Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL EBN

PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER DAN GENGGAM JARI TERHADAP


INTENSITAS NYERI POST OPERASI FRAKTUR DI RS. ORTOPEDI PROF. DR. R.
SOEHARSOSURAKARTA

Kelompok 5

MARNIATI BULU 2017610059


MARLINCE NGONGO 2017610058
MUALLIM 2017610066
KRISTINA RA METE 2017610051
MIKAEL DAIRO BILI 2017610065

KELAS 5B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hilangnya kontinuitas tulang adalah istilah dari fraktur atau tulang rawan yang bersifat total
maupun sebagian. Secara umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma
cedera tulang dan lemahnya tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga fisik merupakan keadaan
tulang itu sendiri, serta fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap ditentukan dari
jaringan lunak yang ada disekitar tulang (Helmi, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur di dunia yang terjadi pada tahun
2008 kurang lebih 13 juta orang, dengan total angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara
fraktur terjadi pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang dengan total angka
prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 terjadi peningkatan kejadian fraktur menjadi 21 juta
orang dengan total angka prevalensi 3,5%. Terjadinya kejadian fraktur tersebut dengan
insiden kecelakaan, cedera olah raga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya
(Mardiono, 2010).
Nyeri merupakan salah satu manifestasi penderita fraktur. Pada setiap gangguan
muskuloskeletal paling sering muncul rasa nyeri. Pada pederita fraktur rasa nyeri sering
dirasakan bersifat menusuk dan tajam yang dapat ditimbulkan akibat spasme otot atau
penekanan bagian saraf sensori oleh karena infeksi tulang (Helmi, 2012).
Respon fisik terhadap nyeri ditandai dengan perubahan keadaan umum, suhu tubuh, wajah,
denyut nadi, sikap tubuh, pernafasan, dan syok. Respon pkisis akibat nyeri akan mengganggu
sistem imun dan penyembuhan dapat merangsang stress. Pasien post operasi yang mengalami
nyeri akut harus dikendalikan agar perawatan lebih optimal dan tidak menjadi nyeri kronis.
Nyeri yang tidak diatasi akan memperlambat masa penyembuhan atau perawatan,
menimbulkan stres, dan ketegangan yang akan menimbulkan respon fisik dan psikis sehingga
memerlukan upaya penatalaksanaan yang tepat (Corwin, 2009).
Berbagai tindakan dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri yang mencangkup tindakan
farmakologi dan non-farmakologi. Tindakan non-farmakologi merupakan intervensi paling
utama dalam beberapa kasus nyeri bersifat ringan. Sedangkan pemberian tidakan farmakologi
disiapkan untuk mengantisipasi nyeri yang berlebihan. Pada kasus nyeri sedang hingga berat
selain tindakan farmakologi, tindakan non-farmakologi menjadi alternatif tradisional yang
efektif sebagai pelengkap untuk mengatasi nyeri (Prasetyo, 2010).
Penatalaksanaan nyeri farmakologi mencangkup penggunaan opioid (narkotik), obat-obatan
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan analgesik penyerta atau koanalgesik
(Kozier, 2010). Sedangkan penatalaksanaan non-farmakologi meliputi relaksasi dan imajinasi
terpimpin, aromaterapi, distraksi, musik, stimulus kutaneus, masase/pijatan, pemberian
sensasi hangat dan dingin, herbal, mengurangi persepsi nyeri (Potter & Perry, 2010).
Berdasarkan penelitian (Koulivand, 2013) menyatakan bahwa menghirup minyak
aromaterapi lavender dapat menimbulkan efek relaksasi pada sistem saraf pusat dan untuk
jangka pendek relatif aman, harganya terjangkau dan mudah didapat. Penelitian terdahulu
oleh (Lis Balchin, 2009) menyatakan bahwa kandungan lavender oil terdiri dari: linalool,
linalyl acetate, α- dan β- pinene dan 1,8- cineole. Dimana, linalyl acetat dan linalool adalah
kandungan aktif utama pada lavender yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi).
Aromaterapi dapat menangani masalah pernafasan, rasa nyeri, gangguan saluran kencing,
gangguan pada alat kelamin, masalah mental dan emosional. Hal ini terjadi karena
aromaterapi mampu memberikan sensasi menenangkan diri serta otak, bahkan rasa stress
(Laila, 2011).
Salah satu pengobatan non-farmakologis yang dapat dilakukan adalah teknik relaksasi
genggam jari. Teknik Jin Shin Jyutsu merupakan teknik genggam jari. Jin Shin Jyutsu adalah
akupresur berasal dari Jepang. Merupakan sebuah seni yang sederhana menggunakan
sentuhan tangan (jari-jari dan telapak tangan) dan pernapasan untuk menyelaraskan serta
menyeimbangkan energi dalam tubuh. Setiap jari tangan berhubungan dengan sikap sehari-
hari. Ibu jari (perasaan khawatir), jari telunjuk (ketakutan), jari tengah (kemarahan), jari
manis (kesedihan), jari kelingking (rendah diri dan kecil hati) (Hill, 2011).
Kombinasi dua metode pada penelitian berharap mendapat hasil yang lebih baik, dari pada
menggunakan satu metode. Minyak aromaterapi lavender dapat memberikan relaksasi rasa
nyaman, mengurangi rasa nyeri. Genggam jari dapat memberikan relaksasi sebagai penenang.
Metode genggam jari disertai menggunakan minyak aromaterapi merupakan cara yang
popular dalam penggunaannya. Karena bisa bekerja dalam waktu yang sama, dimana minyak
aromaterapi akan menyerap dan masuk melalui pernapasan, ditambah terapi genggam jari
dari pijat itu sendiri (Asiyah, 2015).
Peneliti memilih RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta sebagai tempat penelitian
dikarenakan RS. Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso Surakarta adalah rumah sakit tulang terbesar
di Solo Raya yang juga merupakan rumah sakit rujukan dari beberapa daerah disekitar Solo.
Maka sudah dapat dipastikan bahwa pasien di RS. Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso Surakarta
sangat banyak. Dalam rentan bulan Januari 2017 - Desember 2017 didapatkan pasien fraktur
berjumlah 1.786 pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas atas berjumlah 649 pasien dengan
tindakan operasi fraktur berjumlah 639 pasien, sedangkan pasien dengan fraktur ekstremitas
bawah berjumlah 922 pasien dengan tindakan operasi fraktur berjumlah 763 pasien.
Hasil wawancara dengan pasien post operasi fraktur di ruang rawat inap berjumlah 10
reponden. Beberapa pasien mengalami fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Setelah
dilakukan tindakan operasi fraktur di RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta pasien
mengalami nyeri dengan skala nyeri yang berbeda-beda. Peneliti menggunakan pengukur
skala nyeri Numerical Ratting Scale (NRS), dengan kriteria 0 : tidak mengalami nyeri, 1-3 :
skala nyeri ringan, 4-6 : skala nyeri sedang, 7-9 : skala nyeri berat, 10 : skala nyeri sangat
berat, dengan hasil 2 responden merasakan nyeri skala 3, 3 responden merasakan nyeri skala
6, dan 5 responden merasakan nyeri skala 9. Dari hasil tersebut pasien hanya diberikan obat
anti nyeri yang telah diresapkan dokter dan tidak mendapatkan terapi non farmakologi.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui pengaruh aromaterapi lavender dan teknik relaksasi genggam jari
terhadap intensitas nyeri post operasi fraktur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
2.2 Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2.3 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
2.4 Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri
dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka
akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat.
2.5 Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-
union, dan infeksi tulang
2.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
2.8 Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.

2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster
of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam
proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya
fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah
BAB III

A. METODE
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh aromaterapi lavender
dan genggam jari terhadap intensitas nyeri pasien post operasi fraktur di RS. Ortopedi
Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. penelitian ini adalah preexperimental dengan
rancangan penelitian pre-test dan post-test with control group. Populasi penelitian ini
semua pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah yang dirawat inap di RS.
Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso Surakarta berjumlah 70 pasien dengan mendapat
tindakan operasi fraktur berjumlah 53 pasien data diambil dari ruang rekam medis.
Berdasarkan penelitian (Sugiyono, 2016) mengambil 30 sampel, dibagi menjadi dua
kelompok yang terdiri dari 15 responden kelompok kontrol dan 15 kelompok
intervensi sesuai kriteria dengan teknik Accidental Sampling. Pengumpulan data
penelitian menggunakan Numeric Ratting Scale (NRS), sedangkan analisis data
menggunakan uji t-test.

B. HASIL
 Karakteristik responden
Karakteristik responden pada kedua kelompok penelitain menunjukkan sebagian besar
berjenis kelamin laki-laki. Dalam budaya di Jawa pada umumnya, para lelaki
memiliki kewajiban untuk bekerja, sehingga aktivitas bekerja tersebut memberikan
resiko mereka mengalami kecelakaan sehingga terjadi fraktur. Hal tersebut ditegaskan
dalam penelitian (Mandagi, Bidjuni dan Hamel, 2017) menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien fraktur di Rumah Sakit Umum GMIM Bethesda Tomohon adalah laki-
laki. Karakteristik umur pada kedua kelompok penelitian menunjukkan sebagian besar
responden adalah berumur antara 20 – 55 tahun. Pada usia tersebut termasuk pada
kelompok usia dewasa muda hingga dewasa, dimana usia dewasa muda merupakan
usia yang paling rentang mengalami fraktur sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh (Muscari, 2006) mengatakan bahwa umur merupakan
faktor yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Dewasa muda
cenderung rentang terhadap kecelakaan karena penggunaan kendaraan bermotor
sehingga mengakibatkan nyeri.
Adaptasi respon fisiologis dengan indikator penyembuhan luka rata-rata 42,37% (nilai
skor terendah 36 dan nilai skor tertinggi 49) menunjukkan penyembuhan luka efektif.
Lama pemulihan berdasarkan derajat,derajat II rata-rata 17,66 hari(tercepat 7 harri
dan terlama 35hari),derajat III rata-rata 28,6 hari (tercepat 17 hari dan terlama 40
hari).
Adaptasi respon psikologis,didapatkan nilai skor rata-rata 44,5 dengan skor minimal
40 dan skor maksimal 50,dan didukung oleh hasil wawancara semua responden
menunjukkan respon adaptif.
 Intensitas nyeri sebelum intervensi
Intensitas nyeri pada pasien secara umum dipengaruhi oleh karakteristik responden.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nyeri pada operasi post faktur secara umum
adalah tinggi. Penelitian Iswari (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
yang menjalani operasi ortopedi memiliki tingkat nyeri sedang dan berat paska
operasi ortopedi.
 Intensitas nyeri setelah intervensi
Distribusi frekuensi post test intensitas nyeri pada kelompok intervensi sebagian besar
adalah nyeri ringan, sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan sebagian besar
mengalami nyeri sedang. Rata-rata skor intensitas nyeri setelah pemberian perlakuan,
pada kelompok intervensi skor intensitas nyerinya sebesar 2,93 dan pada kelompok
kontrol sebesar 3,80.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian aromaterapi lavender


dan terapi genggam jari terhadap penurunan nyeri pada pasien post fraktur di RS
Ortopedi Dr. Soeharso Surakarta. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian-
penelitian terdahulu, yaitu penelitian (Turlina dan Fadhilah, 2017) yang meneliti
“pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri pada ibu
bersalin kala I fase aktif di BPM Ny. Margelina, AMd. Keb desa Supenuh Kecamatan
Sugio Kabupaten Lamongan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian
aromaterapi lavender signifikan terhadap penurunan tingkat nyeri pada ibu bersalin.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1) Intensitas nyeri pasien post faktur di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta


sebelum intervensi sebagian besar adalah nyeri berat.

2) Intensitas nyeri pasien post faktur di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta


sesudah intervensi pemberian aromaterapi lavender dan genggam jari sebagian besar
adalah nyeri ringan, atau hampir tidak merasakan nyeri, rasanya seperti gigitan
nyamuk/dicubit.

3) Intensitas nyeri pasien post faktur di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta pada
kelompok yang tidak mendapakan intervensi pemberian aromaterapi lavender dan
genggam jari sebagian besar adalah nyeri sedang.

4) Terdapat pengaruh aromaterapi lavender dan genggam jari terhadap penurunan


intensitas nyeri pasien post fraktur di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta.

B. SARAN

1) Bagi Rumah Sakit


Pemberian terapi non farmakologi dari berbagai penelitian terbukti mampu
memberikan kontribusi tehadap penurunan nyeri pada pasien paska operasi.
Manajemen rumah sakit diharapkan memberikan dukungan yang besar terhadap
usaha-usaha meminimalkan kesakitan pasien khususnya nyeri dengan
mempertimbangkan penggunaan berbagai media pengobatan non farmakologi untuk
mengurangi nyeri pasien paska operasi.
2) Bagi Perawat
Perawat diharapkan senantiasa belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan mereka dalam asuhan keperawatan, khususnya intervensi non
farmakologi bagi pengurangan nyeri pasien, sehingga efektifitas pengurangan nyeri
yang telah diberikan dengan pengobatan analgesic lebih meningkat.
3) Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian-penelitian sejenis, sehingga diketahui metode non farmakologi
apakah yang paling efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pada pasien paska operasi.
Daftar Pustaka

Abdelaziz S.H and Hala E.M. (2014). Effect of foot massage on postoperative pain and vital
signs in breast cancer patient. Original Research. Journal of Nursing Education and Practice,
2014, Vol. 4, No. 8. Medical surgical nursing department, faculty of nursing, Cairo
University, Cairo, Egypt.
Apriansyah, Akbar., Romandoni, Siti dan Adriannovita. D. (2015). Hubungan Antara tingkat
Kecemasan Pre Operasi Dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di RS
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 2 No.1 Januari 2015
ISSN No.23555459.

Anda mungkin juga menyukai