Arisius Yustesia
o Independent Researcher
Abstract
ABSTRAK Abad 21 atau disebut dengan abad Globalisasi dengan sudut pandang
postmodernisme, globalisasi, pragmatisme, progersivisme, dan idealisme
mempengaruhi seluruh kegiatan manusia termasuk dalam dunia pendidikan yang
disebut dengan pendidikan abad 21. Tujuan tulisan ini yaitu menawarkan Kearifan Lokal
Barifola untuk diterapkan pada pendidikan abad 21 untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan kajian literasi mengenai pendidikan abad 21 dan wawacaran mendalam untuk
memaknai Kearifan lokal Barifola. Dari analisis mengenai kearifan lokal Barifola dan
pendidikan abad 21, maka implementasi pendidikan abad 21 tidak hanya
menitikberatkan pada persaingan atau kompetisi tetapi juga perlu memperhatikan
kolaborasi pada tingkat sekolah, guru, dan siswa. Kata Kunci: Pendidikan Abad 21,
Kearifan Lokal Barifola, Kolaborasi PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik
Indonesia memiliki ribuan gugusan pulau dari Sabang sampai Merauke yang dihuni
oleh berbagai macam masyarakat atau suku yang mempunyai bahasa dan budayanya
yang khas. Budaya atau kearifan lokal di setiap daerah membuat Indonesia menjadi
negara yang memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi(Takiddin, 2014; Istiawati, 2016).
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat
majemuk (Suparlan, 2002; Herimanto, 2010; Affandi, 2012) Kemajemukan ini haruslah
tetap dilestarikan untuk menjaga khasanah budaya di negara ini. Kearifan lokal
merupakan segala sesuatu yang menjadi ciri khas suatu daerah, baik berupa makanan,
adat istiadat, tarian, lagu maupun upacara daerah (James, 1977; Wiber, 2012; Pila,
2014). kearifan lokal atau keunggulan lokal sebagai segala sesuatu yang menjadi ciri
khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, tradisi, teknologi informasi,
komunikasi, dan ekologi ekologi. Kearifan lokal Barifola Secara historis tradisi ini
mulanya pada abad 13. Digunakan Kesultanan Tidore untuk mewujudkan masyarakat
sejahtera. Barifola sendiri berasal dari bahasa Tidore yaitu bari artinya saling membantu
(gotong royong) dan fola yaitu rumah (Tempo.Co, 2017). Barifola diartikan sebagai
kegiatan gotong-royong membangun rumah. Di era 1990-an, tradisi ini sempat
mengalami degradasi nilai. Hanya dipakai warga untuk membangun rumah ibadah
semata. Berjalannya waktu tradisi ini kembali dibudayakan pada 2008 dan sampai
sekarang masih dipertahankan serta menjadi Program kota Ternate Provinsi Maluku
Utara dalam membantu warga yang tidak mampu membangun rumah. Barifola memiliki
makna filosofis sebagai upaya melestarikan nilai-nilai adat dan budaya masyarakat
lokal guna menciptakan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang rukun, damai saling menghargai dan membantu antar sesama (harmony of
humanity) (Kieraha.co, 2017). Tentu program atau gerakan revitalisasi budaya bangsa
seperti ini menjadi hal penting bagi manusia modern atau manusia abad 21 saat ini.
Pada ranah ini maka kearifan lokal mestinya mampuh mengangkat kemampuan kita
untuk menentukan sendiri
Discover the world's research
ABSTRAK
Abad 21 atau disebut dengan abad Globalisasi dengan sudut pandang postmodernisme,
globalisasi, pragmatisme, progersivisme, dan idealisme mempengaruhi seluruh kegiatan
manusia termasuk dalam dunia pendidikan yang disebut dengan pendidikan abad 21. Tujuan
tulisan ini yaitu menawarkan Kearifan Lokal Barifola untuk diterapkan pada pendidikan abad
21 untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kajian literasi mengenai pendidikan abad 21 dan
wawacaran mendalam untuk memaknai Kearifan lokal Barifola. Dari analisis mengenai
kearifan lokal Barifola dan pendidikan abad 21, maka implementasi pendidikan abad 21 tidak
hanya menitikberatkan pada persaingan atau kompetisi tetapi juga perlu memperhatikan
kolaborasi pada tingkat sekolah, guru, dan siswa.
Kata Kunci: Pendidikan Abad 21, Kearifan Lokal Barifola, Kolaborasi
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki ribuan gugusan pulau dari Sabang sampai
Merauke yang dihuni oleh berbagai macam masyarakat atau suku yang mempunyai bahasa dan
budayanya yang khas. Budaya atau kearifan lokal di setiap daerah membuat Indonesia menjadi
negara yang memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi(Takiddin, 2014; Istiawati, 2016).
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk
(Suparlan, 2002; Herimanto, 2010; Affandi, 2012)
Kemajemukan ini haruslah tetap dilestarikan untuk menjaga khasanah budaya di negara ini.
Kearifan lokal merupakan segala sesuatu yang menjadi ciri khas suatu daerah, baik berupa
makanan, adat istiadat, tarian, lagu maupun upacara daerah (James, 1977; Wiber, 2012; Pila,
2014). kearifan lokal atau keunggulan lokal sebagai segala sesuatu yang menjadi ciri khas
kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, tradisi, teknologi informasi, komunikasi,
dan ekologi ekologi.
Kearifan lokal Barifola Secara historis tradisi ini mulanya pada abad 13. Digunakan Kesultanan
Tidore untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Barifola sendiri berasal dari bahasa Tidore
yaitu bari artinya saling membantu (gotong royong) dan fola yaitu rumah (Tempo.Co, 2017).
Barifola diartikan sebagai kegiatan gotong-royong membangun rumah. Di era 1990-an, tradisi
ini sempat mengalami degradasi nilai. Hanya dipakai warga untuk membangun rumah ibadah
semata. Berjalannya waktu tradisi ini kembali dibudayakan pada 2008 dan sampai sekarang
masih dipertahankan serta menjadi Program kota Ternate Provinsi Maluku Utara dalam
membantu warga yang tidak mampu membangun rumah.
Barifola memiliki makna filosofis sebagai upaya melestarikan nilai-nilai adat dan budaya
masyarakat lokal guna menciptakan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang rukun, damai saling menghargai dan membantu antar sesama (harmony of
humanity) (Kieraha.co, 2017). Tentu program atau gerakan revitalisasi budaya bangsa seperti
ini menjadi hal penting bagi manusia modern atau manusia abad 21 saat ini. Pada ranah ini
maka kearifan lokal mestinya mampuh mengangkat kemampuan kita untuk menentukan sendiri
apa yang terbaik untuk dicapai (Bauto, 2016; Sehe et al., 2016). Jepang maju karena Bushido
dan karakter Samurai, Inggris memiliki Adagium Britain rules the waves, Jerman dengan Das
Solen-nya Deutscland uber Alles, dan Bangsa Indonesia Khususnya Maluku Utara dengan
Abad 21 atau disebut dengan abad Globalisasi dengan sudut pandang postmodernisme,
globalisasi, pragmatisme, progersivisme, dan idealisme (McLellan, 2005; Guo, 2014). Bangsa
Indonesia perlu mempertahankan nilai-nilai budaya dan keunggulan lokal untuk menghadapi
perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, serta sistem komunikasi. Nilai-nilai kearifan lokal
perlu dilebur dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara pada setiap wilayah
Indonesia. Agar kehidupan kemajemukan dalam bangsa ini dapat berjalan secara harmonis
dan kolaborasi yang tetap terjaga dalam masyarakat (Schäppi, 2005; del Real Alcala, 2013).
Tulisan kali ini menekankan konsep kearifan lokal Barifola dan Implementasinnya pada
pendidikan abad 21. Tetapi sebelum membahas implementasi nilai-nilai edukasi yang terdapat
pada Barifola ke dalam pendidikan abad 21. Dilakukan kajian literasi terlebih dulu mengenai
pendidikan abad 21 kemudian bagaimana penerapan nilai-nilai kearifan lokal tersebut pada
pendidikan Abad 21. Tujuan tulisan ini yaitu menawarkan Kearifan Lokal Barifola untuk
diterapkan pada pendidikan abad 21 yang menekankan pada aspek berpikir kritis, pemecahan
masalah, kreaktivitas dan inovasi, komunikasi serta kolaborasi.
METODE PENELITIAN
Untuk menerapkan nilai-nilai kearifan lokal Barifola pada pendidikan abad 21, peneliti
melakukan kajian literasi mengenai pendidikan abad 21 dari beberapa sumber referensi untuk
memperoleh data penerapan pendidikan abad 21 pada tingkat sekolah kemudian dilakukan
analisis secara deskriptif, Data mengenai kearifan lokal Barifola diperoleh dengan wawancara
mendalam dengan informan (tokoh masyarakat Kota Ternate dan masyarakat yang pernah
menerima bantuan barifola) . Setelah memperoleh data yang mengenai pendidikan abad 21 dan
Kearifan Lokal Barifola, peneliti mendeskripsikan langkah-langkah pada kearifan lokal serta
memaknainya untuk memperoleh nilai-nilai edukatif yang dapat diterapkan pada pendidikan
abad 21.
HASIL
Penerapan Pendidikan Abad 21 di Sekolah
Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada
kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan
permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan
masalah (Litbang Kemdikbud, 2013).
Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut (BSNP, 2010)
adalah sebagai berikut: (a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-
Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama
(Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak; (c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah
(Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan
sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (d) Kemampuan mencipta dan
membaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang
dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif; (e) Literasi teknologi
informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), mampu
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas
sehari-hari; (f) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan
pribadi, dan (g) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan
melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
” Saya senang , jujur saya masih tidak percaya rumah yang dulu ditempati beratapkan daun
rumbia dan dinding dari kayu sagu , kalau rumah yang saya tinggali sudah permanen (Tulaher
Hadi, 2017- warga)”
” Makanya saya menganggap barifola mempunyai manfaat yang luar biasa, terutama tentang
rasa kebersamaan (Hamid samsia, 2017-warga)”
”Barifola sudah biasa dilakukan di Maluku Utara pada Kota Ternate, tradisi ini dari Kota
Tidore, pembangunan rumah warga yang tidak mampu semua warga turut terlibat dan tidak
dibatasi dari kampung lain juga membantu kami (Jubaer hamisi-tokok masyarakat)”
” Tradisi barifola adalah beramal, ajang silaturrahim, dan membangkitkan budaya gotong-
royong yang mulai ditinggalkan masyarakat pada abad Globalisasi (Burhan, 2017- Walikota
Ternate).
Siklus kearifan lokal Barifola berupa rencana-aksi-refleksi yang berlangsung dalam tempo
cepat dan bersifat flesibel. Bila musyawarah telah mencapai kesepakatan, dimungkinkan terjadi
mobilisasi tenaga secara aktif dan pasif dalam jumlah yang besar dan cepat, sehingga
penyelesaian pekerjaan dapat segera terwujud. Didalam pembongkaran dan pembangungan
rumah diprioritaskan pada warga yang tidak mampu.
Sejak dicetuskan kembali kearifan lokal barifola tahun 2008, tradisi barifola kini telah sukses
membangun 180 rumah tak layak huni milik keluarga tak mampu di empat kota seperti Tobelo,
Morotai, Bacan, dan Ternate. Dana yang digunakan untuk pembangunan ratusan rumah
tersebut lebih dari Rp 10 milyar yang setiap unit rumah dibangun dibutuhkan dana Rp 60-80
juta. Semua dana tersebut merupakan sumbangan dari masyarakat. Pengelolahan dananya pun
dilakukan secara mandiri, tanpa konsultan maupun staf pengelolah keuangan layaknya
lembaga profesional dan transparan.
Memasuki abad 21 atau abad global perlu memunculkan kembali kearifan lokal salah satunya
dalam bentuk Barifola yang sesungguhnya masih memiliki akar yang kuat di masyarakat
sebagaimana dapat dicermati dalam tugas sosial maupun perkerjaan umum.
Pembahasan
Tawaran Pendidikan Abad 21
Memasuki abad 21, begitu banyak yang berubah secara fundamental dalam berbagai aspek
kehidupan manusia salah satunya pendidikan yang mengarah ke Pendidikan Abad 21.
Pendidikan Abad 21 bertujuan mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa
Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan
bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber
daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan
untuk mewujudkan cita-cita bangsanya. (BSNP, 2010).
Tawaran pada pendidikan abad 21 yaitu pendidikan yang demokratis, bernuansa permainan,
penuh keterbukaan, menantang, melatih rasa tanggung jawab, akan merangsang anak didik
untuk datang ke sekolah atau ke kampus karena senang, bukan karena terpaksa (Andriani,
2010; Saavedra and Opfer, 2012; Setiadi, 2013). Maka untuk menghadapi Pendidikan Abad 21
seorang pendidik harus mempunyai strategi sebagai berikut:
a. Pendidik harus menerapkan azas keseimbangan dengan memadukan nilai-nilai
pengetahuan dan nilai kebudayaan
b. Pendidik harus menanamkan sikap kemandirian kepada siswa, kerjasama dan saling
menghormati baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan tempat tinggal.
c. Pendidik harus memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual.
d. Pendidik harus memiliki kreaktivitas dalam memberikan pembelajaran dikelas.
Selain itu diperlukan juga penanaman sejumlah aspek berbasis karakter dan perilaku kepada
peserta didik yang dibutuhkan pada pendidikan abad 21 (BSNP, 2010) , yaitu:
a. Leadership– sikap dan kemampuan untuk menjadi pemimpin dan menjadi yang
terdepan dalam berinisiatif demi menghasilkan berbagai terobosan-terobosan
b. Personal Responsibility– sikap bertanggung jawab terhadap seluruh perbuatan yang
dilakukan sebagai seorang individu mandiri
c. Ethics– menghargai dan menjunjung tinggi pelaksanaan etika dalam menjalankan
kehidupan sosial bersama
d. People Skills– memiliki sejumlah keahlian dasar yang diperlukan untuk menjalankan
fungsi sebagai mahluk individu dan mahluk social
e. Adaptability– mampu beradaptasi dan beradopsi dengan berbagai perubahan yang
terjadi sejalan dengan dinamika kehidupan
f. Self-Direction– memiliki arah serta prinsip yang jelas dalam usahanya untuk mencapai
cita-cita sebagai seorang individu
g. Accountability– kondisi di mana seorang individu memiliki alasan dan dasar yang jelas
dalam setiap langkah dan tindakan yang dilakukan
h. Social Responsibility– memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan kehidupan
maupun komunitas yang ada di sekitarnya
i. Personal Productivity– mampu meningkatkan kualitas kemanusiaannya melalui
berbagai aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari.
Berpegang pada prinsip bahwa setiap peserta didik sebagai individu yang unik dan memiliki
talentanya masing-masing, maka metode belajar mengajar pun harus memperhatikan
keberagaman “learning style” dari masing-masing individu (Mascolo et al., 2014; Baldwin et
al., 2015; Yeari, 2017). Oleh karena itulah model belajar yang menekankan pada ciri khas dan
keberagaman ini perlu dikembangkan, seperti misalnya yang diperkenalkan dalam: PBL
(Problem Based Learning), PLP (Personal Learning Plans), PBA (Performance Based
Assessment), dan lain sebagainya. Di samping itu, harus pula ditekankan model pembelajaran
berbasis kerjasama antar individu tersebut untuk meningkatkan kompetensi interpersonal dan
kehidupan sosialnya, seperti yang diajarkan dalam konsep: Cooperative Learning,
Collaborative Learning, & Meaningful Learning, dan lain sebagainya yang merupakan salah
satu tugas utama pendidik untuk memastikan bahwa melalui mekanisme pembelajaran yang
dikembangkan, setiap individu dapat mengembangkan seluruh potensi diri yang dimilikinya
untuk menjadi manusia pembelajar yang berhasil (Faan, 2010; Kauffman et al., 2011; Nathan
et al., 2013).
Besarnya informasi dan tekonologi sangat berpengaruh terhadap kondisi kognitif peserta didik
mereka akan lebih mudah menggambarkan kejadian atau hal-hal yang nyata (faktual)
dibandingkan dengan membayangkan sesuatu yang bersifat abstrak (Ibda, 2015; Kim et al.,
2015). Oleh karena itu maka materi ajar pun harus mengalami sejumlah penyesuaian dari yang
berbasis konten menjadi berorientasi pada konteks.
Tantangan yang dihadapi dalam hal ini adalah mengubah pendekatan pola penyelenggaraan
pembelajaran dari yang berorientasi pada diseminasi materi dari sebuah materi ajar menjadi
pemahaman sebuah fenomena dipandang dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan. Contoh-
contoh kasus sehari-hari yang ditemui di masyarakat, problem-problem yang bersifat dilematis
,tantangan riset yang belum terpecahkan, simulasi kejadian di dunia nyata, dapat dijadikan
sejumlah contoh materi ajar yang kontekstual dan dapat dicerna oleh peserta ajar dengan
mudah. Dalam upaya pemecahan masalah yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan
nyata.
Tabel 1. Konsep Kearifan Lokal Barifola dan Implemetasi Pada Pendidikan abad 21
Strategi dalam kegiatan Pembelajaran
Nilai-Nilai pada Kearifan lokal Barifola
1. Sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap
dapat melakukan kolaborasi dengan sekolah yang
tidak memiliki fasilitas yang tidak memadai.
Penerapan nilai-nilai kearifan lokal yang dijelaskan pada tabel 1 diharapkan dapat menjawab
tuntutan pada pendidikan abad 21 yang hanya berfokus pada persaingan atau kompetisi tetapi
juga memperhatikan nilai-nilai kebersamaan dalam membangun arah pendidikan di Indonesia
dengan menggunakan keuggulan dari bangsa ini yaitu dalam bentuk kearifan lokal. Dengan
adanya kolaborasi antar sekolah yang didalamnya terdapat unsur guru dan siswa maka, tercipta
hubungan kerjasama dan sikap saling menghargai antar siswa. Strategi kolaborasi dengan
menggunakan nilai kearifan lokal ini dapat diterapkan pada daerah-daerah rawan konflik,
sekolah yang siswannya sering melakukan tawuran atau perkelaihan dengan harapan dapat
memupuk silahturami, rasa saling menghargai , rasa kesetiakawanan, mengurangi kesenjangan
sosial serta membangkitkan kembali semangat gotong royong yang telah banyak pudar akibat
dari persaingan pada abad 21. Melalui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dari Sabang
sampai Merauke dengan penerapannnya pada pendidikan abad 21 diharapkan dari
keberagaman menjadi keseragaman.
Kesimpulan
Untuk menumbuhkan pendidikan abad 21 tidak hanya menitik beratkan pada persaingan antar
sekolah, antar siswa yang di munculkan dalam bentuk sebuah hegemoni yang pada dasarnnya
sekolah yang unggul akan semakin terdepan dan sebaliknya sekolah yang banyak memilki
kekurangan semakin tenggelam akibat persaingan pada abad 21. Pentingnya menumbuhkan
nilai kearifan lokal pada masing-masing dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang difokuskan
pada kolaborasi antar siswa satu sekolah dengan sekolah lainnya sebagai wujud kebudayaan
bangsa yang arif dan lokal untuk menuju arah pendidikan yang beragam kearah keseragaman.
Daftar Pustaka
Abbiss, J., 2013. Social Sciences and “21st Century Education” In Schools: Opportunities and
Challenges. N. Z. J. Educ. Stud. 48, 5.
Affandi, N., 2012. Harmoni dalam Keragaman (sebuah analisis tentang konstruksi
perdamaian antar umat beragama. Lentera 14.
Andriani, D.E., 2010. Mengembangkan Profesionalitas Guru Abad 21 Melalui Program
Pembimbingan yang Efektif. J. Manaj. Pendidik. 6.
Baldwin, L., Baum, S., Pereles, D., Hughes, C., 2015. Twice-Exceptional Learners: The
Journey Toward a Shared Vision. Gift. Child Today 38, 206–214.
doi:10.1177/1076217515597277
Bauto, L.M., 2016. Socio-Cultural Values As Community Local Wisdom Katoba Muna In The
Development Of Learning Materials Social Studies And History.
BSNP, 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad xxi. Jakarta
del Real Alcala, J.A., 2013. The Value Of National Plurality In The Design Of The
Constitutional State. Eur. Sci. J. ESJ 9.
Effendi, L.A., 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk
Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Smp. J. Penelit. Pendidik. 13.
Faan, A.I.M., PhD, DrPS (hon), 2010. Transitions Theory: Middle Range and Situation
Specific Theories in Nursing Research and Practice. Springer Publishing Company.
Gunawan, H., 2012. Pendidikan Karakter. Konsep Dan Implementasi. Cetakan Ke-2 Alf. Bdg.
Guo, L., 2014. Preparing teachers to educate for 21st century global citizenship: Envisioning
and enacting. J. Glob. Citizsh. Equity Educ. 4, 1–23.
Herimanto, W., 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bumi Aksara, Jakarta.
Ibda, F., 2015. Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita 3.
Ilahi, N.W., Imaniyati, N., 2016. Peran Guru Sebagai Manajer Dalam Meningkatkan
Efektivitas Proses Pembelajaran. J. Pendidik. Manaj. Perkantoran 1, 104–114.
Indiyani, N.E., Listiara, A., 2006. Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong
(Cooperative Learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi
Pelajaran Matematika (Suatu Studi Eksperimental pada Siswa di SMP 26 Semarang).
J. Psikol. Undip 3, 10–28