Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN TYPOID FEVER

DI RUANG ANAK

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

NAMA : Imro’atul Jamila


NIM : 19020036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2019
1.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2014). Definisi lain
dari demam tifoid atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang
biasaya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2013).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi
manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhosa. Ada dua sumber penularan Salmonella typhosa, yaitu
penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang
pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa
waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).

1.2 Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri
tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2014).
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau
sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih
mengandung Salmonella spp di dalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,
sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar
dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type.
1.3 Manifestasi klinis
a) Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah
10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas,
berupa :
- Panas atau demam
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit)
2. Gejala Khas
2.1 Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala,
pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara
80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah
kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
2.2 Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian
meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua
suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam).
Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang
semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala
toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah
tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
2.3 Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai
turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau
stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia
urin.
2.4 Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam
tifoid.

1.4 Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar
mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum
tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak
badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman
masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran
darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel
piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam
dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan
kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju
ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang
menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada
folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak
dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan
dapat memperburuk kondisi pasien (Ngastiyah 2013) .
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita
demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang
masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat
dengan demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes
Widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah
terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella enterica
serotype typhi pada 2 kali pengambilan spesimen serum dengan interval waktu
10-14 hari. Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes
Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini
mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari respon antibodi pada
serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal negatif dan
mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari respon antibody
(Wardana, 2014).

1.6 Diagnosa banding


Diagnose banding pada typod fever:
a). Pneumonia
b). Hepatitis Akut
c). DHF
d). TB
e). Malaria
f). Leukimia
1.7 Komplikasi
a). Tifoid toksik (tifoid ensefalopati)
b). Syok septik
c). Hepatitis tifosa
d). Pneumonia
e). Osteomielitis
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan typoid fever menurut (Inawati, 2014) yaitu:
a). Non Farmakologi:
 Tirah baring absolut minimal 7-14 hari sampai bebas demam
 Terapi suportif misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
 Kompres hangat untuk menurunkan panas
 Tingkatkan konsumsi cairan misalnya, anjurkan pasien banyak minum
 Diet makanan halus seperti bubur halus
 Hindari makanan yang pedas
b). Farmakologi meliputi:
 Kloramfenikol
 Tiamfenikol
 Ko-trimoksazol
 Ampisilin dan Amoksisilin
 Sefalosporin
 Fluorokinolon
 Furazolidon

1.9 Konsep Tumbuh Kembang

1.9.1 Defenisi pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu


bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur
organ-organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari pertumbuhan otak adalah anak
mempunyai kapasitas lebih besar untuk belajar, mengingat, dan mempergunakan
akalnya. Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat
dinilai dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), Ukuran panjang (cm, meter)
umur tulang, dan tanda-tanda seks sekunder (Soetjiningsih, 2013). Jadi
perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan
(kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan
kualitatif dan kuantitatif (dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri
individu tersebut.

1.9.2 Aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan

A. Aspek pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antopometri,
pengukuran antopometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan
(panjang badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lingkar dada (Saputri,
2014). Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran tinggi badan
digunakan untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik,
sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan
otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya reterdasi
mental, apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat
penyumbatan cairan serebrospinal. (Hidayat, 2011). Pada umur 6 bulan lingkar
kepala rata-rata adalah 44 cm (Angelina, 2014).

B. Aspek Perkembangan
 Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan meliputi aktivitas otot-
otot besar seperti gerakan lengan, duduk, berdiri, berjalan dan sebagainya
(Saputri, 2014).
 Motorik halus (fine motor skills) merupakan keterampilan fisik yang
melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan yang memerlukan
koordinasi yang cermat. Perkembangan motorik halus mulai memiliki
kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki menggambar dua tau tiga bagian,
menggambar orang, melambaikan tangan dan sebagainya (Saputri, 2014).
 Bahasa (Languange) adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan, berkomunikasi (Hidayat,
2011).
 Sosialisasi dan kemandirian merupakan aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain),
berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya.

1.9.3 Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan


Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun
keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara stimulant. Pertumbuhan ukuran
fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan perkembangan anak. Adapun
ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Soetjiningsih (2013) adalah :

a. Ciri pertumbuhan
Pertumbuhan dapat dinilai dari beberapa perubahan yaitu :
 Perubahan
ukuran, terlihat jelas pada pertumbuhan fisik dengan bertambahnya umur anak
terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-
lain.
 Proporsi tubuh, perubahan proporsi tubuh sesuai dengan bertambahnya umur
anak, proporsi tubuh seorang bayi baru lahir sangat berbeda dibandingkan
tubuh anak ataupun orang dewasa.
 Hilangnya ciri-ciri lama, selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang
terjadi perlahan-lahan seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi
susu dan menghilangnya refleks-refleks primitif.
 Timbul ciri-ciri baru, dikarenakan pematangan fungsi-fungsi organ, seperti
tumbuh gigi permanen.

b. Ciri perkembangan
Perkembangan melibatkan perubahan, yaitu terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya, perkembangan
sistem reproduksi disertai dengan perubahan pada organ kelamin. Perubahan-
perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan
proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai
tanda kematangan suatuorgan tubuh tertentu. Perkembangan awal menentukan
perkembangan selanjutnya. Seseorang tidak akan melewati satu tahap
perkembangan sebelum dia melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seorang
anak tidak akan bisa berjalan sebelum dia berdiri. Karena itu perkembangan
awal merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan
selanjutnya. Perkembangan juga memiliki tahap yang berurutan, tahap ini di
lalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, dan tahap-tahap
tersebut tidak bisa terjadi terbalik. Misalnya, anak lebih dahulu mampu berdiri
sebelum berjalan, mampu membuat lingkaran sebelum mampu mampu
membuat gambar kotak, dan lain-lain.

1.9.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

Tumbuh kembang anak mulai dari konsepsi sampai dewasa dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti faktor genetik dan faktor lingkungan bio-fisikopsikososial,
yang bisa menghambat atau mengoptimalkan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih,
2013). Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
yaitu :

A. Faktor dari dalam (internal)


Faktor dari dalam dapat dilihat dari faktor genetik dan hormonal, faktor genetik
akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat
seksual, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang, yaitu : perbedaan ras. Etnis atau bangsa,
keluarga, umur jenis kelamin dan kelainan kromosom. Kemudian pengaruh
hormonal, dimana sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin beumur 4
bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang cepat. Hormon yang
berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan somatropin yang
dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Selain itu, kelenjar tiroid juga menghasilkan
kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme serta maturasi tulang, gigi
dan otak (Soetjiningsih, 2013).

B. Faktor dari luar (eksternal)


Faktor dari luar dapat dilihat dari :
a) faktor prenatal, antara lain gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endoktrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksiembrio dan psikologi ibu.
b) (b) faktor persalinan, yaitu komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma
kepala, afaksia dapat menyebabkan kerusakn jaringan otak.
c) Faktor pasca salin, yaitu gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital,
lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan
pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan

1.9.5 Tahap tumbuh kembang Anak

a. Pertumbuhan
 Berat badan
Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak dapat dilakukan dengan
menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, dan lingkar kepala anak.
Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan mengalami penambahan 150-
250 gram/minggu dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh
National Center for Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akan
meningkat dua kali lipat dari berat lahir pada anak usia 4-7 bulan (Wong,
2008). Berat badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila
kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat lahir rendah (BBLR),
sedangkan bila lebih dari 3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada masa
bayi-balita, berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan fisik dan
status gizi diperhaatikan
 Panjang badan
Pengukuran panjang badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi.
Selain itu, panjang badan merupakan indikator yang baik untuk pertumbuhan
fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk perbandingan terhadap
perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan atas. Panjang
bayi baru lahir normal adalah 45-50 cm dan berdasarkan kurva yang
ditentukan oleh National Center for Health Statistics (NCHS), bayi akan
mengalami penambahan panjang badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya.
Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai usia 9 tahun,
yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun dan penambahan ini akan berhenti pada usia
18-20 tahun
 Pengukuran Lingkar Kepala Anak
Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata adalah 34-35 cm dan lingkar kepala
ini lebih besar daripada lingkar dada. Pada anak umur 6 bulan, lingkar kepala
rata-rata adalah 44 cm, umur 1 tahun 47 cm, 2 tahun 49 cm, dan dewasa 54
cm. Jadi, pertambaha lingkar kepala pada 6 bulan pertama adalah 10 cm, atau
sekitar 50% pertambahan lingkar kepala sejak lahir sampai dewasa terjadi 6
bulan pertama kehidupan. (Soetjiningsih, 2013).
b. Perkembangan
 Perkembangan motorik kasar, aspek perkembangan lokomosi (gerakan) dan
postur (posisi tubuh). Pada usia 6 bulan, bila bayi didudukkan di lantai, bayi
bisa duduk sendiri tanpa disokong tetapi punggung masih membungkuk, bayi
mampu berguling sebagai aktivitas yang disadari sehingga untuk mencapai
benda dengan jarak dekat, bayi dapat berguling-guling. Kontrol kepala bayi
muncul lebih dulu pada posisi tengkurap, sehingga bayi lebih dahulu
berguling dari posisi terlentang.
 Perkembangan motorik halus, kemampuan motorik halus dipengaruhi oleh
matangnya fungsi motorik, dan koordinasi neuromuskular yang baik, fungsi
visual yang akurat, dan kemampuan intelek nonverbal. Pada usia 6 bulan bayi
mampu memindahkan objek dari tangan satu ke tangan lainnya, bayi juga
mampu meraih dan mengambil benda dengan baik, tanpa disertai gerakan
simultan pada tangan yang lain, bayi juga mampu memasukkan balok ke
dalam gelas tapi tidak bisa mengambil kembali
 Perkembangan bahasa, kemampuan untuk memberikan respons terhadap
suara, mulai mengenal kata-kata “da da, pa pa, ma ma”.
 Perkembangan sosial, banyak dipengaruhi faktor lingkungan (pengasuhan).
Seorang bayi mewarisi karakteristik emosional-sosial dan gaya berinteraksi,
tetapi sifat bawaan tersebut dimodifikasi oleh gaya orangtua dan lingkungan
sosial, bayi akan merasa nyaman disekitar orang-orang akrab dan timbul
kecemasan di sekitar orang asing. Pada usia ini bayi senang bermain dengan
bayi lainnya, dan sekali- kali ia akan tersenyum dan meniru suara
masingmasing, diusia ini bayi mulai mengenali orang tua.

1.9.6 Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan

A. Gangguan pertumbuhan fisik


Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan diatas normal
dan gangguan pertumbuhan dibawah normal. Pemantauan berat badan
menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat). Menurut Soetjaningsih (2003,
dalam Abdul Rajab, 2013) bila grafik berat badan naik lebih dari 120%
kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan
apabila grafik berat badan dibawah normal kemungkinan anak mengalami
kurang gizi, menderita penyakit kronis atau atau kelainan hormonal. Lingkar
kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting. Ukuran lingkar kepala
menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar
kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita
hidroseflus, megaensefali, tumor otak. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang
dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis.

B. Gangguan perkembangan motorik


Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah
satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau
penyakit neuromuskular. Anak dengan cerebral palsy dapat mengalami
keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis,
ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida
juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Namun tidak
selamanya gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit
tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi
keterlambatan perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai
kesempatan belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker
dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik (Nur,
2009 dalam Rajab, 2013)
C. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh sistem perkembangan anak,
kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis, emosional
dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak
dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan
pendengaran, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang
terlambat. Selain itu, gangguan perkembangan bicara dapat juga disebabkan
oleh kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral pasli ( Nur, 2009 dalam
Rajab, 2013).
D. Gangguan suasana hati (mood disoders)
Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang ditandai dengan
disforia, kehilangan minat, sukar tidur, sukar konsentrasi, dan nafsu makan
terganggu. (Rajab, 2013).
E. Gangguan pervasif dan psikosis pada anak
Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan nonverbal, gangguan
perilaku dan interaksi sosial). Asperger (gangguan interaksi sosial, perilaku,
perilaku yang terbatas dan diulang-ulang, obsesif), childhood disintegrative
disorders. (Rajab, 2013).

1.9.7 Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan anak

A. Antopometri
Pengukuran antropometri dimaksudkan untuk mengetahui ukuran-ukuran fisik
seorang anak dengan menggunakan alat ukur tertentu, seperti timbangan dan
pita pengukur (meteran). Pada penentuan keadaan pertumbuhan fisik anak perlu
dilakukan pemeriksaan antopometri dan pertumbuhan fisik. Pengukuran
antropometri untuk emantau tumbuh kembang anak adalah berat badan, badan
panjang, lingkar kepala dan lingkar lengan atas.
B. Indeks antopometri
Indeks antropometri merupakan rasio dari pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur, TB/U (Tinggi Badan
terhadap Umur) dan BB/U (Berat Badan terhadap Umur).
C. Interpretasi indeks antropometri gizi
Interpretasi indeks antropometri gizi memerlukan ambang batas. Ambang batas
dapat disajikan kedalam tiga cara, yaitu persen terhadap median, persentil, dan
standar deviasi unit. WHO menyarankan menggunakan standar deviasi unit
untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar Deviasi Unit (SD) disebut
juga Z-skor.
Rumus perhitungan Z- Score adalah:

Nilai Individu Subjek − nilai media baku rujukan


Nilai simpang baku rujukan

1.10 Konsep keperawatan

A. Pengkajian

1) Identitas pasien
Meliputi nama, alamat,
 Umur: penyakit typoid menyerang semua umur mulai anak sampai
dewasa, tetapi sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun
 Jenis kelamin: typoid menyerang perempuan maupun laki-laki,
pekerjaan, suku/bangsa,agama, status perkawinan,tanggal masuk
rumah sakit, no RM dan diagnose masuk.
 Identitas penanggung jawab: biasanya keluarga, orang tua, orang
terdekat pasien yang bertanggung jawab
2) Keluhan utama
Keluhan utama saat MRS demam thypoid adalah panas atau demam
yang tidak turun –turun, nyeri perut,pusing kepala, mual, muntah,
anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella thypi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pada typoid, sebelumnya pasien sudah pernah menderita
typoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Apakah keluarga pernah menderita penyakit keturunan seperti
DM,hipertensi, dll.
7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola nutrisi dan metabolism


Klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makanan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urin tidak mengalami gangguan,hanya warna
kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien di bantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit pada anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suara waham pada klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
8. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-400C,
muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran apabila dalam kondisi yang
berat..
c) Pengkajian head to toe
 Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi
rambut merata dengan warnawarna hitam, tipis, tidak ada nyeri
tekan.
 Mata
Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan,
sclera tidak ikterik konjungtiva merah muda / tidak anemis,
reflek pupil terhadap cahaya baik.
 Telinga
Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak
terdapat peradangan, telinga simetris
 Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk simetris, tidak terdapat tanda-
tanda peradangan pada mocusa hidung. Tidak terlihat pernafasan
cuping hidung taka ada epistaksis.
 Mulut dan gigi
Kebersihan mulut pada pasien typoid biasanya lidah tampak
kotor, kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahandan tampak
kering.
 Leher
Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
 Sistem respirasi
Bentuk dada normal chest, bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada sesak., tidak ada batuk, tidak ada retraksi dada
 Sistem kardiovaskuler
Suara jantung normal tidak ada suara tambahan, irama jantung
regular, tidak ada kardiomegali.
 Sistem intugumen
kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat,
 Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah
kotor(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri
perut, perut terasa tidak enak, peristaltik meningkat.
 Sistem muskuluskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
 Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan hati dan limpa membesar dengan
konsistensi lunak serti nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltic usus
meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (00007)


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (00134)
3. Ketidak seimbangan nutrisi: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adanya nafsu makan, mual, dan kembung
(00002)
4. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan
dan peningkatan suhu tubuh (00025)
C. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan NOC
1. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan asuhan
dengan proses infeksi keperawatan selama 1x24 jam
(00007) masalah hipertermi teratasi dengan
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang
normal
b. Nadi dan RR dalam rentang
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan klien dan
keluarga tentang hipertermi.
Rasional: mengetahui tingkat
pengetahuan klien tentang
hipertermi.
b. Observasi suhu, nadi, tekanan
darah, pernafasan.
Rasional:mengetahui keadaan
umum klien.
c. Beri minum yang cukup.
Rasional: mencegah dehidrasi.
d. Berikan kompres air biasa.
Rasional: mempercepat proses
penurunan suhu.
e. Lakukan tepid sponge (seka).
Rasional: mempercepat proses
penurunan suhu.
f. Pakaikan baju yang tipis dan
menyerap keringat.
Rasional: mempercepat proses
penurunan suhu.
g. Pemberian obat antipireksia.
Rasional: mempercepat proses
penurunan suhu.
h. Pemberian cairan parenteral
(iv) yang adekuat. Rasional:
mencegah kekurangan volume
cairan
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan
dengan agen cedera biologis keperawatan selama 1x24 jam
(00134) masalah nyeri akut teratasi dengan
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Catat dan kaji lokasi dan
intensitas nyeri (skala 0-10).
Selidiki perubahan
karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui respon
dan sejauh mana tingkat nyeri
pasien
b. Berikan tindakan kenyamanan
(contoh : ubah posisi)
Rasional:mencegah penekanan
pada jaringan yang luka
c. Berikan lingkungan yang
tenang
Rasional: agar pasien dapat
beristirahat
d. Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian analetik,
kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri
Rasional: untuk mengurangi
rasa sakit/nyer
3. Ketidak seimbangan nutrisi: Setelah dilakukan asuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam
tubuh berhubungan dengan masalah Ketidak seimbangan nutrisi:
tidak adanya nafsu makan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
mual, dan kembung (00002) teratasi dengan
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
Intervensi :
a. Menilai status nutrisi anak.
Rasional : untuk mengetahui
dan memantau nutrisi anak.
b. Ijinkan anak untuk memakan
makanan yang dapat
ditoleransi anak.
Rasional: untuk menambah
status nutrisi.
c. Berikan makanan yang
disertai dengan suplemen
nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
Rasional: meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
d. Menganjurkan kepada orang
tua untuk memberikan
makanan dengan teknik porsi
kecil tapi sering.
Rasional:untuk meningkatkan
intake.
e. Menimbang berat badan
setiap hari pada waktu yang
sama dan dengan skala yang
sama.
Rasional: untuk mengetahui
peningkatan berat badan.
f. Mempertahankan kebersihan
mulut anak.
Rasional: meningkatkan nafsu
makan pada anak.
g. Menjelaskan pentingnya
intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.
Rasional: membantu proses
peningkatan intake nutrisi
yang adekuat.
4. Risiko kurang volume cairan Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 1x24 jam
intake cairan dan masalah risiko kurang volume cairan
peningkatan suhu tubuh berhubungan teratasi dengan
(00025) Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membranmukosa
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
Intervensi :
a. Mengobservasi tanda-tanda
vital (suhu tubuh) paling
sedikit 4 jam.
Rasional: mengetahui tanda-
tanda vital.
b. Monitor tanda-tanda
meningkatnya cairan, turgor
tidak elastis, ubun-ubun
cekung, produksi urin
menurun, membran mukosa
kering, bibir pecah-pecah.
Rasional: untuk mengetahui
perkembangan keadaan umum
klien.
c. Mengobservasi dan mencatat
intake dan output dan
mempertahankan intake dan
output yang adekuat.
Rasional: untuk mengetahui
dan memantau cairan yang
keluar masuk.
d. Memonitor dan mencatat
berat badan pada waktu yang
sama dan skala yang sama.
Rasional: mengetahui
peningkatan berat badan.
e. Memonitor pemberian cairan
melalui intravena setiap jam.
Rasional: memonitor cairan
yang masuk.
f. Memberikan antibiotik sesuai
program.
Rasional: membantu dan
mempercepat proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2014). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit
demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa
2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2013). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan
pemeriksaan widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

NANDA.(2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

NOC.(2013).Nursing Outcomes Clasification Edisi Bahasa Indonesia Edisi ke


5.jakarta: Mocomedia

Anda mungkin juga menyukai