Lapak MPP 2017 - Bab 2 Progres Keseluruhan Kegiatan - Final 1104
Lapak MPP 2017 - Bab 2 Progres Keseluruhan Kegiatan - Final 1104
PROGRES KESELURUHAN
KEGIATAN
6) Pengaturan sanksi yang masih dirasa belum disesuaikan dengan norma yang
mengatur kewajiban dan larangan dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi
Sasaran kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dengan tersusunnya Peraturan
Pemerintah pelaksana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
adalah:
5) Struktur Usaha Jasa Konstruksi yang dapat menjanjikan kepastian hukum dan
kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi;
Substansi yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Jasa Konstruksi
adalah sebagai berikut:
Mengatur mengenai:
Bagian Kedua: - Pengembangan rantai pasok
Material, Peralatan dan sumber daya konstruksi
Teknologi - Peningkatan teknologi
produksi dalam negeri
mengatur tentang kontrak
KONTRAK DAN pekerjaan konstruksi dan prosedur
VI PENYELESAIAN penyelesaian sengketa yang
SENGKETA terjadi dalam pelaksanaan kontrak
kerja konstruksi
PEMBINAAN JASA
V
KONSTRUKSI
2) Pengguna Jasa (K/L/D/I dan masyarakat), untuk menciptakan iklim usaha jasa
konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan
kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Sesuai amanat undang undang RI no. 2/ 2017 tentang Jasa Konstruksi, Rencana
Strategis Dirjen Bina Konstruksi 2015 – 2019 dan Permen PUPR no
15/PRT/M/2015 tentang organisasi dan tata kerja, maka ketiga instrumen ini
merupakan input dari rangkaian proses yang akan dilaksanakan di dalam tubuh
organisasi Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi (DBKPK).
Proses internal direktorat yang sehari hari dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi
yang dijelaskan dalam bab A.1 di atas yang dilaksanakan oleh 4 sub direktorat dan
1 sub bagian Tata Usaha, semuanya bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
SDM konstruksi berupa standar kompetensi kerja dan program pelatihan berbasis
kompetensi sebagai output dari proses kinerja yang ada di DBKPK.
Rencana kegiatan Direktorat Bina Komptensi dan Produktivitas Konstruksi (DBKPK) menangani 29 paket kegiatan dengan,
dengan total pagu anggaran Rp. 28.471.000.000,- Adapun rincian program dan besarnya pagu anggaran adalah sebagai berikut :
Tabel Rencana Kegiatan Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Tahun 2017
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
I STANDAR DAN MATERI 9,970,342,000
KOMPETENSI
A Seksi Standar Kompetensi
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Hydraulic
Hammer
Breaker,
Operator Pile
Drive Hammer,
Operator
Ripper Tractor
Tujuan :
pekerjaan ini
adalah Pokja
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
penyusun SKKNI
dan materi
kompetensi
menjadi perumus
dalam
pengembangan
standar dan
materi kompetensi
3 Monitoring dan Evaluasi S Maksud : kegiatan Laporan Stakeholder, Untuk Penyusunan 512,791,000
Substansi Standar dan Materi ini adalah untuk Monitoring dan Asosiasi dan revisi Materi
Pelatihan Konstruksi memperoleh Evaluasi Profesi, Kompetensi,
informasi Lembaga Pelatihan Berbasis
mengenai Sertifikasi, kompetensi,
penggunaan Lembaga Sertifikasi Profesi
materi pelatihan di Pelatihan,
lapangan, serta Industri
mendapatkan
masukkan dari
stakeholder terkait
substansi materi
pelatihan
konstruksi
Tujuan :
pekerjaan ini
adalah melakukan
monitoring dan
evaluasi kepada
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
pengguna materi
pelatihan
konstruksi dan
stakeholder yang
mempunyai
materi pelatihan di
sektor jasa
konstruksi
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Pelaksanaan Besar,
Sumber Daya Air, Operator Bore
Pengawasan Pile
Sumber Daya Air,
Pelaksanaan
Teknik
Bendungan
Besar,
Pengawasan
Teknik
Bendungan
Besar, Operator
Bore Pile
5 Penyusunan Modul 4 S Maksud: kegiatan Materi Stakeholder, Untuk Pelatihan 984,224,000
Area/Jabatan Kerja: ini adalah kompetensi di Asosiasi Berbasis kompetensi,
1. Bidang Pemasangan Baja memberdayakan bidang Mandor Profesi, Sertifikasi Profesi
Ringan tenaga kerja Pasang Baja Lembaga
2. Mandor Tukang Pasang konstruksi yang Ringan; Sertifikasi,
Beton Precast kompeten dan ter- Tukang Lembaga
3. Mekanik Alat Berat standar Pasang Baja Pelatihan,
4. Operator Road Roller Ringan; Industri
Tujuan: pekerjaan Tukang
ini adalah Precast;
menyiapkan Mekanik Alat
materi kompetensi Berat; dan
yang terdiri dari Operator Road
IUK, KPBK, dan Roller
MUK
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
6 Penyusunan Materi K Maksud: kegiatan Materi Stakeholder, Untuk Pelatihan 2,651,563,000
Kompetensi: ini adalah kompetensi di Asosiasi Berbasis kompetensi,
1. Ahli Teknik Bangunan memberdayakan bidang Ahli Profesi, Sertifikasi Profesi
Gedung (Pelaksanaan) tenaga kerja Teknik Lembaga
2. Ahli Teknik Bangunan konstruksi yang Bangunan Sertifikasi,
Gedung (Pengawasan) kompeten dan ter- Gedung Lembaga
3. Ahli Teknik Jalan standar (Pelaksanaan); Pelatihan,
(Pelaksanaan) Ahli Teknik Industri
4. Ahli Teknik Jalan Tujuan: pekerjaan Bangunan
(Pengawasan) ini adalah Gedung
5. Operator Launching Girder menyiapkan (Pengawasan);
6. Operator Concrete Paver materi kompetensi Ahli Teknik
7. Operator Dump Truck yang terdiri dari Jalan
IUK, KPBK, dan (Pelaksanaan);
MUK Ahli Teknik
Jalan
(Pengawasan);
Operator
Launching
Girder;
Operator
Concrete
Paver; dan
Operator
Dump Truck
II PENERAPAN KOMPETENSI 3,763,083,000
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
1 Penyusunan SKKNI: K Maksud : untuk RSKKNI Ahli Ditjen Bina Tercipta pembinaan
1. Ahli Teknik Elektrikal menyiapkan Teknik Konstruksi - tenaga kerja 800,000,000
2. Ahli Sistem Manajemen Mutu Standar Elektrikal; dan Kemen. konstruksi yang
Konstruksi Penerapan Ahli Sistem PUPR, selaras dan
Kompetensi Manajemen Pemerintah berkesinambungan
Konstruksi Mutu Daerah, antara pusat dan
bakuan Konstruksi Asosiasi daerah.
kompetensi Perusahaan
sebagai acuan dan Profesi
pelatihan dan uji
kompetensi
tenaga kerja
konstruksi.
Tujuan :
menyiapkan
Rancangan
Standar
Kompetensi Kerja
Nasional
Indonesia
(RSKKNI), pada
suatu jabatan
kerja tertentu di
sektor konstruksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
2 Bantek Penerapan Kompetensi S Maksud: Hasil Bantek Ditjen Bina Bantek Penerapan
Konstruksi Menyelenggaraka Penerapan Konstruksi - Kompetensi 406,123,000
n Bantek untuk Kompetensi Kemen.PUPR Konstruksi
penerapan Konstruksi , Balai memberikan
kompetensi, Pembina informasi dan
khususnya untuk Jasa pemahaman
sosialisasi Konstruksi, mengenai peraturan
Permen No.24 Pembina jasa atau kebijakan yang
Tahun 2014 konstruksi terkait penerapan
daerah kompetensi pada
Tujuan: pembina jasa
Terlaksananya konstruksi.
Bantek
Penerapan
Kompetensi
Konstruksi
B Seksi Pemantauan dan
Evaluasi
3 Monitoring Penerapan S Maksud: Hasil Ditjen Bina Data hasil monitoring
Pembinaan Kompetensi Melaksanakan monitoring Konstruksi - penerapan 898,073,000
Konstruksi monitoring ke penerapan Kemen kompetensi dapat
beberapa kompetensi PUPR, LPJK, digunakan sebagai
stakeholder terkait konstruksi USTK, evaluasi bagi
penerapan berupa Lembaga penyusunan SKKNI
kompetensi evaluasi dan Pelatihan, dan penerapan
(SKKNI) antara rekomendasi Pengguna kompetensi kontruksi
lain USTK, bagi Jasa
Lembaga pembinaan
Pelatihan, dan tenaga kerja
Perusahaan konstruksi
Konstruksi
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Tujuan: Mendapat
potret mengenai
penerapan
kompetensi
khususnya
penerapan SKKNI
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
5 Manajemen Pelaksanaan S Maksud: Laporan Direktorat Menjamin
Pembinaan Kompetensi Dan Melakukan Manajemen Bina pelaksanaan dan 1,086,775,000
Produktivitas Konstruksi evaluasi dan Pelaksanaan Kompetensi pencapaian Output
pengendalian Pembinaan dan Direktorat Bina
terhadap seluruh Kompetensi Produktivitas Kompetensi dan
program kerja Dan Konstruksi Produktivitas
ataupun kegiatan Produktivitas dan Konstruksi
yang Konstruksi stakeholder
dilaksanakan terkait
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi
Tujuan:
1. Menyusun
instrumen tolak
ukur pemantauan
kinerja;
2. Melakukan
pemantauan
terhadap program
kerja Subdit;
3. Melakukan
evaluasi kegiatan
Subdit;
4. Pengumpulan
data;
5. Melakukan
analisa dan
pengolahan data;
6. Melaporkan
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
hasil analisa;
7. Memberikan
saran dan
rekomendasi
kepada pimpinan
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
1 Penyusunan SKKNI: K Maksud : untuk RSKKNI Stakeholder Sebagai penunjang
1. Operator Vibratory Roller menyiapkan Bidang Jasa dalam pembinaan 1,200,000,000
2. Operator Pneumatic Tire bakuan Keterampilan Konstruksi kompetensi dan
Roller kompetensi Operator peningkatan kualitas
3. Operator Tandem Roller sebagai acuan Vibratory tenaga kerja
pelatihan dan uji Roller, konstruksi Indonesia.
kompetensi Operator
tenaga kerja Pneumatic Tire
konstruksi. Roller, dan
Operator
Tujuan : Tandem Roller
menyiapkan
Rancangan
Standar
Kompetensi Kerja
Nasional
Indonesia
(RSKKNI), pada
suatu jabatan
kerja tertentu di
sektor konstruksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
2 Diseminasi Permen PUPERA S Maksud : Agar Daftar Asosiasi Asosiasi Terlaksananya
tentang Pembinaan dan Peraturan Menteri dan jumlah Profesi dan peraturan Menteri 1,050,000,000
Pengembangan Kompetensi Pekerjaan Umum LPJKP yang LPJK terkait tentang
Profesi Jasa Konstruksi tentang akan Propinsi pengembangan
Pembinaan dan menerapkan keprofesionalan
Pengembangan Permen PU berkelanjutan
Kompetensi tentang
Profesi Jasa pengembanga
Konstruksi ini n
dapat keprofesionala
dilaksanakan dan n
dimengerti oleh berkelanjutan
semua pihak.
Tujuan : Untuk
menyosialisasikan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat tentang
Pembinaan dan
Pengembangan
Kompetensi
Profesi Jasa
Konstruksi.
B Seksi Penyetaraan
Kompetensi
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
3 Fasilitasi Mutual Recognition S Maksud : Agar Jumlah Tenaga Tenaga Ahli Agar tenaga ahli
Arrangements (MRA) on Tenaga Ahli Ahli yang yang telah Indonesia dapat 1,550,000,000
Engineering Services and Indonesia bisa teregister memiliki SKA bersaing dengan
Architectural Services teregister MRA on ACPE dan AA tenaga asing dalam
Architectural rangka MEA
services dan MRA
on Engineering
dalam rangka
menghadapi
MEA.
Tujuan : Sebagai
sarana sosialisasi
dan fasilitasi pada
Tenaga ahli
indonesia terkait
registrasi MRA
baik untuk arsitek
maupun
Engineering.
IV PRODUKTIVITAS 3,550,000,000
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
S Pembinaan Jasa mendukung
Sektor Konstruksi Konstruksi terciptanya Iklim 500,000,000
yang mendukung Usaha Produktif
tercapainya
Peningkatan
Produktivitas
Konstruksi
Nasional
Tujuan :
Tersedianya
rekomendasi
Kebijakan Sistem
Peningkatan
Produktivitas
Konstruksi dalam
Pembinaan
Konstruksi
Nasional
2 Penyusunan SKKNI: K Maksud : untuk Tersedianya Stakeholder Sebagai penunjang
1. Rumah Instan Sederhana menyiapkan RSKKNI Jasa dalam pembinaan 800,000,000
Sehat (RISHA) bakuan Rumah Instan Konstruksi kompetensi dan
2. Fasilitator Teknis dalam kompetensi Sederhana peningkatan kualitas
Pembangunan Infrastruktur sebagai acuan Sehat (RISHA) tenaga kerja
berbasis Masyarakat pelatihan dan uji dan Fasilitator konstruksi Indonesia.
kompetensi Teknis dalam
tenaga kerja Pembangunan
konstruksi. Infrastruktur
berbasis
Tujuan : Masyarakat
menyiapkan
Rancangan
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Standar
Kompetensi Kerja
Nasional
Indonesia
(RSKKNI), pada
suatu jabatan
kerja tertentu di
sektor konstruksi.
Tujuan :
Meningkatkan
kapasitas
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
pemahaman dan
pelaksanaan Jasa
Konstruksi
berbasis
Produktivitas
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Konstruksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Konstruksi.
5 Pembinaan Internal S -
Kepegawaian - - - 318,600,000
6 Bintek/Pendampingan S -
Penyusunan, Perencanaan, - - - 183,484,000
Program Dan Anggaran &
Evaluasi Tahunan Ta. 2017
7 Pelaksanaan Manajemen S Maksud: - Laporan - Direktorat Untuk memberikan
Keuangan dan Perkantoran menyusun dan Sistem Bina informasi terkait 177,832,000
menerapkan Akuntansi Kompetensi perencanaan,
mekanisme Keuangan dan pelaksanaan dan
pelaporan Pemerintah Produktivitas evaluasi Keuangan
Keuangan dan (SAKPA) Konstruksi dan Barang Milik
Barang Milik - Laporan - Direktorat Negara di lingkungan
Negara dalam Barang Milik Jenderal Bina Direktorat Bina
penyelengaraan Negara (BMN) Konstruksi Kompetensi dan
pemerintahan - Produktivitas
yang menjadi Kementerian Konstruksi
tugas fungsi Pekerjaan
Direktorat Bina Umum dan
Kompetensi dan Perumahan
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Produktivitas Rakyat
Konrtsuksi.
Tujuan:
menyusun
laporan Keuangan
dan Barang Milik
Negara di
lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konrtsuksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
dilaksanakan.
Tujuan:
memenuhi
standar mutu
yang merupakan
salah satu
indikator kinerja
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi,
khususnya dalam
hal tugas
Kesatkeran dan
Pengadaan
Barang dan Jasa
Pemerintah
11 Fasilitasi Koordinasi Internal S Maksud: Laporan - Pegawai di Terselenggaranya
Direktorat terwujudnya Fasilitasi lingkungan koordinasi internal di 781,686,000
sinkronisasi Koordinasi Direktorat lingkungan
program Internal Bina Direktorat Bina
Direktorat Bina Direktorat Kompetensi Kompetensi dan
Kompetensi dan dan Produktivitas
Produktivitas Produktivitas Konstruksi
Konstruksi dalam Konstruksi-
mendukung Narasumber
Program dari
Direktorat stakeholder
Jenderaal Bina terkait
Konstruksi.Tujuan
: terwujudnya
koordinasi internal
di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi.
Output /
K/ Ruang
NO Kegiatan Maksud / Tujuan Manfaat / Sasaran Anggaran
S Lingkup
Produk
12 Sistem Pelaporan secara S Maksud: Laporan e- - Direktorat Untuk memberikan
Elektronik (e-Monitoring) menyusun dan Monitoring Bina informasi terkait 100,000,000
menerapkan Direktorat Bina Kompetensi perencanaan,
mekanisme Kompetensi dan pelaksanaan dan
pemantauan dan dan Produktivitas evaluasi program
penilaian Produktivitas Konstruksi kerja di lingkungan
penyelengaraan Konstruksi - Direktorat Direktorat Bina
pemerintahan Jenderal Bina Kompetensi dan
yang menjadi Konstruksi Produktivitas
tugas fungsi - Konstruksi
Direktorat Bina Kementerian
Kompetensi dan Pekerjaan
Produktivitas Umum dan
Konrtsuksi. Perumahan
Tujuan: Rakyat
melakukan
pemantauan dan
penilaian
penyelengaraan
tugas fungsi
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas
Konrtsuksi.
TOTAL 28,471,000,000
a. Kontraktual K 11,716,057,00
0
b. Swakelola S 16,754,943,00
0
Pada dasarnya proses yang ada di Subdit Standar dan Materi Kompetensi
(Subdit SMK) dibagi menjadi 2 (dua) bagian/ seksi yaitu seksi standar
kompetensi dan seksi materi kompetensi. Kedua seksi ini mempunyai tugas
dan fungsi yang tertera pada bagian A.1 di atas dan sama sama mempunyai
output kegiatan berupa tersusunnya standar kompetensi kerja konstruksi.
Tolok ukurnya berupa tersusunnya draft NSPK kompetensi kerja konstruksi
yang ditargetkan 20 draft NSPK setiap tahunnya dan 125 draft NSPK di akhir
tahun ke 5. Secara garis besar digambarkan dalam Bisnis Proses Subdit SMK
di bawah ini.
Adapun rincian program dan besarnya pagu anggaran adalah sebagai berikut
Pengguna Biaya
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk
Produk (Rp. Ribu))
Seksi Standar Kompetensi
1 Penyusunan SKKNI: K Maksud: kegiatan ini RSKKNI Bidang Stakeholder, Untuk Pelatihan 2,925,265,000
1. Bidang Keahlian Teknik adalah untuk Keahlian Teknik Asosiasi Berbasis
Pantai menyiapkan bakuan Pantai, Bidang Profesi, Kompetensi,
2. Bidang Keahlian Teknik kompetensi sebagai Keahlian Teknik Lembaga Sertifikasi Profesi
Rawa acuan pelatihan dan Rawa, Ahli Hidrolika, Sertifikasi,
3. Ahli Hidrolika uji kompetensi tenaga Ahli Geologi, Mandor Lembaga
4. Ahli Geologi kerja konstruksi Bangunan Pelatihan,
5. Mandor Bangunan Bendungan, Mandor Industri
Bendungan Tujuan: pekerjaan ini Pekerjaan Drainase,
6. Mandor Pekerjaan adalah menyiapkan Operator Grouting,
Drainase RSKKNI Operator Hydraulic
7. Operator Grouting Hammer Breaker,
8. Operator Hydraulic Operator Pile Drive
Hammer Breaker Hammer, Operator
9. Operator Pile Drive Ripper Tractor
Hammer
10. Operator Ripper
Tractor
2 Diseminasi Penyusunan S Maksud : kegiatan ini Tenaga penyusun Stakeholder, Untuk 557,270,000
Standar, Materi adalah untuk dan verifikator Asosiasi Penyusunan
Kompetensi, dan mengupdate Standar dan Materi Profesi, SKKNI, Materi
Verifikasi Standar pengetahuan pokja kompetensi yang Lembaga Kompetensi, dan
penyusun SKKNI dan kompeten Sertifikasi, verifikasi Standar
materi pelatihan Lembaga
terkait tata cara Pelatihan,
penyusunan SKKNI Industri
dan materi
kompetensi, serta
tata cara verifikasi
Pengguna Biaya
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk
Produk (Rp. Ribu))
standar
Pengguna Biaya
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk
Produk (Rp. Ribu))
jasa konstruksi
Pengguna Biaya
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk
Produk (Rp. Ribu))
Pengawasan Teknik
Bendungan Besar,
Operator Bore Pile
5 Penyusunan Modul 4 S Maksud: kegiatan ini Materi kompetensi di Stakeholder, Untuk Pelatihan 984,224,000
Area/Jabatan Kerja: adalah bidang Mandor Asosiasi Berbasis
1. Bidang Pemasangan memberdayakan Pasang Baja Ringan; Profesi, kompetensi,
Baja Ringan tenaga kerja Tukang Pasang Baja Lembaga Sertifikasi Profesi
2. Mandor Tukang konstruksi yang Ringan; Tukang Sertifikasi,
Pasang Beton Precast kompeten dan ter- Precast; Mekanik Alat Lembaga
3. Mekanik Alat Berat standar Berat; dan Operator Pelatihan,
4. Operator Road Roller Road Roller Industri
Tujuan: pekerjaan ini
adalah menyiapkan
materi kompetensi
yang terdiri dari IUK,
KPBK, dan MUK
Pengguna Biaya
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk
Produk (Rp. Ribu))
6 Penyusunan Materi K Maksud: kegiatan ini Materi kompetensi di Stakeholder, Untuk Pelatihan 2,651,563,000
Kompetensi: adalah bidang Ahli Teknik Asosiasi Berbasis
1. Ahli Teknik Bangunan memberdayakan Bangunan Gedung Profesi, kompetensi,
Gedung (Pelaksanaan) tenaga kerja (Pelaksanaan); Ahli Lembaga Sertifikasi Profesi
2. Ahli Teknik Bangunan konstruksi yang Teknik Bangunan Sertifikasi,
Gedung (Pengawasan) kompeten dan ter- Gedung Lembaga
3. Ahli Teknik Jalan standar (Pengawasan); Ahli Pelatihan,
(Pelaksanaan) Teknik Jalan Industri
4. Ahli Teknik Jalan Tujuan: pekerjaan ini (Pelaksanaan); Ahli
(Pengawasan) adalah menyiapkan Teknik Jalan
5. Operator Launching materi kompetensi (Pengawasan);
Girder yang terdiri dari IUK, Operator Launching
6. Operator Concrete KPBK, dan MUK Girder; Operator
Paver Concrete Paver; dan
7. Operator Dump Truck Operator Dump Truck
TOTAL 9,970,34
2,000
a. Kontraktual K 7,916,057,000
b. Swakelola S 2,054,285,000
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
menyusun pemetaan
kompetensisebagai acuan
dalam pengembangan standar
dan materi kompetensi
konstruksi
2 Penyusunan Maksud : 14.446.844.000
SKKNI dan Dari kegiatan ini adalah untuk
Materi pelatihan menyiapkan bakuan
kompetensi sebagai acuan
pelatihan dan uji kompetensi
tenaga kerja konstruksi
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
menyiapkan RSKKNI dan
materi pelatihan
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
menyusun prospektus SKKNI
5 Diseminasi Maksud : 442.480.000
Penyusunan Dari kegiatan ini adalah untuk
Standar, Materi mengupdate pengetahuan
Kompetensi pokja penyusun SKKNI dan
dan Verifikasi materi pelatihan terkait tata
Standar cara penyusunan SKKNI dan
materi kompetensi, serta tata
cara verifikasi standar
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
Pokja penyusun SKKNI dan
materi kompetensi menjadi
perumus dalam
pengembangan standar dan
materi kompetensi
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
melakukan monitoring dan
evaluasi kepada pengguna
materi pelatihan konstruksi
dan stakeholder yang
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
menyiapkan materi
Kompetensi
Tujuan :
Dari pekerjaan ini adalah
menyiapkan materi
Kompetensi
Total
Keseluruhan
23.489.863.000
1) Penyusunan SKKNI :
Ahli Hidrolika
Ahli Geologi
Operator Grouting
Subdit Penerapan Kompetensi memiliki dua bagian/ seksi yaitu seksi standar
dan pedoman dan seksi pemantauan dan evaluasi. Kedua bagian ini di dalam
proses kerjanya mempunyai fungsi yang berbeda (lihat bab A.1 pada Subdit
Penerapan Kompetensi). Sinergi kerja pada kedua bagian ini ditujukan untuk
mendapatkan standar dan pedoman penerapan peningkatan kompetensi kerja
konstruksi yaitu 2 draft NSPK dalam setahun dan 10 draft NSPK dalam 5 tahun.
Dalam hal profil kinerja maka jumlah fasilitator/ Instruktur/ asesor/ manajemen
Tujuan:
Menghasilkan sebuah kajian
dan rekomendasi rantai pasok
SDM konstruksi
Tujuan:
Mendapat potret mengenai
penerapan kompetensi
khususnya penerapan SKKNI
Total
Keseluruhan
6.000.000.000
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
Seksi Standar dan Pedoman
1 Penyusunan SKKNI: K Maksud : untuk RSKKNI Ahli Ditjen Bina Tercipta 800,000,000
1. Ahli Teknik Elektrikal menyiapkan Standar Teknik Elektrikal; Konstruksi - pembinaan tenaga
2. Ahli Sistem Manajemen Penerapan dan Ahli Sistem Kemen. kerja konstruksi
Mutu Konstruksi Kompetensi Manajemen Mutu PUPR, yang selaras dan
Konstruksi bakuan Konstruksi Pemerintah berkesinambungan
kompetensi sebagai Daerah, antara pusat dan
acuan pelatihan dan Asosiasi daerah.
uji kompetensi Perusahaan
tenaga kerja dan Profesi
konstruksi.
Tujuan : menyiapkan
Rancangan Standar
Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia
(RSKKNI), pada
suatu jabatan kerja
tertentu di sektor
konstruksi.
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
2 Bantek Penerapan S Maksud: Hasil Bantek Ditjen Bina Bantek Penerapan 406,123,000
Kompetensi Konstruksi Menyelenggarakan Penerapan Konstruksi - Kompetensi
Bantek untuk Kompetensi Kemen.PUPR, Konstruksi
penerapan Konstruksi Balai Pembina memberikan
kompetensi, Jasa informasi dan
khususnya untuk Konstruksi, pemahaman
sosialisasi Permen Pembina jasa mengenai
No.24 Tahun 2014 konstruksi peraturan atau
daerah kebijakan yang
Tujuan: terkait penerapan
Terlaksananya kompetensi pada
Bantek Penerapan pembina jasa
Kompetensi konstruksi.
Konstruksi
Seksi Pemantauan dan Evaluasi
3 Monitoring Penerapan S Maksud: Hasil monitoring Ditjen Bina Data hasil 898,073,000
Pembinaan Kompetensi Melaksanakan penerapan Konstruksi - monitoring
Konstruksi monitoring ke kompetensi Kemen PUPR, penerapan
beberapa konstruksi berupa LPJK, USTK, kompetensi dapat
stakeholder terkait evaluasi dan Lembaga digunakan sebagai
penerapan rekomendasi bagi Pelatihan, evaluasi bagi
kompetensi (SKKNI) pembinaan Pengguna penyusunan
antara lain USTK, tenaga kerja Jasa SKKNI dan
Lembaga Pelatihan, konstruksi penerapan
dan Perusahaan kompetensi
Konstruksi kontruksi
Tujuan: Mendapat
potret mengenai
penerapan
kompetensi
khususnya
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
penerapan SKKNI
4 Penyusunan Profil Kualifikasi S Maksud: Menyusun Profil Kualifikasi Ditjen Bina Profil terkait 572,112,000
dan Klasifikasi Tenaga Kerja Profil Kualifikasi dan dan Klasifikasi Konstruksi - klasifikasi dan
Konstruksi Klasifikasi Tenaga Tenaga Kerja Kemen. kualifikasi tenaga
Kerja Konstruksi Konstruksi PUPR, LPJK, kerja konstruksi ini
Asosiasi dapat digunakan
Tujuan: Tersedianya Profesi / sebagai data dan
profil kualifikasi dan Perusahaan, informasi
klasifikasi tenaga Lembaga mengambil
kerja konstruksi Pelatihan, kebijakan dalam
Lembaga pengembangan
Sertifikasi, Tim SDM konstruksi.
Pembina Selain itu profil ini
Jakon Daerah juga bermanfaat
dalam penentuan
level kualifikasi
dalam sertfifikasi
SDM konstruksi
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
5 Manajemen Pelaksanaan K Maksud: Melakukan Laporan Direktorat Menjamin 1,086,775,000
Pembinaan Kompetensi Dan evaluasi dan Manajemen Bina pelaksanaan dan
Produktivitas Konstruksi pengendalian Pelaksanaan Kompetensi pencapaian Output
terhadap seluruh Pembinaan dan Direktorat Bina
program kerja Kompetensi Dan Produktivitas Kompetensi dan
ataupun kegiatan Produktivitas Konstruksi Produktivitas
yang dilaksanakan Konstruksi dan Konstruksi
Direktorat Bina stakeholder
Kompetensi dan terkait
Produktivitas
Konstruksi
Tujuan:
1. Menyusun
instrumen tolak ukur
pemantauan kinerja;
2. Melakukan
pemantauan
terhadap program
kerja Subdit;
3. Melakukan
evaluasi kegiatan
Subdit;
4. Pengumpulan
data;
5. Melakukan analisa
dan pengolahan
data;
6. Melaporkan hasil
analisa;
7. Memberikan saran
dan rekomendasi
kepada pimpinan
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
TOTAL 3,763,083,000
a. Kontraktual K 1,886,775,000
b. Swakelola S 1,876,308,000
Penerapan Kompetensi
1) Penyusunan SKKNI:
Tujuan : Untuk
menyosialisasikan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
tentang Pengembangan
Keprofesionalan
Berkelanjutan
2 Penguatan Maksud : Mendukung 2.200.000.000
Kebijakan kebijakan pengembangan
pengembangan profesi jasa konstruksi
Profesi Jasa yang lebih terarah dan
Konstruksi berkelanjutan yang
bertolak ukur pada kinerja
profesi jasa konstruksi
yang kompeten dan
berdaya saing dalam skala
nasional maupun
internasional.
Tujuan : Tersusunnya
instrumen peraturan yang
efektif.
Tujuan : Tersusunnya
pedoman dan instrumen
minimal untuk monitoring
pelaksanaan
pengembangan profesi
jasa konstruksi sebagai
penerapan program
Pengembangan
Keprofesionalan
Berkelanjutan (PKB)
Tujuan : Tersusunnya
rencana program dan
kegiatan penyetaraan
kompetensi regional
tenaga kerja konstruksi
dalam upaya pemenuhan
target 1500 orang di 2019.
Tujuan : untuk
menyediakan informasi
kondisi eksisting tenaga
kerja konstruksi Indonesia
di negara-negara ASEAN
dengan berdasar pada
peta kompetensi pada
struktur proyek secara
sektoral untuk
menciptakan peluang dan
tantangan pengembangan
profesi jasa konstruksi di
ASEAN
Total
Keseluruhan
10.900.000.000
Tabel Rencana Kegiatan Subdit Pengembangan Profesi Jasa Konstruksi Tahun 2017
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Pengguna Produk Manfaat Produk Biaya (Rp.)
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Pengguna Produk Manfaat Produk Biaya (Rp.)
2 Diseminasi Permen PUPERA S Maksud : Agar Daftar Asosiasi Asosiasi Profesi Terlaksananya 1,050,000,000
tentang Pembinaan dan Peraturan Menteri dan jumlah LPJKP dan LPJK Propinsi peraturan
Pengembangan Kompetensi Pekerjaan Umum yang akan Menteri terkait
Profesi Jasa Konstruksi tentang Pembinaan menerapkan tentang
dan Pengembangan Permen PU pengembangan
Kompetensi Profesi tentang keprofesionalan
Jasa Konstruksi ini pengembangan berkelanjutan
dapat dilaksanakan keprofesionalan
dan dimengerti oleh berkelanjutan
semua pihak.
Tujuan : Untuk
menyosialisasikan
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat tentang
Pembinaan dan
Pengembangan
Kompetensi Profesi
Jasa Konstruksi.
Seksi Penyetaraan Kompetensi
3 Fasilitasi Mutual Recognition S Maksud : Agar Jumlah Tenaga Tenaga Ahli yang Agar tenaga ahli 1,550,000,000
Arrangements (MRA) on Tenaga Ahli Ahli yang telah memiliki SKA Indonesia dapat
Engineering Services and Indonesia bisa teregister ACPE bersaing dengan
Architectural Services teregister MRA on dan AA tenaga asing
Architectural services dalam rangka
dan MRA on MEA
Engineering dalam
rangka menghadapi
MEA.
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Pengguna Produk Manfaat Produk Biaya (Rp.)
Tujuan : Sebagai
sarana sosialisasi
dan fasilitasi pada
Tenaga ahli
indonesia terkait
registrasi MRA baik
untuk arsitek maupun
Engineering.
TOTAL 3,800,000,000
a. Kontraktual K 1,200,000,000
b. Swakelola S 2,600,000,000
1) Penyusunan SKKNI:
Adapun rincian program dan besarnya pagu anggaran adalah sebagai berikut:
Tabel Program Kegiatan Subdit Pengembangan Profesi Jasa Konstruksi 2015
Tujuan : Tersedianya
rekomendasi Kebijakan
Sistem Peningkatan
Produktivitas Konstruksi
dalam Pembinaan Konstruksi
Nasional
Tujuan : Tersedianya
rekomendasi Kebijakan
Sistem Peningkatan
Produktivitas Konstruksi
dalam Pembinaan Konstruksi
Nasional
3 Fasilitasi Maksud : Melakukan 1.200.000.000
Peningkatan fasilitasi peningkatan
Produktivitas awareness Produktivitas
Konstruksi Konstruksi melalui kegiatan
strategis dalam mendukung
tercapainya Peningkatan
Produktivitas Konstruksi
Nasional
Tujuan : Meningkatkan
kapasitas pemahaman dan
pelaksanaan Jasa Konstruksi
berbasis Produktivitas
4 Bantek Maksud : Memberikan 1.600.000.000
Manajemen bantuan teknis Manajemen
Produktivitas Produktivitas Kerja
Konstruksi Konstruksi dengan
mengenalkan serta
mendampingi Stakeholder
terkait
Total 6.000.000.000
Keseluruhan
Pengguna
No Paket Pekerjaan K/S Maksud/Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
Seksi Standar dan Pedoman
Tujuan : Tersedianya
rekomendasi
Kebijakan Sistem
Peningkatan
Produktivitas
Konstruksi dalam
Pembinaan
Konstruksi Nasional
2 Penyusunan SKKNI: K Maksud : untuk Tersedianya Stakeholder Sebagai penunjang
1. Rumah Instan Sederhana menyiapkan bakuan RSKKNI Rumah Jasa dalam pembinaan 800,000,000
Sehat (RISHA) kompetensi sebagai Instan Sederhana Konstruksi kompetensi dan
2. Fasilitator Teknis dalam acuan pelatihan dan Sehat (RISHA) peningkatan kualitas
Pembangunan Infrastruktur uji kompetensi tenaga dan Fasilitator tenaga kerja
berbasis Masyarakat kerja konstruksi. Teknis dalam konstruksi Indonesia.
Pembangunan
Tujuan : menyiapkan Infrastruktur
Rancangan Standar berbasis
Kompetensi Kerja Masyarakat
Nasional Indonesia
Tujuan :
Meningkatkan
kapasitas
pemahaman dan
pelaksanaan Jasa
Konstruksi berbasis
Produktivitas
TOTAL 3,550,000,000
a. Kontraktual K 1,800,000,00
0
b. Swakelola S 1,750,000,00
0
Produktivitas
a. Seksi Standar dan Pedoman
1) Penyusunan Kebijakan Peningkatan Produktivitas Konstruksi
2) Penyusunan SKKNI:
Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA)
Fasilitator Teknis dalam Pembangunan Infrastruktur berbasis Masyarakat
b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi
3) Fasilitasi Pendampingan Produktivitas Konstruksi
Adapun rincian program dan besarnya pagu anggaran adalah sebagai berikut:
Tabel Program Kegiatan Subdit Produktivitas 2015
Dalam proses bisnis di atas dapat diidentifikasi bahwa tugas subbag Tata
Usaha sesuai uraian tugas di bab A.1 di atas melayani seluruh subdit di
DBKPK. Agar pelayanannya maksimal maka ditetapkan target Laporan
Bulan Layanan berjumlah 13 tiap tahunannya atau 65 laporan tiap 5
tahun.sekali sesuai renstra.
Paket program kegiatan tahun 2016, Sub bagian Tata Usaha menangangani
2 jenis paket program-kegiatan, dengan total pagu anggaran Rp.
1.898.847.500,-
Paket program kegiatan tahun 2017, Sub bagian Tata Usaha menangangani
11 jenis paket program-kegiatan, dengan total pagu anggaran Rp.
11.177.230.000,-
Tujuan:
Memberikan dukungan
layanan operasional
perkantoran di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi
Tujuan:
Melakukan pemantauan
dan penilaian
penyelengaraan tugas
fungsi Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi.
Tujuan:
Memberikan dukungan
layanan operasional
perkantoran di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi.
Tujuan:
Memberikan dukungan
layanan operasional
perkantoran di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi
Tujuan:
Terwujudnya aparatur
yang berintegritas,
kompeten, profesional,
berkinerja tinggi, dan
sejahtera dalam
menyokong pencapaian
pengelolaan birokrasi yang
baik.
Tujuan:
- Tercapainya
Perencanaan Program dan
Anggaran efisien,
berorientasi kinerja serta
tepat sasaran.
- Melakukan pemantauan
dan penilaian
penyelengaraan tugas
fungsi Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi.
Tujuan:
Menyusun laporan
Keuangan dan Barang
Milik Negara di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konrtsuksi.
Tujuan:
Terwujudnya koordinasi
internal di lingkungan
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi.
Tujuan:
Menyediakan database
yang mudah diakses,
informatif, terkini dan
dapat diandalkan serta
menyusun materi promosi
dan publikasi Direktorat
Bina Kompetensi dan
Tujuan:
Memenuhi standar mutu
yang merupakan salah
satu indikator kinerja
Direktorat Bina
Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi
Tujuan:
Terselenggaranya
Program Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi
yang mendukung Rencana
Strategis DJBK dengan
tujuan pembinaan industri
konstruksi nasional yang
bersinergi dengan
Kebijakan Pembinaan
Konstruksi serta
membangun mekanisme
penilaian kinerja Direktorat
Bina Kompetensi dan
Produktivitas Konstruksi
sebagai bahan evaluasi
berkala.
Total
Keseluruhan
11.177.230.000
Pengguna
NO Paket Pekerjaan K/S Maksud / Tujuan Produk Manfaat Produk Biaya (Rp)
Produk
1 Gaji dan Tunjangan S - - - -
1,171,573,000
2 Penyelenggaraan S Maksud: Terciptanya Dukungan Layanan Pegawai di Untuk
Operasional dan kenyamanan kerja dalam Operasional lingkungan memberikan 3,214,000,000
Pemeliharaan mendukung program kerja Perkantoran Direktorat dukungan
Perkantoran di lingkungan Direktorat Bina layanan
Bina Kompetensi dan Kompetensi operasional
Produktivitas Konstruksi. dan perkantoran
Tujuan: memberikan Produktivitas dalam
dukungan layanan Konstruksi mendukung
operasional perkantoran di program kerja di
lingkungan Direktorat Bina lingkungan
Kompetensi dan Direktorat Bina
Produktivitas Konstruksi. Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi
3 Perangkat Pengolah S Maksud: Terciptanya Perangkat Pengolah Pegawai di Untuk
Data dan Komunikasi kenyamanan kerja dalam Data dan Komunikasi lingkungan memberikan 155,000,000
mendukung program kerja Direktorat dukungan
di lingkungan Direktorat Bina layanan
Bina Kompetensi dan Kompetensi operasional
Produktivitas Konstruksi. dan perkantoran
Tujuan: memberikan Produktivitas dalam
dukungan layanan Konstruksi mendukung
operasional perkantoran di program kerja di
lingkungan Direktorat Bina lingkungan
Kompetensi dan Direktorat Bina
Produktivitas Konstruksi. Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi
4 Peralatan dan Fasilitas S Maksud: Terciptanya Peralatan dan Fasilitas Pegawai di Untuk
Perkantoran kenyamanan kerja dalam Perkantoran lingkungan memberikan 145,000,000
mendukung program kerja Direktorat dukungan
di lingkungan Direktorat Bina layanan
Bina Kompetensi dan Kompetensi operasional
Produktivitas Konstruksi. dan perkantoran
Tujuan: memberikan Produktivitas dalam
dukungan layanan Konstruksi mendukung
operasional perkantoran di program kerja di
lingkungan Direktorat Bina lingkungan
Kompetensi dan Direktorat Bina
Produktivitas Konstruksi. Kompetensi dan
Produktivitas
Konstruksi
5 Pembinaan Internal S
Kepegawaian 318,600,000
6 Bintek/Pendampingan S
Penyusunan, 183,484,000
Perencanaan, Program
Dan Anggaran &
Evaluasi Tahunan Ta.
2017
7 Pelaksanaan S Maksud: menyusun dan - Laporan Sistem - Direktorat Untuk
Manajemen Keuangan menerapkan mekanisme Akuntansi Keuangan Bina memberikan 177,832,000
dan Perkantoran pelaporan Keuangan dan Pemerintah (SAKPA) Kompetensi informasi terkait
Barang Milik Negara dalam dan perencanaan,
penyelengaraan - Laporan Barang Milik Produktivitas pelaksanaan dan
pemerintahan yang Negara (BMN) Konstruksi evaluasi
menjadi tugas fungsi - Direktorat Keuangan dan
Direktorat Bina Kompetensi Jenderal Barang Milik
dan Produktivitas Bina Negara di
Konrtsuksi. Konstruksi lingkungan
Tujuan: menyusun laporan - Direktorat Bina
Keuangan dan Barang Kementerian Kompetensi dan
Milik Negara di lingkungan Pekerjaan Produktivitas
a. Kontraktual K -
b. Swakelola S 7,387,575,00
0
Tata Usaha
Gaji dan Tunjangan
Operasional dan Pemeliharaan Kantor
Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi
Peralatan dan Fasilitas Perkantoran
Pembinaan Internal Kepegawaian
Bintek/Pendampingan Penyusunan, Perencanaan, Program Dan Anggaran &
Evaluasi Tahunan TA. 2017
Pelaksanaan Manajemen Keuangan dan Perkantoran
Pengumpulan Data dan Informasi
Koordinasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Reformasi Birokrasi
Fasilitasi Koordinasi Internal Direktorat
Sistem Pelaporan secara Elektronik (e-Monitoring)
DRAFT RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …….. TAHUN ..........
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG JASA KONSTRUKSI
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal 18, Pasal
25, Pasal 42 ayat (6), Pasal 45, Pasal 51, Pasal 65 ayat (5), Pasal
67 ayat (2), Pasal 82, Pasal 85 ayat (4), Pasal 88 ayat (7), dan
Pasal 102 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dengan:
23. Kerugian negara adalah kekurangan uang dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya yang dapat dihitung berdasarkan hasil temuan yang berwenang atau
akuntan publik yang ditunjuk sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai dalam menyelenggarakan Jasa Konstruksi.
24. Pembinaan Jasa Konstruksi adalah serangkaian kegiatan yang mencakup
penetapan kebijakan, penyelenggaraan kebijakan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan Jasa Konstruksi serta pemberdayaan dan pengawasan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan tanggung jawab dan
kewenangan pemerintah pusat dan/atau daerah.
25. Masyarakat Jasa Konstruksi adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai
kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi
antara lain asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, pengguna jasa, perguruan
tinggi, pakar, pelaku rantai pasok, dan pemerhati konstruksi.
26. Sistem Informasi Jasa Konstruksi Terintegrasi adalah layanan informasi dan
proses pengelolaan data Jasa Konstruksi yang didukung oleh teknologi informasi
dan telekomunikasi yang diselenggarakan secara terpadu oleh Pemerintah Pusat.
27. Lembaga adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
28. Lisensi adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan proses sertifikasi
Jasa Konstruksi.
29. Rantai Pasok adalah adalah alur kegiatan produksi dan distribusi material,
peralatan, dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi.
30. Layanan Usaha adalah suatu proses pekerjaan berdasarkan jenis kualifikasi
31. Tender atau Seleksi adalah cara pemilihan penyedia usaha jasa konstruksi.
32. Pengadaan Secara Elektronik adalah cara pemilihan penyedia usaha jasa
konstruksi melalui media elektronik.
33. Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh
penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi dan jumlahnya diyakini
terbatas dengan pengumuman secara luas melalui media massa, sekurang-
kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan pengumuman resmi untuk umum
sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi
dapat mengikutinya.
34. Pemilihan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi tanpa melalui
pelelanganumum atau pelelangan terbatas, yang dilakukan dengan
membandingkansekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia jasa dan
dapat dilakukannegosiasi, baik dari segi teknis maupun harga, sehingga
diperoleh harga yangwajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
35. Penunjukan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi yang dilakukan tanpa
melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung yang
dilakukan hanya terhadap 1 (satu) penyedia jasa dengan cara melakukan
negosiasi baik dari segi teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan
36. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran dan pembangunan
kembali suatu bangunan
37. Bangunan Konstruksi adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau
di dalam tanah dan/atau air dengan fungsi tertentu yang telah ditetapkan
38. Pembangunan adalah kegiatan mewujudkan suatu bangunan konstruksi.
39. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan konstruksi beserta
prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi.
40. Pengoperasian adalah kegiatan memanfaatkan bangunan konstruksi sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan perawatan,
pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala.
41. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau
sebagian bangunan konstruksi, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana
dan sarananya.
42. Pembangunan Kembali adalah kegiatan mewujudkan suatu bangunan konstruksi
yang sebagian dan/atau seluruh bagian strukturnya merupakan struktur baru
pada suatu lokasi dimana sebelumnya telah berdiri suatu bangunan konstruksi
tertentu.
43. Pengguna Jasa adalah pemlik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan
layanan Jasa Konstruksi.
44. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
45. Sub penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia
Jasa.
46. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang megatur
hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
47. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan adalah
pedoman teknis keamanan keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan
perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
48. Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau
tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.
49. Penilai Ahli adalah orang perseorangan, kelompok, atau lembaga yang terdaftar
di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa
Konstruksi yang diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian dalam hal
terjadi Kegagalan Bangunan
50. Pembinaan Jasa Konstruksi adalah serangkaian kegiatan yang mencakup
penetapan kebijakan, penyelenggaraan kebijakan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan Jasa Konstruksi serta pemberdayaan dan pengawasan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan tanggung jawab dan
kewenangan pemerintah pusat dan/atau daerah.
51. Masyarakat Jasa Konstruksi adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai
kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi
antara lain asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, pengguna jasa, perguruan
tinggi, pakar, pelaku rantai pasok, dan pemerhati konstruksi.
52. Sistem Informasi Jasa Konstruksi Terintegrasi adalah layanan informasi dan
proses pengelolaan data Jasa Konstruksi yang didukung oleh teknologi informasi
dan telekomunikasi yang diselenggarakan secara terpadu oleh Pemerintah Pusat.
53. Kerugian negara adalah kekurangan uang dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya yang dapat dihitung berdasarkan hasil temuan yang berwenang atau
akuntan publik yang ditunjuk sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai dalam menyelenggarakan Jasa Konstruksi.
BAB II
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
(1) Usaha Jasa Konstruksi diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip:
a. Keterbukaan;
b. Keadilan;
c. Kemudahan;
d. Kemitraan;
e. Persaingan usaha yang sehat; dan
f. Keberlanjutan;
(2) Usaha Jasa Konstruksi ditujukan untuk :
a. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa
Konstruksi berkualitas;
b. mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan Pengguna dan Penyedia Jasa, serta peningkatan
kepatuhan pada peraturan perundang-undangan;
c. Partisipasi dalam Usaha Jasa Konstruksi baik perseorangan maupun yang
telah berbentuk badan usaha; dan/atau
d. Kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi.
Pasal 2
(1) Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. Struktur Usaha Jasa Konstruksi;
b. Sertifikasi Badan Usaha Konstruksi;
c. Perijinan Usaha Jasa Konstruksi;
d. Kinerja Usaha Jasa Konstruksi;
e. Rantai Pasok Usaha Jasa Konstruksi; dan
f. Segmentasi Pasar Usaha Jasa Konstruksi.
Bagian Kedua
Struktur Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 3
(1) Struktur usaha jasa konstruksi meliputi :
b. konstruksi khusus;
c. konstruksi prapabrikasi;
d. penyelesaian bangunan; dan
e. penyewaan peralatan.
(4) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Usaha Pekerjaan Konstruksi Umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembangunan;
b. pemeliharaan;
c. pembongkaran; dan/atau
d. pembangunan kembali.
(5) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Usaha Pekerjaan Konstruksi Spesialis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pekerjaan bagian tertentu
dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.
Pasal 7
(1) Klasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. bangunan gedung; dan
b. bangunan sipil.
(2) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Usaha Pekerjaan Konstruksi
Terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. rancang bangun; dan
b. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.
Pasal 8
(1) Klasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi Umum sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (2) terdiri dari beberapa Subklasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi
Umum.
(2) Klasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi Spesialis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (3) terdiri dari beberapa Subklasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi
Spesialis.
(3) Subklasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi Umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari beberapa Subklasifikasi Usaha Pekerjaan Konstruksi
Spesialis.
Bagian Ketiga
Segmentasi Pasar Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 13
(1) Pelaku pasar Usaha Jasa Konstruksi sebagai pelaku utama dalam Usaha Jasa
Konstruksi berbentuk perseorangan dan/atau Badan Usaha.
(2) Pelaku pasar Usaha Jasa Konstruksi berbentuk perseorangan dan Badan Usaha
Kualifikasi kecil hanya dapat melakukan pekerjaan dalam satu bidang dengan
ketentuan berlaku:
a. Resiko Kecil;
b. Teknologi Sederhana; dan
c. Biaya Kecil
(3) Pelaku pasar Jasa Konstruksi berbentuk Badan Usaha Kualifikasi sedang hanya
dapat melakukan pekerjaan dengan ketentuan berlaku:
a. Resiko Sedang;
b. Teknologi Madya; dan/atau
c. Biaya Sedang
(4) Pelaku pasar Jasa Konstruksi berbentuk Badan Usaha dengan Kualifikasi besar
hanya dapat melakukan pekerjaan dengan ketentuan berlaku:
a. Resiko Besar;
b. Teknologi Tinggi; dan/atau
c. Biaya Besar
Pasal 14
(1) Kriteria risiko pada Usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 terdiri dari:
a. kriteria risiko kecil mencakup Pekerjaan Konstruksi yang pelaksanaannya
tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda;
b. kriteria risiko sedang mencakup Pekerjaan Konstruksi yang pelaksanaannya
dapat berisiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, dan jiwa
manusia;
c. kriteria risiko tinggi mencakup Pekerjaan Konstruksi yang pelaksanaannya
berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa
manusia, dan lingkungan.
(2) Kriteria penggunaan teknologi pada Usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 terdiri dari:
a. kriteria teknologi sederhana mencakup Pekerjaan Konstruksi yang
menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli;
b. kriteria teknologi madya mencakup Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan
sedikit peralatan berat dan memerlukan sedikit tenaga ahli;
c. kriteria teknologi tinggi mencakup Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan
banyak peralatan berat dan banyak memerlukan tenaga ahli dan tenaga
terampil.
(3) Kriteria besaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 terdiri dari :
a. Biaya Kecil adalah biaya atau nilai pekerjaan konstruksi lebih kecil dari 2,5
(dua koma lima) Milyar rupiah;
b. Biaya Sedang adalah biaya atau nilai pekerjaan konstruksi dengan nilai
diatas 2,5 (dua koma lima) Milyar rupiah sampai dengan 50 (lima puluh)
Milyar rupiah; dan/atau
c. Biaya Besar adalah biaya atau nilai pekerjaan konstruksi dengan nilai lebih
dari 50 (lima puluh) Milyar rupiah.
(4) Kriteria biaya kecil sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 18 ayat (1) huruf c,
dikecualikan untuk jasa peorangan konstruksi dan jasa perorangan konsultan
terdiri dari :
a. Jasa perorangan konstruksi dapat mengerjakan pekerjaan konstruksi dengan
Bagian Keempat
Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi
Bagian Kelima
Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dan Usaha Perseorangan Jasa Konstruksi
Asing
Pasal 23
(1) Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing wajib :
a. berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang setara dengan kualifikasi
besar;
b. memiliki izin perwakilan badan usaha Jasa Konstruksi asing;
c. membentuk kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi
nasional berkualifikasi besar yang memiliki Izin Usaha dalam setiap kegiatan
usaha Jasa Konstruksi di Indonesia;
d. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja
asing;
e. menempatkan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi kantor
perwakilan;
f. mengutamakan penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri;
g. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta
memperhatikan kearifan lokal;
h. melaksanakan proses alih teknologi; dan
i. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pasal 24
Izin perwakilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf (b) diberikan oleh
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf c dilakukan dengan
prinsip kesetaraan kualifikasi, kesamaan layanan, dan tanggung renteng.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin perwakilan, tata cara kerja sama
operasi, dan penggunaan lebih banyak tenaga kerja Indonesia, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Keenam
Usaha Penyediaan Perumahan
Bagian Ketujuh
Pengembangan Usaha Berkelanjutan
BAB III
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
(1) Penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas penyelenggaraan usaha Jasa
Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan.
(2) Ketentuan mengenai penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
(3) Lingkup penyelenggaraan jasa konstruksi terdiri atas:
a. Perencanaan
b. Perancangan
c. Pembangunan
d. Pengoperasian
e. Pemeliharaan
f. Pembongkaran dan/atau
g. Pembangunan Kembali
(4) Penyelenggaraan jasa konstruksi didasarkan pada konsep rantai nilai yaitu
integrasi proses dan kordinasi para pihak untuk menciptakan integrasi nilai
a. identifikasi kebutuhan,
b. prastudi kelayakan atau studi kelayakan
c. perencanaan pembiayaan, dan
d. perencanaan pelaksanaan penyelenggaraan jasa konstruksi.
(3) Pelaksanaan kegiatan prastudi kelayakan sebagaimana dimaksud pada (2) huruf
b dilakukan untuk suatu kegiatan penyelenggaraan Konstruksi, baik jasa
konsultansi dan/atau pekerjaan konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan untuk pekerjaan dengan risiko tinggi yang sama sekali belum
pernah mendapatkan uji kelayakan pekerjaan; dan
b. hasil prastudi kelayakan ditindaklanjuti dengan kegiatan studi kelayakan
(4) Pelaksanaan kegiatan studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada (2) huruf b
dilakukan untuk suatu kegiatan penyelenggaraan Konstruksi, baik jasa
konsultansi dan/atau pekerjaan konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. merupakan hasil tindak lanjut atas suatu kegiatan prastudi kelayakan pada
suatu pekerjaan risiko tinggi; atau
b. dilakukan sebagai uji kelayakan pada pekerjaan dengan risiko sedang.
(5) Kegiatan prastudi kelayakan atau studi kelayakan dilaksanakan oleh pihak yang
memiliki keahlian.
(6) Perencanaan pembiayaan harus memperhitungkan biaya yang diperlukan
selama masa siklus hidup barang/jasa pekerjaan konstruksi.
(7) perencanaan pelaksanaan penyelenggaraan jasa konstruksi harus
mempertimbangkan nilai atau volume dari pekerjaan, kompleksitas pekerjaan,
spesifikasi pekerjaan, dan ketersediaan penyedia.
Paragraf 2
Perancangan
Pasal 3
(1) Tujuan perancangan adalah untuk perencanaan pelaksanaan penyelenggaraan
jasa konstruksi harus mempertimbangkan nilai atau volume dari pekerjaan,
kompleksitas pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan ketersediaan penyedia
menyiapkan informasi teknis dari suatu pekerjaan konstruksi yang mencakup
tata letak, rancangan, metoda konstruksi, dan taksiran biaya.
(2) Perancangan terdiri atas tahapan:
a. pra-rancangan; dan
b. pengembangan rancangan/rancangan akhir.
(3) Perancangan dilaksanakan oleh perencana konstruksi yang memiliki keahlian.
(4) Sebagai dasar penetapan jangka waktu pertanggung jawaban, perencana
konstruksi wajib menyatakan dengan jelas dan tegas tentang umur konstruksi
yang direncanakan.
Paragraf 3
Pembangunan
Pasal 4
(1) Tujuan dari tahap pembangunan adalah untuk mewujudkan bangunan yang
dibutuhkan oleh pemilik bangunan dalam batasan biaya dan waktu yang telah
disepakati, serta dengan kualitas yang telah disyaratkan.
Paragraf 4
Pengoperasian
Paragraf 5
Pemeliharaan
Paragraf 6
Pembongkaran
Paragraf 7
Pembangunan Kembal
Bagian Ketiga
Pengadaan Jasa Konstruksi
Umum
Pasal 5
(1) Strategi kemitraan jangka panjang.
(2) Sistem kinerja Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
dilakukan melalui penilaian kualifikasi secara periodik dan Daftar Rekanan
Mampu yang dimutakhirkan berdasarkan kinerja penyedia jasa setiap tahunnya.
(3) Indikator kinerja penyedia jasa adalah:
a. Kapasitas keuangan.
b. Kemampuan manajemen Sumber daya.
(4) Mendorong Sub-penyedia lokal yang kompeten.
Pargraf 1
Para Pihak
Paragraf 2
Sistem Pengadaan
Pasal 6
(1) Pengadaan jasa konstruksi dapat dilakukan dengan cara:
a. dikerjakan sendiri (swakelola); atau
b. melalui pengikatan.
(2) Ketentuan mengenai pengadaan yang dilakukan sendiri (swakelola) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Presiden.
(3) Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:
a. Pengguna Jasa; dan
b. Penyedia Jasa.
(4) Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. orang perseorangan; atau
b. badan.
(5) Metode pemilihan penyedia jasa yang menggunakan sumber pembiayaan dari
keuangan negara dilakukan dengan:
a. Tender
b. E-purchasing
c. Pengadaan langsung, atau
d. Penunjukan langsung
e. Tender sebagaimana dimaksud pada 5a terdiri atas:
f. Tender pascakualifikasi
g. Tender prakualifikasi
h. Tender cepat
(6) E-purchasing sebagaimana dimaksud pada 5b dilaksanakan untuk
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang sudah tercantum dalam katalog
elektronik.
(7) Pemilihan penyedia jasa pada pekerjaan yang dibiayai dari APBN/APBD/hibah
baik dari dalam maupun dari luar negeri dapat dilakukan dengan cara
penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada 5d dapat dilakukan dalam
hal, yaitu:
a. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh Penyedia
Jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang
hak;
c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan
keselamatan negara;
d. pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau
e. kondisi tertentu.
(8) Kriteria kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada 8f yaitu:
a. pekerjaan lanjutan yang secara teknis merupakan kesatuan konstruksi
yang sifat pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat
dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya;
b. Pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di lingkungan
perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan
oleh pengembang/developer yang bersangkutan; dan/atau
c. penugasan Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan
Usaha Milik Daerah.
(9) Pemilihan penyedia jasa pada pekerjaan yang dibiayai dari APBN/APBD/hibah
baik dari dalam maupun dari luar negeri dapat dilakukan dengan cara
pengadaan langsung apabila memenuhi kriteria nilai tertentu.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan penyedia diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden.
(11) Insentif penggunaan produk dalam negeri diberikan dalam bentuk:
a. Hak penyesuaian penawaran pengadaan.
b. Kontrak perjanjian suplai jangka panjang
c. Insentif bagi perusahaan asing untuk melakukan proses di dalam negeri
d. Preferensi harga untuk pengadaan internasional.
Bagian Keempat
Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Keberlanjutan Konstruksi
Paragraf 1
Standar K4
Paragraf 2
Kegagalan Bangunan
Paragraf 3
Penilai Ahli
Paragraf 4
Keberlanjutan Konstruksi
Bagian Kelima
Kontrak dan Penyelesaian Sengketa
Paragraf 1
Kontrak Kerja Konstruksi
Paragraf 2
Penyelesaian Sengketa dan Dewan Sengketa
Bagian Keenam
Pengawasan Penyelenggaraan Konstruksi
BAB IV
SUMBER DAYA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi wajib
memiliki sertifikat kompetensi kerja.
(2) Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui uji kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja.
(3) Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diregistrasi
oleh Menteri.
(4) Pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
oleh lembaga sertifikasi profesi.
Bagian Kedua
Tenaga Kerja Konstruksi
Pararaf 1
Klasifikasi dan Kualifikasi
Pasal 2
(1) Tenaga Kerja konstruksi diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan yang
terkait jasa konstruksi antara lain:
a. Arsitektur;
b. Teknik sipil;
c. Teknik mekanikal dan elektrikal;
d. Tata lingkungan;
e. Manajemen pelaksanaan;
(2) Tenaga Kerja konstruksi terdiri atas kualifikasi dalam jabatan:
a. Operator;
b. Teknisi atau Analis;
c. Ahli.
Pasal 3
(1) Tenaga Kerja konstruksi pada jenjang kualifikasi sebagaimana pada Pasal 1
ayat (2) huruf a antara lain:
a. Operator Jenjang I;
b. Operator Jenjang II;
c. Operator Jenjang III
(2) Tenaga Kerja konstruksi pada jenjang kualifikasi sebagaimana pada Pasal 2
ayat (2) huruf b antara lain:
a. Teknisi atau Analis Jenjang IV;
Paragraf 2
Pelatihan Konstruksi Berbasis Kompetensi
Pasal 4
(1) Pelatihan tenaga kerja konstruksi diselenggarakan dengan metode pelatihan
kerja yang relevan, efektif, dan efisien sesuai dengan Standar Kompetensi
Kerja.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
(3) Standar Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diregistrasi oleh Menteri.
(6) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan registrasi terhadap
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja yang telah memiliki izin dan/atau
terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Menteri dalam melakukan register lembaga sebagaimana dimaksud ayat (6)
harus memenuhi syarat. Antara lain :
a. Memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
b. Memiliki sarana dan prasarana.
c. Memiliki akte pendirian lembaga
d. Memiliki pengurus
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi dan pemberian izin kepada
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Sertifikasi Kompetensi Kerja
Pasal 5
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi wajib
memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja.
(2) Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui uji kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja.
(3) Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diregistrasi
oleh Menteri.
(4) Pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
oleh lembaga sertifikasi profesi.
Pasal 6
(1) Tenaga kerja konstruksi yang telah memiliki sertifikat kopetensi kerja
mendapatkan register dari menteri setelah memenuhi syarat. Antara lain:
a. Mengajukan permohonan register
b. Berita acara proses sertifikasi
c. Menyerahkan naskah sertifikat
(2) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan register sebagaimana
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal... ayat (5)
dapat dibentuk oleh:
a. asosiasi profesi terakreditasi; dan
b. lembaga pendidikan dan pelatihan yang memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) (Akreditasi terhadap asosiasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diberikan oleh Menteri kepada asosiasi profesi yang memenuhi
persyaratan:
a. jumlah dan sebaran anggota;
b. pemberdayaan kepada anggota;
c. pemilihan pengurus secara demokratis;
d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan
e. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
(3) Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah
mendapat rekomendasi dari Menteri.
(4) Dalam hal lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk profesi tertentu belum terbentuk, Menteri dapat melakukan Sertifikasi
Kompetensi Kerja.
(5) Setiap asosiasi profesi yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan
kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara akreditasi asosiasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara Menteri melakukan
Sertifikasi Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Registrasi Pengalaman Profesional
Pasal 8
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi harus melakukan registrasi kepada Menteri.
(2) Registrasi pengalaman professional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan pengalaman professional dan
keahliannya.
Pasal 9
(1) Registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal…. Ayat (1) dibuktikan dengan
tanda daftar pengalaman professional.
(2) Tanda daftar pengalaman professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat dan menjelaskan pengalaman tenaga kerja kontruksi secara resmi
yang telah didaftarkanoleh Menteri.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi dan tata cara pemberian tanda daftar
pengalaman profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal… ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Remunerasi Tenaga Kerja Konstruksi
Pasal 11
Setiap tenaga kerja konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja berhak atas
imbalan yang layak atas layanan jasa yang diberikan.
Pasal 12
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimksud dalam pasal… berhak
mendapat imbalan standar remunerasi minimal.
(2) Standar remunerasi minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan :
a. kompleksitas dari jenis layanan profesional;
b. biaya, risiko dan teknologi dari penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang
terkait dengan hasil layanan profesional, dan/atau
c. harga pasar yang berlaku di provinsi tempat diselenggarakannya Jasa
Konstruksi.
Pasal 13
(1) Besaran remunerasi minimal tenaga kerja konstruksi kualifikasi ahli
sebagaimana dimaksud pada pasal… diatur dalam Peraturan Menteri.
(2) Besaran remunerasi minimal tenaga kerja konstruksi kualifikasi operator
dan/atau teknisi sebagaimana dimaksud pada pasal… ditetapkan oleh gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat.
Pasal 14
Besaran imbalan yang diterima bagi tenaga kerja konstruksi atas layanan yang
diberikan berdasarkan :
a. Jenjang kualifikasi
b. Pengalaman kerja
Paragraf 6
Tenaga Kerja Kontruksi Asing
Pasal 15
Tenaga kerja konstruksi asing yang melakukan pekerjaan di wilayah Indonesia harus
mendapatan salimg pengakuan kesetaraan (mutual recocgnition arrangement).
Pasal 16
Tenaga kerja konstruksi asing dapat melakukan pekerjaan konstruksi di Indonesia
harus memiliki surat tanda registrasi oleh Menteri.
Pasal 17
Syarat memiliki tanda registrasi dari Menteri antara lain:
a. Pemberi kerja mengajukan kelengkapan administrasi tenaga kerja asing .
Pasal 18
(1) Pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing wajib memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja asing dan izin mempekerjakan tenaga kerja asing.
(2) Tenaga kerja konstruksi asing dapat melakukan pekerjaan konstruksi di
Indonesia hanya pada jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli yang akan dipekerjakan oleh
pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat tanda
registrasi dari Menteri.
(4) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan
berdasarkan sertifikat kompetensi tenaga kerja konstruksi asing menurut
hukum negaranya.
(5) Tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli wajib melaksanakan alih
pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja pendamping sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pengawasan penggunaan tenaga kerja konstruksi asing dilakukan oleh
pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi bagi tenaga kerja
konstruksi asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Paragraf 7
Tanggung Jawab Profesi
Pasal 19
(1) Tenaga kerja konstruksi kualifikasi ahli dalam memberikan layanan
memperhatikan harus bertanggungjawab secara professional.
(2) Tanggung jawab secara professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui mekanisme penjaminan.
Pasal 20
(1) Tanggung jawab profesi tenaga kerja konstruksi dilaksanakan sesuai dengan
kode etik profesi.
(2) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi tenaga kerja konstruksi
ditetapkan kode etik profesi oleh asosiasi.
(3) Tenaga kerja konstruksi wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi.
(4) Kode etik profesi tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak bertentangan dengan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Pengawasan atas kode etik profesi dilakukan oleh lembaga atau organisasi.
(2) Lembaga atau organisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ertugas
memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi tenaga kerja
konstruksi.
(3) Keputusan lembaga/organisasi tidak menghilangkan tanggung jawab pidana
apabila pelanggaran kode etik profesi mengandung unsur pidana.
Pasal 22
Mekanisme penjaminan sebagaimana dimaksud dalam pasal… (dituangkan)
Bagian Kedua
Material, Peralatan dan Teknologi Konstruksi
Paragraf 1
Pengembanga Rantai Pasok Sumber Daya Konstruksi
Paragraf 2
Peningkatan Teknologi Produksi Dalam Negeri
BAB V
PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
(1) Pembinaan Jasa Konstruksi menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam hal Pembinaan Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. penetapan kebijakan pengem bangan Jasa Konstruksi nasional;
b. penyelenggaraan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi yang bersifat
strategis, lintas negara, lintas provinsi, dan/atau berdampak pada
kepentingan nasional;
c. pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kebijakan
pengembangan Jasa Konstruksi nasional;
d. pengembangan kerja sama atau pemberdayaan dengan Pemerintah
Daerah provinsi; dan
e. dukungan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Bagian Kedua
(Tambahan Kedua)
Tanggung Jawab Pemerintah Pusat
Pasal 2
(1) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi
mencakup bidang:
a. Usaha Jasa Konstruksi;
b. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
c. Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, Keberlanjutan Jasa Konstruksi;
d. Tenaga Kerja Jasa Konstruksi;
e. Rantai Pasok Jasa Konstruksi;
f. Partisipasi Masyarakat Jasa Konstruksi; dan
g. Sistem Informasi Jasa Konstruksi.
(2) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah meningkatnya kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi
nasional. (Pasal 4 huruf a)
(3) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa
Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan
kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
(Pasal 4 huruf b)
(4) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, Keberlanjutan Jasa Konstruksi
Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. (Pasal 4 huruf c)
(5) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Tenaga Kerja Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d adalah meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas
tenaga kerja konstruksi nasional. (Pasal 4 huruf d)
(6) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Rantai Pasok Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e adalah meningkatnya kualitas penggunaan material dan peralatan
konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri. (Pasal 4 huruf e)
(7) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Partisipasi Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f adalah meningkatnya partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi.
(Pasal 4 huruf f)
(8) Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi di
bidang Sistem Informasi Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g adalah tersedianya sistem informasi Jasa Konstruksi. (Pasal 4 huruf g)
Bagian Kedua
Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Wewenang Pemerintah Pusat
Pasal X1
Pemerintah Pusat memiliki wewenang dalam Pembinaan Jasa Konstruksi yang
meliputi:
a. Penetapan Kebijakan;
b. Penyelenggaraan Kebijakan;
c. Pemantauan dan Evaluasi;
d. Pemberdayaan; dan
e. Pengawasan Penyelenggaraan.
Pasal X2
Wewenang Pemerintah Pusat dalam Pembinaan Jasa Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal...mencakup pembinaan terhadap:
a. Usaha Jasa Konstruksi;
b. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
c. Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, Keberlanjutan;
Pasal X16
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Penyelenggaraan Kebijakan Tenaga Kerja
Jasa Konstruksi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf d,
Pemerintah Pusat berwenang dalam hal:
a. menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan
percontohan;
b. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi profesi dan lisensi bagi
lembaga sertifikasi profesi;
c. menyelenggarakan registrasi tenaga kerja konstruksi;
d. menyelenggarakan registrasi pengalaman profesional tenaga kerja
konstruksi serta lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang
konstruksi;
e. menyelenggarakan penyetaraan tenaga kerja konstruksi asing; dan
f. membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Pemantauan dan Evaluasi Rantai Pasok Jasa
Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf e, Pemerintah Pusat
berwenang dalam hal:
...............................................................
Pasal X22
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Pengawasan Rantai Pasok Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf e, Pemerintah Pusat berwenang
dalam hal:
..................................................................
Pasal X23
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Kebijakan Partisipasi Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf f, Pemerintah Pusat
berwenang dalam hal:
a. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung
jawab dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
b. meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi; dan
c. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung
jawab dalam Usaha Penyediaan Bangunan.
Pasal X24
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Penyelenggaraan Kebijakan Partisipasi
Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf f,
Pemerintah Pusat berwenang dalam hal:
a. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi sebagai media
aspirasi masyarakat Jasa Konstruksi; dan
b. memberikan dukungan pembiayaan terhadap penyelenggaraan Sertifikasi
Kompetensi Kerja;
Pasal X25
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Pemantauan dan Evaluasi Partisipasi
Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf f,
Pemerintah Pusat berwenang dalam hal:
.........................................................
Pasal X26
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Pengawasan Partisipasi Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal X2 huruf f, Pemerintah Pusat
berwenang dalam hal:
.............................................................
Pasal X27
Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal Penetapan Kebijakan Sistem Informasi Jasa
Pasal Y4
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat Pembinaan Jasa Konstruksi dalam
Pengawasan kebijakan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud salam Pasal Y1
huruf d meliputi:
a. menyelenggarakan pengawasan proses pemberian Izin Usaha nasional;
b. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi di provinsi;
c. menyelenggarakan pengawasan sistem rantai pasok konstruksi di provinsi;
d. menyelenggarakan pengawasan pemilihan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
e. menyelenggarakan pengawasan Kontrak Kerja Konstruksi;
f. menyelenggarakan pengawasan tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan Jasa Konstruksi di provinsi.
g. menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan
pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi
kecil dan menengah.
h. menyelenggarakan pengawasan:
(1) sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja;
(2) pelatihan tenaga kerja konstruksi; dan
(3) upah tenaga kerja konstruksi.
Paragraf 3
Tugas Pemeritah Pusat
Pasal 1
Pemerintah Pusat dalam Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi memiliki
tugas:
Paragraf 4
Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
Pasal 2
Gubernur sebagai Wakilm Pemerintah Pusat dalam Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi memiliki tugas:
Bagian 1
Wewenang dan tugas Pemerintah daerah Provinsi
Paragraf 1
Wewenang Pemerintah daerah Provinsi
Pasal 3
Pemerintah daerah Provinsi memiliki wewenang dalam Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi yang meliputi:
a. penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi; dan
b. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah
provinsi.
Pasal 4
Pemerintah Provinsi melakukan Pembinaan Jasa Konstruksi dalam hal
Penyelenggaraan pemberdayaan pemerintah daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud salam Pasal Y huruf d meliputi:
a. melakukan pemberdayaan untuk penyelenggaraan pelatihan tenaga
Paragraf 2
Tugas Pemerintah daerah Provinsi
Pasal 5
Pemerintah Daerah Provinsi memiliki tugas dalam Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi yang meliputi:
Bagian Keenam
Wewenang dan tugas Pemerintah daerah Kab/Kota
Pasal 6
Wewenang Pemerintah daerah Kab/Kota
Pasal 7
Pemerintah daerag Kabuoaen/Kota dalam menlenggara kabupaten/kota memiliki
wewenang:
a. penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi;
b. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah
kabupaten/kota;
c. penerbitan Izin Usaha nasional kualifikasi kecil, menengah, dan besar; dan
d. pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan
Jasa Konstruksi.
Paragraf 1
Wewenang Pemerintah daerah Kab/Kota
Pasal 8
Wewenang Pembinaan Jasa Konstruksi oleh Pemerintah Daerah di kabupaten/kota
memiliki wewenang:
a. penyelenggaraan kebijakan Jasa Konstruksi yang berdampak hanya di
wilayah kabupaten/kota; dan
b. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kebijakan Jasa Konstruksi
nasional di wilayah kabupaten/kota.
Paragraf 2
Tugas Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
Pasal 9
Dalam hal pembinaan Jasa Konstruksi oleh Pemerintah Daerah di kabupaten/kota
bertugas:
a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi yang ditugas oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi;
b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi;
c. melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa
kionstruksi;
d. menerbitkan perizinan usaha jasa konstruksi; dan
e. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk
terpenuhinya tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi.
Bagian 2
Sasaran Pembinaan
Pasal K
Pemerintah Pusat melakukan dalam melakukan pembinaan Jasa Konstruksi
dilakukan terhadap:
a. penyedia jasa Konstruksi,
b. pengguna jasa Konstruksi, dan
c. masyarakat Jasa Kosntruksi.
Pasal K1
Pemerintah Pusat dalam melakukan Pembinaan Jasa Konstruksi bagi penyedia jasa
sebagai dimaksud dalam Pasal K huruf a meliputi:
a. Badan Usaha Jasa Konstruksi;
Pasal K2
Sasaran Pembinaan Jasa Konstruksi bagi penyedia jasa sebagai dimaksud dalam
Pasal K huruf b meliputi:
Pasal K3
Sasaran Pembinaan Jasa Konstruksi bagi penyedia jasa sebagai dimaksud dalam
Pasal K huruf c meliputi:
Bagian
Tata Kelola Pembinaan
Bagian 3
Bentuk dan Mekanisme Pembinaan
Bagian Kesembilan
Pendanaan
Pasal K4
(1) Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan sub-
urusan Jasa Konstruksi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 didanai dengan anggaran
pendapatan dan belanja negara.
(2) Penyelenggaraan sub-urusan Jasa Konstruksi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 didanai dengan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Bagian 4
Pelaporan
Pasal K5
(1) Gubernur melaporkan penyelenggaraan sub-urusan Jasa Konstruksi kepada
Menteri yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan laporan
penyelenggaraan Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Bupati dan walikota melaporkan penyelenggaraan suburusan Jasa Konstruksi
kepada gubernur yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
laporan penyelenggaraan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Pengawasan terhadap penyelenggaraan konstruksi
Pasal K6
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Jasa Konstruksi meliputi:
a. tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
b. tertib usaha dan perizinan tata bangunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan; dan
c. tertib pemanfaatan dan kinerja Penyedia Jasa dalam menyelenggarakan
Jasa Konstruksi.
Pasal K7
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilakukan oleh:
a. Masyarakat Jasa Konstruksi; dan
b. masyarakat.
Pasal 2
Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
Jasa Konstruksi melalui:
a. keikutsertaan Masyarakat Jasa Konstruksi melalui satu lembaga;
b. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi sebagai media
aspirasi masyarakat Jasa Konstruksi. (Pasal 5 ayat (6) huruf c)
c. meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi. (Pasal
5 ayat (6) hutuf b)
d. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung
jawab dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. (Pasal 5 ayat
(6) huruf a)
Bagian Kedua
Masyarakat Jasa Konstruksi
Pasal 3
Partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ... huruf
a dilakukan melalui:
a. satu Lembaga yang dibentuk Menteri; dan
b. forum Jasa Konstruksi.
Bagian Ketiga
Peran Lembaga
Pasal 4
Partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi melalui satu Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal.... huruf a dilakukan untuk menyelenggarakan sebagian
kewenangan Pemerintah Pusat, antara lain:
a. Registrasi Badan Usaha Jsa Konstruksi;
b. Akreditasi bagi Asosiasi Perusahaan Jasa Konstruksi;
c. Akreditasi bagi Asosiasi terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi;
d. Registrasi pengalaman Badan Usaha Jasa Konstruksi;
e. Registrasi penilai ahli;
f. Menetapkan penilai ahli dalam hal terjadi kegagalan bangunan;
g. Akreditasi bagi Asosiasi profesi Jasa Konstruksi;
h. Pemberian lisensi lembaga sertifikasi profesi Jasa Konstruksi;
i. Registrasi Tenaga Kerja Konstruksi;
j. Registrasi pengalaman profesional tenaga kerja Konstruksi;
k. Registrasi lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi.
l. Penyetaraan Tenaga Kerja Asing bidang Konstruksi; dan
m. Membentuk lembaga sertifikasi profesi Jasa Konstruksi untuk tugas
sertfikasi kompetensi kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertfikasi
profesi yang dbentuk oleh Asosiasi Profesi/Lembaga pendidikan dan
pelatihan.
Pasal 5
(1) Lembaga didirikan di tingkat nasional dan di daerah Provinsi.
(2) Lembaga tingkat nasional berkedudukan di ibukota negara dan Lembaga di
daerah provinsi berkedudukan di ibukota provinsi yang bersangkutan.
(3) Pengurus Lembaga beranggotakan wakil-wakil dari:
a. asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi yang terakreditasi;
b. asosiasi profesi Jasa Konstruksi yang terakreditasi;
c. institusi pengguna Jasa Konstruksi yang memenuhi kriteria
d. perguruan tinggi atau pakar yang memenuni kriteria; dan
e. dapat juga asosiasi terkait Rantai Pasok Konstruksi yang terakreditasi.
(4) Asosiasi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a
merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau himpunan pengusaha
orang perseorangan dan atau perusahaan baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum yang bergerak di bidang Jasa Konstruksi yang bersifat
umum atau spesialis serta memiliki keterampilan dan atau keahlian sesuai
dengan kriteria;
a. bersifat nasional dalam arti:
1) berbentuk organisasi yang tidak memiliki cabang; tetapi ruang lingkup
usaha anggotanya bersifat nasional; dan
2) berbentuk organisasi yang memiliki cabang-cabang atau perwakilan
sekurangkurangnya di 5 (lima) daerah provinsi di Indonesia.
b. mempunyai tujuan memperjuangkan kepentingan dan aspirasi anggotanya;
c. memiliki dan menjunjung tinggi kode etik asosiasi; dan
d. melakukan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan manajemen
usaha bagi anggotaanggotanya.
(5) Asosiasi profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b merupakan satu
atau lebih wadah organisasi dan atau himpunan orang perseorangan terampil
dan atau ahli atas dasar kesamaan disiplin keilmuan dan atau profesi di bidang
konstruksi atau yang berkaitan dengan Jasa Konstruksi yang memenuhi
kriteria:
a. bersifat nasional dalam arti :
1) berbentuk organisasi yang tidak memiliki cabang, tetapi
keanggotaannya bersifat nasional; atau
2) berbentuk organisasi yang memiliki cabang-cabang atau perwakilan
sekurangkurangnya di 5 (lima) daerah provinsi di Indonesia.
b. mempunyai tujuan memperjuangkan kepentingan dan aspirasi anggotanya;
c. memiliki dan menjunjung tinggi kode etik profesi; dan
d. melakukan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan
keahlian bagi anggota-anggotanya.
(6) Institusi pengguna Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (....)
merupakan Institusi pengguna jasa Konstruksi adalah lembaga pemerintah
atau badan hukum publik yang memiliki tugas utama menggunakan aset yang
diperoleh melalui proses jasa konstruksi. Kriteria intitusi pengguna Jasa
Konstruksi:
a. Milik Nasional;
b. Wilayah kerja seluruh Indonesia, untuk Lembaga tingkat nasional dan
wilayah kerja provinsi yang bersangkutan untuk Lembaga provinsi;
c. Selama ... tahun terakhir memiliki kontrak Jasa Konstruksi dengan
penyedia jasa sekurang-kurangnya Rp .....
(7) Pakar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c mcrupakan satu orang
atau lebih yang memenuhi kriteria sebagai ahli di bidang Jasa Konstruksi
berdasarkan disiplin keilmuan dan atau pengalaman, serta mempunyai minat
untuk berperan dalam pengembangan Jasa Konstruksi dan bukan pengusaha
Jasa Konstruksi.
(8) Wakil perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam arat (3) huruf c
merupakan satu orang atau lebih yang berasal dari institusi pendidikan yang
memenuhi kriteria:
a. mempunyai jurusan disiplin ilmu yang berkaitan dengan bidang Jasa
Konstruksi; dan
b. telah memenuhi persyaratan akreditasi perguruan tinggi dan telah
mendapat rekomendasi dari pimpinan perguruan tinggi untuk berpartisipasi
dalam Lembaga.
Pasal 6
(1) Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal ... mempunyai sifat nasional
yang dalam kegiatannya bersifat nirlaba.
(2) Pembentukan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan
sah setelah ditetapkan oleh Menteri.= atas persetujuan DPR RI.
(3) Masa bakti, rincian tugas pokok dan fungsi, serta mekanisme kerja Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Lembaga tingkat nasional melaksanakan norma dan aturan yang ditetapkan
oleh Menteri.
(2) Lembaga tingkat daerah adalah perpanjangan tangan Lembaga tingkat
nasional yang dalam melaksanakan fungsinya berpedoman pada norma dan
aturan yang telah ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 8
(1) Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Lembaga dibiayai dengan sumber
pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain APBN sumber
pembiayaan dapat juga dari :
a. pendapatan imbalan atas layanan jasa Lembaga;
b. bantuan hibah dari pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pendapatan imbalan atas layanan jasa Lembaga dikelola sebagai Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
Pasal 9
(1) Lembaga wajib melaksanakan tata kelola sistem informasi yang berkaitan
tugas layanan masyarakat dalam Sistem Informasi Jasa Konstruksi
Terintegrasi yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.
(2) Sanksi bagi Lembaga yang tidak melaksanakan tata kelola IT melalui SIJK
sebagai berikut :
a. ..
b. ..
c. ..
Pasal 10
Lembaga mempunyai tugas dalam :
a. …
Bagian Keempat
Forum Jasa Konstruksi
Pasal 11
(1) Forum Jasa Konstruksi merupakan sarana komunikasi, konsultasi, dan
informasi antara Masyarakat Jasa Konstruksi, masyarakat dan Pemerintah
Pusat melalui media online dan/atau pertemuan yang untuk membahas secara
transparan berbagai hal yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi.
(2) Hasil Forum disampaikan kepada Pemerintah, Lembaga, dan asosiasi yang
terkait sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan pengembangan Jasa
Konstruksi nasional.
Pasal 12
(1) Forum Jasa Konstruksi dilakukan melalui :
a. Media online
b. Pertemuan
(2) Forum Jasa Konstruksi melalui media online sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan oleh Lembaga.
(3) Forum Jasa Konstruksi melalui media online yang dilakukan oleh lembaga
sebagaimana dimaksud ayat (2) melekat pada sistem informasi Jasa
Konstruksi Terintegrasi yang berkaitan dengan tugas layanan yang dilakukan
oleh masyarakat jasa konstruksi.
(4) Forum Jasa Konstruksi melalui pertemuan sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Forum Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui pertemuan paling sedikit
dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setahun.
(6) Hasil Forum Jasa Konstruksi melalui media online dapat menjadi bahan
masukan untuk Forum Jasa Konstruksi dalam pertemuan sebagaimana ayat
(4)
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Forum Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal … diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal ...
(1) Forum melalui media online terdiri dari unsur:
a. asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi;
b. asosiasi profesi Jasa Konstruksi;
c. asosiasi terkait material dan peralatan Jasa Konstruksi;
d. pakar dan perguruan tinggi;
e. institusi pengguna jasa konstruksi;
f. instansi pemerintah; dan
g. Organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang
Jasa Konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen Jasa Konstruksi.
(2) Forum Jasa Konstruksi melalui pertemuan terdiri dari unsur:
a. asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi;
b. asosiasi profesi Jasa Konstruksi;
c. asosiasi terkait material dan peralatan Jasa Konstruksi;
d. pakar dan perguruan tinggi;
e. institusi pengguna jasa konstruksi;
f. instansi pemerintah;
g. Lembaga.
(3) Forum Jasa Konstruksi mempunyai fungsi untuk :
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. membahas dan membuat rekomendasi kebijakan pengembangan Jasa
Konstruksi nasional;
c. meningkatkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Jasa Konstruksi;
Pasal 14
Pendanaan kegjatan Forum dapat diperoleh dari :
a. APBN; dan/atau
Bagian Kelima
Partisipasi Masyarakat Umum
Pasal 15
Partisipasi Masyarakat Umum dapat dilakukan dalam bentuk
a. Melakukan pengawasan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
b. pemberian masukan kebijakan kepada Pemerintah; dan
Pasal 16
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa
Konstruksi dengan cara:
a. mengakses informasi dan keterangan terkait dengan kegiatan konstruksi
yang berdampak pada kepentingan masyarakat;
b. melakukan pengaduan, gugatan, dan upaya mendapatkan ganti kerugian
atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan Jasa
Konstruksi; dan
c. membentuk asosiasi profesi dan asosiasi badan usaha di bidang Jasa
Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain berpartisipasi dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
masyarakat juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan Jasa Konstruksi.
Pasal 17
Partisipasi masyarakat umum dalam hal mengakses informasi dan keterangan terkait
dengan kegiatan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….. ayat (1) huruf
a, dilakukan dengan cara:
a. Meminta pengelola kegiatan konstruksi untuk memasang papan informasi
terkait kegiatan konstruksi;
b. Mendapat keterangan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan
pekerjaan konstruksi yang mempengaruhi keamanan, keselamatan, dan
kesehatan lingkungan sekitarnya dan masyarakat;
Pasal 18
Partisipasi masyarakat umum dalam hal melakukan pengaduan, gugatan, dan upaya
mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan
akibat kegiatan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….. ayat (1)
huruf b, dilakukan dengan cara:
a. Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan, gugatan dan upaya
mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi ke unit layanan pengaduan
atau pemberi pekerjaan.
b. Penyampaian pengaduan, gugatan dan upaya mendapatkan ganti kerugian
BAB VII
SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas tersedianya sistem informasi Jasa
Konstruksi.
Pasal 2
(1) Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi dibentuk suatu sistem informasi yang
terintegrasi.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh
Pemerintah Pusat.
Bagian Kedua
Data dan Informasi Jasa Konstruksi
Pasal 3
(1) Sistem informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ...
memuat data dan informasi yang berkaitan dengan:
a. tanggung jawab dan kewenangan di bidang Jasa Konstruksi yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. tugas pembinaan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; dan;
c. tugas layanan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh Masyarakat
Jasa Konstruksi.
(2) Setiap Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa serta institusi yang terkait dengan
Jasa Konstruksi harus memberikan data dan informasi dalam rangka tugas
pembinaan dan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 4
Sistem Informasi Jasa Konstruksi yang memuat Tanggung jawab dan wewenang
pemerintah pusat di bidang Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud Pasal ... ayat (1)
huruf a meliputi data dan informasi:
a. persyaratan usaha Jasa Konstruksi;
b. permodalan dan sistem penjaminan usaha Jasa Konstruksi;
c. pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi;
d. pasar Jasa Konstruksi di negara yang potensial untuk pelaku usaha Jasa
Konstruksi nasional;
e. kemitraan antara usaha Jasa Konstruksi nasional dan internasional;
f. pemilihan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
g. rantai pasok material, peralatan, dan teknologi konstruksi;
h. izin usaha Jasa Konstruksi nasional dan asing;
i. kinerja penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi;
j. pengawasan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi;
Pasal 8
Sistem Informasi Jasa Konstruksi yang memuat tugas pembinaan pemerintah daerah
di bidang Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud Pasal ... ayat (1) huruf b meliputi
data dan informasi pedoman teknis kebijakan provinsi:
a. pengembangan sumber daya manusia;
b. usaha Jasa Konstruksi;
c. material dan teknologi konstruksi;
d. penyelenggaraan jasa konstruksi;
e. standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan; dan
f. partisipasi masyarakat.
Pasal 9
Sistem Informasi Jasa Konstruksi yang memuat tugas layanan di bidang Jasa
Konstruksi yang dilakukan oleh Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud
Pasal ... ayat (1) huruf c antara lain data dan informasi :
a. badan usaha Jasa Konstruksi yang telah diregistrasi;
b. asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi yang terakreditasi;
c. asosiasi terkait rantai pasok Jasa Konstruksi yang terakreditasi;
d. pengalaman badan usaha yang telah diregistrasi;
e. penilai ahli yang telah diregistrasi;
f. asosiasi profesi yang terakreditasi;
g. lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh lisensi;
h. tenaga kerja yang telah diregistrasi;
i. pengalaman profesional tenaga kerja yang telah diregistrasi;
j. lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi yang telah
diregistrasi;
k. tenaga kerja asing yang telah disetarakan;
l. lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh Lembaga; dan
m. Pelaksanaan forum jasa konstruksi melalui media online
Bagian Ketiga
Pengelolaan Sistem Informasi Jasa Konstruksi
Pasal 10
(1) Menteri sebagai pengelola dan penanggung jawab Sistem Informasi Jasa
Konstruksi
(2) Dalam mengelola Sistem Informasi Jasa Konstruksi meliputi aspek:
a. Proses bisnis dan piranti lunak;
b. Pengaturan penyediaan piranti keras dan jaringan;
c. Operasional dan pemeliharaan.
d. Bimbingan teknis pengelolaan sistem informasi
Pembiayaan
Pasal 11
Bagian Keempat
Koordinasi dan Kerjasama
Pasal 13
(1) Menteri melakukan koordinasi dan kerjasana dalam penyediaan data dan
informasi.
(2) Dan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dilakukan
dalam bentuk pertukaran data dari Kementarian/Lembaga lain dan lembaga
terkait untuk data pengguna dan penyedia jasa
Bagian Kelima
Pendanaan
(KPBU/ PNBP, APBN dan APBD)
Pasal 14
(1) Pengelolaan Sistem Informasi Jasa Konstruksi biayanya dibeban dalam
Anggaran Pedapatan Belanja Negara atau anggaran pendapatan belanja
daerah.
(2) Pelayanan informasi jasa konstruksi dikenakan biaya.
(3) Pendapatan yang diperoleh dari pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dimasukkan dalam PNBP.
Pasal 15
Menteri dalam pengelolaan Sistem Informasi Jasa Konsruksi dapat melakukan
kerjasama dengan Badan Usaha.
Pasal 16
Besaran biaya yang dikenakan dalam pelayanan infirmasi jasa konstruksi diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 17
BAB VIII
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Sanksi bagi Lembaga Pelatihan Konstruksi yang tidak memiliki registrasi, izin
operasional, dan akreditasi
Pasal 1
(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif
yang ditetapkan oleh :
a. Pemerintah kepada Lembaga dan pengguna jasa, berupa peringatan
tertulis;
b. Pemerintah kepada penyedia jasa, berupa :
1. peringatan tertulis;
2. pembekuan izin usaha;
3. pencabutan izin usaha; dan atau
4. larangan melakukan pekerjaan.
c. Lembaga kepada penyedia jasa dan asosiasi, berupa :
1. peringatan tertulis;
2. memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha;
3. pencabutan akreditasi;
4. pembatasan bidang usaha;
5. pencabutan tanda registrasi badan usaha; dan atau
6. pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
d. Asosiasi kepada anggota asosiasi, berupa :
1. peringatan tertulis;
2. pencabutan keanggotaan asosiasi;
3. pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
(2) Lembaga pelatihan melakukan tindak pidana tersebut diatas dapat dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi bagi Pengguna dan/atau Penyedia Jasa yang mempekerjakan Tenaga
Kerja Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat.
Pasal 2
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh usaha orang
perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi dikenakan sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha;
c. pembatasan bidang usaha;
d. pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja;
e. pencabutan registrasi; dan atau
f. pembatalan keanggotaan asosiasi.
(2) Pengguna dan/atau Penyedia Jasa yang mempekerjakan Tenaga Kerja
Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
Bagian Ketiga
Sanksi bagi Tenaga Kerja Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat
Pasal 3
(1) Pelanggaran terhadap yang dilakukan oleh penanggung jawab teknik
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha; atau
c. pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
(2) Pelanggaran terhadap yang dilakukan oleh tenaga teknik dan tenaga ahli pada
badan usaha dikenakan sanksi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha; atau
c. pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
(3) Tenaga Kerja Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat dapat dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp
500.000,- (lima ratus ribu).
Bagian Keempat
Sanksi bagi Lembaga Sertifikasi Profesi yang tidak memenuhi persyaratan uji
kompetensi
Pasal 4
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh asosiasi perusahaan,
asosiasi profesi dan atau institusi pendidikan dan pelatihan dikenakan sanksi
berupa :
a. peringatan tertulis;
b. memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha; dan atau
c. pencabutan akreditasi.
(2) asosiasi perusahaan, asosiasi profesi dan atau institusi pendidikan dan
pelatihan yang tidak memenuhi persyaratan uji tersebut diatas dapat dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasal 5
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh badan usaha nasional
maupun asing dikenakan sanksi berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. larangan melakukan pekerjaan di bidangnya.
Pasal 6
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh badan usaha dikenakan
sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan izin usaha; atau
c. pencabutan izin usaha.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh badan usaha asing
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis; atau
b. larangan melakukan pekerjaan di bidangnya.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan yang dilakukan oleh badan usaha/ badan
usaha asing yang tidak memenuhi persyaratan uji tersebut diatas dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Bagian Kelima
Pasal 7
adalah :
a. Balai Pembinaan Konstruksi
b. Pemerintah Provinsi
c. Pemerintah Daerah
d. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
e. Lembaga Lembaga lainnya yang berkaitan dengan Sertifikasi Konstruksi.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada tahun 2015 tercatat bahwa dari 8.208.086 tenaga kerja konstruksi yang sudah
memiliki sertifikat kompetensi hanya 255.014 orang atau sekitar 3,1%. Melalui
program percepatan, pada tahun 2016 jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat
berhasil ditingkatkan menjadi 530.475 orang atau sekitar 6,5% secara keseluruhan
baik ahli maupun terampil. Dengan demikian, perlu segera dilakukan percepatan
sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Sementara itu, target sertifikasi tenaga kerja
konstruksi pada tahun 2019 adalah sebanyak 750.000 orang tersertifikasi, itupun
baru memenuhi sekitar 10% dari total tenaga kerja konstruksi yang berada di kisaran
7-8 juta orang per tahun. Jumlah tenaga kerja konstruksi terus meningkat di kisaran
antara 800.000 sampai 1.000.000 orang lebih per tahun.
Terjadi penurunan dan fluktuasi jumlah tenaga ahli konstruksi dalam tiga tahun
terakhir. Penurunan ini bisa terjadi karena tidak adanya proses perpanjangan bagi
yang sudah menerima, karena berbagai faktor misalnya tidak adanya pengawasan
Tenaga Kerja Terampil Konstruksi di Indonesia terdiri atas 6 klasifikasi yang terbagi
dalam 3 jenjang kualifikasi yaitu kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Adapun sertif8kat
kompetensi yang diberikan adalah Sertifikat Keterampilan (SKT). SKT adalah salah
satu bukti kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja bidang Jasa
Pelaksana Konstruksi (kontraktor) yang harus dimiliki tenaga kerja/ ahli perusahaan
untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dalam permohonan
Sertifikasi dan Registrasi Jasa Pelaksana Konstruksi. Perkembangan tenaga kerja
konstruksi dari tahun 2013 sampai dengan 2015 terjadi kenaikan dari tahun ke tahun
hal ini dapat dirincikan sebagai berikut : tahun 2013 sebanyak 122.815 orang; pada
tahun 2014 sebanyak 169.549 orang; dan pada tahun 2015 sebanyak 221.499
orang.
Grafik 1
Capaian dan Proyeksi Peningkatan Sertifkasi Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi
2.163 orang per tahun yang dalam pelaksanaannya tentu didistribusikan secara
proporsional.
Terjadi tren kenaikan tenaga kerja konstruksi yang telah memiliki sertifikasi Terampil.
Tahun 2013 Tenaga Kerja Konstruksi yang telah memiliki sertifikat Terampil
Konstruksi sebanyak 122.815 orang. Pada tahun 2014 Tenaga Kerja Konstruksi
yang telah memiliki sertifikat Terampil Konstruksi sebanyak 169.549 orang, ada
kenaikan dari tahun lalu sebanyak 46.734 orang atau 38.05%. Sementara itu, pada
tahun 2015 Tenaga Kerja Konstruksi yang telah memiliki sertifikat Terampil Konstruksi
sebanyak 221.499 orang, dimana terjadi kenaikan dari tahun lalu sebanyak 51.950
orang atau 42.30%. Dengan demikian, tren peningkatan dan sertifikasi kompetensi
untuk tenaga terampil cenderung naik terus setiap tahunnya. Hal ini dapat
disebabkan adanya tuntutan dan keharusan memiliki sertifikat kompetensi untuk
tenaga kerja terampil di bidang konstruksi.
Meskipun tren tenaga kerja konstruksi bersertifikat terus naik namun masih banyak
tenaga kerja konstruksi yang belum bersertifikat. Pada tahun 2013 Tenaga Kerja
Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat kompetensi sebanyak 6.100.003 orang.
Tahun 2014 Tenaga Kerja Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat kompetensi
sebanyak 7.039.111 orang. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari tahun lalu
sebanyak 939.108 orang atau 15.40%. Sementara di tahun 2015 Tenaga Kerja
Konstruksi tidak memiliki sertifikat kompetensi sebanyak 7.953.072 orang. Hal ini
menunjukkan adanya kenaikan dari tahun lalu sebanyak 913.961 orang atau 12.98%.
Tren kenaikan jumlah yang belum bersertifikat dikarenakan munculnya tenaga kerja
baru yang belum memiliki sertifikat, khususnya para lulusan SMA/MA/SMK atau
lulusan Perguruan Tinggi yang sudah masuk ke dunia kerja namun belum memiliki
sertifikat. Oleh karena itu, perlu dilakukan antisipasi dalam bentuk pelatihan off the
job di lembaga pendidikan formal di SMA/MA/SMK maupun Perguruan tinggi agar
memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi siswa dan mahasiswanya sebelum mereka
lulus sebagai salah satu bentuk Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) yang
sekarang ini mulai diberlakukan di pendidikan formal sekolah maupun perguruan
tinggi.
standar, pembinaan, dan pengawasan saja sehingga kurang memiliki kendali penuh
terhadap pengembangan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
Kurangnya sistem dan mekanisme pengawasan mengakibatkan munculnya praktik
“hukum pasar” dalam proses pemberian sertifikasi. Akibatnya, banyak praktik jual beli
sertifikat yang menyebabkan tenaga kerja yang bersertifikat kurang memenuhi
standar yang telah ditetapkan atau kurang kompeten. Selain itu, upaya pemberian
sanksi kepada setiap tenaga kerja konstruksi yang tidak/belum memiliki sertifikat
kompetensi di bidang konstruksi masih sulit dilakukan. Di lain pihak, perusahaan
penyedia jasa konstruksi tidak mudah dikenai sanksi karena tidak adanya unit atau
lembaga dengan personil pengawasan yang diberi keweangan untuk menindak
ketika menemukan pelanggaran dalam pemanfaatan tenaga kerja konstruksi.
Hal yang menarik adalah terkait dengan klasifikasi usaha yang semula dalam
kerangka pengembangan usaha dalam bentuk ASMET (Arsitektur, Sipil, Mekanikal,
Elektrikal, dan Tata Lingkungan ditambah dengan Manajemen Pelaksanaan) kepada
klasifikasi usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI) dan Central
Product Classification (CPC). Hal ini membawa perubahan pada pengembangan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai dasar dalam
pengembangan program-program pelatihan konstruksi dan sertifikasi kompetensi
tenaga kerja konstruksi.
Saat ini sudah ada 297 SKKNI bidang Kostruksi yang telah dirumuskan yaitu: 149
SKKNI untuk kualifikasi keahlian (tenaga ahli), dan 148 untuk kualifikasi keterampilan
(tenaga terampil). Sementara target dari Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi
(GNPK) adalah 600 SKKNI konstruksi yang harus disusun. Jadi pengembangan
SKKNI baru mencapai 50% dari target yang telah ditetapkan sehingga perlu
percepatan penyusunan SKKNI agar dapat mencapai target yang disesuaikan
dengan kerangka KBJI atau CPC -- bukan kerangka ASMET – seperti yang
dijelaskan dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
tenaga kerja konstruksi. Selain dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sebagai
penggantinya, perlu juga diharmonisasi dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan produk aturan turunannya khususnya PP Nomor 23 Tahun
2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), serta UU Nomor 11 Tahun
2014 tentang Keinsinyuran.
Grafik 2
Skema Sistem Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
Pada tahapan selanjutnya, dilakukan proses uji kompetensi yang dilakukan oleh
Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSP) yang mendapatkan lisensi dari Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau badan sejenis. Lembaga ini memiliki
legalitas hukum yang jelas, memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan serta
memiliki Tempat Uji Kompetensi (TUK) untuk menguji peserta uji kompetensi.
Peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi harus dikelola oleh lembaga atau
organisasi yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dan industri.
Berdasarkan skema di atas maka dapat dibentuk lembaga dan organisasi baik oleh
pemerintah, badan usaha, dan masyarakat. Berikut ini beberapa lembaga yang dapat
dibentuk:
a. Badan Registrasi dan Akreditasi Jasa Konstruksi; Badan ini dibentuk oleh
pemerintah dalam hal ini Kementerian PU-PR, yang dipimpin oleh Kepala Badan
dengan tugas dan fungsi sebagai berikut: Merumuskan kebijakan dan strategi
pengembangan tenaga kerja konstruksi; Menyusun program dan kegiatan
pengembangan tenaga kerja konstruksi; Melakukan koordinasi dengan pihak lain
baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pelaksanaan program
pengembangan tenaga kerja konstruksi; Menyusun pedoman registrasi dan
melaksanakan kegiatan registrasi lembaga pelatihan konstruksi, asosiasi profesi,
lembaga sertifikasi profesi, tenaga kerja konstruksi berdasarkan nama dan
alamat, dan badan usaha konstruksi; Menyusun pedoman akreditasi dan
melaksanakan kegiatan akreditasi lembaga pelatihan konstruksi dan badan
usaha konstruksi; Menyusun pedoman pengendalian dan pengawasan serta
pemberian sanksi dan denda atas pelanggaran pengembangan dan penerapan
tenaga kerja konstruksi; Mengembangkan sistem pendataan lembaga dan tenaga
kerja konstruksi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
b. Lembaga Pelatihan Konstruksi (LPK); Lembaga ini dapat dibentuk oleh asosiasi
profesi, lembaga pendidikan formal, dan masyarakat luas yang memiliki badan
hukum serta telah tergistrasi dan terakreditasi oleh pemerintah (Badan Registrasi
dan Akreditasi Jasa Konstruksi), dengan tugas dan fungsi: Menyusun program
dan kegiatan pelatihan yang mengacu kepada standar kompetensi
(SKKNI/SKKK) yang telah ditetapkan; Mengembangkan materi dan bahan
pelatihan konstruksi terkait sesuai SKKNI/SKKK yang telah ditetapkan oleh
pemerintah; Memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
kegiatan pelatihan baik teori dan praktik; Memiliki tenaga pendidik, pelatih, atau
instruktur yang ahli dan bersertifikat; Memiliki tenaga admnistrasi dan tenaga
pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan lembaga pelatihan konstruksi.
c. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); Lembaga ini dapat dibentuk oleh asosiasi
profesi, lembaga pelatihan konstruksi yang memiliki badan hukum serta
Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 kembali diatur dengan lebih tegas dan lebih jelas
mengenai sanksi dan denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku jasa
konstruksi. Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 dijelaskan terkait dengan denda dan
sanksi kepada tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifikat dan kepada
badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak bersertifikat.
Pada Pasal 99 dijelaskan pada Ayat (1) “Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja
di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasar 70 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pemberhentian
dari tempat kerja”; (2) Setiap Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa yang
mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifikat Kompetensi
Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (2) dikenai sanksi administratif
berupa: (a) denda administratif dan/atau (b) penghentian sementara kegiatan layanan
Jasa Konstruksi. Pada Ayat (2) dijelaskan “setiap lembaga sertifikasi profesi yang
tidak mengikuti ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: (a) peringatan tertulis; (b)
denda administratif; (c) pembekuan lisensi; dan/atau (d) pencabutan lisensi”.
Perlu penataan sistem pemantauan dan evaluasi melalui pemberian denda dan
sanksi bagi tenaga kerja yang tidak memiliki sertifikat kompetensi konstruksi dan
badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak bersertifikat.
Selama ini, sistem dan mekanisme pemantauan berkelanjutan dalam pelaksanaan
pengawasan (sidak) kepada setiap tenaga kerja konstruksi dan/atau badan usaha
konstruksi tidak jelas menjadi tugas dan fungsi siapa dan lembaga apa. Akibatnya
setiap pelanggaran yang dilakukan banyak yang tidak dilaporkan atau tidak bisa
diproses lebih lanjut. Agar proses pemberian denda dan sanksi ini dapat berjalan
belum dibentuk unit/lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan
pengawasan dan sidak sekaligus memberikan denda dan sanksi yang jelas kepada
setiap pelanggaran yang didukung oleh SDM tenaga pengawasan dan penindakan
yang diatur melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pekerjaaan Umum
dan Perumahan Rakyat. Perlu dilakukan perbandingan dengan beberapa lembaga
atau asosiasi pada profesi lain misalnya dokter, pemberian Surat Izin Mengemudi
(SIM) di kepolisian, dan lembaga lainnya. Sepertinya, penguatan peran dan fungsi
Kementerian PU PR dan instansi di bawahnya langsung maupun lembaga tidak
langsung di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan penguatan
peran dan fungsi lembaga pemerinta diharapkan fungsi pengawasan dan evaluasi
dalam rangka pembinaan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi serta pemberian
sanksi dan denda yang tegas kepada tenaga kerja maupun badan usaha bidang
konstruksi dapat dilakukan dengan optimal, efektif dan efisien serta akuntabel.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kendala utama pertumbuhan dan pemerataan pembangunan adalah karena
minimnya infrastruktur pendukung dan penunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
Proses produksi dan arus distribusi barang/jasa kurang berjalan optimal karena
minimnya sarana transportasi, terbatasnya pemukiman dan perumahan bagi
warga, serta kurangnya instalasi air dan listrik yang menunjang kegiatan sosial-
ekonomi masyarakat. Ketimpangan ekonomi dan kesejahteraan antar daerah
dan wilayah kepulauan semakin terlihat karena tidak terhubung dengan baik
kegiatan transportasi baik darat, laut, maupun udara. Oleh karena itu, muncul
kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia
telah menjadi komitmen Pemerintah periode 2015-2019 untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah
maupun antar pulau dan kepulauan di Indonesia.
Perlu pendanaan pembangunan infrastruktur yang besar untuk mewujudkan
ketersediaan jalan, perumahan, sumber daya air, energi, listrik, telekomunikasi,
transportasi darat, transportasi laut, dan kereta api. Alokasi anggaran selama
tahun 2015-2019 diperkirakan mencapai Rp.4.796 triliun(www.kemenkeu.go.id;
20 Juli 2017). Angka tersebut bisa mencapai 6.541 Triliun jika dengan skenario
penuh atau mencapai 4.781 Triliun jika dengan skenario parsial menurut
Bambang Tri Sukmono dari Ikatan Instruktur dan Asesor Pelatihan Konstruksi
Indonesia (IALKI).
Gambar 1.1
Peluang Pasar Konstruksi Indonesia
Namun demikian, pada tahun 2015 tercatat bahwa dari 8.208.086 tenaga kerja
konstruksi yang sudah memiliki sertifikat kompetensi hanya 255.014 orang atau
sekitar 3,1%. Melalui program percepatan, pada tahun 2016 jumlah tenaga kerja
konstruksi bersertifikat berhasil ditingkatkan menjadi 530.475 orang atau sekitar
6,5% secara keseluruhan baik ahli maupun terampil. Dengan demikian, perlu
Tabel 2.1
Perkembangan Tenaga Kerja Konstruksi
Pada tahun 2013, tenaga kerja konstruksi berjumlah 6.276.723 orang, kemudian
bertambah lagi menjadi 7.280.086 orang di tahun 2014, dan pada tahun 2015
berjumlah 8.208.086 orang. Adanya penambahan jumlah tenaga kerja harus
disertai dengan upaya penyiapan pelatihan dan sertifikasi kompetensi kepada
tenaga kerja konstruksi yang sudah ada maupun bagi yang akan masuk ke dunia
konstruksi.
Berdasarkan grafik dan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa sektor konstruksi
merupakan salah satu sektor andalan untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Pada tahun 2013 Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini sebesar
6.276.723 orang, sementara pada tahun 2014 Jumlah tenaga kerja yang bekerja
sektor konstruksi sebesar 7.280.086 orang atau ada kenaikan dari tahun lalu
sebanyak 1.003.363 orang atau 15.99%. Pada tahun 2015 Jumlah tenaga kerja
yang bekerja di sektor ini sebesar 8.280.086 orang atau ada kenaikan dari tahun
lalu sebanyak 928.000 orang atau 12.75%.
Terdapat perbedaan kualifikasi tenaga kerja konstruksi antara UU Nomor 18
Tahun 1999 dengan UU Nomor 2 Tahun 2017.Penamaan dan kualifikasi tenaga
kerja konstruksi di tahun 2017 ini masih dipilah berdasarkan dua kualifikasi yaitu
tenaga kerja ahli dan tenaga kerja terampil. Ke depan kualifikasi tenaga kerja
konstruksi akan dibuat dalam tiga kualifikasi sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2017
yaitu tenaga ahli, teknisi/analis, dan operator. Berikut ini gambaran jumlah
tenaga kerja konstruksi berdasarkan pembagian kualifikasi ahli dan terampil.
Kualifikasi tenaga ahli Jasa Konstruksi dibagi dalam beberpa jenjang yaitu: (a)
Ahli utama, (b) Ahli madya, (c) Ahli muda, (d) Ahli pemula, dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) Persyaratan SKA ahli utama:
Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 12 tahun atau S2
dengan pengalaman minimal 5 tahun.
b) Persyaratan SKA ahli madya:
Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 7 tahun atau S2
dengan pengalaman minimal 2 tahun.
c) Persyaratan SKA ahli muda:
Berpendidikan minimal DIII dengan pengalaman minimal 5 tahun atau S1
dengan pengalaman minimal 2 tahun atau S2 dengan pengalaman minimal 1
tahun.
d) Persyaratan SKA ahli pemula :
Berpendidikan minimal DIII tanpa pengalaman.
Perkembangan tenaga kerja konstruksi dari tahun 2013 sampai dengan 2015
berfluktuasi dari tahun ke tahun hal ini dapat dirincikan sebagai berikut : tahun
2013 sebanyak 53.905 orang; tahun 2014 sebanyak 71.426 orang dan tahun
2015 sebanyak 33.515 orang.
Tabel 2.2
Tenaga Kerja Ahli Konstruksi Secara Nasional Tahun 2013 – 2015
Tenaga Kerja Konstruksi Tahun
No
Ahli 2013 2014 2015
1 Muda 18,783 41,820 15,480
2 Madya 31,782 25,039 15,336
3 Utama 3,340 4,567 2,699
Total 53,905 71,426 33,515
Sumber : BPS Statistik Indonesia Tahun 2016
Data dalam tabel tersebut berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dari buku
Statistik Indonesia tahun 2016.
Grafik 2.1
Tenaga Kerja Ahli Konstruksi Secara Nasional Tahun 2013 – 2015
Berdasarkan Grafik 2.1 tersebut bisa kita lihat komposisi tenaga ahli berfluktuasi
dimana tahun 2013 ke 2014 terjadi kenaikan sebanyak 17.521 orang
sedangkan dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi penurunan sebanyak 37.911
orang.
Sementara itu, pada Tabel 2.3 memperlihatkan sebaran tenaga kerja ahli
konstruksi dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 di setiap provinsi yaitu:
Tabel 2.3
Tenaga Kerja Ahli Konstruksi di Provinsi Tahun 2013-2015
Berdasarkan Tabel dan Grafik di atas menunjuk tren dari tenaga kerja konstruksi
yang telah memiliki Sertikat sebagai Tenaga Ahli. Terjadi fluktuasi jumlah tenaga
ahli konstruksi. Penurunan ini bisa terjadi karena tidak adanya proses
perpanjangan bagi yang sudah menerima, karena berbagai faktor misalnya tidak
Kualifikasi tenaga terampil Jasa Pelaksana Konstruksi adalah : (a) SKT-P, (b)
SKT Tingkat III, (c) SKT Tingkat II, (d) SKT Tingkat I. Adapun persyaratan tenaga
kerja terampil adalah:
a) SKT Pemula :
Berpendidikan minimal SLTA/STM tanpa pengalaman.
b) SKT Tingkat III :
Berpendidikan minimal DIII tanpa pengalaman atau SLTA/STM dengan
pengalaman minimal 2 tahun.
c) SKT Tingkat II :
Berpendidikan minimal DIII dengan pengalaman minimal 1 tahun atau
SLTA/STM dengan pengalaman minimal 3 tahun.
d) SKT Tingkat I :
Berpendidikan minimal S1 tanpa pengalaman, DIII dengan pengalaman
minimal 2 tahun atau SLTA/STM dengan pengalaman minimal 5 tahun.
Perkembangan tenaga kerja konstruksi dari tahun 2013 sampai dengan 2015
terjadi kanikan dari tahun ke tahun hal ini dapat dirincikan sebagai berikut : tahun
2013 sebanyak 122.815 orang; pada tahun 2014 sebanyak 169.549 orang; dan
pada tahun 2015 sebanyak 221.499 orang.
Tabel 2.4
Tenaga Kerja Terampil Konstruksi Secara Nasional Tahun 2013 – 2015
Tenaga Kerja Konstruksi Tahun
No
Terampil 2013 2014 2015
1 Kelas 3 13,895 14,657 23,400
2 Kelas 2 35,077 46,634 51,475
3 Kelas 1 73,843 108,258 146,624
Terjadi tren peningkatan jumlah tenaga kerja terampil bersertifikat dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.2.
Grafik 2.2
Tenaga Kerja Terampil Konstruksi Secara Nasional Tahun 2013 – 2015
Berdasarkan Grafik 2.3 tersebut bisa kita lihat komposisi tenaga terampil dimana
tahun 2013 ke 2014 terjadi kenaikan sebanyak 46.734 orang sedangkan dari
tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi kenaikan sebanyak 51.950 orang.
Tabel 2.5
Tenaga Kerja Terampil Konstruksi Berdasarkan Provinsi Tahun 2013-2015
Jumlah Tenaga Kerja Terampil
No Provinsi Konstruksi
2013 2014 2015
1 Aceh 4,480 6,342 10,014
2 Sumatera Utara 6,020 6,796 8,062
3 Sumatera Barat 1,091 2,990 7,910
4 Riau 7,035 6,286 20,516
5 Jambi 1,995 3,278 4,085
6 Sumatera Selatan 995 163 1,993
7 Bengkulu 280 1,320 2,433
Tabel dan grafik tersebut menunjuk trend dari tenaga kerja konstruksi yang telah
memiliki sertikasi Terampil.Tahun 2013 Tenaga Kerja Konstruksi yang telah
memiliki sertifikat Terampil Konstruksi sebanyak 122.815 orang. Pada tahun 2014
Tenaga Kerja Konstruksi yang telah memiliki sertifikat Terampil Konstruksi
sebanyak 169.549 orang, ada kenaikan dari tahun lalu sebanyak 46.734 orang
atau 38.05%. Sementara itu, pada tahun 2015 Tenaga Kerja Konstruksi yang
telah memiliki sertifikat Terampil Konstruksi sebanyak 221.499 orang, dimana
terjadi kenaikan dari tahun lalu sebanyak 51.950 orang atau 42.30%. Dengan
demikian, tren peningkatan dan sertifikasi kompetensi untuk tenaga terampil
cenderung naik terus setiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan adanya tuntutan
dan keharusan memiliki sertifikat kompetensi untuk tenaga kerja terampil di
bidang konstruksi.
Tabel 2.6
Jumlah Tenaga Kerja Konstruksi Tidak Bersertifikat
Berdasarkan Provinsi 2013-2015
Tenaga Kerja Tidak Bersertifikat
No Provinsi
2013 2014 2015
1 Aceh 101,734 119,152 126,037
2 Sumatera Utara 382,367 367,466 350,175
3 Sumatera Barat 97,020 111,810 105,867
4 Riau 126,300 116,247 124,158
5 Jambi 57,787 58,094 60,599
6 Sumatera Selatan 131,565 166,534 165,321
7 Bengkulu 36,664 40,180 39,788
8 Lampung 143,279 179,565 219,129
9 Bangka-Belitung 28,590 30,056 26,631
10 Kepulauan Riau 67,272 59,004 64,057
11 DKI Jakarta 131,698 160,411 206,704
12 Jawa Barat 1,233,048 1,430,415 1,651,133
13 Jawa Tengah 945,127 1,258,877 1,511,262
14 D I Yogyakarta 99,647 142,708 150,681
15 Jawa Timur 1,032,073 1,230,358 1,483,927
16 Banten 231,704 268,850 277,062
17 Bali 208,455 204,640 193,472
18 Nusa Tenggara Barat 104,427 101,943 152,052
19 Nusa Tenggara Timur 73,227 78,965 71,600
20 Kalimantan Barat 103,987 112,118 95,936
21 Kalimantan Tengah 43,640 49,471 68,571
22 Kalimantan Selatan 97,615 97,129 97,958
23 Kalimantan Timur 113,625 95,642 93,474
24 Kalimantan Utara - - 16,062
25 Sulawesi Utara 73,004 78,698 82,593
konstruksi tidak mudah dikenai sanksi karena tidak adanya unit atau lembaga
dengan personil pengawasan yang diberi kewenangan untuk menindak ketika
menemukan pelanggaran dalam pemanfaatan tenaga kerja konstruksi.
Grafik 2.3
Perbandingan Undang-Undang Jasa Konstruksi
landasan konseptual yang kuat dan arahan teknis operasional yang jelas agar
peran pemerintah daerah dapat maksimal mengendalikan program pembangunan
konstruksi.
Hal yang menarik adalah terkait dengan klasifikasi usaha yang semula dalam
kerangka pengembangan usaha dalam bentuk ASMET (Arsitektur, Sipil,
Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan ditambah dengan Manajemen
Pelaksanaan) kepada klasifikasi usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Jabatan
Indonesia (KBJI) dan Central Product Classification (CPC). Hal ini membawa
perubahan pada pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) sebagai dasar dalam pengembangan program-program pelatihan
konstruksi dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi.
Saat ini sudah ada 297 SKKNI bidang Kostruksi yang telah dirumuskan yaitu:
149 SKKNI untuk kualifikasi keahlian (tenaga ahli), dan 148 untuk kualifikasi
keterampilan (tenaga terampil). Sementara target dari Gerakan Nasional
Pelatihan Konstruksi (GNPK) adalah 600 SKKNI konstruksi yang harus disusun.
Jadi pengembangan SKKNI baru mencapai 50% dari target yang telah ditetapkan
sehingga perlu percepatan penyusunan SKKNI agar dapat mencapai target yang
disesuaikan dengan kerangka KBJI atau CPC -- bukan kerangka ASMET –
seperti yang dijelaskan dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
dan sertifikasi pada setiap tenaga kerja konstruksi baik ahli (SKA) maupun
terampil (SKT).
Secara rinci ditegaskan pada PP 28/2000 Pasal 28 Ayat (1) huruf c bahwa: “LPJK
mempunyai Tugas melakukan registrasi Tenaga Kerja konstruksi yang meliputi
Klasifikasi, Kualifikasi dan Sertifikasi Ketrampilan dan Keahlian Kerja. Selanjutnya
pada PP 4/2010 Pasal 28A ayat (1) dijelaskan bahwa: “Dalam melaksanakan
tugas registrasi LPJKN membentuk Unit Sertifikasi Tenaga Konstruksi (USTK)
Nasional dan LPJKP membentuk USTK Provinsi”. Peran LPJK ini sangat
menentukan dalam proses registrasi dan sertifikasi jasa konstruksi, sementara
peran dari lembaga pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah apalagi di tingkat
kabupaten/kota tidak memiliki peran dan fungsi yang menentukan baik dalam
rangka pembinaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
Grafik 2.5
Sistem dan Mekanisme Registrasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
(Kondisi Saat Ini)
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan analisis lingkungan internal dan
eksternal. Berdasarkan hasil kegiatan diskusi kelompok terfokus (FGD),
digambarkan analisis lingkungan tersebut. Secara internal terdapat sejumlah hal
yang perlu diperhatikan antara lain: (a) Kapasitas Balai pelatihan konstruksi dan
balai BPSDM; (b) Tersedia formasi jabatan fungsional pembina jasa konstruksi;
(b) Fasilitas teknologi informasi dan komunikasi di Kementerian PUPR; (c)
Kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan; (d) Ketersediaan prosedur
teknis perencanaan, pengawasan; dan (e) Ketersediaan tenaga purna tugas
PUPR. Adapun secara eksternal beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain: (a) Berlakunya UU Jasa Konstruksi yang baru, Arsitek, UU Keinsinyuran,
dan UU Ketenagakerjaan serta pembentuka BNSP; (b) Transisi dan Penataan
ulang kelembagaan LPJK; (c) Proses pengadaan LKPP, ULP Permanen; (d)
Peningkatan pelatihan in-house kontraktor BUMN; dan (e) Peran Asosiasi Profesi
baik positif dan negatif terhadap pengembangan tenaga kerja konstruksi.
Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 kembali diatur dengan lebih tegas dan lebih jelas
mengenai sanksi dan denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku jasa
konstruksi.Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 dijelaskan terkait dengan denda dan
sanksi kepada tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifikat dan kepada
badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak
bersertifikat. Pada Pasal 99 dijelaskan pada Ayat (1) “Setiap tenaga kerja
konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat
Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasar 70 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja”; (2) Setiap Pengguna Jasa
dan/atau penyedia Jasa yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak
memiliki sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 70
ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: (a) denda administratif dan/atau (b)
penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. Pada Ayat (2)
dijelaskan “setiap lembaga sertifikasi profesi yang tidak mengikuti ketentuan
pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3)
dikenai sanksi administratif berupa: (a) peringatan tertulis; (b) denda administratif;
(c) pembekuan lisensi; dan/atau (d) pencabutan lisensi”.
Perlu penataan sistem pemantauan dan evaluasi melalui pemberian denda dan
sanksi bagi tenaga kerja yang tidak memiliki sertifikat kompetensi konstruksi dan
Upaya pembinaan tenaga kerja konstruksi ditentukan oleh situasi dan kondisi
yang ada baik internal maupun eksternal. Terdapat potensi dan kendala baik yang
bersifat internal maupun eksternal yang perlu dihadapi dan diantisipasi dalam
menyusun rencana pembinaan ke depan. Potensi Direktorat Bina Kompetensi
dan Produktivitas konstruksi antara lain:
telah memiliki 6 (enam) balai pembinaan konstruksi wilayah yang memiliki
tugas dan fungsi sebagai pembina, fasilitator, dan stimulasi pelatihan dan
pembentukan lembaga sertifikasi profesi baik untuk kepentingan pemerintah
daerah, pihak badan usaha (swasta) maupun masyarakat.
Telah tersedia 183 Balai Latihan Kerja (BLK) di 34 provinsi dan balai-balai
pelatihan pemda lainnya di bawah koordinasi Kementerian Tenaga Kerja yang
dapat dikerjasamakan dalam pelaksanaan pelatihan tenaga kerja konstruksi
dan pemberian sertifikat kompetensi.
Telah ada berbagai lembaga asosiasi profesi di bidang konstruksi yang
tersebar sejumlah provinsi dan kabupaten/kota tertentu yang siap melakukan
sinergi dalam peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
Telah ditetapkan 297 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
sebagai dasar dalam menyusun program dan menyelenggarakan pelatihan,
penyusunan modul-modul pelatihan. Terkait dengan proses sertifikasi, dibuat
pula materi uji kompetensi sebagai instrumen uji kompetensinya.
Tersedia dana stimulasi di setiap balai-balai Bina Konstruksi untuk
menyelenggarakan berbagai model pelatihan dan sertifikasi kompetensi
sebagai langkah awal dan bentuk bimbingan/bantuan teknis bagi pemerintah
Grafik 3.1
Capaian dan Proyeksi Peningkatan Sertifkasi Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi
target yang lebih progresif misalnya mencapai minimal 50% dari populasi tenaga
kerja konstruksi yang berjumlah sekitar 7-8 juta orang per tahun. Program
percepatan sertifikasi ini harus diselesaikan dalam dua periode pemerintahan agar
semua tenaga kerja konstruksi memiliki sertifikat kompetensi yang diharuskan UU
Nomor 2 Tahun 2017. Maka pada tahun 2020-2025 dapat ditentukan target
4.000.000 orang diharapkan dapat mengikuti pelatihan dan sertifikasi kompetensi
tenaga kerja konstruksi dengan alokasi sebanyak 800.000 orang per tahunnya.
Begitu pula pada periode berikutnya di tahun 2026-2031 perlu ditetapkan target
sekitar 900.000 orang per tahunnya. Target yang besar tersebut harus didistribusikan
kepada 34 provinsi, dan 416 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jika
didistribusikan kepada setiap kabupaten/kota maka rata-rata mendapatkan kuota
2.163 orang per tahun yang dalam pelaksanaannya tentu didistribusikan secara
proporsional.
Strategi pengembangan tenaga kerja konstruksi secara umum dapat dilihat pada
dokumen Roadmap Pengembangan Tenaga Kerja Konstruksi yang diterbitkan Tahun
2016. Terdapat 5 (lima) Strategi Pencapaian Agenda Strategis Pengembangan
Tenaga Kerja Konstruksi dari tahun 2014-2030 yang bersifat umum yaitu: (1) Strategi
pencapaian dalam mendukung rantasi pasok SDM konstruksi yang memadai; (2)
Strategi pencapaian dalam mendukung standar kompetensi dan produktivitas SDM
konstruksi; (3) Strategi pencapaian dalam mendukung kesetaraan tenaga konstruksi
nasional; (4) Strategi pencapaian dalam mendukung kesiapan penyelenggaraan
konstruksi; dan (5) Strategi pencapaian dalam mendukung SDM Konstruksi yang
kompeten. Terdapat satu hal yang belum disinggung mengenai stretegi pencapaian
dalam mendukung penengakkan hukum dan peraturan dengan pemberian
penghargaan dan sanksi/denda yang jelas sistem dan mekanismenya.
Secara operasional beberapa strategi pembinaan yang perlu dilakukan antara lain:
setiap daerah.
4. Mewajibkan pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran peraturan
dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi:
Wajib mempekerjakan tenaga bersertifikat dalam proyek-proyek konstruksi
(SK/SKT) melalui Kepmen PUPR dan tercantum dalam kontrak.
Melakukan tugas pengawasan di lapangan kepada LPJK Nasional atau LPJK
Provinsi, Balai-Balai Pembinaan Konstruksi, Asosasi terkait, melalui
penugasan khusus, sebelum terbentuknya lembaga/unit yang dibentuk oleh
Kementerian PUPR.
Pemberian sanksi dan denda yang tegas kepada pelaku pelanggaran sesuai
Pasal 99 Undang Undang No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
5. Peningkatan tanggung jawab Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
penyiapan dan penyelenggaraan pelatihan serta pemberian sertifikasi kepada
tenaga kerja konstruksi:
Pelaksanaan amanat Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah yang menyampaikan bahwa pembinaan kompetensi tenaga kerja
konstruksi merupakan urusan wajib pemerintah daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Perlu diterbitkan Surat Keputusan Bersama antara Kementerian PUPR
dengan Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan kewajiban
penyelenggaraan pelatihan, sertifikasi, serta dukungan pendanaan dari setiap
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
Meminta pemda untuk melakukan fasilitasi dan pemberian dukungan kepada
balai-balai pembinaan konstruksi maupun blai latihan kerja serta lembaga
pelatihan dan sertifikasi yang ada di daerah masing-masing.
Melakukan road show sosialisasi dan pendampingan kepada setiap provinsi
dan kabupaten/kota dalam rangka penyiapan sistem pembinaan dan
pelatihan serta sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi.
6. Peningkatan peran BUMN, asosiasi,Badan Usaha swasta dalam pelatihan &
sertifikasi:
Mendorong terbentuknya LSP di setiap BUMN, balai-balai,dan asosiasi
profesi di bidang konstruksi.
Sosilasisasi dan fasilitasi oleh balai pembinaan konstruksi PUPR kepada
setiap lembaga atau badan usaha baik pemerintah maupun swasta dalam
peningkatan mutu tenaga kerja konstruksi.
Melakukan kerjasama yang dituangkan dalam MOU antara balai pembina
konstruksi wilayah dengan BUMN/asosiasi / lembaga masyarakat.
7. Penyusunan alokasi dan mobilisasi pendanaan yang tepat, efektif dan efisien:
Menghidupkan kembali Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK)
dengan semangat dan format baru.
Penggalian dan menetapkan alokasi sumber-sumber pembiayaan baik APBN,
APBD, BUMN, Proyek skala besar, serta partisipasi dalam bentuk dana
mandiri (swadaya) dari pihak-pihak terkait.
Meningkatkan alokasi anggaran untuk pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja
konstruksi secara afirmatif untuk mengurangi kesenjangan penyediaan tenaga
kerja bersertifikat dan profesional.
Menyusun kebutuhan anggaran pelatihan dan sertifikasi di setiap provinsi dan
kabupetan/kota.
Grafik 5.1
Skema Sistem Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
Pada tahapan selanjutnya, dilakukan proses uji kompetensi yang dilakukan oleh
Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSP) yang mendapatkan lisensi dari Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau badan sejenis. Lembaga ini memiliki
legalitas hukum yang jelas, memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan serta
memiliki Tempat Uji Kompetensi (TUK) untuk menguji peserta uji kompetensi.
B. Kelembagaan dan Tata Kelola Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja
Konstruksi
Peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi harus dikelola oleh lembaga atau
organisasi yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dan industri.
Berdasarkan skema di atas maka dapat dibentuk lembaga dan organisasi baik oleh
pemerintah, badan usaha, dan masyarakat. Berikut ini beberapa lembaga yang dapat
dibentuk:
Pengukuran produktivitas konstruksi secara makro dapat diukur dari GDP (Gross
Domestic Product) dengan proyek konstruksi yang dilakukan di Indonesia.
Sementara itu, untuk skala mikro dilakukan perhitungan sesuai dengan Satuan Harga
Pekerjaan yang mengacu model SNI yang menggunakan koefisien tertentu maupun
yang sudah dikembangkan oleh Bina Konstruksi dalam bentuk upah produktivitas
man-day atau man-hours.
Untuk dapat menegakkan aturan tersebut maka perlu dibuat sistem dan mekanisme
kelembagaan dan sumberdaya manusia yang bertugas sebagai pengawas dan
penindak jika terjadi pelanggaran di lapangan. Perlu ditetapkan petugas khusus
pengawasan dan pengendalian yang diberikan kewenangan untuk memberikan
sanksi dan denda kepada setiap tenaga kerja konstruksi maupun badan usaha
konstruksi yang melanggar aturan.
A. KESIMPULAN
Jumlah tenaga kerja konstruksi sangat diperlukan untuk mendukung kenaikan
tiga kali lipat proyek infrastruktur mencapai sekitar 5 ribu trilyun. Sementara
perkembangan jumlah tenaga kerja konstruksi berada di mencapai 12 sampai
dengan 15 persen per tahun. Pada tahun 2013, tenaga kerja konstruksi
berjumlah 6.276.723 orang, kemudian bertambah lagi menjadi 7.280.086
orang di tahun 2014, dan pada tahun 2015 berjumlah 8.208.086 orang.
Adanya penambahan jumlah tenaga kerja harus disertai dengan upaya
penyiapan pelatihan dan sertifikasi kompetensi kepada tenaga kerja
konstruksi yang sudah ada maupun bagi yang akan masuk ke dunia
konstruksi.
Dalam jangka menengah peningkatan Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat
pada tahun 2015 -2019 ditargetkan sebanyak 750.000 orang. Data dasar
ketika memulai program kabinet Kerja periode 2015-2019 telah terdapat
255.014 tenaga kerja yang bersertifikat di Indonesia. Pada tahun 2016
terdapat 530.475 TKK yang sudah bersertifikat. Selanjutnya Jumlah tenaga
kerja konstruksi yang sudah bersertifikat pada Tahun 2016 mencapai 530.475
orang. Perkiraan sampai tahun 2017 memberikan gambaran bahwa tenaga
B. SARAN
Peningkatan dan percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi perlu ditambah
dari hanya 250.000 orang per tahun menjadi 800.000 – 1.000.000 orang per
tahun agar bisa mengejar ketertingalan atau gap tenaga kerja konstruksi yang
baru mencapai sekitar 7,3% atau masih kurang dari 10% dari total tenaga
kerja konstruksi sekitar 7-8 juta orang dalam setiap tahun.
Berkenaan dengan target di atas maka perlu ditingkatkan alokasi anggaran
sebesar minimal 1 Trilyun per tahun.
Perlu disiapkan panduan atau petunjuk teknis pendirian, pengelolaan, dan
penyelenggaraan mulai dari standar, pengembangan modul, materi uji
kompetensi.
Perlu dilakukan prekrutan tenaga instruktur pelatihan dan asesor sertifikasi
kompetensi tenaga konstruksi.
Kerja sama antara pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah baik provinsi
maupun kabupaten/kota dalam menyelesaikan target sertifikasi kompetensi
tenaga kerja konstruksi.
Perlu disiapkan sistem dan mekanisme pemberian denda dan sanksi bagi
yang melanggar peraturan agar dapat mengukur tingkat produktivitas tenaga
kerja konstruksi di Indonesia.
RANCANGAN PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ......./PRT/M/............
TENTANG
TATA CARA PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI KERJA
JASA KONSTRUKSI
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini yang
dimaksud dengan:
1. Tenaga Kerja Konstruksi adalah setiap individu yang bekerja di
bidang jasa konstruksi berdasarkan bidang keilmuannya baik dalam
jabatan operator, teknik analisis serta ahli yang memiliki sertifikat
kompetensi kerja
2. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
3. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat
kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi
kerja nasional Indonesia, standar internasional dan/atau standar
khusus.
4. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan
kompetensi tenaga kerja konstruksi.
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Asosiasi
Profesi terakreditasi, dan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan dalam
membentuk LSP Jasa Konstruksi.
(2) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi LSP yang
telah terbentuk dalam memberikan layanan sertifikasi kompetensi
Kerja bagi tenaga kerja konstruksi.
(3) Peraturan Menteri ini bertujuan agar tenaga kerja jasa konstruksi
dapat memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan untuk mendapatkan
Sertifikat Kompetensi Kerja sesuai peraturan perundang-undangan.
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi cakupan pembentukan
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), rekomendasi lisensi LSP, proses sertifikasi
kompetensi kerja di bidang jasa konstruksi, registrasi Sertifikat Kompetensi
Kerja, hak dan kewajiban LSP, pembentukan Unit Layanan Sertifikasi
Kompetensi Kerja Khusus, pengawasan, pelaporan, pendanaan, pembinaan,
sistem informasi Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi, serta sanksi
administratif;
BAB II
PEMBENTUKAN DAN REKOMENDASI LISENSI LSP
Bagian Kesatu
Pembentukan LSP
Pasal 4
(1) LSP dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi dan lembaga
pendidikan dan pelatihan yang memenuhi ketentuan peraturan
perundang undangan.
(2) Akreditasi terhadap asosiasi profesi diberikan oleh Menteri yang
memenuhi persyaratan :
a. Jumlah dan sebaran anggota
b. Pemberdayaan kepada anggota
(3) LSP hanya boleh melakukan proses sertifikasi untuk satu jenis
bidang keilmuan yang terkait jasa konstruksi
Bagian Kedua
Rekomendasi Lisensi LSP
Pasal 5
Syarat-syarat Pengajuan Permohonan Rekomendasi Lisensi LSP sesuai Pasal
4 (1) meliputi:
a. Rekomendasi diperlukan oleh setiap LSP jasa konstruksi yang akan
dilisensi.
b. Pemberian rekomendasi tersebut dipersyaratkan pada saat
permohonan pembentukan lembaga sertifikasi, perpanjangan,
penambahan ruang lingkup layanan sertifikasi, pembekuan dan
pencabutan lisensi.
c. Rekomendasi tersebut, sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas,
apabila LSP memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. LSP harus memiliki jumlah, kualifikasi dan klasifikasi yang sesuai
dengan lingkup layanan sertifikasi.
2. Asesor-asesor sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas,
harus memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan
kualifikasi dan klasifikasinya.
3. LSP harus memiliki Tempat Uji Kompetensi yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana sesuai Standar Kompetensi Kerja.
4. LSP harus memiliki minimal 1 (satu) skema sertifikasi berbasis
okupasi.
5. LSP harus menugaskan asesor minimal 2 (dua) orang untuk
menguji 1 (satu) orang asesi.
6. Memiliki kebijakan dan standar operasi prosedur (SOP) yang
terdokumendasi dengan baik untuk pembekuan atau pencabutan
sertifikat kompetensi atau pengurangan ruang lingkup layanan
sertifikasi.
7. Memiliki standar operasi prosedur (SOP) yang terdokumentasi
untuk pelaksanaan proses sertifikasi kompetensi.
Pasal 6
Tata cara untuk mengajukan permohonan Rekomendasi untuk
mendapatkan lisensi LSP Jasa Konstruksi sebagai berikut:
a. Asosiasi profesi terakreditasi atau lembaga pendidikan dan lembaga
pelatihan selaku pemohon mengajukan surat permohonan
Rekomendasi Lisensi LSP secara tertulis kepada Menteri.
b. Bersamaan dengan pengajuan surat permohonan Rekomendasi
tersebut, pemohon harus melampirkan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c.
c. Permohonan dapat disampaikan secara online melalui sistem
informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi.
d. Permohonan yang diajukan pemohon selanjutnya akan diproses oleh
Unit Organisasi yang ditetapkan oleh Menteri.
e. Penyelesaian Rekomendasi Lisensi LSP Jasa Konstruksi selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima
dengan lengkap dan memenuhi persyaratan.
f. Rekomendasi yang telah diterbitkan harus didokumentasikan pada
Unit Organisasi yang ditunjuk oleh Menteri.
g. Rekomendasi Lisensi LSP disampaikan kepada instansi terkait
sebagaimana menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Bagi LSP yang sudah dilisensi sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan,
dapat mengembangkan layanan serfifikasi kompetensinya dengan mengikuti
persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 5 huruf c pada
peraturan Menteri
Pasal 8
(1) Penilaian atas berkas permohonan dilakukan oleh Unit Organisasi
setelah surat permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
Pasal 6 huruf a telah diverifikasi kelengkapan dokumen beserta
lampirannya.
(2) Dalam hal dokumen permohonan belum sesuai persyaratan, maka
Unit Organisasi memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi
paling lambat …… hari kerja.
(3) Penilaian berkas permohonan tersebut sebagaimana dimaksud pada
BAB III
PROSES SERTIFIKASI KOMPETENSI KERJA JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Teknis Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi
Pasal 9
Tata Cara Uji Kompetensi
(1) Tata cara pelaksanaan uji kompetensi oleh LSP dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk tenaga operator, teknisi atau analis, uji kompetensi dilakukan
melalui uji praktek, uji tulis, dan/atau uji wawancara.
(3) Untuk tenaga ahli, uji kompetensi dilakukan melalui uji tulis, uji
wawancara, dan/atau portofolio.
(4) Peserta uji kompetensi yang dinyatakan belum kompeten wajib
mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan unit kompetensi
yang dimohon.
Pasal 10
Proses Sertifikasi Kompetensi Kerja Elektronik
Pasal 11
(1) Sertifikat Kompetensi Kerja berlaku untuk jangka waktu selama 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Perpanjangan masa berlaku Sertifikat Kompetensi Kerja untuk tenaga
operator dilakukan dengan melakukan penilaian atau asesmen
terhadap dokumen Tanda Daftar Pengalaman Profesional yang telah
diregistrasi oleh Menteri.
(3) Perpanjangan masa berlaku Sertifikat Kompetensi Kerja untuk tenaga
teknisi atau analis dan ahli dilakukan dengan melakukan penilaian
atau asesmen terhadap Tanda Daftar Pengalaman Profesional yang
telah diregistrasi oleh Menteri, dan dokumen keikutsertaan dalam
Bagian Kedua
Layanan Sertifikasi Kompetensi Kerja Profesi Tertentu
Pasal 12
(1) Untuk profesi tertentu yang belum terbentuk LSP, Menteri dapat
melakukan Sertifikasi Kompetensi Kerja
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan melalui
satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
(3) Masa berlaku sertifikat kompetensi kerja sebagaimana pada ayat (2)
berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan LSP
yang dibentuk oleh Asosiasi Profesi terakreditasi berdiri.
BAB IV
REGISTRASI SERTIFIKAT KOMPETENSI KERJA
Pasal 13
(1) Sertifikat Kompetensi Kerja wajib mendapatkan nomor register secara
elektronik melalui sistem informasi.
(2) Pengajuan registrasi Sertifikat Kompetensi Kerja dilengkapi dengan
Berita Acara Uji Kompetensi.
Pasal 14
Registrasi Sertifikat Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi untuk Tenaga Kerja
Asing
(1) Setiap tenaga kerja asing pada jabatan tertentu di bidang jasa
konstruksi yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memiliki surat
tanda registrasi dari Menteri.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dalam bentuk sertifikat kompetensi kerja penyetaraan
(3) Tenaga kerja asing yang dimaksud dalam ayat (1) adalah tenaga kerja
pada jabatan tertentu yang diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 15
Pembentukan Tim Pengawas
(1) Dalam rangka pengawasan penggunaan Lisensi LSP Jasa Konstruksi
pada tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengakhiran kegiatan
layanan jasa sertifikasi kompetensi di bidang jasa konstruksi,
Menteri memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal untuk
membentuk Tim Pengawas.
(2) Kedudukan Tim Pengawas berada di bawah koordinasi Direktur yang
membidangi kompetensi dan produktifitas konstruksi.
(3) Tim Pengawas memiliki tugas sebagai berikut:
a. melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap kegiatan
pelaksanaan layanan sertifikasi kompetensi kerja jasa konstruksi
yang dilaksanakan oleh LSP secara berkala dan acak;
b. melakukan pemantauan terhadap sarana dan prasarana yang
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan layanan sertifikasi
kompetensi kerja yang dimiliki atau digunakan oleh LSP
c. Melakukan pemantauan terhadap kepemilikan Sertifikat
Kompetensi Kerja kepada tenaga kerja konstruksi yang bekerja di
sektor konstruksi.
Pasal 16
(1) Unit Organisasi wajib melaporkan kepada tim pengawas atas proses
pemberian rekomendasi lisensi LSP bidang jasa konstruksi yang
telah diberikan oleh Menteri.
(2) Unit Organisasi wajib menyampaikan rekaman rekomendasi lisensi
LSP jasa konstruksi yang telah diterbitkan kepada Asosiasi Profesi
Terakreditasi terkait.
Pasal 17
Pelaporan Kegiatan
(1) LSP jasa konstruksi yang telah menerima rekomendasi lisensi
Lembaga Sertifikasi Profesi jasa konstruksi wajib menyampaikan
laporan mengenai pelaksanaan kegiatan layanan sertifikasi
kompetensi jasa konstruksi kepada Menteri melalui Dirjen.
(2) Tenaga Kerja Konstruksi yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi
Kerja wajib menyampaikan laporan penugasannya secara periodik
kepada LSP
(3) LSP wajib melaporkan secara periodik setiap penugasan personil
profesional yang dimiliki oleh LSP kepada Menteri.
(4) LSP wajib melaporkan secara periodik mengenai kegiatan layanan
jasa sertifikasi yang dilaksanakannya.
(5) LSP wajib melaporkan untuk setiap perubahan yang terjadi pada
lembaga tersebut.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 18
(1) Pendanaan penyelenggaraan kegiatan layanan sertifikasi kompetensi
kerja bidang jasa konstruksi dilaksanakan berdasarkan prinsip
efektif, efisien, akuntable, adil dan berkelanjutan.
BAB VII
PEMBINAAN LSP
Pasal 19
(1) Menteri melakukan pembinaan terhadap LSP
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pemberdayaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan layanan
Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dapat
dilakukan dalam bentuk pemberian program penguatan tenaga teknis
dan profesional LSP dalam bentuk pelatihan.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
monitoring, evaluasi dan survei terhadap proses pelaksanaan
kegiatan layanan Sertifikasi Kompetensi Kerja
(5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dengan bentuk kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan kegiatan layanan Sertifikasi Kompetensi Kerja.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI SERTIFIKASI KOMPETENSI KERJA
Pasal 20
(1) Menteri membentuk sistem informasi sertifikasi kompetensi kerja
yang terintegrasi yang dibangun berbasis laman (website) yang dapat
diakses oleh masyarakat umum.
(2) Direktur Jenderal bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem
informasi sertifikasi kompetensi kerja.
(3) Masyarakat Jasa Konstruksi melalui suatu lembaga yang dibentuk
oleh Menteri bertindak selaku operator sistem informasi sertifikasi
kompetensi kerja.
BAB IX
SANKSI
Pasal 21
Sanksi bagi Lembaga Sertifikasi Profesi
(1) Lisensi LSP yang telah diberikan dapat dicabut.
(2) LSP dapat diberi sanksi apabila :
a. pelaksanaan kegiatan layanan sertifikasi kompetensi tidak sesuai
dengan lisensi yang diberikan;
b. Lisensi yang diberikan tidak digunakan oleh LSP yang diusulkan
dalam surat permohonan.
c. LSP penerima lisensi sudah tidak melakukan aktivitas layanan
sertifikasi sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam
rekomendasi;.
d. Tidak melibatkan tenaga asesor yang memiliki sertifikat
kompetensi keahlian teknis tertentu.
e. Penggunaan tenaga asesor yang tidak sesuai dengan kualifikasi
dan klasifikasi pelaksanaan kegiatan layanan sertifikasi
kompetensi.
f. Adanya laporan dari instansi atau proyek konstruksi bahwa
tenaga kerja yang diberikan sertifikat kompetensi secara nyata
tidak memiliki kemampuan atau kompetensi sebagaimana yang
dinyatakan dalam sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh LSP
yang bersangkutan.
(3) Pemberian sanksi atas LSP dilakukan dalam beberapa tahap dan
dalam bentuk sebagai berikut:
a. Peringatan pertama, berupa pemberitahuan tertulis mengenai
pelanggaran, kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh LSP
Peringatan kedua berupa denda administrasi
b. peringatan ketiga dengan membekukan lisensi yang diberikan.
(4) Peringatan keempat dalam bentuk pencabutan lisensi.
(5) Pemberian sanksi atau pencabutan lisensi tersebut ditembuskan
kepada instansi pemberi lisensi LSP sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
Sanksi bagi Penyedia Jasa/Pengguna Jasa
(1) Setiap pengguna jasa dan/atau penyedia jasa yang mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifikat kompetensi
Pasal 23
Sanksi bagi Tenaga Kerja
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang konstruksi
tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja dikenai sanksi
administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.
(2) Tenaga kerja konstruksi dapat dipekerjakan kembali setelah memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja.
(3) Sanksi administratif diberlakukan setelah tim pengawas memberi
rekomendasi dari hasil pengawasan kepada penyedia jasa dan
pengguna jasa.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Sertifikat Kompetensi Kerja yang dikeluarkan sebelum diundangkannya
Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa
berlakunya habis.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di : Jakarta