Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH FARMAKOTERAPI

(SARAF, RENAL, KARDIOVASKULER DAN ENDOKRIN)

“KANKER SERVIKS”

Disusun Oleh:
Kelompok VII

Berliana Putri Perdana (0432950717010)


Cindy Carlina (0432950717012)
Melinda Anggraeni (0432950717027)
Nur Ayu Ani Assadiyah (0432950717033)
Szalszabilla Rahayu (0432950717046)

PROGRAM STUDI S1. FARMASI

STIKES BANI SALEH KOTA BEKASI

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya,
sebagaimana yang kami harapkan.
Walaupun dalam penyusunan tugas ini kami telah berusaha semaksimal mungkin.
Namun kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyusunan tugas ini selalu kami harapkan.
Dengan terselesaikannya pembuatan tugas ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak dan berbagai literature. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Fajar Amirullah., M.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing dan
pengajar mata kuliah Farmakoterapi : Saraf, Renal, Kardiovaskuler dan Endokrin, serta
semua pihak yang telah memberi bantuan kepada kami, sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik. Semoga bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Amin.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri kami dan semua pihak
yang bersangkutan. Amin.

Bekasi, 22 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... 2


Daftar Isi ............................................................................................................................ 3
Bab I : Pendahuluan ............................................................................................................ 4
I. Latar Belakang ................................................................................................. 4
II. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
III. Tujuan .............................................................................................................. 5
BAB II : Pembahasan ......................................................................................................... 6
I. Definisi Kanker ............................................................................................... 6
II. Definisi Kanker Serviks ................................................................................... 6
III. Epidemiologi .................................................................................................... 7
IV. Etiologi ............................................................................................................. 8
V. Tanda-tanda Terkena Kanker Serviks .............................................................. 9
VI. Stadium Kanker Serviks................................................................................... 10
VII. Terapi Kanker Serviks ..................................................................................... 13
VIII. Premedikasi ...................................................................................................... 20
IX. Terapi Alternatif ............................................................................................... 23
X. Pencegahan Kanker Serviks ............................................................................. 26
BAB III : Penutup .............................................................................................................. 29
Kesimpulan ........................................................................................................................ 29
Saran ................................................................................................................................... 29
Daftar Pustaka .................................................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal atau proliferasi sel-sel yang
tidak dapat diatur. Tingkat poliferasi antara sel kanker berbeda beda antara satu dengan
yang lainnya. Perbedaan sel kanker dengan sel normal terletak pada sifat sel kanker
yang tidak pernah berhenti membelah. Kanker merupakan suatu kegagalan
morfogenesis normal dan dan kegagalan difrensiasi normal, artinya pertumbuhan
kanker tidak dapat dikendalikan dan tidak pernah memperoleh struktur normal serta
fungsi khas jaringan tempat sel kanker tumbuh. Menurut Guyton, Arthur C.,Kanker
merupakan suatu penyakit yang menyerang proses dasar kehidupan sel, yang hampir
semuanya menambah genom sel (komplemen genetik total sel) serta mengakibatkan
pertumbuhan liar dan penyebaran sel kanker.
Penyebab perubahan genom ini adalah mutasi (perubahan) salah satu gen atau
lebih; atau mutasi sebagian besar segmen utas DNA yang mengandung banyak gen;
atau pada beberapa keadaan penambahan atau pengurangan sebagian besar segmen
kromosom. Setiap kanker mulai dengan sebuah sel. Kejadian apapun yang mengalihkan
sebuah sel normal menjadi sebuah sebuah sel kanker. Sel kanker tidak menyerang
massa sel, maskipun pada stadium akhir kanker, badan dapat mengandung berbiliun sel
kanker dan semuanya itu adalah keturunan sebuah sel pendahulunya. Jadi semua sel
kanker metastis maupun pada tumor merupakan sebuah klon.
Pada makalah ini kami akan membahas tentang Kanker Serviks. Kanker serviks
adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah
rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Sampai saat ini kanker serviks
masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan
angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks yang tinggi. Keterlambatan
diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang
rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari
penderita.

4
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kanker?
2. Apa yang dimaksud dengan Kanker Serviks?
3. Apa tanda – tanda terkena Kanker Serviks?
4. Apa saja stadium dari Kanker Serviks dan perkembangannya?
5. Apa saja terapi yang diberikan untuk pengobatan Kanker Serviks?
6. Bagaimana cara mencegah kanker serviks?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Kanker.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Kanker Serviks.
3. Untuk mengetahui tanda – tanda terkena Kanker Serviks.
4. Untuk mengetahui stadium dari Kanker Serviks dan perkembangannya.
5. Untuk mengetahui terapi yang diberikan untuk pengobatan Kanker Serviks.
6. Untuk mengetahui cara mencegah kanker serviks

5
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi Kanker
Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak
terkendali dan penyebaran sel yang abnormal atau proliferasi sel. Jika penyebaran tidak
terkendali dapat menyebabkan kematian (ACS, 2013). Tingkat poliferasi antara sel
kanker berbeda beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan sel kanker dengan sel
normal terletak pada sifat sel kanker yang tidak pernah berhenti membelah. Kanker
merupakan suatu kegagalan morfogenesis normal dan dan kegagalan difrensiasi
normal, artinya pertumbuhan kanker tidak dapat dikendalikan dan tidak pernah
memperoleh struktur normal serta fungsi khas jaringan tempat sel kanker tumbuh.
Setiap kanker mulai dengan sebuah sel. Kejadian apapun yang mengalihkan sebuah sel
normal menjadi sebuah sebuah sel kanker. Sel kanker tidak menyerang massa sel,
maskipun pada stadium akhir kanker, badan dapat mengandung berbiliun sel kanker
dan semuanya itu adalah keturunan sebuah sel pendahulunya. Sifat sel kanker adalah :
1. Bentuk dan struktur sel bermacam-macam (polymorph)
2. Tumbuh autonom
3. Mendesak dan merusak sel-sel normal disekitarnya
4. Dapat bergerak sendiri (amoeboid)
5. Tidak mengenal koordinasi dan batas-batas kewajaran.
6. Tidak menjalankan fungsinya dengan normal

II. Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada sel
yang melapisi serviks. Ini adalah kanker pada organ reproduksi wanita yang paling
umum. Serviks adalah bagian bawah dari rahim yang menghubungkan rahim ke vagina.
Sel kanker biasanya dimulai dari permukaan serviks.

6
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari
kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju kedalam rahim. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
penulis dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang
abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.

III. Epidemiologi
Kasus kanker serviks 1ebih banyak terjadi di negara-negara berkembang
dibandingkan negara maju. Menurut laporan World Health Organization (WHO), ada
sekitar 466.000 kasus per tahun di se1uruh dunia terutama di negara berkembang dan
diperkirakan sekitar 231.000 orang meningga1 setiap tahun. Kasus kanker serviks di
Amerika Serikat (AS) pada 2007 mencapai 11.150 orang penderita dan 3.670 di
antaranya meningga1 dunia. Di Indonesia, kasus kanker serviks termasuk ke da1am
kasus kanker terbanyak yang menyerang kaum perempuan. Data yang dikumpulkan
berdasarkanjumlah pasien rawat jalan untuk kasus barn per tahun dari Rumah Sakit
Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, ada 147 kasus (17%) dari total 859 kasus kanker
pada 2002 dan 192 kasus (19%) dari total 859 kasus kanker pada 2003. Kasus kanker
serviks menempati urutan kedua sete1ah kanker payudara dari 10 kasus kanker
terbanyak di RSKD. (Tjindarbumi D, 2002)
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus.
Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital,
dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden
dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan
sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita
usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang. Berdasarkan GLOBOCAN
2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7 secara global dalam segi angka kejadian
(urutan ke urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai
penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas
akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker
serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi
Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. (ESGO, 2011)

7
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sector pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu, peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama
dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang
terlibat.

IV. Etiologi
Penyebab utama dari kanker serviks adalah virus. Virus ini dikenal dengan nama
Human Papiloma Virus (HPV). Mutagen ini pada umumnya berasal dari agen- agen
yang ditularkan melalui melalui hubungan seksual seperti HPV dan Herpes Simplex
Virus Tipe 2 (HSV 2). Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa HPV sebagai
penyebab neoplasia serviks al adalah karsinogen pada kanker serviks sudah dimulai
sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks
yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. (Rasjidi, 2009)

Kanker dimulai ketika sel pada suatu bagian tubuh berkembang diluar kendali.
Pertumbuhan sel kanker berbeda dengan pertumbuhan sel normal. Ketika sel normal
mati, sel kanker terus tumbuh dan membentuk jaringan sel abnormal yang baru. Sel
kanker juga dapat menyerang atau tumbuh pada jaringan yang lain. (ACS, 2012)
Ada beberapa jenis tipe HPV yang menyebabkan kanker serviks , yaitu HPV tipe
6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16
dan 18 dihubungkan dengan displasia berat yang jarang rgresi dan seringkali progrsif
menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang
menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS).
Penyebab terjadinya Kanker :
1. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
2. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 17 tahun) dan
berganti - ganti pasangan seksual
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara lesi prakanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual pada usia dini,
khususnya sebelum umur 17 tahun. Hal ini diduga ada hubungan dengan belum
matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos, Frekuensi
hubungan seksual berpengaruh terhadap lebih tingginya resiko pada usia, tetapi

8
tidak pada kelompok usia lebih tua. Jumlah pasangan seksual menimbulkan
konsep pria beresiko tinggi sebagai vektor yang dapat menimbulkan infeksi yang
berkaitan dengan penyakit hubungan seksual. Terjadinya perubahan pada sel
leher rahim pada wanita yang sering berganti – ganti pasangan, penyebabnya
adalah sering terendamnya sperma dengan kadar PH yang berbeda – beda
sehingga dapat mengakibatkan perubahan dari dysplasia menjadi kanker.
3. Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia
18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang
menderita kanker serviks
4. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran
6. Pemakaian Pil KB
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko
relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai
dengan lamanya pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun
8. Defisiensi Gizi
Terjadinya peningkatan dysplasia ringan dan sedang yang berhubungan
dengan defisiensi zat gizi seperti beta karoten, vitamin A dan asam folat. Banyak
mengkonsumsi sayuran dan buah yang mengandung bahan – bahan antioksidan
seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat
berkhasiat untuk mencegah terjadinya kanker. Dari beberapa penelitian
melaporkan defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karoten
atau retinol dapat meningkatkan resiko kanker serviks.
9. Golongan ekonomi lemah
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara
rutin dan pendidikan yang rendah.
10. Ibu atau saudara kandung yang menderita kanker leher rahim.
11. Hasil pemeriksaan Pap Smear atau IVA sebelumnya dikatakan abnormal.
12. Penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi).

V. Tanda-tanda Terkena Kanker Serviks


1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4. Perdarahan spontan saat defekasi.
5. Perdarahan diantara haid.
9
6. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7. Anemia akibat pendarahan berulang.
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.

VI. Stadium Kanker Serviks


Stadium kanker merupakan faktor untuk menentukan pengobatan dan seberapa
jauh kanker telah menyebar. Sistem yang biasa dipakai untuk memetakan stadium
kanker serviks adalah sistim FIGO (Federation International of Gynecologi and
Obstetric) yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. (NCCN, 2013)
Tabel Klasifikasi stadium kanker serviks berdasar Federation International of
Gynecolog and Obstetric (FIGO)

10
Pada kanker serviks tahap IA1 dan IA2, sekumpulan jumlah sel kanker yang
sangat kecil hanya bisa dilihat dengan mikroskop ditemukan dalam jaringan serviks.
Pada tahap IA1 ,kanker ini tidak lebih dari 3 milimeter dalamnya dan lebar tidak lebih
dari 7 milimeter. Pada tahap IA2 , kanker ini lebih dari 3 mm tetapi tidak lebih dari 5
milimeter dalamnya dan tidak lebih dari 7 milimeter lebar. (Gambar 1)

Gambar 1. Kanker Serviks Stadium IA1 dan IA2 (NCI, 2015)

Pada kanker serviks stadium IB1 kanker hanya dapat dilihat dengan mikroskop
dan lebih dari 5 mm mendalam dan lebih dari 7 mm lebar atau kanker dapat dilihat
tanpa mikroskop dan 4 cm atau lebih kecil. Pada stadium IB2, kanker lebih besar dari 4
cm. (Gambar 2)

Gambar 2. Kanker serviks stadium IB1 dan IB2 (NCI, 2015)

Stadium II kanker serviks. Kanker telah menyebar ke luar leher rahim tetapi tidak
ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Pada tahap IIA1 dan IIA2,
kanker telah menyebar ke luar leher rahim ke vagina. Pada tahap IIA1, tumor dapat
dilihat tanpa mikroskop dan 4 cm atau lebih kecil. Pada tahap IIA2, tumor dapat dilihat
tanpa mikroskop dan lebih besar dari 4 cm. Pada stadium IIB, kanker telah
menyebar ke luar leher rahim ke jaringan di sekitar rahim. (Gambar 3)

11
Gambar 3. Kanker serviks stadium IIA1, IIA2 dan IIB (NCI, 2015)

Stadium IIIA kanker serviks. Kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah
vagina namun tidak ke dinding panggul. (Gambar 4)

Gambar 4. Kanker stadium III (NCI, 2015)

Stadium IIIB kanker serviks. Kanker telah menyebar ke dinding panggul ; dan
atau tumor telah menjadi cukup besar untuk memblokir ureter (saluran yang
menghubungkan ginjal ke kandung kemih). Gambar ini menunjukkan ureter di sebelah
kanan terhalang oleh kanker. Penyumbatan ini bisa menyebabkan ginjal untuk
memperbesar atau berhenti bekerja. (Gambar 5)

Gambar 5. Kanker serviks tahap IIIB (NCI, 2015)

12
Pada stadium IVA, kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih atau rektum. Kanker stadium IV B telah menyebar ke bagian tubuh dari leher
rahim, seperti hati, usus, paru-paru, atau tulang.Kanker telah menyebar ke bagian lain
dari tubuh, seperti hati, paru-paru, tulang, atau kelenjar getah bening. (Gambar 6)

Gambar 6. Stadium IVA (NCI, 2015)

VII. Terapi Kanker


Pola terapi kanker bergantung pada stadium tumor. Keberhasilan terapi kanker
bergantung pada stadiumnya. Semakin dini ditemukan semakin mudah disembuhkan.
Terapi kanker yang dapat dilakukan ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

13
Secara umum, terapi terapi kanker meliputi berbagai cara, mulai dari cara
pembedahan, kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi bertaget molekul
(NCI, 2015).
1. Pembedahan
Bedah (menghapus kanker dalam sebuah operasi) kadang-kadang digunakan
untuk mengobati kanker serviks. Prosedur bedah berikut dapat digunakan :
a. Conization : Suatu prosedur untuk menghapus potongan berbentuk kerucut
pada jaringan dari leher rahim dan cervicalcanal. Seorang ahli patologi
mengamati jaringan di bawah mikroskop untuk mencari sel-sel kanker.
Konisasi dapat digunakan untuk mendiagnosa atau mengobati kondisi
serviks. Prosedur ini juga disebut biopsi kerucut.
b. Histerektomi total : Pembedahan untuk mengangkat rahim, termasuk leher
rahim. Jika rahim dan leher rahim dibawa keluar melalui vagina, operasi ini
disebut histerektomi vaginal. Jika rahim dan leher rahim dibawa keluar
melalui sayatan besar (cut) di perut, operasi ini disebut histerektomi
totalabdominal. Jika rahim dan leher rahim dibawa keluar melalui sayatan
kecil di perut menggunakan laparoskop, operasi ini disebut histerektomi
total laparoskopi.

Gambar Pembedahan pada kanker serviks (NCI, 2015)


Dalam histerektomi total, rahim dan leher rahim akan dihapus. Dalam total
histerektomi dengan salpingo - ooforektomi, (a) rahim ditambah satu
(unilateral) ovarium dan tuba fallopi dihapus ; atau (b) rahim ditambah
keduanya (bilateral) ovarium dan tuba fallopi dihapus. Dalam histerektomi

14
radikal, rahim, leher rahim, kedua ovarium, kedua saluran tuba dan jaringan
di dekatnya akan dihapus. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan
sayatan melintang rendah atau sayatan vertikal.

2. Radiasi
Terapi radiasi adalah perawatan kanker yang menggunakan energi tinggi sinar-
x atau jenis lain radiasi untuk membunuh sel kanker atau menjaga mereka dari
tumbuh. Ada dua jenis terapi radiasi, yaitu:
a. Radiationtherapy eksternal menggunakan mesin di luar tubuh untuk
mengirim radiasi terhadap kanker.
b. Radiationtherapy internal menggunakan unsur radioaktif yang disegel
dalam jarum, biji, kawat, atau kateter yang ditempatkan secara langsung ke
dalam atau dekat kanker.
Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada jenis dan stadium kanker yang
sedang dirawat.

3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk
menghentikan pertumbuhan sel kanker, baik dengan membunuh sel atau dengan
menghentikannya dari membagi. Ketika kemoterapi diambil melalui mulut atau
disuntikkan ke vena atau otot, obat memasuki aliran darah dan dapat mencapai sel
kanker di seluruh tubuh (sistemik kemoterapi). (NCCN, 2013)
Kemoterapi ditujukan untuk terapi kanker yang sudah metastasis atau
kambuhan di luar area radiasi (IB2, IIA, IIB, IIIB dan IVA). Kemoterapi terdiri
atas cisplatin sebagai agen tunggal dan kombinasi dengan agen lainnya. Respon
cisplatin lebih tinggi ketika dalam bentuk kombinasi dengan ifosfamid dan
bleomisin akan tetapi toksisitasnya tinggi. (NCCN, 2013)
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai
target dan efek merusak yang berbeda tergantung pada siklus selnya. Obat
kemoterapi aktif pada saat sel sedang berproliferasi, sehingga target utama
kemoterapi adalah sel tumor yang aktif (Rasjidi, 2009). Menurut American
Cancer Society (2013) siklus sel dibagi menjadi 5 tahap yaitu:
a. Fase G0: sel belum mulai membelah. Sel menghabiskan banyak hidup
mereka di fase ini. Tergantung pada jenis sel, G0 dapat berlangsung dari

15
beberapa jam sampai beberapa tahun. Ketika sel mendapat sinyal untuk
mereproduksi, bergerak ke fase G1.
b. Fase G1: selama fase ini, sel mulai membuat lebih banyak protein dan
bertambah besar, sehingga sel-sel baru akan menjadi ukuran normal. Fase
ini berlangsung sekitar 18 sampai 30 jam.
c. Fase S: pada fase S, kromosom yang berisi kode genetik (DNA) akan
disalin sehingga kedua sel-sel baru yang terbentuk akan ada pencocokan
untai DNA. Fase S berlangsung sekitar 18 sampai 20 jam.
d. Fase G2: sel memeriksa DNA dan bersiap-siap untuk memulai membelah
menjadi 2 sel. Fase ini berlangsung dari 2 hingga 10 jam.
e. Fase M: pada fase ini, yang berlangsung hanya 30 sampai 60 menit, sel
sebenarnya terbagi menjadi 2 sel-sel baru.
Obat kemoterapi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan faktor-
faktor seperti bagaimana bekerjanya, struktur kimianya dan hubungan dengan
obat lain. Karena beberapa obat bertindak lebih dari satu cara, mungkin menjadi
bagian lebih dari satu kelompok.
Kelompok – kelompok tersebut antara lain (ACS, 2013) :
1. Golongan Agen Pengalkil
Agen pengalkil (alkylating agent) secara langsung merusak DNA untuk
mencegah sel kanker bereproduksi. Agen pengalkil tidak spesifik pada fase,
dengan kata lain agen pengalkil bekerja pada semua fase siklus sel. Karena
obat golongan ini merusak DNA, mereka dapat menyebabkan kerusakan
pada sumsum tulang belakang jika digunakan jangka panjang. Contohnya :
Siklofosfamid (Cytoxan®), Ifosfamid, Klorambucil, Melphalan, Lomustine,
Busulfan, dll. (ACS, 2013)
Obat – obat platinum (cisplatin dan carboplatin) sering kali masuk dalam
golongan ini karena mereka membunuh sel dengan cara yang hampir sama.
(ACS, 2013)
2. Golongan Antimetabolit
Antimetabolit adalah kelas terapi yang mengganggu DNA dan
pertumbuhan RNA dengan mengganti blok normal RNA dan DNA. Agen
merusak sel-sel selama fase S. Contohnya : 5-Fluorourasil, 6-
Merkaptopurin, Capecitabine, Citarabin, Gemcitabine, Hidroxyurea,
Methotrexate, Pentostatin dan Thioguanin. (ACS, 2013)

16
3. Golongan Antitumor Antibiotik
Anthracycline adalah antibiotik antitumor yang mengganggu enzim yang
terlibat dalam replikasi DNA. Obat ini bekerja di semua fase siklus sel.
Banyak digunakan untuk berbagai jenis kanker. Contohnya adalah
Daunorubisin, Doksorubisin, Epirubisin Dan Idarubisin. Antitumor
antibiotik lain yang bukan golongan antrasiklin misalnya Actinomisin-D,
Bleomisin dan Mitomisin-C. (ACS, 2013)
4. Golongan Inhibitor Topoisomerase
Golongan ini bekerja dengan mengganggu enzim topoisomerase yang
membantu memisahkan untai DNA sehingga dapat disalin. Contoh obat
inhibitor topoisomerase I yaitu topotecan dan irinotecan, contoh obat
inhibitor topoisomerse II yaitu etoposide, teniposide dan mitoxantron (ACS,
2013).
5. Golongan inhibitor mitosis
Inhibitor mitosis kebanyakan adalah alkaloid tumbuhan dan komponen
lain yang merupakan derivat dari produk alam. Obat – obat ini dapat
menghentikan mitosis dan menghambat enzim untuk membuat protein yang
dibutuhkan sel untuk bereproduksi. Obat – obat golongan ini bekerja pada
fase M dari siklus sel. Contohnya : Paklitaksel, Docetaksel, Ixabepilone,
Vinkristin, Vinblastin, Vinorelbin dan Estramustin. (ACS, 2013).
6. Golongan Kortikosteroid
Steroid adalah hormon alami dan obat yang menyerupai hormon yang
berguna untuk mengobati beberapa jenis kanker. Karena dapat digunakan
untuk membunuh sel kanker atau memperlambat pertumbuhan sel kanker,
maka obat golongan ini dapat dikategorikan sebagai obat kemoterapi.
Contohnya adalah Prednisolon, Deksametason dan Metilprednisolon. (ACS,
2013)
7. Golongan Lain
Obat golongan lain sering kali menimbulkan efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan obat kemoterapi yang biasa digunakan, karena
obat golongan ini diterget bekerja hanya pada sel kanker dan tidak banyak
berpengaruh pada sel normal. Terapi yang menggunakan obat-obat tersebut
antara lain:
a. Targeted Therapy

17
Telah dilakukan banyak penelitian tentang kerja bagian sel kanker
untuk menciptakan obat baru yang menyerang sel-sel kanker lebih
spesifik dibandingkan obat kemoterapi konvensional. Sebagian besar
agen menyerang sel-sel dengan versi mutan dari gen tertentu, atau
selsel yang mengekspresikan terlalu banyak salinan gen tertentu. Obat
ini dapat digunakan sebagai bagian dari pengobatan utama, atau
digunakan setelah perawatan untuk mempertahankan remisi atau
mengurangi kemungkinan kambuh. Contohnya adalah Imatinib,
Gefitinib, Sunitinib dan Bortezomib. (ACS, 2013)
b. Imunoterapi
Beberapa obat yang diberikan pada pasien kanker untuk
meningkatkan sistem imunnya untuk menyerang sel kanker. Contoh
obat imunoterapi adalah monoklonal antibody terapi (Rituzimab dan
Alemtuzumab), imunoterapi yang tidak pesifik dan adjuvant (BCG,
IL-2 dan Interferon Alfa) dan vaksin kanker (Provenge® untuk
kanker prostat). (ACS, 2013)
Kemoterapi agen tunggal digunakan untuk menangani pasien dengan
metastasis ekstrapelvis sebagaimana juga digunakan pada tumor kambuhan yang
sebelumnya telah ditangani dengan operasi atau radiasi. Cisplatin telah menjadi
agen yang banyak diteliti dan telah memperlihatkan respon klinis yang paling
konsisten. Kombinasi paling aktif pada terapi Kanker serviks semuanya
mengandung cisplatin sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini. (NCCN,
2013)
Tabel Regimen Kemoterapi untuk kanker serviks kambuhan atau yang telah bermetastase

18
Terapi sitostatika untuk Kanker serviks dapat berupa sitostatika sebagai agen
tunggal maupun sitostatika kombinasi, dibawah ini merupakan regimen
sitostatika yang digunakan untuk Kanker serviks yang telah bermetastasis yaitu:
1. Kombinasi terapi pilihan pertama : cisplatin / paclitaxel (kategori 1),
cisplatin / topotecan (kategori 1), cisplatin / gemcitabine (kategori 2B),
carboplatin / paclitaxel.
2. Terapi agen tunggal pilihan pertama : cisplatin, carboplatin, paclitaxel,
topotecan (kategori 2B). Diantara obat kemoterapi yang digunakan pada
kanker serviks, cisplatin menunjukkan aktivitas yang paling konsisten
sebagai agen tunggal. Taksan dilaporkan mempunyai aktivitas pada
kanker serviks. Pada penelitian dari paclitaxel (taxol) dengan dosis 170
mg/m2 selama 24 jam menunjukkan respon objektif rata-rata 17% dan
pada penelitian paclitaxel lain dengan dosis 250 mg/m2 selama 3 jam
menunjukkan respon rata-rata 27%.
3. Terapi pilihan kedua yaitu semua agen yang masuk dalam kategori 2B,
docetaksel, ifosfamid, vinorelbin, irinotekan, mitomisin, 5-FU, epirubisin.
Ada tiga kemungkinan tujuan penggunaan kemoterapi untuk treatment
menurut American Cancer Society (2013):
a) Sebagai penyembuhan (kuratif)
Jika dimungkinkan, kemoterapi digunakan untuk penyembuhan, yang
artinya kanker dapat hilang dan tidak kembali lagi.
b) Sebagai kontrol
Jika penyembuhan tidak mungkin, tujuannya dapat dengan mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan penyakit dengan mengurangi sel kanker
atau menghentikan pertumbuhan dan penyebarannya sehingga dapat
membantu pasien kanker merasa lebih baik dan dapat hidup lebih lama.
c) Palliatif
Ketika kanker berada pada advance stage, obat – obat kemoterapi dapat
digunakan untuk menghilangkan gejala / symptom yang disebabkan oleh
kanker. Tujuan dari kemoterapi paliatif adalah meningkatkan quality of
life tapi tidak menyembuhkan penyakit itu sendiri.
Ada beberapa kemoterapi diberikan bersama agen lain atau kombinasi terapi
lain, yang sering disebut kemoterapi adjuvan dan kemoterapi neoadjuvan.
Kemoterapi neoadjuvan dapat juga membunuh sisa kecil sel tumor yang tidak

19
tampak pada scan atau X-rays. Penatalaksanaan lesi praKanker serviks dapat
dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi destruksi dan/atau terapi
eksisi. Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, jika
lesi termasuk dalam derajat rendah. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi
eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi, tetapi pada terapi eksisi
ada spesimen lesi yang diangkat (Departemen Kesehatan RI, 2008).

VIII. Premedikasi
Pada pengobatan Kanker serviks dengan kemoterapi, sebelumnya diberikan obat
sebagai premedikasi untuk menjaga kondisi pasien sehingga dapat menjalani
kemoterapi dengan baik tanpa mengalami efek samping.
Premedikasi yang paling umum diberikan antara lain:
1. Manajemen nyeri
Nyeri yang pada pasien yang menderita kanker pada umumnya dapat terjadi
karena beberapa aspek antara lain karena penyakitnya itu sendiri (kanker) dan
karena pemberian obat kemoterapi. Manajemen nyeri sangat penting dilakukan
untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan kanker. Langkah awal yang dapat
dilakukan untuk manajemen nyeri yaitu membuat penilaian klinis yang akurat
(misalnya dengan visual analog scale). Penatalaksanaan nyeri tergantung dari
tingkat nyeri, frekuensitimbulnya nyeri, lokasi nyeri dan durasi nyeri. Pemberian
anti nyeri (analgetik) dapat berupa obat – obat analgetik ringan seperti Aspirin,
Parasetamol, Derivat Asam Propionat (Ibuprofen) dan Derivate Indol
(Indometasin); analgetik sedang seperti Kodein dan Dihidrokodein, Oksikodon,
Pentazosin, Dipipanon dan Tramadol; dan analgetik kuat misalnya Morfin
sulfat, Diamorfin, Metadon, Hidromorfon, Dextromoramide dan Petidin.
Analgetik yang biasa digunakan sebagai pramedikasi pada kanker dapat dilihat
pada tabel dibawah ini : (Tobias & Hochhauser, 2010)

20
Tabel Managemen kanker serviks invansif awal

2. Managemen Mual dan Muntah


Mual dan muntah pada pasien Kanker serviks umumnya terjadi karena efek
samping pemberian kemoterapi. Mual dan muntah akibat kemoterapi dapat diatasi
dengan pemberian antiemetik sebelum atau sesudah kemoterapi. Obat antiemetik
yang digunakan untuk penanganan mual dan muntah yang disebabkan oleh
kemoterapi didasarkan pada tingkat emetogenik dari regimen kemoterapi dan
penggunaan kombinasi obat antiemetik berdasarkan target reseptor yang
bervariasi.
Beberapa jenis antiemetik antara lain :
a. Antagonis Reseptor Serotonin (5-HT3)
Antiemetik golongan antagonis reseptor 5-HT3 bekerja dengan
menghambat reseptor presinaptik serotonin pada sensor saraf vagus pada
serabut dinding usus (DiPiro et al, 2005). Contoh obat golongan ini antara
lain Ondansetron, Mesilat, Granisetron, Dolasetron, Palonosetron. Semua
obat pada golongan ini terbukti efektif dalam mengontrol mual dan muntah
yang disebabkan karena pemberian kemoterapi. Efek samping ondansetron,
granisetron dan dolasetron meliputi sakit kepala, konstipasi dan elevasi kadar
enzim hepatik. Penggunaan obat – obat golongan antagonis reseptor 5-HT3

21
(Ondansetron,Granisetron Dan Dolansetron) efektif untuk mual dan muntah
akut namun kurang efektif untuk mual dan muntah tertunda.
b. Kortikosteroid
Terapi premedikasi untuk mual dan muntah dengan obat kortikosteroid
yang digunakan adalah Prednison, Metilprednisolon dan Deksametason
sebagai kombinasi dengan obat – obat golongan antagonis reseptor 5-HT3.
Mekanisme aksi golongan ini sebagai antiemetik belum begitu jelas, namun
disebutkan bahwa mekanismenya kemungkinan melibatkan menghambatan
sentral dari prostaglandin yang merupakan pemicu muntah (NCI, 2013b).
Penggunaan Deksametason bersama dengan obat golongan antagonis
reseptor 5-HT3 (misalnya Ondansetron, Granisetron Dan Dolansetron)
efektif untuk mencegah mual muntah akut karena pemberian agen
kemoterapi cisplatin dan mual muntah tertunda pada level risiko emesis
sedang (moderate emetic risk) (DiPiro et al, 2005).
c. Lorazepam
Lorazepam tidak menunjukkan aktivitas antiemetik intrinsik sebagai agen
tunggal, oleh karena itu penggunaan lorazepam adalah sebagai tambahan
untuk agen antiemetik lain. Pemberian lorazepam 1 – 2 mg secara per oral
pada malam sebelumnya dan pada pagi hari sebelum pasien menerima
kemoterapi dapat mencegah muntah anticipatory. (DiPiro et al, 2005).
Mekanisme aksi lorazepam yaitu bertindak pada sistem saraf pusat, batang
otak dan sumsum tulang belakang yang terkait dengan dopaminergik reseptor
antiemetik antagonis.
d. Antagonis Reseptor Neurokinin-1 (Antagonis Substansi-P)
Antagonis substansi-P (Antagonis Reseptor Neurokinin-1) atau yang
sering disebut juga aprepitan, secara selektif memblok ikatan substansi-P
pada reseptor neurokinin-1 (NK-1) di sistem saraf pusat. Penambahan
aprepitan pada kombinasi antagonis reseptor 5-HT3 (Ondansetron,
Granisetron dan Dolansetron) dengan kortikosteroid deksametason
meningkatkan efektifitas antiemetik untuk mencegah mual muntah akut dan
tertunda karena pemberian kemoterapi cisplatin walau dengan mekanisme
yang berbeda.

22
IX. Terapi Alternatif
Kanker serviks secara medis diobati dengan berbagai metoda pengobatan, seperti
bedah laser, konisasi, kriosurgeri, histerektomi total dan radika1, radiasi, kemoterapi
menggunakan sisp1atin dan pengobatan kombinasi. Sistem pengobatan tersebut
dinamakan pengobatan konvensional.
Di samping pengobatan konvensiona1, dikenal pula pengobatan yang
menggunakan tumbuhan atau bagiannya yang secara umum disebut sebagai obat
herbal. National Institute of Health di AS menggolongkan pemakaian obat herbal ke
dalam complementary and alternative medicine (CAM) atau pengobatan
komplementer dan alternatif. Pengobatan komplementer didefinisikan sebagai
pengobatan yang melengkapi pengobatan konvensional, sementara pengobatan
alternatif didefinisikan sebagai pengobatan yang menggantikan pengobatan
konvensional. (Omura GA, 1994)
Seni pengobatan menggunakan tumbuh-tumbuhan telah berlangsung sejak
ribuan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun melalui tulisan ataupun
lisan. Seni pengobatan tertua ditemukan pada sisa peninggalan kebudayaan di
Shanidar IV Iraq sekitar 60.000 tahun yang lalu, dan ditemukan juga pada
peninggalan kuno bangsa Romawi, Cina, Arab, India, dan Afrika. Di Indonesia
kebiasaan menggunakan racikan tumbuhan sebagai bahan obat dikenal dengan nama
jamu atau ramuan.
Obat herbal merupakan terapi yang tetap bertahan di tengah-tengah kemajuan
pengobatan konvensional. Minat pasien terhadap obat herbal dipicu oleh risiko efek
samping yang rendah dan lebih aman dibandingkan obat konvensional. Saat ini,
penggunaan obat herbal telah menyebar di se1uruh dunia. Pasar obat herbal dunia
yang telah mencapai US$5 miliar/ tahun merupakan bukti semakin meningkatnya
minat masyarakat dalam menggunakan obat herbal. Berdasarkan data Gabungan
Perusahaan Jamu dan Obat Tradisional, transaksi obat herbal di Indonesia
diperkirakan mencapai lebih dari Rp 2 triliun/tahun. Setiap tahun dibutuhkan 5.000
ton jahe (Zingiber officinale Roscoe), 3.000 ton temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb) dan 25 ton pegagan Centella asiatica, untuk berbagai perusahaan jamu di
Tanah Air. (Paimin FR, 2001)
Penggunaan obat herbal sebagai obat komplementer dan alternatif pada pasien
kanker telah dilaporkan terjadi pada pasien kanker payudara, pasien kanker serviks
dan pasien kanker leher rahim. Tetapi, di Indonesia, penggunaan obat herbal pada

23
pasien kanker serviks belum pernah diteliti.
Pada tahun 2010 dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
penggunaan obat herbal pada pasien kanker serviks. Data dikumpulkan dengan cara
melihat rekam medis pasien kanker serviks di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Pasien
rawat inap atau rawatjalan diwawancarai menggunakan kuesioner. Setiap pasien yang
akan diwawancarai diminta persetujuannya terlebih dahulu dan menandatangani form
informed consent. Sejumlah 34 pasien menyatakan bersedia untuk diwawancarai dan
hasilnya adalah Pasien kanker serviks yang menggunakan obat herbal sebanyak
61,8%, sisanya 38,2% tidak pernah menggunakan obat herbal.
Berdasarkan penelitian tersebut, jenis obat herbal terbanyak pilihan pasien
adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Scheef. Boerl.) 35,3%, temu putih
(Curcuma zedoaria Rose.) 32,4%, dan buah merah 17,6% (Pandanus conoideus
Lam). Ditinjau dari waktu pemakaian, pasien menggunakan obat herbal sebelum
terapi konvensional 29,4%, bersamaan dengan terapi konvensional 8,8%, dan setelah
terapi konvensional 23,5%. Sementara itu, lama pemakaian obat herbal kurang dari
empat minggu 32,4% dan lebih dari empat minggu 29,4%. Seluruh pasien kanker
serviks pada stadium I menggunakan obat herbal. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
pada stadium I meyakini bahwa obat herbal dapat membantu mengatasi penyakit yang
mereka derita. Pada umumnya pasien kanker serviks stadium I tersebut berharap
bahwa penggunaan obat herbal dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
Kanker serviks pada stadium I masih belum terlalu invasif, sehingga pasien dapat
cukup leluasa memilih pengobatan. Namun, risikonya tentu saja ada. Jika obat herbal
gagal dalam menanggulangi kanker, penyakit kanker itu akan berkembang menjadi
stadium lebih lanjut sehingga penanganannya dapat terlambat.
Penggunaan obat herbal yang sering terjadi adalah pada saat sebelum dan
setelah menjalani terapi konvensional. Penggunaan obat herbal sebelum terapi
konvensional menunjukkan kecenderungan pasien mencoba terlebih dahulu
keampuhan obat herbal. Pasien pengguna obat herbal memang khawatir dengan efek
samping kemoterapi, bedah, dan radiasi karena mempengaruhi keadaan pasien secara
umum, termasuk kehilangan indera perasa dan penciuman, perubahan wama kulit,
sariawan, mual, dan muntah. Mereka tidak menolak diobati dengan pengobatan
konvensional jika pengobatan herbal tidak menunjukkan perubahan. Obat herbal di
sini memiliki fungsi sebagai obat altematif. Beberapa pasien merasakan bahwa
penggunaan obat herbal dapat membantu mengurangi efek samping obat kanker yang

24
tidak menyenangkan, seperti mual dan muntah. Demikian pula ada pasien yang
menggunakan kunyit putih sebagai anti-emetika untuk meredakan efek samping
kemoterapi. Pasien ini mengaku adanya efek positif kunyit putih, karena dia sudah
bisa makan dan minum tanpa harus mual dan muntah. Secara tradisional, jahe
(Zingiber officinale Roscoe) dan kunyit putih memang digunakan untuk obat sakit
perut dan antimual.
Dari hasil penelitian tersebut juga didapat hasil mengenai penggunaan metode
pengobatan alternatif dan komplementer lain yaitu dengan peningkatan spiritual.
Hasilnya hanya 3% pasien yang melakukan peningkatan aktivitas ibadah dan berzikir.
Penggunaan doa merupakan pilihan terbanyak pasien, yakni sebanyak 52,6%. Mereka
mengaku penyakit yang mereka derita membuat mereka lebih 'spiritual' dibandingkan
dengan sebelumnya. Hasil survei di AS menunjukkan bahwa pasien kanker yang telah
menggunakan metoda spiritual, termasuk berdoa, untuk membantu proses
penyembuhannya sebanyak 43%. Hasil penelitian yang dilakukan di Kanada
melaporkan bahwa pasien kanker di bagian kebidanan mengalami peningkatan
aktivitas spiritual. Peningkatan aktivitas spiritual pada pasien berhubungan dengan
upaya untuk mengatasi gangguan psikis yang sering terjadi pada pasien kanker.
Berbagai jenis tumbuhan obat telah dimanfaatkan untuk membantu pengobatan
kanker secara tradisional. Berita di media massa tentang khasiat suatu obat herbal
dapat mempengaruhi pasien dalam memilih jenis mana yang mereka gunakan. Dalam
beberapa tahun belakangan ini obat herbal semakin populer dan banyak dimanfaatkan
dalam pengobatan altematif. Penggunaan obat herbal ini kian meningkat sejalan
dengan peningkatan iklan obat herbal dan liputannya di media massa. Saran keluarga
dan ternan terdekat berpengaruh terhadap penggunaan dan jenis jenis obat herbal yang
digunakan oleh pasien. Dengan demikian, saran keluarga dan teman juga merupakan
faktor yang menentukan dalam pemilihan obat herbal di samping peranan media
massa dalam mempublikasikan obat herbal sebagai terapi altematif dan
komplementer. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa 38% pasien kanker
serviks yang tidak menggunakan obat herbal ketika diwawancarai menyatakan
minatnya di kemudian hari untuk mencoba obat herbal. lni berarti akan terjadi
peningkatan persentase penggunaan obat herbal pada pasien kanker serviks jika kelak
mereka mencobanya.

25
X. Pencegahan Kanker Serviks
Pencegahan kanker didefinisikan sebagai mengidentifikasikan faktor – faktor yang
menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat penyebabnya tidak efektif
dengan cara – cara apapun. Pencegahan terhadap terjadinya kanker serviks melalui tiga
bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor – faktor yang dapat
menyebabkan kanker. Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini
akan bebas dari penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah
satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma
Virus (HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.
a. Skrining
Tujuannya adalah untuk menemukan lesi pra kanker dan kanker stadium
awal. Saat ini terdapat beberapa cara alternatif untuk skrining kanker
serviks yaitu :
• Kalposkopi digunakan sebagai alat pemeriksaan awal dan lebih sering
digunakan untuk pemeriksaan lanjutan dari hasil test pap smear yang
abnormal. Namun, kalposkopi jarang digunakan karena biayanya
yang mahal, kurang praktis dan memerlukan biopsi.
• Servikografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kelainan porsio.
Untuk membuat foto pembesaran porsio dipulas dengan
menggunakan asam asetat 3 – 5%.
• Pap net (dengan komputerisasi) merupakan slide pemeriksaan pap
smear untuk mengidentifikasi sel yang abnormal dibantu dengan
menggunakan komputerisasi.
• Tes molecular HPV – DNA membuktikan bahwa 90% kandiloma
serviks, NIS dan kanker serviks mengandung HPV – DNA.
• Inspeksi visual dengan asam asetat ( IV A) menjadi metode skrining
alternative yang mudah untuk diaplikasikan diberbagai Negara. Pada
umumnya metode IVA mudah, praktis, alat yang digunakan
sederhana, dapat dilakukan oleh petugas kesehatan bukan dokter dan

26
metode ini sesuai dengan pusat pelayanan kesehatan yang sederhana.
Untuk pemeriksaan serviks dengan IVA, awalnya dengan
menggunakan speculum yang sudah diolesi oleh asam asetat 3 – 5%.
Pada lesi pra kanker akan terlihat bercak berwarna putih yang disebut
aceto white epithelium, maka dapat disimpulkan bahwa dari bercak
putih hasil test adalah IVA positif sehingga dapat ditindak lanjuti
dengan melakukan biopsi.
b. Test Pap Smear
Pap smear adalah pemeriksaan sitologik epitel porsio (vagina ) dan serviks
untuk menentukan adanya perubahan keganasan di porsio atau serviks dan
digunakan dalam penemuan dini kanker serviks. Atau pap smear
merupakan skrining yang paling sederhana, praktis, akurat, ekonomis, dapat
dikerjakan dengan cepat, tidak sakit dan tidak merusak jaringan serta
mudah diulang jika diperlukan. Cara untuk pemeriksaan lendir serviks
yang diambil dengan menggunakan spatula (gabungan spatula dan sikat
kecil) yang dinamakan cytobrush.

2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks.
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus – kasus dini
sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, bertujuan
untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal.
Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displansia dengan berbagai cara baik
klinis maupun laboratorium. Pencegahan sekunder memiliki kelemahan, antara
lain :
a. Pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS (CIN)
b. Tetapi lesi prakanker yang baru dideteksi pada pencegahan sekunder sering
kali menimbulkan morbiditas terhadap fungsi fertilitas pasien
c. Pencegahan sekunder atau akan mengalami hambatan pada sumber daya
manusia dan alat yang berkembang

3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit
dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah

27
ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu :
a. Pencegahan pada Prakanker
1) Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris
2) Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80 – 180 derajat
celcius dengan menggunakan gas CO2 atau N2O
3) Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup
representative dengan pisau biasa atau pisau elektris
4) Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi
5) Sinar laser yang digunakan dibawah pengawasan kalposkop, radiasi
dengan pemanasan jarum radium yang digunakan bila penderita yang
sudah tua takut dioperasi
b. Pengobatan pada Kanker Invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasive berupa radiasi, operasi atau
gabungan antara operasi dan radiasi.

28
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal atau proliferasi sel-sel yang
tidak dapat diatur. Kanker serviks adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
kanker pada sel yang melapisi serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim. Penyebab terjadinya kelainan pada
sel - sel serviks dan virus Human Papiloma Virus, kesalahan dalam sikap seperti
merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 17 tahun)
dan berganti - ganti pasangan seksual, pemakaian DES, pemakaian pil KB, Infeksi
herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun, faktor keturunan, imunosupesi, dan
lain – lain. Stadium karsinoma kanker serviks dari stadium IA – IVB sampai yang
ganas. Kanker serviks dapat dicegah dengan pengobatan seperti skrining, test Pap
Smear, vaksin HPV, radiasi, kemoterapi hingga pembedahan. Selain itu, pada pasien
kanker serviks, obat herbal berperan sebagai obat alternatif dan sebagai obat
komplementer.

II. Saran
Disarankan kepada para pembaca khususnya untuk para wanita agar selalu
menjaga kebersihan daerah kewanitaannya selain menjaga para wanita juga bisa
mencegah kanker serviks dengan cara pola hidup sehat, tidak merokok, tidak
melakukan hubungan seksual di usia muda, tidak melahirkan banyak anak, hindari
pemakaian DES tanpa resep dokter, melakukan pap smear ketika sudah memiliki anak.
Upaya untuk memadukan penggunaan obat herbal yang berkhasiat dengan obat
konvensional dalam pengobatan kanker serviks juga perlu mendapatkan perhatian dari
para tenaga kesehatan. Penulis mengharapkan agar pencegahan dilakukan oleh setiap
wanita supaya angka mortalitas yang diakibatkan oleh kanker serviks bisa menurun dan
juga penyebarannya tidak meluas lebih jauh lagi.

29
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society (ACS), 2012. Breast Cancer: Early Detection The importance of
finding breast cancer early. Atlanta: American Cancer Society, Inc.
American Cancer Society (ACS). 2013. Cancer in Childern
DepKes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.
Jakarta
Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. The Mc. Graw Hill
Company. USA.
European Society Gyncology Oncology (ESGO). 2011. Algorithms for management of
cervical cancer.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.
National Cancer Institute. (2015). Survailence, epidemiologi, and End Result Program.
United States
NCCN. (2013). Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines). Palliative
Care National Comprehensive Cancer Network, Inc.
Omura GA. 1994. Chemotherapy for cervix cancer. Seminars in Oncol.
Paimin FR. 2001. Tanaman penawar sakit yang dicari pasar. Trubus.
Rasjidi. 2009. Deteksi Dini & Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarata: Sagung Seto
Tjindarbumi D, Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, present and future.
JapanJ.Coo Oneal.

30

Anda mungkin juga menyukai