Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang


pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud). Jenis fraud yang terjadi
pada berbagai Negara bisa berbeda, karena dalam hal ini praktik fraud antara lain
dipengaruhi kondisi hukum di Negara yang bersangkutan. Pada Negara-negara
maju dengan kehidupan ekonomi yang stabil, praktik fraud cenderung memiliki
modus yang sedikit dilakukan. Adapun pada Negara-negara berkembang seperti
Indonesia, praktik fraud cenderung memiliki modus yang lebih banyak yang
dilakukan.

Fraud dapat terjadi pada sektor swasta maupun sektor public, pada sektor
swasta banyak terdapat penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan seseorang
dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal ini menyebabkan banyaknya kerugian
yang besar bukan hanya bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan, akan
tetapi pada investor-investor yang menanamkan dananya pada perusahaan.

Karena itu pentingnya memahami prinsip-prinsip fraud, salah satu langkah


yang diperlukan adalah dengan membuat taksonomi atau pengklasifikasian dan
memilih taksonomi yang sederhana namun efektif dan mencakup semua skema
fraud yang ada.
Pengertian Fraud

Definisi fraud dapat berbeda - beda tergantung dari siapa yang

mendefinisikannya dan bagaimana keadaan orang yang mendefinisikanya.

Seseorang dapat mengartikan fraud dalam bentuk dari kecurangan yang

disengaja (termasuk berbohong dan berbuat curang) adalah kebalikan

darikebenaran, keadilan, kejujuran, dan equity. Fraud juga dapat diartikan sebagai

cedera. Seseorangdapat mengakibatkan orang lain cedera karena kekuatan atau

melalui fraud. Fraud merupakan satu kata yang memiliki banyak definisi,

diantaranya adalah sebagai berikut :

Fraud sebagai tindak kriminal. Fraud (penipuan) merupakan kata yang

menggambarkan segala perbuatan tidak jujur (curang) yang dirancang/dilakukan

oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan, baik dengan cara mendiamkan,

memperdaya, licik dan cara-cara tidak adil untuk mencurangi orang lain.

Corporate Fraud adalah fraud yang dilakukan oleh, untuk, dan terhadap suatu

korporasi bisinis.

Management Fraud adalah kesalahan penyajian yang disengaja oleh perusahaan

atau unit-unit kerja didalamnya yang dilakukan oleh karyawan dalam lingkungan

manajemen perusahaan dengan tujuan promosi, bonus atau keuntungan ekonomis

lainnya serta simbol status.

Definisi Fraud menurut Layperson adalah ketidakjujuran dalam bentuk

kecurangan yang disengaja atau kesalahan penyajian yang disengaja dari suatu

fakta yang material.

Definisi fraud menurut dapat berupa pekerjaan dan penyalahgunaan (penipuan

karyawan) yatitu seseorang yang menggunakan pekerjaanya untuk memperoleh


keuntungan personal dengan cara penyalahgunaan atau mencuri sumber daya atau

aset perusahaan;fraud atas laporan keuangan yaitu kesalahan penyajian yang

disengaja dari keadaan keuangan perusahaan melalui kesalahan dan kelalaian dalam

menyajikan jumlah atau pengungkapan dalamlaporan keuangan untuk mengelabui

pengguna laporan keuangan.

Fr a u d sebagai kerugian. Pada Tahun 1887 US Supreme Court

mendefinisikan fraud dari sisi masyarakat sipil sebagai :

Pertama : Terdakwa merepresentasikan sebuah fakta material.

Kedua : Representasi tersebut salah.

Ketiga : Representasi tersebut tidak sepenuhnya dipercaya oleh terdakwa

dengan dasar yangrasional untuk menyatakan bahwa hal tersebut adalah benar.

Keempat : Representasi tersebut dibuat dan dilakukan dengan sengaja.

Kelima : Hal tersebut dilakukan oleh complainant atas kerugian yang

ditimbulkannya.

Keenam : Hal yang dilakukan oleh complainant tersebut merupakan pengalihan atas

kesalahannya, dan dipercaya sebagai kebenaran olehnya.

Dari sisi hukum, bagian terpenting apabila telah terjadi fraud adalah

pembuktian kesengajaan dari tindakan fraud tersebut. Apabila terdapat

kejadian/kecurangan atas transaksi atau aktivitas yang merugikan perusahaan dan

dilakukan dengan pola tertentu yang telah dirancang secara memadai maka hal

tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesengajaan dalam kejadian tersebut dan

kejadian tersebut dapat dinyatakansebagai fraud.

Kecurangan, pencurian, penyalahgunaan wewenang, ketidakwajaran,

kejahatan kerah putih dan penggelapan merupakan jenis kata-kata yang sering
digunakan secara bergantian. Walaupun seluruhnya memiliki kesamaan, namun

dari sisi hukum sama sekali tidak sama. Misalnya, dalam hukum Inggris, pencurian

diartikan sebagai mengambil dan membawa hak milik orang lain dengan maksud

untuk memilikinya, dalam pencurian tersebut pencurinya memiliki barang yang

secara hukum bukan miliknya. Sedangkan dalam penggelapan, pelaku secara sah

merupakan pemilik barang/properti namun digunakan oleh orang lain.

Segitiga Fraud

Untuk mencegah, mendeteksi dan merespon adanya fraud, maka kita harus

mengerti mengapa seseorang melakukan fraud. Salah satu model untuk mengerti

perilaku fraud adalah Segitiga Cressey. Pada tahun 1950 Cressey dalam

disetasinya, bersama-sama dengan Sutherllan melakukan wawancara kepada 200

pidana yang melakukan penggelapan, dan menyimpulkan bahwa dalam setiap fraud

terdapat tiga hal yang sama yaitu (1) tekanan (dapat berupa motivasi dan

biasanyakebutuhan sendiri); (2) rasionalisasi; dan (3) pengetahuan dan kesempatan

untuk melakukan kejahatan.

1. Tekanan (Pressure)

Tekanan atau motivasi merupakan kejadian yang terjadi dalam kehidupan

pribadi seseorang sehingga mengakibatkan orang tersebut memiliki kebutuhan

yang sangat mendesak pada akhirnya mendorong seseorang tersebut untuk

melakukan pencurian. Kebutuhan tersebut biasanya dalam bentuk kebutuhan

keuangan, misalnya seorang penjudi akan sangat membutuhkan uang yang banyak

untuk memenuhi kebiasaannya tersebut sehingga melakukan pencurian untuk

memenuhinya. Namun selain karena kebutuhan, dapat juga karena keserakahan


yang mendorong orang-orang yang telah berkecukupan untuk melakukan fraud.

Selain tekanan finansial, fraud juga dapat terjadi karena tekanan sosial dan politik.

Seseorang dapat melakukan fraud agar posisinya dalam kekuasaan dapat

diamankan, maka acapkali dia berbohong mengenai pandangannya terhadap

sesuatu atau hal yang dilakukannya di masa lalu, atau fraud yang dilakukan untuk

memenuhi status sosialnya sebagai orang kaya.

2. Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan alasan-alasan yang diungkapkan oleh pelaku fraud

sebagai pembenaran atas tindakan yang dilakukannya. Misalnya: karena gajinya

kecil sedangkan tugasnya berat maka dia mengambil sesuatau dari perusahaan,

ketika ketahuan mencuri maka akan beralasan bahwa dia hanya meminjam dan akan

dikembalikan nanti, dan lain sebagainya.

3. Kesempatan

Dalam penelitiannya Cressy menyatakan bahwa tindakan fraud dapat terjadi

karena adanya pengetahuan dan kesempatan yang dimiliki oleh pelaku fraud.

Pelaku biasanya memilki pengetahuan dan kesempatan yang dimiliki oleh pelaku

fraud. Pelaku biasanya memiliki pengetahuan atas kelemahan dari perusahaan dan

kesempatan diperoleh karena pelaku berada dalam posisi yang sangat dipercaya di

perusahaan tersebut. Faktor utama dari kesempatan seseorang dapat melakukan

fraud adalah pengendalian intern dari perusahaan tersebut. Kesempatan tersebut

akan membesar ketika pengawasan dari manajemen perusahaan sangat longgar dan

pengendalian internal perusahaan tidak memadai sehingga menimbulkan motivasi

seseorang untuk melakukan fraud.


Lingkup Fraud

Lingkup terjadinya fraud adalah hamper seluruh perusahaan menengah

sampai dengan perusahaan yang besar . Dari hasil penelitian yang ACFE selama

tahun 1996 – 2008 pada perusahaan-perusahaan di Amerika menunjukkan bahwa

fraud yang terjadi mencapai 6% dari pendapatan per tahun. Terkait dengan financial

fraud, terdapat penelitian yang dilakukan oleh COSO dan hasilnya diterbitkan pada

tahun 1998. Dalam penelitian tersebut, dilakukan analisa atas kasus-kasus yang

ditangani SEC pada thaun 1987-1997 dengan hasil yang menarik kebanyakan fraud

pada publik dilakukan oleh perusahaan kecil, dewan direktur didominasi oleh orang

dalam dan berpengalaman, sekitar 83% dari kasus yang ada mengidentifikasikan

fraud atas laporan keuangan dilakukan oleh eksekutif perusahaan, rata-rata fraud

dilakukan diatas periode 23,7 bulan. Pada Tahun 2009 KPMG menerbitkan hasil

survey yang dilakukan pada 204 orang eksekutif perusahaan dengan pendapatan

perusahaan diatas $250 juta.

Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa resiko fraud meningkat ketika

pengendalian atau program kepatuhan dalam perusahaan tidak memadai. Wilayah

yang sangat perlu ditingkatkan adalah komunikasi dan pelatihan karyawan,

pemeriksaan dan teknik monitoring secara kontinyu dengan berdasarkan teknologi,

dan asessmen tresiko fraud. Berdasarkan laporan dari survey yang dilakukan oleh

ACFE menunjukkan bahwa kerugian yang diderita akibat fraud selama 1996 s.d

2008 adalah 6% dari pendapatan yang dilaporkan pada tahun 1996, 2002 dan 2004,

5% pada Tahun 2006, dan 7% pada Tahun 2008. Dengan demikian lingkup dari

fraud adalah rata-rata sebesar 6% dari ekonomi Amerika Serikat.


Ciri – ciri Fraudsters

Aspek kunci dari pencegahan dan pendektesianfraud adalah dengan

memahami ciri pelaku kecurangan (fraudters) berdasarkan jenis fraud yang

dilakukan. Pelaku biasanya adalah orang yang sama sekali tidak dicurigai, sehingga

menyebabkan fraud semakin sulit untuk dicegah atau dideteksi.

Siapa yang Melakukan Fraud?

Beberapa pandangan menyatakan bahwa fraud terjadi karena adanya

dorongan dari luar kepada sang pelaku, seperti ekonomi, persaingan, faktor politik

dan sosial, serta kemiskinan. Namun pada kenyataannya, beberapa orang cenderung

melakukan fraud walaupun tidak ada faktor eksternal. Menurut GwynnNettler

(Lying, Cheating, and Stealing ), pelaku kecurangan dan penipuan adalah sebagai

berikut:

a. Orang yang pernah mengalami kegagalan lebih mungkin untuk melakukan

kecurangan.

b. Orang yang tidak disukai dan tidak menyukai dirinya sendiri lebih mungkin

untuk menipu(licik)

c. Orang yang impulsif, mudah digoda, dan tidak sabar dalam memperoleh sesuatu

lebihmungkin terlibat didalam penipuan.

d. Orang yang memiliki perasaan takut akan ditangkap dan dihukum, lebih tahan

terhadapgodaan untuk melakukan penipuan.

e. Orang cerdas cenderung lebih jujur daripada orang tidak tahu. Orang kelas

mengengah keatas cenderung lebih jujur daripada orang kelas bawah


f. Semakin mudah untuk melakukan kecurangan dan pencurian, semakin banyak

orang yangakan melakukannya.

g. Masing-masing orang memiliki tingkat kebutuhan berbeda yang akan mendorong

untuk berbohong, berbuat curang, atau mencuri

h. Kebohongan, Kecurangan, dan Pencurian meningkat ketika seseorang memiliki

tekananyang tinggi untuk mencapai suatu tujuan

i. Perjuangan untuk bertahan dapat menyebabkan ketidakjujuran.

Perbuatan kebohongan, kecurangan, dan pencurian di tempat kerja dalam

berbagai situasidiikuti dengan:

1. Variabel Personal

Bakat / Kemampuan

Sikap / Pilihan

Kebutuhan / Keinginan Pribadi

Nilai / Keyakinan

2. Variabel Organisasi

Ruang lingkup pekerjaan

Peralatan / Pelatihan yang disediakan

Sistem pemberian penghargaan

Kualitas manajemen dan supervisi

Kejelasan tanggung jawab peran

Kejelasan tujuan pekerjaan

Kepercayaan antar pribadi

Motivasi dan iklim etika kerja (nilai dan etika dari atasan dan rekan kerja)

3. Variabel Eksternal
Tingkat kompetisi di dalam industri

Kondisi perekonomian

Nilai-nilai di dalam masyarakat (etika persaingan, sosial, dan model politik)

Terdapat 25 alasan atas kejahatan karyawan yang sering ditemukan, antara lain:

1. Karyawan percaya bahwa dia bisa lolos.

2. Karyawan berpikir bahwa dia sangat membutuhkan atau menginginkan uang

tersebut.

3. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan bebrapa aspek pekerjaannya.

4. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan beberapa aspek kehidupan

pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaannya.

6. Karyawan merasa tertekan oleh atasan dan ingin melakukan pembalasan.

7. Karyawan berpikir “semua orang melakukannya, kenapa saya tidak?”

8. Karyawan berpikir “keuntungan perusahaan sangat banyak, mencuri sedikit tidak

akan menyakiti siapapun”

9. Karyawan tidak tahu bagaimana mengatur keuangannya sendiri, sehingga selalu

bangkrut dan bersiap untuk mencuri.

10. Karyawan merasa bahwab perbuatan tersebut adalah tantangan bukan hanya

untuk keuntungan ekonomi.

11. Karyawan kehilangan masa kecil karena masalah ekonomi, sosial, maupun

budaya.

12. Karyawan merasakan kekosongan dalam kehidupan pribadinya dan

membutuhkan cinta, perhatian, dan persahabatan.

13. Karyawan tidak memiliki pengendalian diri dan mencuri diluar dari

keterpaksaan.
14. Karyawan percaya temannya ditempat kerja telah mengalami penghinaan,

penganiayaan atau diperlakukan secara tidak adil.

15. Karyawan malas yang tidak mau bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia

inginkan.

16. Pengendalian internal organisasi yang sangat longgar sehingga membuat setiap

orang tergoda untuk mencuri.

17. Tidak pernah ada yang dituntut karena mencuri dari organisasi.

18. Sebagan besar karyawan yang mencuri tertangkap secara tidak sengaja karena

adanya audit atau sistem. Karena itu rasa takut tertangkap bukan menjadi halangan

untuk terjadinya pencurian.

19. Karyawan tidak didorong untuk mendiskusikan masalah pribadi atau keuangan

ditempat kerja atau untuk mencari saran dan nasihat dari manajemen mengenai hal-

hal tersebut.

20. Pencurian oleh karyawan merupakan situasi yang situasional. Setiap penurian

terjadi pada kondisi tertentu dan setiap pelaku mempunyai motifnya masing-

masing.

21. Karyawan menucuri untuk alasan apapun yang muncul yang dapat dipikirkan

dan dibayangkan.

22. Karyawan tidak pernah masuk peenjara atau tuntutan yang keras untuk

dipenjara karena melakukan pencurian, penipuan, atau penggelapan dari

pemberi kerja mereka.

23. Manusia adalah makhluk yang lemah dan rentan terhadap dosa.

24. Karywan masa sekarang memiliki moral, etika, dan kerohanian yang buruk.
25. Karyawan cenderung untuk mengikuti atasan mereka , kalau atasan mereka

mencuri atau bebuat curang, maka meraka juga cenderung untuk melakukannya.

Pencuri High-Level dan Low-Level

Pencurian pada tingkat yang lebih tinggi pada organisasi lebih mudah

dilakukan karena dapat melewati kontrol perusahaan . Pencurian yang dilakukan

o l e h m a n a j e r ce n d e r u n g l e b i h banyak daripada yang dilakukan oleh

personel kelas rendah. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) Report To

The Nation (RTTN ) telah mengumpulkan ciri-ciri pelaku kecurangan berdasarkan

survey yang dilakukan oleh CFE’s. Semakin besar fraud dalam segi biaya dan

kehilangan , dilakukan oleh fraudster yang (a ) telah lama bekerja di perusahaan,

(b) memiliki penghasilan yang tinggi, (c) biasanya pria, (d) usia di atas 6 0 tahun ,

( e ) berpendidikan tinggi , ( f ) tidak bekerja sendiri , dan ( g ) tidak memiliki catatan

kriminal.

Sedangkan fraud yang lebih sering terjadi adalah fraud yang dilakukan oleh

fraudster dengan cir i - ciri yang berbeda , yaitu (a ) telah lama bekerja di

perusahaan, (b) memiliki penghasilan yang rendah, (c) bisa pria atau wanita, (d)

usia antara 41 sampai dengan 50 tahun, (e) lulusan sekolah menengah/kejuruan, (f)

bekerja sendiri, dan(g) biasanya tidak memiliki catatan kriminal.

Hall and Singleton juga memberikan ciri-ciri yang hampir sama secara

general mengenaifraudster, yaitu (a) memiliki peran penting di perusahaan, (b)

biasanya pria, (c) usia di atas50 tahun, (d) telah menikah, dan (e) berpendidikan

yang tinggi. Ciri-ciri tersebut hampir samadengan yang dikemukakan oleh ACFE

RTTN, sehingga dapat disimpulkan bahwa penjahatkerah putih tidak terlihat seperti
kriminal.

E. SIAP A YANG PALING SERING MENJADI KORBAN FRAUDSTER?

Pengendalian untuk melindungi dari fraud baik dari dalam maupun luar

(vendor, supplier,atau kontraktor) haruslah memadai. Pengendalian tidak hanya

dilakukan dari atas namun juga harus ada dukungan dari bawah . Pihak petinggi

perusahaan harus dapat mempercayai bawahannya agar tercipta loyalitas dan

kejujuran, karena rasa tidak percaya dari petinggi perusahaan kepada bawahannya

biasanya menyebabkan terjadinya fraud. Namun kepercayaan penuh tanpa adanya

akuntabilitas juga merupakan benih terjadinya fraud.

Bukti empiris menunjukkan bahwa faktor yang paling sering menjadi

penyebab terjadinya fraud adalah karena kurangnya pemisahan tugas tanpa adanya

pengendalian yang memadai biasanya terjadi pada perusahaan kecil. Sehingga

biasanya perusahaan kecil memiliki resikoyang lebih tinggi untuk terjadinya fraud.

F.PENGKLASIFIKASIAN FRAUD

Hampir seluruh survei tentang fraud memiliki sistem yang berbeda dalam

pengklasifikasianfraud. Sementara beberapa memiliki kesamaan, beberapa yang

lainnya menimbulkan masalah dalam kegiatan antifraud.

Pengelompokan Secara Umum Atas Frauds

a. Invsestor dan Konsumen Frauds

Fraud dapat terjadi pada penjual , kreditor , investor , pemasok , bankir , atau

otoritas pemerintah.

b. Fraud Pidana dan Perdata

Fraud Pidana membutuhkan bukti adanya keinginan untuk melakukan penipuan ,

sedangkan fraud perdata harus ada kerugian yang diderita korban.


c. Fraud yang menguntungkan dan merugikan perusahaan

Fraud perusahaan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu (1) fraud yang

merugikan perusahaan, dan (2) fraud yang menguntungkan perusahaan.

d. Fraud dari dalam dan dari luar perusahaan

Fraud yang dilakukan oleh perusahaan atau manajemen dikategorikan sebagai

internalfraud, sedangkan fraud eksternal adalah yang dilakukan oleh vendor ,

pemasok , dan kontraktor.

e. Manajemen dan Non - Manajemen Fraud

Fraud terjadi pada setiap level perusahaan, tidak hanya dilakukan oleh tingkat

eksekutif (pemilik perusahaan), namun juga dilakukan oleh manajer perusahaan.

Kategori Frauds Secara Spesifik

Seperti yang telah dikemukakan di awal,fraud adalah perbuatan yang secara sadar

untuk melakukan penipuan/kecurangan. Berdasarkan jenis fraud yang dilakukan ,

maka secara spesifik fraud memiliki banyak istilah lainnya, antara lain:

• Accounts payable fabrication

• Accounts receivable lapping

• Bank fraud

• Bid rigging

• Cash lapping

• Check forgery

• Check kiting

• Consumer fraud

• Credit card fraud

• Duplicity
• Forged documents

• Industrial espionage

• Infringement of copyrights

• Expense account fraud

• False identity

• False information

• Insurance fraud

• Material misstatement

• Overbilling

• Price fixing

• Procurement fraud

• Wire fraud

•dan sebagainya.

G. FR A U D TREE

ACFE telah mengembangkan suatu model untuk menggolongkan fraud yang

dikenal sebagaifraud tree, yang menggolongkan sekitar empat puluh sembilan

skema fraud yang berbeda yang dikelompokkan pada kategori dan subkategori .

Ketiga kategori utama adalah (1 ) pernyataan yang tidak benar (fraudulent

statements) , ( 2 ) Penyalahgunaan aset , dan ( 3 ) korupsi.

Fraudulent statements biasanya dilaksanakan oleh para eksekutif . Merupakan fraud

yang mengakibatkan kerugian yang paling tinggi namun jarang terjadi . Para

eksekutif yan g melakukan fraud biasanya didorong oleh motivasi yang

berhubungan dengan harga saham di bursa saham. Penyalahgunaan Aset biasanya

dilaksanakan oleh karyawan dan meliputi sejumlah besar rencana berbeda. Hal ini
merupakan fraud yang paling umum terjadi akan tetapi tidak mengakibatkan biaya

yang tinggi . Hal ini disebabkan fraud yang dilakukan merupakan transaksi yang

tidak terlalu penting, terutama transaksi yang dilaksanakan oleh individu , fraud ini

sulit untuk dideteksi oleh pemeriksa intern ketika dilaksanakan pengawasan

internal.

Korupsi melibatkan sejumlah rencana , seperti penyuapan dan pemerasan ,

yang pada umumnya melibatkan seseorang di dalam perusahaan dan bekerjasama

dengan seseorang diluar perusahaan, walaupun salah satu pihak tidak secara suka

rela melaksanakannya. ACFE menggunakan Fraud tree karena dapat digunakan

untuk mencegah terjadinya fraud. Contohnya, penyalahgunaan aset adalah

kelompok fraud paling mungkin terjadi. Fraud ini akan dilakukan oleh karyawan

garis depan yang berada pada posisi dipercaya. Namun jumlah kerugian yang

terjadi tidak sebesar kelompok fraud lain . Jadi akan lebih baik jika entitas

mempekerjakan fungsi audit internal untuk mengatasi kelompok fraud ini karena

fraud ini tidak material, sehingga tidak perlu menggunakan auditor eksternal untuk

mendeteksinya namun kelompok fraud ini sering terjadi sehingga tidak dapat

diabaikan.

H. KASUS MELINDA DEE (CITI BANK )

Inong Melinda Dee, mantan senior Relationship Manager Citibank diduga

melakukan tindak pidana pencucian dana nasabah Citibank sebesar lebih dari 16

miliar rupiah. Nasabah-nasabah yang ditangani Melinda biasanya adalah nasabah

kelas kakap dengan dana lebih dari 500 juta rupiah. Sedangkan bank-bank di

Indonesia masih didominasi bukan oleh nasabah seperti itu. Motif pelaku adalah

untuk memuaskan dan menyenangkan suami keduanya yaitu Andhika Gumilang.


Modus Operasi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah

dengan sengaja melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar

terhadap beberapa slip transfer. Slip transfer digunakan untuk menarik dana pada

rekening nasabah dan memindahkan dana milik nasabah tanpa seizin nasabah ke

beberapa rekening yang dikuasai oleh pelaku. Pelaku mengalirkan hasil

penggelapan dana nasabah Citibank ke 30 rekening. Total dana yang digelapkan

pelaku diduga mencapai lebih dari 16 miliar rupiah.

Dana tersebut dibelanjakan barang mewah berupa empat mobil mewah dan

dua apartemen yang saat ini disita polisi. Penyidikan kasus ini relatif terhambat

lantaran sejauh ini baru tiga nasabah yang berani melapor polisi. Korban pelaku

diduga lebih dari jumlah tersebut karena pelaku memiliki ratusan nasabah. Proses

penyelidikan juga terbentur aturan perbankan yang merahasiakan identitas serta

jumlah dana nasabah dan saat ini penyelidikan masih tertuju pada lalu lintas dari

tiga nasabah saja.

Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti

hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula

kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak

lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undang yang berlaku.

Menurut pasal 1 ayat 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud dengan rahasia

bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya.

Analisa Dari Segi Perbankan


Kasus ini tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia

perbankan Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen

likuiditasnya.

Manajemen likuiditas adalah Kemampuan manajemen bank dalam

menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun

komitmen yg telah dikeluarkan kepada nasabah serta pengelolaan atas Reserve

Requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai ketentuan

BI, dan Secondary Reserve.

Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen likuiditas adalah

resiko pendanaan dan resiko bunga. Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari

kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau tidak memiliki kemampuan dalam

menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun

komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana oleh Melinda

Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya

trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan

perbankan indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan

ke masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.

Analisa Dari Segi Politik dan Sosial

Media berpengaruh besar dalam membentuk mind set pola pikir masyarakat.

Yang terjadi saat ini media dapat dipesan untuk mengabarkan suatu berita dan fokus

pada berita tersebut dalam jangka waktu yang sudah ditentukan yang memang

sengaja untuk membuat masyarakat lupa dengan kasus besar yang sudah terlanjur

menjadi berita besar sebelumnya. Jika kita peka mengamati situasi nasional, maka

kasus Melinda dee ini merupakan isu turunan untuk menutupi kasus besar yang
pernah terjadi dan diberitakan sebelumnya, sebut saja kasus talangan dana Bank

Century dan beberapa kasus lainnya yang memang sedang menyudutkan

pemerintah Indonesia sekarang ini.

Analisa Dari Segi Hukum

Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang

diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan

yang seolah-olah dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang

No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tindak pidana yang

menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan,

penyelundupan barang/ tenaga kerja/imigran, Perbankan, narkotika, psikotropika,

perdagangan budak/ wanita/ anak/ senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian,

penggelapan, dan penipuan.

Dengan sudah dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau

diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses

pencucian uang yang terdiri atas:

Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari

tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya

menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat, deposito, dan lain-lain)

kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.

Transfer (layering) yakni upaya untik mentransfer harta kekayaan yang berasal

dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa

keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia


jasa keuangan yang lain. Dilakukannya layering, membuat penegak hukum sulit

untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.

Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta

kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam

sistemkeuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi

harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk

membiayai kembali kegiatan kejahatan.

Pelaku dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana

diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No.

15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 sebagaimana

diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang dan

pastinya pelaku dikenakan sanksi berupa denda dan hukuman penjara.

Anda mungkin juga menyukai