PENDAHULUAN
Hernia berasal dari bahasa latin “rupture” atau bahasa Yunani “bud”. Hernia
didefinisikan sebagai penonjolan organ melalui suatu lubang pada dinding rongga
tempat organ tersebut berada (2). Menurut kepustakaan lain hernia memiliki arti
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan (1).
Hernia yang timbul dalam regio inguinalis biasa disebut dengan hernia
inguinalis. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
appendisitis. Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring
bertambahnya pengetahuan struktur anatomi pada region inguinal.
Secara klinis, bagian terpenting dari definisi tersebut adalah kata penonjolan,
karena tanpa adanya penonjolan organ, diagnosis dari hernia tidak mungkin dibuat.
Secara anatomis, gambaran penting dari suatu hernia adalah cincin hernia dan
kantung hernia. Cincin hernia adalah suatu lubang pada lapisan terdalam dari
dinding abdomen sedangkan kantung hernia adalah bagian terluar dai peritoneum.
Keduanya dihubungkan oleh bagian leher dari kantung hernia. Ukuran dari suatu
hernia ditentukan dari besar bagian leher serta volume dari kantung hernianya.
Hernia dalam perkembangannya selalu menunjukkan pembesaran yang
progresif, bukan regresi spontan. Seiring berjalannya waktu, hernia akan membesar,
diikuti dengan meningkatnya komplikasi yang berbahaya pula. Hernia dapat menjadi
responibel, irreponibel, obstruksi, strangulasi ataupun inflamasi (Sabiston, 2007).
BAB II
REGIO INGUINALIS
2.1 Anatomi
Di bawah kulit dan jaringan lunak pada daerah inguinal terdapat struktur-
struktur yang penting karena sangat berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan Hernia Inguinalis antara lain:
1. Muskulus Obliqus Abdominis Eksternus (MOE)
Merupakan otot ilio-inguinal yang paling superfiscial, yang di mulai dari
costa ke-8 bagian lateral berjalan ke arah mediocaudal, Fascia
superficialis dan Fascia profundus dari otot ini menjadi satu setelah
mencapai dinding depan abdomen dan membentuk suatu Aponeurosis
MOE, dibagian medial dekat tuberkulum pubicum, Aponeurosis ini
pecah menjadi 2 bagian, yaitu: crus superior dan crus inferior.
2. Muskulus Obliqus Abdominis Internus (MOI)
Lapisan otot dibawah MOE, arah sedikit oblique, berjalan dari
pertengahan lateral ligament inguinalis (origo) menuju ke cranio medial
sampai pada tepi lateral Muskulus Rectus Abdominis.
3. Muskulus Transversus Abdominis
Merupakan otot yang paling dalam dengan arah transversal. Di bagian
bawah bersama-sama dengan MOI membentuk suatu tendon yang
disebut “Conjoin Tendon” menuju tuberkulum pubikum.
4. Ligamentum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis MOE. Terletak mulai
dari SIAS sampai ke tuberkulum pubicum ossis pubis.
6. Konjoin Tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada ramus superior tulang pubis. Fungsinya untuk
menguatkan dinding posterior 1/2 medial kanalis inguinalis.
7. Fasia Transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis
(bagian dalam).
8. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segitiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Daerah ini
merupakan suatu area yang sangat lemah (lokus minoris) terutama
pada laki-laki berusia lanjut, dan sering merupakan lokus minoris untuk
terjadinya hernia inguinalis direk. Trigonum inguinale dari Hasselbach
ini dibatasi oleh:
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial: bagian lateral muskulus rectus abdominis
c. Inferior: ligamentum inguinale
Gambar 2.2 Trigonum Hasselbach
9. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan oblik (miring) yang
dibentuk oleh aponeurosis MOE, ligament inguinal, fascia
transversalis, dan conjoin tendon. Pada pria, kanalis inguinalis
merupakan tempat berjalannya Funikulus spermatikus, sedangkan
pada wanita saluran ini dilewati oleh ligamentum rotondum uteri, dari
uterus ke labium majus. Kanalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm
dan terletak di atas ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
a. Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis
eksternus dan 1/3 lateralnya muskulus obliqus internus.
b. Posterior: pada bagian lateral dibentuk oleh aponeurosis
muskulus transversus abdominis yang bersatu dengan fascia
transversalis dan pada bagian medial dibentuk oleh fascia
transversalis dan konjoin tendon.
c. Superior: dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus
abdominis internus dan muskulus transversus abdominis dan
konjoin tendon.
d. Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare
Isi kanalis inguinalis pria:
a. Vas deferens
b. 3 arteri yaitu:
Arteri spermatika interna
Arteri diferential
Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus yaitu:
Cabang genital dari nervus genitofemoral
Nervus ilioinginalis
Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. Lapisan fascia:
Fascia spermatika eksterna, lanjutan dari fascia
innominate.
Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot
muskulus obliqus abdominis internus
Fascia spermatika interna, perluasan dari fascia
transversalis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia dan pria lebih banyak
dibanding wanita (Sabiston, 2007). Pria 25 kali lebih sering terkena hernia inguinalis
(Schwartz, 1999).
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur MOI
yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia
transversalis yang kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir
tidak berotot. Gangguan pada mekanisme di atas dapat menyebabkan hernia.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peningkatan tekanan intra abdomen dan kelemahan otot dinding perut
karena bertambahnya usia (De Jong, 2003).
Hal penting untuk hernia inguinalis lateralis secara anatomi adalah lubang
interna ke dalam kavitas peritoneal selalu lateral terhadap arteri epigastrika
profunda, sedangkan untuk hernia inguinalis medial terletak medial dari arteri
epigastrika profunda.
Peningkatan tekanan intra abdomen dapat diakibatkan oleh beberapa sebab
seperti mengejan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, kegemukan, batuk
menahun, mengejan waktu buang air besar, ascites dan kehamilan akan
mempredisposisi pasien pada timbulnya hernia (Sabiston, 2007; De Jong, 2003).
Menurut gejalanya; hernia dapat dibedakan antara: reponibel, irreponibel,
inkarserata, dan strangulata. Hernia reponibel adalah suatu hernia dengan isi hernia
yang bisa keluar masuk dari rongga abdomen ke kantong hernia dan sebaliknya,
sedangkan pada hernia irreponibel, isi hernia tidak bisa masuk atau dimasukkan ke
dalam rongga abdomen. Hernia inkarserata adalah hernia irreponibel ditambah
jepitan usus sehingga memberikan tanda-tanda ileus obstruktif. Hernia strangulata
adalah hernia irreponibel di tambah dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi lokal
daerah hernia karena ada pembuluh darah yang terjepit dan berakibat iskemi/
nekrosis dari isi hernia, disini benjolan akan terasa sakit, tegang, edema dengan
tanda infeksi. Strangulasi terjadi bila vaskularisasi dari organ yang berada dalam
kantong hernia terganggu, terutama bagian organ yang ada di leher kantung.
Strangulasi biasanya timbul pada hernia yang cincin internalnya sempit dan kantung
hernia relatif besar. Strangulasi adalah masalah yang serius dan dapat berakibat
fatal.
3.1 Definisi
Hernia inguinalis adalah protusi atau penonjolan isi rongga abdomen
melalui defek atau bagian lemah dari dinding abdomen bagian bawah
(inguinal) dan masih dilapisi peritoneum (Henry MM, 2005).
3.2 Embriologi
Pada kehidupan 12 minggu intrauterine terjadi penonjolan peritoneum
melalui annulus inguinalis internus menuju ke skrotum melalui kanalis
inguinalis. Penonjolan peritoneum disebut sebagai prosesus vaginalis. Pada
wanita di sebut kanal Nuck. Pada laki-laki prosesus vaginalis jarang mencapai
skrotum kecuali diikuti oleh penurunan testis. Dalam keadaan normal,
prosesus vaginalis mengalami obliterasi sempurna kecuali yang menempel
pada testis membentuktunika vaginalis.
Hernia terjadi apabila prosesus vaginalis gagal obliterasi dan tetap
lebar terbuka sehingga organ intra peritoneal seperti usus, ovarium dan
sebagainya dapat masuk ke dalam kantong hernia. Dari penelitian
sebenarnya 80-90% bayi yang dilahirkan prosesus vaginalis masih terbuka,
belum obliterasi sempurna walaupun tidak selalu bermaniestasi hernia.
3.3 Epidemiologi
Hernia adalah masalah umum, namun kejadian yang sebenarnya tidak
diketahui. Diperkirakan bahwa 5% dari populasi akan mengalami hernia
dinding perut, tetapi prevalensi mungkin lebih tinggi. Sekitar 75% dari semua
hernia terjadi di wilayah inguinalis. Dua pertiga diantaranya indirek, dan
sisanya adalah hernia inguinalis direk (Sabiston, 2007).
Pria 25 kali lebih mungkin untuk mengalami hernia inguinalis daripada
wanita. Hernia inguinalis indirek adalah hernia yang paling umum, terlepas
dari gender. Pada pria, hernia indirek mendominasi atas hernia direk pada
rasio 2:1 (Sabiston, 2007).
Herniotomi inguinal adalah operasi yang paling sering dilakukan pada
praktik bedah umum, dan merupakan salah satu operasi paling sering yang
dilakukan di Amerika Serikat. Sekitar 800,000 kasus telah dilakukan pada
tahu 2003, tidak termasuk kasus residif atau bilateral hernia (Henry MM,
2005; Schwartz, 1999).
3.4 Etiologi
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir karena tidak menutupnya processus vaginalis pada saat
penurunan testis, dengan manifestasi Hernia Inguinalis Lateralis.
2. Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen karena tekanan
intraabdominal juga meningkat secara kronis, dengan manifestasi Hernia
Inguinalis Medialis.
Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. Pada
abdomen isi terbanyak adalah usus halus dan omentum majus (Henry MM,
2005). Kemungkinan lainnya termasuk:
1. Usus besar dan apendiks
2. Divertikulum Meckel
3. Vesica Urinaria
4. Ovarium – dengan atau tanpa tuba falopi
5. Cairan ascites
Menurut kepustakaan lain, 3 komponen yang selalu ada pada hernia adalah:
1) Kantong hernia
Pada hernia inguinalis berupa peritoneum parietalis
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang mengisi kantong hernia, misalnya usus,
ovarim, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen).
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia
(Fahmi, 2010). Pada hernia inguinalis adalah annulus internus dan
trigonum hesselbach.
3.6 Klasifikasi
Menurut letaknya hernia dapat dibagi:
a. Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia
medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan
berupa tidak menutupnya prosessus vaginalis peritoneum sebagai akibat
proses penurunan testis ke skrotum.
b. Hernia inguinalis Medialis
Hernia ingunalis direk hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intraabdominal kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
hesselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral,
khususnya pada lelaki tua. Hernia ini hampir tidak pernah mengalami
inkarserasi atau strangulasi.
Hernia menurut sifatnya:
a. Hernia Reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia Irreponibilis: bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia.
4.1 Anamnesis
Secara klasik pada penderita Hernia Inguinalis biasanya ditemukan
keluhan-keluhan antara lain (Sabiston, 2007; De Jong, 2003):
Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan
adanya “benjolan” di pelipatan paha atau perut bagian bawah.
Benjolan tersebut dapat timbul bila mengejan, berdiri/berjalan,
menangis, batuk dan benjolan tersebut akan menghilang bila penderita
ini dalam posisi tidur. Ada kalanya keluhan berupa benjolan yang dapat
keluar masuk di daerah kemaluan (pada laki-laki di skrotum dan pada
wanita di labium mayor). Kadang-kadang terasa kemeng.
Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan tekanan
intraabdominal, misalnya mengejan, menangis, batuk atau
mengangkat beban berat. Benjolan akan menghilang atau mengecil
ketika penderita berbaring (reponibilis), tidak dapat kembali atau tidak
menghilang ketika berbaring (irreponibilis).
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserata karena ileus (dengan gambaran obstruksi usus dan
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa), atau
strangulasi karena nekrosis atau gangrene (akibat adanya gangguan
vaskularisasi).
Faktor-faktor predisposisi antara lain:
o Pekerjaan (mengangkat beban berat, atlet angkat besi, tentara,
kuli bangunan, dll)
o Penyakit ataupun keganasan kronis (BPH, batuk kronis, ascites,
atau susah BAB)
o Faktor usia, semakin tua, otot-otot dinding abdomen semakin
lemah
o Faktor kegemukan (obesitas)
4.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia.
Pada inspeksi perlu diperhatikan
Keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha skrotum atau labia dalam
posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengejan atau batuk
sehingga ada benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
Saat pasien mengejan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke
medial bawah.
Pada palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya dan dicoba didorong apakah benjolan dapat di reposisi.
Bila kantong berisi organ maka bergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium. Isi hernia
pada bayi wanita yang terasa seperti sebuah massa yang padat
biasanya ovarium.
Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dicoba mendorong
isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak.
Dalam hal hernia dapat dapat direposisi, pada waktu jari masih berada
dalam annulus eksternus, pasien diminta mengejan. Kalau hernia
menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau
sampai jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
Setelah benjolan direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking
pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus
inguinalis yang melebar.
4.3 Pemeriksaan Khusus
1) Finger Test (Invagination Test)
Hernia direposisi terlebih dahulu. Kulit skrotum diinvaginasikan
dengan ujung jari telunjuk dari arah testis dan jari masuk mencapai
annulus eksternus. Normal annulus eksternus hanya dapat dilalui
ujung jari kelingking. Jari pemeriksa masuk hingga mencapai kanalis
inguinalis, kemudian pasien diminta untuk batuk atau mengejan.
Apabila benjolan teraba di ujung jari di sebut hernia inguinalis lateralis,
sedangkan bila menyentuh sisi jari disebut hernia inguinalis medialis.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien laki-laki.
3) Ziemann Test
Hernia direposisi terlebih dahulu. 3 jari diletakkan di tiga titik.
Jari kedua diletakkan di annulus internus, jari ketiga diletakkan di
annulus eksternus dan jari ke-empat diletakkan di annulus femoralis,
setelah itu pasien diminta untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan
menyentuh jari kedua disebut hernia inguinalis lateralis, apabila
benjolan meyentuh jari ketiga disebut hernia inguinalis medialis,
sedangkan apabila menyentuh jari ke-empat disebut hernia femoralis.
4) Rising Test
Pasien berbaring di tempat tidur. Pasien diminta mengangkat kepala
dan dada atau mengangkat kedua kaki dari tempat tidur. Apabila
terdapat kelemahan dinding abdomen, maka benjolan akan muncul di
daerah flank disebut Malgaigni’s bulge. Otot yang berkontraksi dapat
dipalpasi dengan tangan di dinding abdomen.
5.1 Operatif
7.1.1Indikasi
Hernia Inguinalis dengan komplikasi inkarserata/strangulate
Hernia Inguinalis Lateralis pada anak/dewasa (reponibilis/ireponibilis)
Hernia Inguinalis Medialis yang cukup besar dan mengganggu
7.1.2Macam Operasi
1) Herniotomi
Herniotomi yaitu dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong. Tindakan ini dilakukan hanya pada anak-anak
karena penyebabnya kongenital dan tidak ada kelemahan pada dinding
posterior kanalis inguinalis.
2) Herniotomi dan Hernioplasti
Setelah dilakukan herniotomi dilanjutkan dengan hernioplasti. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residifdibandingkan dengan
herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti antara lain:
a. Metode Bassini: menjahit conjoint tendon dengan ligamen
inguinal utuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Funikulus spermatikus tetap berada di kanalis inguinalis.
b. Metode Halstedt: sama seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada di atas aponeurosis M.O.E (dibawah kulit).
c. Metode Fergusson: conjoint tendon dijahitkan pada
ligamentum inguinal di atas funikulus spermatikus, kecuali pada
daerah annulus eksternus dimana tempat funikulus spermatikus
keluar menuju skrotum.
Tindakan hernioplasti saat ini sering dikerjakan dengan pemasangan
protesa yaitu prolene mash yang dijahit antara conjoint tendon dengan
ligamentum inguinal.
7.1.3Komplikasi Post Operasi
1) Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
2) Infeksi pada luka operasi
3) Nyeri kronis
4) Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
5) Rekurensi/residif
6) Cedera V.Femoralis, N.Ilioinguinalis, duktus deferens, atau buli-buli.
5.3 Prognosis
Tergantung dari umur penderita,ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia
umumnya dapat diatasi (Cameron, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
1. Henry MM, Thompson JN, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537
2. Schwartz’s Principle of Surgery, 9th ed., pp. 1305-1342. New York: McGraw-Hill.
3. Wibowo S, Puruhito, Basuku S, Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
4.