modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang
 Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan

17
atau usaha pekerjaan bebas Wajib Pajak wajib disimpan selama 10
tahun.

2. Syarat Pencatatan
Syarat-syarat penyelenggaraan pencatatan adalah:
 Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan
keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka
Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia
 Pencatatan dalam suatu tahun harus diselenggarakan secara
kronologis
 Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus
disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun
 Pencatatan harus dapat menggambarkan anatara lain
 Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan
bruto yang diterima dan/atau diperoleh
 Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final.

Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan Dan Pencatatan


Tujuannya adalah untuk mempermudah :
 Pengisian SPT
 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
 Penghitungan PPN dan PPnBM
 Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan
dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

Pengecualian Pembukuan Dan Pencatatan


Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan dan melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi

18
yang tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.

Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah


Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan dalam rangka :
 Penanaman Modal Asing
 Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain
pertambangan minyak dan gas bumi
 Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas
bumi
 Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait
 Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian
maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri
 Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana
dalam denomina satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dan
telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dan Badan Pengawas Pasar ModalLembaga Keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar
modal atau
 Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk
luar negeri yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang
dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company)
di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa.
Izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dapat diperoleh Wajib Pajak

19
dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah,
paling lambat 3 (tiga) bulan:
a) Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat
tersebut dimulai atau
b) Sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak pertama.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan
keputusan atas permohonan Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak
permohonan dari Wajib Pajak diterima secara lengkap. Apabila jangka
waktu telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan
keputusan maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor
Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian
izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat. Bagi Wajib Pajak
yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika
Serikat, berlaku ketentuan konversi ke satuan mata uang Dolar Amerika
Serikat sebagai berikut:
1. Pada Awal Tahun Buku
Pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Nearca akhir
tahun buku sebelumnya (dalam satuan mata uang Rupiah) yang
dikonversikan ke satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs :
a. Untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun meenggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat
perolehan harta tersebut
b. Untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta
sebagaimana dimaksud pada huruf (a) menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut

20
c. Untuk harta ainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya,
berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan
secara taat azas
d. Jika terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan
nilai historis, atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam satuan
mata uang Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saaat dilakukannya revaluasi
e. Untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalamsatuan mata uang
Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam
satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan
kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku
sebelumnya, yakni kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan
system pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat azas
f. Untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi
g. Dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat
konversi dari satuan mata uang Rupiah ke satuan mata uang
Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
sampai dengan huruf (e) maka selisih laba atau rugi tersebut
dibebankan pada rekening laba ditahan.
2. Dalam tahun berjalan
a. Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang
Dolar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan
dokumen transaksi yang bersangkutan
b. Untuk transaksi baik dalam negeri maupun luar negeri, yang
menggunakan satuan mata uang selain Dolar Amerika Serikat,
dikonversikan ke satuan mata uang Dolar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat
terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut:

21
Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang
berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yng diketahui dari
transaksi tersebut
Apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang
berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs tengah Bank
Indonesia yang berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut yang dilakukan secara taat azas.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan
atas izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika
Serikat dengan syarat disampaikan secara tertulis kepada Direktur
Jendral Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku
berakhir dan mengemukakan alasan pencabutan sesuai dengan
kondisi sebenarnya.

Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan


Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas,
yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal
penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau
akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan.
Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan
syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum
dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan
yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari
perubahan tersebut. Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan
perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode
dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan
penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu
sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan
penyusunan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

22
Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program online
wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat
kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat
kedudukan Wajib Pajak Orang Badan. Perubahan tahun buku dan metode
Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku,
harus mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak.

Sanksi Pidana
Pasal 39 Undang-Undang KUP, yaitu barang siapa dengan sengaja:
1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak
memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lainny atau
3. Tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
secara program aplikasi online di Indonesia.
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang bayar.

23
D. PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK
Pembayaran dan pelaporan Pajak dapat dilakukan dengan
menggunakan fasilitas sisiem pembayaran online, dilaksanakan melalui Teller
Bank Persepsi/Devisa Persepsi online atau menggunakan fasilitas alat
transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/ Devisa Persepsi online.

Cara pembayaran Melalui Teller Bank :


1. Wajib Pajak (WP) mendatangi teller Bank dengan membawa Surat
Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi secara lengkap dan benar atau
data yang lengkap dan benar tentang
 Nomor Pokok Wajib Pajak.
 Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sesuai dengan jenis
pajak yang akan dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku
Petunjuk Pengisian SSP.
 Kode Jenis Setoran (KJS) sesuai dengan jenis setoran pajak
yang akan dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk
Pengisian SSP (pada kolom pertama tabel MAP yang
bersangkutan).
 Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, atau STP yang akan dibayar ( hanya diisi apabila
pembayaran dilakukan untuk melunasi SKPKB, SKPKBT, atau
STP).
 Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang
akan dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan
08-2002. Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan, setelah
kode jenis setoran diisi dengan 200 maka bulan dalam masa
pajak akan terisi 00 sehingga WP hanya tinggal mengisi empat
digit tahun pajak.
 Alat Pembayaran senilai Pajak yang akan dibayarkan.
2. WP menyampaikan SSP yang telah diisi secara lengkap dan benar atau
Data yang lengkap dan benar serta alat pembayaran sebagaimana

24
dimaksud dalam angka 1 huruf a dan b diatas kepada Teller Bank
Persepsi/Devisa Persepsi Online.
3. WP menjawab kebenaran identitas WP tentang Nama WP dan Alamat
WP.
4. WP menerima Kembali SSP yang telah disahkan dengan tanda tangan
petugas teller dan cap Bank serta diberi Nomor Transaksi Pembayaran
Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB), dan atau SSP
yang dicetak oleh Bank yang telah diberi NTPP dan atau NTB dari
Teller.
5. WP memeriksa kebenaran SSP yang diterima dari Teller.
6. WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Cara Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Alat Transaksi Bank


(misalnya ATM dan Internet Banking)
1) WP mendatangi alat transaksi bank dengan membawa data yang
lengkap dan benar tentang:
 Nomor Pokok Wajib Pajak.
 Kode Mata Anggaran Penerimaan sesuai dengan jenis pajak
yang akan dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk
Pengisian SSP (pada keterangan diatas setiap tabel).
 Kode Jenis Setoran sesuai dengan jenis setoran pajak yang
dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian
SSP (pada kolom pertama tabel MAP yang bersangkutan)
 Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, atau STP yang akan dibayar (hanya diisi apabila
pembayaran digunakan untuk melunasi SKPKB, SKPKBT,
atau STP).
 Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak
yang akan dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi
dengan 08-2002. Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan,
setelah kode jenis setoran diisi dengan 200 maka bulan dalam

25
masa pajak akan terisi 00 sehingga WP hanya tinggal
mengisi empat digit tahun pajak.
2) WP membuka menu Pembayaran Pajak.
3) WP mengisi elemen dalam tampilan dengan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 diatas secara tepat, lengkap dan benar.
4) WP meneliti Identitas WP yang terdiri dari nama dan Alamat WP
yang muncul pada tampilan. Apabila Identitas WP yang terdiri dari
nama dan Alamat WP pada tampilan tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya, maka proses berikutnya harus dibatalkan dan kembali
kepada menu sebelumnya untuk mengulang pemasukan data yang
diperlukan.
5) WP mengisi elemen data lainnya yang diperlukan dalam tampilan
berikutnya secara tepat.
6) WP mengambil SSP hasil keluaran fasilitas alat transaksi Bank.
7) WP memeriksa kebenaran SSP yang diperoleh.
8) WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Cash Management Service


(CMS).
Pembayaran melalui CMS dilakukan sesuai dengan kesepakatan
antara Bank dan nasabah (Wajib Pajak) sepanjang sistem yang menangani
jenis pelayanan ini terhubung secara online dengan Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak.

Syarat-Syarat dalam Pembayaran dan Pelaporan Pajak


Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila
terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan
pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
o Pemungutan pajak harus adil

26
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
 Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
 Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi
syarat sebagai wajib pajak.
 Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
o Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan
pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-
Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU
tentang pajak, yaitu:
1) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
2) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum.
3) Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.
o Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
o Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak
harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

27
o Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan
pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:
1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (pribadi)

Fungsi dan Manfaat Pembayaran dan Pelaporan Pajak


A. FUNGSI
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
o Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-
tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

28
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
o Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring
penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
o Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasidapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
o Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. MANFAAT
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan
dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan
negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat
dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan
sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang

29
berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap
warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia,
menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya
dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas
bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat
dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan. Secara singkat pajak dimanfaatkan untuk mendanai:
 Pembangunan fasilitas dan infrastruktur
 Alokasi Dana Umum
 Pemilihan Umum ( PEMILU)
 Penegakan hukum
 Subsidi pangan dan BBM
 Pelayanan Kesehatan
 Pendidikan
 Pertahanan dan Keamanan
 Kelestarian lingkungan hidup
 Kelestarian budaya
 Transportasi massal

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak


Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
80/PMK.03/2010, batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak diatur
sebagai berikut:
Penyetoran Pajak
a. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak
Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.

30
b. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
c. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
d. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
e. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
f. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
g. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
h. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan
PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
i. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang
dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor
dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan
pemungutan pajak.
j. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan
barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah,

31
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
k. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh
Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
l. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak
badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
m. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor
oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus
disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
n. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor
paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
o. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus

32
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
p. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang
KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa
Pajak terakhir.
q. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak
dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.

Pelaporan Pajak
1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran
pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
i) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM
yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan
ayat (13a), serta Pasal 2A, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
ii) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dengan menggunakan lembar ketiga
Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya

33
meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
iii) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13a) dengan menggunakan lembar
ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
saat terutangnya pajak.
2. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib
melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari
kerja terakhir minggu berikutnya
3. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib
melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
a. Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM
yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(14) dan ayat (15) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut
PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
4. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat(16) dan ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak
terakhir.

Sanksi yang Diberikan Jika Wajib Pajak Belum Melakukan Pembayaran


dan Pelaporan Pajak
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting
karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system
dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini,

34
Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan
melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik,
maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi
peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat
tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah
menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang
berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur
pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka
ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut
adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami
sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari
apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan
gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak
dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis
sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya. Ada 2 macam Sanksi
perpajakan, yaitu:

1. Sanksi Administrasi
Terdiri dari:
a. Sanksi Administrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan
dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar
jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka
perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda
ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai
sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.
Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat

35
menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda,
dan besarnya denda.
b. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga
itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa
dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya
menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga
dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang
tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar
sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat
ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat
ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah
sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu)
bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan
penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih Jelas
mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan
penghitungan besarnya bunga dalam pajak.

c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan


Jika dilihat dari bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa
kenaikan menjadi sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini
karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar
WP bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya
dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak
kurang dibayar.

36
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan diberlakukan karena
Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan
dalam menghitung jumlah pajak terutang.

2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.
Dalam perpajakan juga terdapat sanksi pidana. UU KUP menyatakan
bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir
untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam
pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang
baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai
sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU
KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan
tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak
pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-
hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak
kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban
pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun
pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan

37
dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah
pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi
pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak
format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi
pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa
denda, walaupun tidak selalu ada.

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak


Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi
apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak
punya hutang pajak lain.
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar
lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang:
i. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke
Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat WP terdaftar atau berdomisili.
ii. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam
hal:
a. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang.
b. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah
pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak

38
Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak
yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

39
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap orang pribadi atau badan yang termasuk kedalam wajib pajak. Kewajiban
ini sangat ditekankan seiring dengan gencarnya sosialiasi pajak melalui berbagai
media. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajk juga semakin
menunjukkan keserisannya mengenai perpajakan. Hal ini terbukti dengan adanya
perbaikan-perbaikan system perpapajakan beberapa tahun ini.
Berdasarkan Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 tahun 2008
yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminatif tariff, dimana wajib pajak
orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.

40
DAFTAR PUSTAKA

 Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. 2009. Perpajakan Indonesia


(Konsep, Aplikasi, dan Penutupan Praktis). Yogyakarta: CV Andi Offset
 Mardiasmo. 2011. Perpajakan (Edisi Revisi Tahun 2011). Yogyakarta: CV
Andi Offset.
 Erly,Suandy.2016. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba 4
 Siti,Resmi. 2013. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba 4
 https://www.pajak.go.id/id/peraturan-menteri-keuangan-nomor-
231pmk032019
 Siti Resmi.Perpajakan Teori dan Kasus Buku 1 Edisi 2. Jakarta: Salemba
4
 UU KUP 2017
 Dr.Siti Kurnia,Rahayu.Perpajakan Konsep dan Aspek Formal. Penerbit:
Rekayasa Sains
 Prof.Dr.Mardiasmo,MBA.,Ak. Perpajakan Edisi Terbaru 2018
 Waluyo. Perpajakan Indonesia Edisi 12 Buku 1. Penerbit: Salemba 4
 UU KUP28/2007
 PMK-20/PMK.03/2008 JANGKA WAKTU PELAPORAN DAN
PENDAFTARAN KEG. USAHA

41

Anda mungkin juga menyukai