MEKANIKA KUANTUM
Hari Wisodo
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
i
ii
To my wife
iii
iv
Daftar Isi
2 Persamaan Schrödinger 23
2.1 Gelombang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
2.1.1 Wakilan Gelombang Sinusoida . . . . . . . . . . . . . 23
2.1.2 Paket Gelombang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
2.1.3 Gelombang Dispersif dan Non Dispersif . . . . . . . . 28
2.2 Persamaan Gelombang Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
2.2.1 Paket Gelombang de Broglie . . . . . . . . . . . . . . 32
2.2.2 Persamaan Gelombang Partikel Bebas . . . . . . . . . 35
2.2.3 Persamaan Gelombang untuk Partikel dalam Medan
energi Potensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
2.3 Soal-soal dan Penyelesaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
2.4 Soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
v
vi
11 Atom 231
11.1 Keadaan-keadaan Kuantum Atomik . . . . . . . . . . . . . . 231
11.1.1 Pendekatan Medan Sentral . . . . . . . . . . . . . . . 232
ix
Bab 1
Fisika klasik di dominasi oleh dua konsep mendasar. Pertama adalah konsep
partikel, yaitu entitas diskret dengan posisi dan momentum pasti yang berg-
erak sesuai dengan hukum gerak Newton. Kedua adalah konsep gelombang
elektromagnet, yaitu entitas fisis yang menyebar dengan kehadiran di seti-
ap titik dalam ruang yang ditempati oleh medan listrik dan medan magnet
yang berubah sesuai dengan hukum elektromagnetisme Maxwell. Gambaran
dunia klasik adalah rapi dan teratur artinya hukum gerakan partikel menje-
laskan tentang dunia materi disekitar kita dan hukum medan elektromagnet
menjelaskan tentang gelombang cahaya yang menerangi dunia ini.
Pada tahun 1900 gambaran klasik tersebut mulai runtuh ketika Max
Planck mempublikasikan hasil temuannya tentang radiasi benda hitam. Planck
memberikan penjelasan tentang sifat-sifat radiasi benda hitam yang tera-
mati dengan menganggap bahwa osilator pada dinding rongga memancar-
kan dan menyerap kuanta radiasi diskret berenergi = hν dengan ν adalah
frekuensi radiasi dan h adalah tetapan alam fundamental bernilai
h = 6, 626 × 10−34 J s.
1.1 Foton
Foton adalah kuanta radiasi elektromagnet yang mirip partikel. Foton
bergerak pada kelajuan cahaya c dengan momentum p dan energi yang
1
2 1.1 Foton
memenuhi hubungan
h hc
p= dan = (1.1)
λ λ
dengan λ adalah panjang gelombang radiasi elektromagnet. Persamaan (1.1)
juga disebut sebagai kaitan Panck-Einstein. Jika dibandingkan dengan stan-
dar makroskopik, momentum dan energi foton sangatlah kecil. Sebagai con-
toh, momentum dan energi bagi foton tampak dengan panjang gelombang
λ = 663 nm adalah
Jika digunakan satuan elektron volt dengan 1eV = 1, 602 × 10−19 J, maka
foton tampak tersebut energinya berorde eV. Foton sinar X dengan panjang
gelombang 0,071 nm memiliki energi berorde 10 keV.
Kemungkinan bahwa partikel dari bahan seperti elektron dapat mirip par-
tikel dan mirip gelombang diusulkan pertamakali oleh de Broglie pada 1923.
Secara spesifik de Broglie mengusulkan bahwa partikel bahan dengan mo-
mentum p dapat berkelakuan seperti gelombang dengan panjang gelombang
h
λ= . (1.3)
p
Gelombang ini disebut gelombang de Broglie.
Panjang gelombang de Broglie tersebut dapat diungkapkan dalam ben-
tuk energi partikel dengan cara sebagai berikut. Kaitan umum antara energi
relativistik dan momentum p dari partikel bermassa m adalah
2 − p2 c2 = m2 c4 . (1.4)
diperoleh
hc
λ= . (1.6)
Ungkapan dalam persamaan (1.6) sesuai dengan ungkapan dalam persamaan
(1.1). Semetara kaitan antara energi dan momentum p partikel non-
relativistik adalah
= mc2 + E (1.7)
dengan
p2
E= (1.8)
2m
adalah energi kinetik partikel non relativistik. Jika p dari persamaan (1.3)
disubstitusikan ke dalam persamaan (1.8) diperoleh
h
λ= √ . (1.9)
2mE
sangat kecil dan sulit untuk di ukur. Dari persamaan (1.9) tampak bahwa
partikel-partikel bermassa kecil memiliki panjang gelombang yang lebih be-
sar. Hal ini mengimplikasikan bahwa sifat gelombang dari elektron memu-
ngkinkan untuk dideteksi. Panjang gelombang elektron non relativistik
ini diperoleh dengan cara mensubstitusikan massa elektron m = me =
9, 109 ×10−31 kg ke dalam persamaan (1.9). Jika energi kinetik E diungkap-
kan dalam elektron volt, diperoleh
r
1, 5
λ= nm. (1.10)
E
Dari persamaan (1.10) dapat diperoleh bahwa elektron berenergi 1,5 eV
memiliki panjang gelombang 1 nm dan elektron berenergi 15 keV memiliki
panjang gelombang 0,01 nm.
Gambar 1.3: Simulasi pola interferensi dua celah yang dibangkitkan kom-
puter. Setiap titik mencatat penemuan partikel kuantum pada layar yang
diletakkan di belakang dua celah. Pembentukan pola oleh 100, 1000, dan
10000 partikel kuantum diilustrasikan di atas.
Fisikawan tetap menggunakan kata partikel yang memiliki dua arti (am-
biguitas) untuk mendeskripsikan obyek mikroskopik yang luar biasa ini.
Istilah ini tetap diginakan, tetapi kadang digunakan istilah partikel kuan-
tum untuk mengingatkan pembaca bahwa obyek yang ditinjau memiliki sifat
mirip gelombang dan mirip partikel. Istilah ini telah digunakan dalam Gam-
bar 1.3 karena gambar ini memberikan ilustrasi sifat mirip gelombang dan
mirip partikel. Jelas bahwa tetapan Planck telah mengkaitkan sifat mirip
gelombang dan mirip partikel dari partikel kuantum. Jika tetapan Planck
bernilai nol, maka seluruh panjang gelombang de Broglie akan menjadi nol
dan partikel bahan hanya akan menunjukkan sifat mirip partikel.
1.3 Atom
Telah dipahami dengan baik bahwa atom dapat muncul dalam keadaan en-
ergi diskret atau terkuantisasi. Sebagai contoh, tingkatan-tingkatan energi
untuk atom hidrogen, yang terdiri dari elektron dan foton, ditunjukkan pa-
da Gambar 1.4. Dalam buku ini akan ditunjukkan bahwa keadaan terikat
elektron dan proton memiliki energi terkuantisasi yang diberikan oleh
8 1.3 Atom
13, 6
En = − eV, (1.11)
n2
dengan n adalah bilangan, disebut bilangan kuantum utama, yang dapat
bernilai n = 1, 2, 3, . . . , ∞. Keadaan dasar atom hidrogen memiliki n = 1
untuk eksitasi pertama, n = 2 untuk eksitasi kedua da seterusnya. Ketika
energi eksitasi tersebut di atas 13,6 eV, elektron tidak lama terikat pada pro-
Bab 1 Implikasi Tetapan Planck 9
ton; atom tersebut terionisasi dan energinya dapat, secara prinsip, bernilai
sebarang dalam satu rangkaian kesatuan diantara E = 0 dan E = ∞.
Keberadaan tingkatan-tingkatan energi atomik terkuantisasi tersebut
didemonstrasikan dengan cara pengamatan spektra elektromagnet dengan
garis spektral tajam yang meningkat ketika atom mengalami transisi di-
antara dua tingkatan energi terkuantisasi. Sebagai contoh, transisi diantara
keadaan hidrogen-atom dengan ni dan nf yang menghasilkan garis spektral
dengan panjang gelombang yang diberikan oleh
hc
= |Eni − Enf |.
λ
Sebagian garis spektral atomik dari atom hidrogen diilustrasikan pada Gam-
bar 1.5.
Tingkatan-tingkatan energi atom yang terkuantisasi dapat juga diungkap
dengan cara hamburan (scattering). Sebagai contoh, ketika suatu elektron
lewat melalui gas (vapour) merkuri, elektron memiliki probabilitas kehi-
langan energi yang tinggi ketika energinya melampaui 4,2 eV, yaitu selisih
energi terkuantisasi antara keadaan dasar dan tereksitasi pertama dari atom
merkuri. Lebih jauh, ketika ini terjadi atom-atom merkuri yang tereksitasi
memancarakan foton dengan energi = 4, 2 eV dan panjang gelombang
hc
λ= = 254nm
Gambar 1.5: Garis spektral atom hidrogen. Deret garis dalam bagian tam-
pak dari spektrum elektromagnetik, disebut deret Balmer, muncul dari tran-
sisi di antara keadaan dengan bilangan kuantum utama n = 3, 4, 5, . . . dan
keadaan dengan n = 2. Deret garis dalam ultraviolet, disebut deret Lyman,
muncul dari transisi di antara keadaan dengan bilangan kuantum uatama
n = 2, 3, . . . dan keadaan dasar dengan n = 1
.
Tetapi tingkatan energi terkuantisasi bukan sifat paling mengagumkan
dari atom. Atom adalah berpegas sangat mengherankan ??: dalam ke-
10 1.3 Atom
Sfat-sifat luar biasa ini menunjukkan bahwa atom bukanlah sistem tata
surya mini dimana lintasan elektron mirip-partikel terdefinisikan secara pasti,
orbit klasik mengitari inti. Suatu atom tertentu akan menjadi tidak stabil
karena elektron-elektron yang mengorbit meradiasikan energi elektromag-
net dan jatuh ke inti. Walaupun tidak terdapat radiasi elektromagnet, pola
orbit dalam atom akan berubah setiap saat atom tersebut bertumbukan den-
gan atom lain. Jadi, gambaran klasik ini tidak dapat menjelaskan mengapa
atom stabil, mengapa atom dari unsur kimia yang sama selalu identik atau
mengapa atom memiliki sedikit variasi ukuran yang mengejutkan.
Seluruh gagasan ini dapat ditinjau secara lebih rinci dalam bab-bab se-
lanjutnya, tetapi pada tataran ini kita dapat menunjukkan bahwa gelom-
bang alamiah dari elektron atomik menyediakan penjelasan alamiah untuk
ukuran atom tipikal. Karena panjang gelombang de Broglie dari elektron
bergantung pada besarnya tetapan Planck h dan massa elektron me , ukuran
dari suatu atom yang terdiri dari elektron mirip gelombang juga bergan-
tung pada h dan me . Juga diharapkan kebergantungan pada kekuatan gaya
yang mengikat elektronn pada inti; ini sebanding dengan e2 /4π0 , dengan
e adalah besarnya muatan pada elektron dan proton. Jadi, orde besarnya
ukuran atom diduga fungsi dari e2 /4π0 , me , dan h (atau ~ == h/2π).
Fakta menunjukkan, satuan alamiah panjang untuk ukuran atomik adalah
Bab 1 Implikasi Tetapan Planck 11
4π0 ~2
a0 = = 0, 529 × 10−10 m. (1.12)
e2 me
Dengan panjang alamiah yang dibeirkan ini, kita dapat menuliskan sat-
uan panjang alamiah untuk energi ikat atomik. Ini disebut energi Rydberg
dan diberikan oleh
e2
ER = = 13, 6eV. (1.13)
8π0 a0
Perlu dicatat bahwa energi ikat keadaan atom hidrogen dengan bilangan
kuantum utama n adalah ER /n2 .
Jari-jari Bohr telah diperkenalkan oleh Niels Bohr pada 1913 dalam
makalah yang menyajikan model atom dengan sangat sukses. Walaupun
model Bohr campuran perjanjian fisika klasik dan postulat ad-hoc, ide uta-
ma model tersebut masih relevan. Gagasan ini adalah bahwa tetapan Planck
memiliki aturan kunci dalam mekanika elektron atomik. Bohr mengungkap-
kan gagasannya dengan cara sebagai berikut:...... hal 10 Sepulu tahun sete-
lah ini ditulis, disadari bahwa tetapan Planck memiliki aturan dalam atom
karena ia mengaitkan sifat-sifat mirip partikel dan mirip gelombang dari
atomik.
1.4 Pengukuran
Dalam fisika klasik, tindakan pengukuran tidak mempengaruhi obyek ukur
karena gangguan yang terkait dengan pengukuran tersebut dapat dibuat
sekecil mungkin. Sifat-sifat obyek klasik dapat di tentukan dengan teliti dan
tanpa mengacu pada proses pengukuran. Ini tidak berlaku di dalam fisika
kuantum. Disini pengukuran memainkan aturan secara aktif dan mengge-
lisahkan. Karena hal ini, partikel kuantum dideskripsikan paling baik dalam
konteks dari hasil pengukuran yang mungkin. Akan diilustrasikan aturan
pengukuran dalam mekanika kuntum dengan memperkenalkan prinsip ke-
takpastian Heisenberg dan kemudian menggunakan prinsip ini untuk me-
nunjukkan bahaimana pengukuran memberikan kerangka berpikir untuk
mendeskripsikan partikel kuantum mirip partikel dan mirip gelombang.
∆x∆p ≈ h. (1.16)
Hasil ini disebut prinsip ketakpastian Heisenberg. Hal ini menegaskan bah-
wa ketelitian posisi yang lebih besar hanya mungkin dengan mengorbankan
ketakpastian momentum yang lebih besar, dan sebaliknya. Pernyataan yang
tepat dari prinsip tersebut adalah bahwa ketakpastian tentang pengetahuan
posisi dan momentum partikel secara simultan mematuhi ketaksamaan
~ h
∆x∆p ≥ , dengan ~ . (1.17)
2 2π
Ketaksamaan ini akan diturunkan dalam Bab 7 subbab 7.4.
Prinsip ketakpastian Heisenberg menyarankan bahwa penentuan secara
pasti posisi, yaitu dengan ∆x = 0, memungkinkan dengan mengorbankan ke-
takpastian total momentum. Kenyataannya, analisis eksperimen mikroskupis
yang didasarkan pada penelitiannya efek Compton, menunjukkan bahwa pe-
nentuan secara pasti dari posisi secara lengkap adalah mungkin. Sesuai den-
gan efek Compton, persamaan (1.2), panjang gelombang foton terhambur
meningkat sebesar
h
∆λ = (1 − cos θ),
mc
dengan m adalah massa partikel yang diamati dan θ adalah sudut hambur.
Ini mengimplikasikan bahwa radiasi yang memasuki lensa mikroskup memi-
liki panjang gelombang berorde h/mc. Ini mengarahkan pada resolusi yang
diberikan persamaaqn (1.14) adalah
λ h
∆x ≈ ∼ , (1.18)
sin α mc sin α
yang berarti bahwa ketakpastian minimum posisi partikel teramati bermassa
m adalah berorde h/mc.
Analisis kita terhadap eksperimen mikroskop Heisenberg telah mengilus-
trasikan kaidah konstnta Planck dalam pengukuran: Ketakpastian mini-
mum dalam posisi dan momentum terhadap partikel teramati dikaitkan oleh
∆x∆p ≈ h, dan ketakpastian minimum dalam posisi tidak nol tetapi berorde
h/mc. akan tetapi, para pembaca diingtkan bahwa eksperimen mikroskop
Heisenberg dapat menyesatkan. Secara khusus, para pembaca seharusnya
menentang godaan untuk mempercayai bahwa partikel dapat benar-benar
14 1.4 Pengukuran
memiliki posisi dan momentum pasti, yang tidak dapat diukur. Kenyataan-
nya, tidak terdapat bukti bagi eksistensi partikel dengan posisi dan momen-
tum pasti. Konsep ini merupakan idealisasi yang tak dapat diamati atau
khayalan imajinasi fisikawan klasik. Bahkan, prinsip ketakpastian Heisen-
berg dapat dipikirkan sebagai sinyal berbahaya yang menunjukkan kita se-
jauh mana kita dapat melangkah menggunakan konsep posisi dan momen-
tum klasik tanpa menemui masalah dengan kenyataan.
Gambar 1.7: Eksperimen celah ganda termodifikasi dalam mana layar dapat
bergerak vertikal dan menjadi bagian sistem pendeteksian yang mengiden-
tifikasikan celah penerus dimana setiap partikel lewat.
Ketika pin dalam Gambar 1.7 dipasang, detektor pada layar tetap men-
gukur secara tepat posisi setiap kedatangan partikel dan pola interferensi
terbentuk dengan cincin-cincin yang terpisah dengan jarak λD/d.
Bab 1 Implikasi Tetapan Planck 15
λD
∆x ≈ . (1.21)
d
Perlu dicatat bahwa ketakpastian posisi vertikal layar ini cukup untuk meng-
hasilkan cincin-cincin interferensi yang memeiliki spasi λD/d. Karena itu,
ketika pin dalam Gambar 1.7 dilepas sedemikian sehingga layar yang me-
mantulkan dapat memberikan isyarat celah darimana partikel datang, tidak
ada pembentukan pola interferensi dan tidak ada mirip-gelombang lewat
melalui dua celah disimpulkan.
Gagasan eksperimen ini mengilustrasikan bagaimana konsep pengukuran
dan ketakpastian dapat digunakan untuk menyediakan deskripsi logis dan
konsisten dari sifat-sifat gelombang-partikel dari partikel kuantum. Lbeih
khusus, ini menunjukkan bahwa, ketika mungkin untuk mengidentifikasi
16 1.4 Pengukuran
ini berlaku untuk sifat-sifat observabel lain dari partikel kauntum dan juga
untuk sistem dari partikel-partikel kauntum. sistem dari partikel-partikel
kauntum ayng mengagumkan ada dalam mana pengukuran pada satu lokasi
dapat membawa ke dalam eksistensi sifat pada lokasi terpencil/jauh. Den-
gan kata lain pengukuran disini dapat mempengaruhi sesuatu di suatu tem-
pat. Jadi pengukuran dapat memiliki pengaruh yang kuat non lokal pada
pengetahuan kita tentang dunia.
Sifat non lokal dari pengukuran mekanika kauntum diilustrasikan paling
baik dengan meninjau situasi khusus dalam mana dua foton dipancarkan
oleh keadaan atom yang tereksitasi. Foton-foton ini dapat bergerak (move
off) dalam arah yang berlawanan dengan polarisasi yang sama dalam arti
kata yang sama sebagai berikut: Jika foton bergerak ke timur misalkan tera-
mati memiliki polarisasi sirkuler tangan kanan, maka foton yang bergerak
ke barat pasti ditemukan memiliki polarisasi sirkuler tangan kanan. Tetapi
jika foton bergerak ke timur teramati memiliki polarisasi sirkuler tangan
kiri, maka foton yang bergerak ke barat parti ditemukan memiliki polarisasi
sirkuler tangan kiri.
Perilaku ini akan menjadi luar biasa jika polarisasi tangan kanan dan kiri
merupakan dua alternatif yang terpusat pada momen dua foton yang dipan-
carkan. Tetapi ini bukan kasus. Pada momen dari pancaran keadaan en-
tangled tercipta dalam mana foton-foton merupakan tangan kanan dan kiri
secara simultan, tetapi hanya satu dari dua alternatif ini dibawa ke dalam
eksistensi dengan cara pengukuran berikutnya. Hbatnya, ketika pengukuran
ini dilakukan pada satu foton, katakan foton yang bergerak ke timur, ter-
dapat dua hasil: foton teramati yang bergerak ke timur memiliki polarisasi
tertentu dan foton tak teramati yang bergerak ke barat memiliki polarisasi
yang sama.
Sistem dari foton-foton yang terlibat sama dengan memiliki dua sarung
tangan ambidextrous yang terpisah dengan jarak yang besar tetapi ter-
hubung dengan cara sedemikian rupa jika satu sarung tangan menjadi sarung
tangan untuk tangan kanan, secar aotomatis yang lain menjadi sarung tan-
gan untuk tangan kanan?/kiri. Alasan mekanika kuantum untuk keber-
samaan dari obyek berjauhan yang tak diharapkan ini adalah bahwa:
bagian dari teori yang konsisten secara logika dan mereka didukung oleh
pengamatan secara eksperimen, khususnya oleh Alain Aspect dan koleganya.
Topik-topik yang ditinjau dalam bab ini menyediakan panduan untuk
teori partikel kuantum. Yang lebih penting lagi, teori tersebut harus menye-
diakan cara yang sesuai dengan sifat-sifat partikel dan mirip gelombang
dari partikel kauntum dan in so doing ia harus memuat konstanta yang
mengkaitkan sifat-sifat ini, yaitu konstanta Planck. Sebagai tambahan, teori
tersebut harus mengakui bahwa pengukuran bukan suatu aksi pasif yang
tidak memiliki efek pada sistem yang diamati, tetapi cara yang meghasilkan
sifat khusus dari sistem. Elemen dasar dari teori tersebut akan dikem-
bangkan dalam tiga bab berikutnya dan kemudian dikembangkan dengan
aplikasi dalam bab-bab berikutnya. Pengembangan ini memerlukan konsep
matematik yang abstrak, tetapi hasil-hasilnya tidak abstrak karena mere-
ka mendeskripsikan apa yang dapat diketahui tentang dunia. Akan tetapi,
pembahasan akan dibatasi untuk dunia partikel non relativistik. Partikel-
partikel relativistik, seperti foton, tidak akan ditinjau karena ini memberikan
tantangan tambahan yang berhubungan dengan kreasi dan destruksi dari
partikel.
1.5 Soal-soal
1. Hamburan Compton dapat dideskripsikan dalam bentuk tumbukan
di antara foton dan elektron, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.1.
Energi E dan momentum P dari elektron relativistik dan energi dan
momentum p dari foton dikaitkan oleh
(i − f )
me c2 = (1 − cos θ).
i f
Bab 1 Implikasi Tetapan Planck 19
I = σT 4
4π0 ~2
r >> a0 = .
e2 me
Persamaan Schrödinger
Dalam upaya untuk memahami teori kuantum non relativistik yang dikem-
bangkan Schrödinger, langkah pertama yang dilakukan adalah menemukan
persamaan gelombang yang dapat mendeskripsikan perilaku mirip gelom-
bang dari partikel kuantum. Persamaan ini disebut persamaan Schrödinger.
Peranan persamaan Schrödinger dalam mekanika kuantum analog den-
gan hukum Newton dalam mekanika klasik. Keduanya mendeskripsikan ger-
ak. Hukum kedua Newton merupakan persamaan diferensial yang penyelesa-
iannya mendeskripsikan bagaimana partikel klasik bergerak, sementara per-
samaan Schrödinger merupakan persamaan diferensial yang penyelesaian-
nya mendeskripsikan bagaimana fungsi gelombang yang merepresentasikan
partikel kuantum berkurang dan mengalir. Keduanya dipostulatkan dan
kemudian diuji secara eksperimen.
2.1 Gelombang
Sebelum menurunkan persamaan Schrödinger, terlebih dahulu akan dikaji
ulang bagaimana perangkat matematik dapat digunakan untuk mendeskrip-
sikan berbagai bentuk dan ukuran gelombang.
23
24 2.1 Gelombang
bergeser ke kanan sejauh vt dengan bentuk yang sama seperti keadaan awal-
nya. Sekarang fungsi matematiknya menjadi
Kecepatan perambatan dari Ψmax , yaitu vfase , diperoleh dengan cara sebagai
berikut. Persamaan (2.3) dapat diperoleh dari persamaan (2.2) jika
nπ ω nπ
kx − ωt = atau x = t+ (2.4)
2 k 2
dengan n = 1, 5, 9, . . .. Sekarang dari persamaan (2.4) dapat diperoleh ke-
cepatan fase
dx ω
vfase = = . (2.5)
dt k
Bab 2 Persamaan Schrödinger 25
Karena
maka gelombang sin(kx − ωt) dan cos(kx − ωt) disebut memiliki beda fase
π/2.
Selanjutnya, sebagian besar gelombang yang merambat secara sinusoida
dengan bilangan gelombang k dan frekuensi anguler ω secara umum dapat
diungkapkan sebagai superposisi linear dari fungsi sinus dan cosinus, yaitu
P
Jika jarak setiap ki sangat berdekatan, maka tanda diganti dengan tanda
integral, yaitu
Z +∞
Ψ(x, t) = A(k) cos(kx − ωt) dk. (2.11)
−∞
Bentuk sinusoida dalam persamaan (2.11) dapat juga diwakili oleh fungsi
eksponensial kompleks persamaan (2.9), yaitu
Z +∞
Ψ(x, t) = A(k)ei(kx−ωt) dk. (2.12)
−∞
Untuk alasan simetri satu dimensi bagi pasangan transformasi Fourier, per-
samaan paket gelombang (2.12) dapat dituliskan sebagai
Z +∞
1
Ψ(x, t) = √ A(k)ei(kx−ωt) dk (2.13)
2π −∞
Fungsi ψ(x) pada persamaan (2.14) dan fungsi A(k) pada persamaan (2.15)
disebut pasangan transformasi Fourier untuk satu dimensi dari wilayah x
ke wilayah bilangan gelombang k. Dengan cara yang sama dapat diperoleh
transform Fourier tiga dimensi dari wilayah r ke wilayah vektor gelombang
k, yaitu
Z ∞
−3/2
ψ(r) = (2π) A(k)ei(k•r) d3 k; d3 k = dkx dky dkz (2.16)
−∞
Z ∞
−3/2
A(k) = (2π) ψ(r)e−ik•r d3 r; d3 r = dx dy dz (2.17)
−∞
Jika dianggap paket gelombang ini memiliki kaitan dispersi ω = ck, maka
persamaan (2.22) dapat dituliskan kembali menjadi
Z k+∆k
A
Ψ(x, t) = √ eik(x−ct) dk (2.23)
2π k−∆k
yang menghasilkan
yaitu
2A∆k sin(∆kx)
Ψ(x, 0) = S(x) cos kx, dengan S(x) = √ . (2.26)
2π (∆kx)
Berdasarkan persamaan (2.26) dapat dibuat grafik keadaan awal tiga paket
gelombang dengan nilai ∆k yang berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar
2.2. Tampak bahwa gelombang sinusoida cos kx bervariasi secara cepat den-
gan amplitudo termodulasi S(x) yang bervariasi secara lambat. Amplitudo
termodulasi S(x) ini bernilai maksimum di x = 0 dan bernilai nol ketika
nπ
x= (2.27)
∆k
dengan n = 1, 2, . . .. Selain itu, panjang paket gelombang bertambah ketika
rentang bilangan gelombangnya mengecil. Paket gelombang ini menjadi
gelombang monokromatik jika ∆k → 0. Paket gelombang yang terbentuk
dari superposisi linear gelombang sinusoida seperti pada persamaan (2.22)
merambat tanpa berubah bentuk dengan kecepatan grup vgrup = c.
ω = ck (2.28)
1 ∂2Ψ ∂2 ∂2 ∂2
∇2 Ψ − = 0, dengan ∇ 2
= + + . (2.30)
c2 ∂t2 ∂x2 ∂y 2 ∂z 2
Bab 2 Persamaan Schrödinger 29
∂2Ψ 1 ∂2Ψ
− = 0. (2.31)
∂x2 c2 ∂t2
Contoh gelombang non dispersif yang paling terkenal adalah gelombang elek-
tromagnet di dalam vakum. Persamaan gelombang klasik bagi gelombang
elektromagnet ini dapat diperoleh dari hukum-hukum fisika yang ditungkan
dalam persamaan-persamaan Maxwell
∇ • D = ρf , (2.32)
∂B
∇×E = − , (2.33)
∂t
∇•B = 0 (2.34)
∂D
∇ × H = Jf + . (2.35)
∂t
Jika medium adalah media linear isotropik homogen, yaitu dengan D = E,
B = µH, Jf = σE + J0f , dan jika medium adalah non konduktif σ = 0,
tidak terdapat muatan bebas eksternal ρf = 0, dan tidak terdapat arus
bebas eksternal J0f = 0, maka persamaan-persamaan Maxwell menjadi
∇ • E = 0, (2.36)
∂B
∇×E = − , (2.37)
∂t
∇•B = 0 (2.38)
∂E
∇ × B = µ . (2.39)
∂t
Jika persamaan (2.37) dirotasikan dan digunakan identitas vektor ∇ × (∇ ×
A) = ∇(∇ • E) − ∇2 E, persamaan (2.36), dan persamaan (2.39), maka
diperoleh persamaan gelombang klasik untuk medan listrik, yaitu
1 ∂2E
∇2 E − =0 (2.40)
c2 ∂t2
√
dengan c = 1/ µ. Sedangkan untuk persamaan gelombang klasik untuk
medan magnet, yaitu
1 ∂2B
∇2 B − = 0, (2.41)
c2 ∂t2
dapat diperoleh dengan merotasikan persamaan (2.39) dan dengan cara yang
sama seperti sebelumnya.
Persamaan gelombang klasik memiliki jumlah penyelesaian yang tak
berhingga sesuai dengan variasi bentuk gelombang yang tak berhingga. Con-
Bab 2 Persamaan Schrödinger 31
dan
Sementara kecepatan paket gelombang air ini dengan rentang bilangan gelom-
bang yang kecil sekitar k adalah
r
dω 1 g
vgrup = = . (2.47)
dk 2 k
Tampak bahwa kecepatan grup gelombang air setengah dari kecepatan fasenya.
Dengan kata lain, gelombang-gelombang sinusoida penyusun paket gelom-
bang air merambat dua kali lebih cepat dari kelajuan puncak paket gelom-
bang air. Ketika merambat bentuk paket gelombang air ini akan berubah.
Pada umumnya ia akan cenderung lenyap.
h
dengan ~ = . Persamaan (2.48) disebut sebagai kaitan de Broglie-
2π
Einstein.
p2
E= + V (r) (2.49)
2m
diperoleh dengan mensubstitusikan kaitan de Broglie-Einstein persamaan
(2.48) ke persamaan (2.18) yang menghasilkan
Z ∞
−3/2
Ψ(r, t) = h ψ̃(p)ei(p•r−Et)/~ d3 p. (2.50)
−∞
dan dengan ψ̃(p) = h−3/2 A(p). Untuk persoalan satu dimensi paket gelom-
bang de Broglie diperoleh dengan mensubstitusikan kaitan de Broglie-Einstein
persamaan (2.48) ke persamaan (2.13) yang menghasilkan
Z +∞
−1/2
Ψ(x, t) = h ψ̃(p)ei(px−Et)/~ dp (2.53)
−∞
34 2.2 Persamaan Gelombang Partikel
∆p ≈ ~∆k. (2.56)
∆x∆p ≈ h (2.58)
dω ~k
= . (2.59)
dk m
Jika persamaan ini diintegrasikan, maka diperoleh kaitan dispersi bagi gelom-
bang de Broglie yang mendeskripsikan partikel bebas, yaitu
~k 2
ω= . (2.60)
2m
Dalam memperoleh persamaan (2.60) telah diatur konstanta integrasi sama
dengan nol karena konstanta ini memberikan pengaruh terhadap non ob-
servabel dalam mekanika kuantum non relativistik.
∂Ψ ~2 ∂ 2 Ψ
i~ =− . (2.61)
∂t 2m ∂x2
Berdasarkan sifat hasil pengukuran energi dan momentum partikel, penye-
lesaian persamaan (2.61) dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu
penyelesaian untuk mendekripsikan partikel kuantum dengan energi dan mo-
mentum pasti serta untuk partikel kuantum dengan energi dan momentum
tak pasti. Penyelesaian untuk mendekripsikan partikel kuantum dengan en-
ergi dan momentum pasti adalah
∂Ψ
i~ = EΨ (2.63)
∂t
36 2.2 Persamaan Gelombang Partikel
~2 ∂ 2 Ψ p2
− = Ψ. (2.64)
2m ∂x2 2m
Persamaan (2.63) dan (2.64) sama jika
p2
E= (2.65)
2m
yang sama dengan kaitan dispersi persamaan (2.60) setelah digunakan kaitan
de Broglie-Einstein.
Penyelesaian sinusoida persamaan (2.62) mendeskripsikan gelombang de
Broglie yang merambat pada arah +x dengan energi E dan momentum p
. Karena itu ia dianggap mewakili partikel bebas yang bergerak pada arah
+x dengan energi pasti dan momentum pasti yang diberikan oleh
~2 2
∂Ψ
i~ = − ∇ + V (r) Ψ. (2.69)
∂t 2m
~2 ∂ 2
∂Ψ
i~ = − + V (x) Ψ. (2.70)
∂t 2m ∂x2
Ψ(x, t) = Aei(kx−ωt)
~2 k 2
~ω = + V0 .
2m
38 2.3 Soal-soal dan Penyelesaian
Fungsi gelombang ini mewakili partikel dengan energi total E dan momen-
tum p terdefinisikan secara jelas yang diberikan oleh
p2
E= + V0 dan p = ~k.
2m
Dalam bab selanjutnya akan dicari penyelesaian persamaan Schrödinger
untuk berbagai medan energi potensial, termasuk kasus paling penting ten-
tang energi potensial Coulomb elektron alam atom. Tetapi tugas berikutnya
adalah mengeksplorasi arti persamaan Schrödinger.
2.4 Soal
1. Gelombang pada permukaan air adalah gelombang dispersif. Jika pan-
jang gelombangnya pendek sedemikian sehingga tegangan permukaan
memberikan gaya pulih (restoring force), kaitan dispersinya adalah
s
T k3
ω= ,
ρ
ω 0 = ck 0 ,
jukkan bahwa
dengan
sin[∆k(x − ct)]
S(x − ct) = 2A∆k .
[∆k(x − ct)]
~2 k 2
~ω = .
2m
Tunjukkan bahwa fungsi gelombang ini dapat dituliskan ulang sebagai
Ψ(x, t) = Ae+i(px−Et)/~ .
Ψ(x, t) = Ae−i(px−Et)/~ .
2 − p2 c2 = m2 c4 ,
pc2
v= .
(a) Anggap bahwa gerak partikel dapat di deskripsikan oleh pakt
gelombang dengan frekuensi anguler dan bilangan gelombang diberikan
oleh
= ~ω dan p = ~k.
∂2Ψ 2
2∂ Ψ m2 c4
− c + Ψ=0
∂t2 ∂x2 ~2
memiliki solusi berbentuk
Ψ = Ae−i(ωt−kx) ,
3.1 Probabilitas
41
42 3.1 Probabilitas
Ungkapan (xn − hxi) adalah deviasi xn terhadap nilai harap hxi. Deviasi
ini dapat bernilai positif atau negatif dengan nilai harapnya sama dengan
nol. Akan tetapi, variansi adalah rata-rata kuadrat dari deviasi. Ia bernilai
nol ketika terdapat hanya satu hasil pengukuran dan ia merupakan bilangan
positif ketika terdapat lebih dari satu hasil pengukuran.
Bab 3 Posisi dan Mementum 43
dan pemahaman bahwa hxi adalah bilangan yang tidak bergantung pada n,
diperoleh bahwa
X X X
(∆x)2 = x2n pn − 2 hxi xn pn + hxi2 pn . (3.4)
semua n semua n semua n
Suku pertama persamaan (3.4) sama dengan x2 , yaitu nilai harap kuadrat
dari xn . Suku keduanya sama dengan −2 hxi hxi = −2 hxi2 . Suku ketiganya
sama dengan hxi2 karena distribusi probabilitasnya ternormalisasi. Sehingga
variansi yang diberikan oleh persamaan (3.3)dapat dituliskan sebagai
(∆x)2 = x2 − hxi2 .
(3.5)
Nilai harap dari x, analog dengan persamaan (3.2), diberikan oleh integral
Z
hxi = xρ(x)dx. (3.7)
semua x
44 3.2 Probabilitas Posisi
k(R1 − R2
= nπ atau R1 − R2 = nλ (3.12)
2
dengan n = 0, 1, 2, . . .. Sedangkan intensitas minimum terjadi ketika
k(R1 − R2 nπ nλ
= atau R1 − R2 = (3.13)
2 2 2
dengan n = 1, 3, 5, . . .. Ketika pengaruh lebar celah yang berhingga diper-
hitungkan, maksimum dan minimum ini memberikan peningkatan terhadap
pola interferensi yang diilustrasikan dalam Gambar 3.2.
Gambar 3.2: Pola interferensi yang dihasilkan oleh gelombang klasik dan
oleh arus partikel kuantum yang lewat melalui celah ganda dengan lebar
berhingga.
46 3.2 Probabilitas Posisi
Sekarang ketika arus partikel kuantum datang menuju celah ganda, bagaimanakah
pola interferensi yang muncul tersebut dapat dijelaskan? Dianggap bahwa
informasi tentang partikel kuantum yang menuju celah ganda diwakili oleh
fungsi gelombang yang merupakan penyelesaian persamaan Schrödinger. Ji-
ka setiap partikel yang datang memiliki momentum pasti p = ~k dan energi
pasti E = ~ω, maka fungsi gelombang di titik P adalah superposisi linear
antara fungsi gelombang dari celah S1 dan fungsi gelombang dari celah S2
yang berbentuk
Ketika partikel sampai di layar terjadi proses yang sangat rumit. Andaikan
di setiap titik pada layar terdapat alat pengukur untuk memperbesar efek
mikroskopik yang disebabkan oleh partikel. Dengan demikian jika par-
tikel telah sampai di suatu titik pada layar maka muncul sinyal yang jelas.
Artinya, peristiwa dalam skala mikroskopik mampu memicu sesuatu yang
dapat teramati di layar. Dalam praktek, partikel dapat terdeteksi di se-
barang titik pada layar dan pola interferensi terbentuk pada layar setelah
partikel-partikel tersebut lewat melalui celah ganda seperti diilustrasikan
pada Gambar 1.3.
|Ψ|2 = Ψ∗ Ψ. (3.15)
Nilai |Ψ|2 di titik P pada layar dapat diperoleh menggunakan fungsi gelom-
bang persamaan (3.14). Dengan menggunakan pendekatan A1 = A2 = A,
diperoleh
|Ψ|2 = A∗ e−i(kR1 −ωt) + A∗ e−i(kR2 −ωt) Ae+i(kR1 −ωt) + Ae+i(kR2 −ωt)
(3.16)
yang memberikan
|Ψ|2 = |A|2 + |A|2 + |A|2 e+ik(R1 −R2 ) + |A|2 e−ik(R1 −R2 ) . (3.17)
Bab 3 Posisi dan Mementum 47
e+iθ + e−iθ
θ
cos θ = dan cos θ = 2 cos2 − 1, (3.18)
2 2
diperoleh
2 2 2 k(R1 − R2 )
|Ψ| = 2A cos . (3.19)
2
~2 kn2 nπ
En = , dengan kn = , (3.28)
2m a
untuk bilangan kuantum n = 1, 2, 3, . . ..
Rapat probabilitas posisi diperoleh dengan cara sebagai berikut. Per-
tama menentukan nilai konstanta N yang disebut dengan konstanta nor-
malisasi. Nilai N diperoleh dengan menormalkan rapat probabilitas posisi,
yaitu
Z +∞ Z a
2 2 a
|Ψn (x, t)| dx = |N | sin2 kxdx = |N |2 = 1. (3.29)
−∞ 0 2
p
Persamaan (3.29) memberikan N = 2/a yang menjadikan fungsi gelom-
bang dan rapat probabilitas posisi ternormalkan. Kedua menghitung rapat
Bab 3 Posisi dan Mementum 51
Gambar 3.3: Kurva rapat probabilitas posisi bagi partikel yang terkungkung
pada daerah 0 ≤ x ≤ a yang dihasilkan berdasarkan persamaan (3.30) untuk
n = 1 dan n = 3.
52 3.5 Nilai Harap Posisi dan Momentum
Rapat probabilitas momentum partikel diberikan oleh |Ψ̃n (p, t)|2 . Sesuai
dengan persamaan (3.26),
Z +∞
−1/2
Ψ̃n (p, t) = h Ψn (x, t)e−ipx/~ dx (3.31)
−∞
p
dengan Ψn (x, t) diberikan persamaan (3.27) dan N = 2/a yang meng-
hasilkan
r
2 −iEn t/~ a −ipx/~
Z
Ψ̃n (p, t) = e e sin(kn x)dx. (3.32)
ha 0
Integral pada persamaan (3.32) dapat dihitung dengan lebih mudah dengan
e+ikn x − e−ikn x
menggunakan sin(kn x) = yang menghasilkan
2i
r
2a n
n −ip0 π
p
Ψ̃n (p, t) = 2 02 2
(−1) e − 1 e−iEn t/~ , p0 = . (3.33)
hπ p − n ~π/a
4a n2
|Ψ̃n (p, t)|2 = 1 + (−1)n+1 cos p0 π .
2 2 (3.34)
hπ (p02 − n2 )
Jika digunakan |Ψ|2 = Ψ∗ Ψ dan |Ψ̃|2 = Ψ̃∗ Ψ̃, maka persamaan (3.35) dan
(3.36) dapat dituliskan ulang sebagai
Z +∞
hxi = Ψ∗ (x, t)xΨ(x, t)dx dan (3.37)
−∞
Z+∞
hpi = Ψ̃∗ (p, t)pΨ̃(p, t)dp. (3.38)
−∞
d hxi
hpi = m . (3.43)
dt
Bab 3 Posisi dan Mementum 55
Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara sebagai berikut. Menggunakan per-
samaan Schrödinger gayut waktu dapat peroleh bahwa
d(Ψ∗ xΨ) 2 ∂ 2 Ψ∗
i~ ∗∂ Ψ
= xΨ − xΨ
dt 2m ∂x2 ∂x2
Jika kedua ruas persamaan di atas diintegrasikan dan dianggap bahwa fungsi
gelombang menuju nol dengan cukup cepat di x = ±∞, maka dapat ditun-
jukkan bahwa
d +∞ ∗ ∂Ψ∗
Z Z +∞
i~ ∗ ∂Ψ
Ψ xΨ dx = − Ψ −Ψ dx.
dt −∞ 2m −∞ ∂x ∂x
d +∞ ∗
Z Z +∞
∗ ∂
m Ψ xΨ dx = Ψ (x, t) −i~ Ψ(x, t) dx
dt −∞ −∞ ∂x
sebagai
Z ∞ Z ∞
∗
hxi = Ψ (x, t)x̂Ψ(x, t)dx dan hpi = Ψ∗ (x, t)p̂Ψ(x, t)dx. (3.44)
−∞ −∞
dan nilai harap posisi dan momentum diberikan oleh integral tiga dimensi,
Z ∞ Z ∞
hri = Ψ∗ (r, t)r̂Ψ(r, t)d3 r dan hpi = Ψ∗ (r, t)p̂Ψ(r, t)d3 r.(3.47)
−∞ −∞
Nilai harap dari x dan p diberikan oleh persamaan (3.44) dan nilai harap
dari x2 dan p2 dapat diperoleh dari
Z ∞
Ψ∗ (x, t)x̂2 Ψ(x, t)dx dan
2
x =
−∞
Z ∞ (3.49)
∗ 2
2
p = Ψ (x, t)p̂ Ψ(x, t)dx,
−∞
dengan
∂2
x̂2 = x2 dan p̂2 = −~2 . (3.50)
∂x2
Berdasarkan persamaan (3.44) dan (3.49) tampak bahwa ketakpastian
posisi ∆x dan ketakpastian mometum ∆p dalam persamaan (3.48) hanya
Bab 3 Posisi dan Mementum 57
has sifat-sifat umum keadaan kuantum. Pada tataran ini, sangat bergu-
na untuk menuliskan kembali sifat-sifat penting keadaan kuantum sebagai
berikut. Pertama, ketiadaan pengukuran menyebabkan keadaan kuantum
berkembang dengan waktu secara lancar dan secara deterministik sesuai
dengan persamaan Schrödinger gayut waktu, persamaan (2.69).
Kedua, keadaan kuantum mendeskripsikan kemungkinan yang dapat
menjadi kenyataan. Seperti telah diilustrasikan dalam bab ini, keadaan
kuantum dapat meramalkan hasil pengukuran posisi dan momentum yang
mungkin serta probabilitas untuk kejadian dari hasil-hasil ini. Lebih umum,
keadaan kuantum dapat meramalkan hasil sebarang pengukuran yang mungkin.
Ketiga, keadaan kuantum adalah superposisi linear dari keadaan kuan-
tum lain. Ini berarti bahwa partikel dalam satu keadaan kuantum secara
simultan juga merupakan keadaan kuantum lain. Sifat ini disebut prinsip su-
perposisi linear. Prinsip ini telah digunakan ketika menuliskan fungsi gelom-
bang partikel yang lewat melalui celah ganda, persamaan (3.14), dan ketika
memberikan argumentasi dalam subbab 3.3 yang mana fungsi gelombang
dapat mendeskripsikan partikel dengan rentang momentum yang mungkin.
Hal ini akan digunakan lagi dalam Bab 4 ketika meninjau fungsi gelombang
partikel dengan rentang energi yang mungkin.
Terakhir, keadaan kuantum mudah rusak. Ketika terjadi pengukuran,
keadaan kuantum rusak dan digantikan oleh keadaan kuantum baru yang
kompatibel/cocok dengan hasil pengukuran yang random. Proses yang tak
tersangka dan non deterministik ini disebut runtuhnya fungsi gelombang
(the collapse of the wave function). Kaidah runtuhnya fungsi gelombang
belum jelas. Ini menjembatani gap di antara sistem kuantum tak teramati
dan sistem kuantum yang teramati. Mekanisme yang mendasari keruntuhan
tersebut tidak terpahami.
3.7 Soal-soal
1. Masalah ini meninjau distribusi Poisson, distribusi probabilitas un-
tuk variabel random diskret yang digunakan pertamakali oleh Siméon-
Denis Poisson untuk mendeskripsikan peristiwa kriminal random yang
nampak di Paris tahun 1837. Jika peristiwa yang independen memi-
liki kecenderungan konstan untuk terjadi dan jika laju rata-rata dari
kejadian adalah a, maka probabilitas bahwa n peristiwa sebenarnya
yang terjadi diberikan oleh
e−a an
pn = dengan n = 0, 1, 2, . . . , ∞.
n!
(a) Dengan memperhatikan bahwa
a a2 a3
e+a = 1 + + + + ...
1! 2! 3!
Bab 3 Posisi dan Mementum 59
tunjukkan bahwa
n=∞
X
pn = 1,
n=0
3. Waktu hidup dari partikel tak satbil dikuasai oleh distribusi probabili-
tas eksponensial. Khususnya, probabilitas bahwa partikel hidup untuk
waktu t dan kemudian meluruh dalam interval waktu t sampai t + dt
diberikan oleh
p(t) dt = e−λt λ dt
hxi = 0 dan
2
ψ(x) = N x(a − x)
dengan N konstanta.
(a) Normalkan fungsi gelombang dan tentukan posisi rata-rata dari
partikel.
(b) Tunjukkan bahwa ketakpastian posisi dan momentum partikel
diberikan oleh
√ ~
r
1
∆x = a dan ∆p = 10 .
28 a
dan
Z +∞
∗ d
Ψ −i~ Ψ dx.
−∞ dx
sangat berguna.)
N xe−αx/2 jika 0 ≤ x ≤ ∞
Ψ(x) =
0 di tempat lain,
p
dengan α adalah konstanta real positif dan N = α3 /2.
8. Dalam soal ini rapat probabilitas posisi partikel dengan fungsi gelom-
bang Ψ(x, t) ditunjukkan oleh ρ(x, t). Umumnya, nilai ρ(x, t) dalam
daerah khusus akan berubah dengan waktu dan perubahan ini dapat
dikaitkan dengan aliran probabilitas masuk dan keluar suatu daer-
ah. Bahkan diharapkan bahwa terdapat rapat arus probabilitas j(x, t)
yang mematuhi persamaan kontinuitas
∂ρ ∂j
=− .
∂t ∂x
Ketika terdapat banyak partikel, arus partikel sebenarnya diperoleh
dengan mengalikan j(x, t) dengan rapat partikel sesungguhnya.
~2 ∂ 2
∂Ψ
i~ = − + V (x) Ψ,
∂t 2m ∂x2
∂Ψ∗
i~ ∗ ∂Ψ
j(x, t) = Ψ −Ψ .
2m ∂x ∂x
64 3.7 Soal-soal
Bab 4
p̂2
Ĥ = + V (r̂). (4.2)
2m
Dengan menggunakan persamaan (4.1), persamaan (4.2) dapat dituliskan
ulang sebagai
~2 2
Ĥ = − ∇ + V (r). (4.3)
2m
Operator Hamiltonian memiliki peran ganda dalam mekanika kuantum.
Pertama, Ĥ mendeskripsikan observabel energi. Sebagai contoh, resep nilai
harap yang diberikan dalam persamaan (3.47) mengimplikasikan bahwa nilai
harap energi bagi partikel yang direpresentasikan oleh fungsi gelombang Ψ
65
66 4.2 Mode-Mode Normal Getaran Dawai
Kedua, Ĥ menguasai evolusi waktu dari fungsi gelombang. Hal ini nampak
dalam persamaan Schrödinger, persamaan (2.69), yang memiliki bentuk
∂Ψ
i~ = ĤΨ. (4.5)
∂t
Dari persamaan (4.5) tampak bahwa evolusi waktu dari fungsi gelombang,
∂t Ψ, hanya bergantung pada hasil operator Hamiltonian Ĥ yang bekerja pa-
da fungsi gelombang Ψ. Jadi dalam mekanika kuantum, terdapat keterkaitan
yang mendasar antara energi dan waktu.
Keterkaitan ini akan diungkapkan dengan cara menentukan penyelesaian
persamaan Schrödinger. Prosedur yang digunakan identik dengan prose-
dur yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan gelombang klasik per-
samaan (4.6). Pertama, dicari penyelesaian yang variabelnya dapat dip-
isahkan (separable solution). Kedua, menyelesaikan masalah nilai eigen
(eigenvalue). Prosedur ini akan diperkenalkan dengan meninjau masalah
penentuan mode-mode normal getaran dawai.
∂2Ψ 1 ∂2Ψ
− = 0, (4.6)
∂x2 c2 ∂t2
dengan c adalah kelajuan gelombang pada dawai. Jika ujung-ujung dawai
terikat di titik x = 0 dan di titik x = a, penyelesaian persamaan gelombang
harus memenuhi syarat batas
Fungsi T (t) mendeskripsikan ketergayutan waktu dari setiap titik dan fungsi
Bab 4 Energi dan Waktu 67
ψ(x) mendeskripsikan bentuk spasial dari getaran. Jika persamaan (4.8) dis-
ubstitusikan ke dalam persamaan (4.6) dan kemudian kedua ruasnya dika-
1
likan dengan , diperoleh
Tψ
1 d2 T c2 d2 ψ
= . (4.9)
T dt ψ dx2
d2 T
= −ω 2 T. (4.10)
dt2
Penyelesaian umum persamaan (4.10) adalah
d2 ψ ω
= −k 2 ψ dengan k = . (4.12)
dx2 c
Penyelesaian umum persamaan (4.12) adalah
Gambar 4.1: Bentuk spasial empat fungsi eigen ψn (x) bagi masalah nilai
eigen yang didefinisikan oleh persamaan diferensial (4.12) dan syarat batas
persamaan (4.13) dengan a = 1.
Jika fungsi spasial ini dikombinasikan dengan fungsi gayut waktu, per-
samaan (4.11), dengan frekuensi anguler ωn = ckn , diperoleh penyelesaian
mode-mode normal getaran dawai yang berbentuk
Jika pergeseran awal dan kecepatan awal dari setiap titik dawai diketahui,
teknik deret Fourier dapat digunakan untuk menentukan konstanta, An dan
Bn , untuk setiap suku dalam deret.
Metode yang telah digunakan untuk menentukan penyelesaian mode-
mode normal getaran dawai di atas akan sangat berguna untuk menentukan
penyelesaian persamaan Schrödinger. Masalah nilai eigen (eigenvalue) yang
didefinisikan oleh persamaan (4.12) dan syarat batas persamaan (4.13) telah
dapat diselesaikan. Dalam persamaan nilai eigen, persamaan (4.12), termu-
at parameter tak diketahui k. Penyelesaian untuk persamaan nilai eigen
ini hanya ada untuk nilai-nilai k tertentu seperti diberikan oleh persamaan
(4.14). Selanjutnya, fungsi ψn (x) disebut fungsi eigen (eigenfunction) den-
gan nilai eigen kn = nπ/a. Sampai disini telah dikenal persamaan nilai
eigen, nilai eigen, fungsi eigen, dan persamaan gerak secara umum yang di-
ungkapkan dalam bentuk superposisi linear dari banyak fungsi eigen seperti
dalam persamaan (4.16).
~2 2
∂Ψ
i~ = − ∇ + V (r) Ψ. (4.17)
∂t 2m
~2 2
i~ dT 1
= − ∇ ψ + V (r)ψ . (4.19)
T dt ψ 2m
~2 2
− ∇ + V (r) ψ(r) = Eψ(r), (4.22)
2m
dengan hEi adalah nilai harap energi dan E 2 adalah nilai harap kuadrat
energi. Untuk partikel dengan fungsi gelombang ternormalkan Ψ(r, t), kedua
Bab 4 Energi dan Waktu 71
untuk menghasilkan
Z Z
hEi = Ψ (r, t)ĤΨ(r, t)d r = E Ψ∗ (r, t)Ψ(r, t)d3 r = E.
∗ 3
(4.29)
Lebih lanjut, jika Ψ merupakan fungsi eigen dari Ĥ, maka ia juga fungsi
eigen dari perkalian antara Ĥ dan Ĥ. Karena itu dapat digunakan
untuk menghasilkan
Z Z
∗
Ψ∗ (r, t)Ψ(r, t)d3 r = E 2 . (4.31)
2 2 3 2
E = Ψ (r, t)Ĥ Ψ(r, t)d r = E
Satu kunci keistimewaan fisika kuantum adalah bahwa energi yang mungkin
dari suatu partikel yang terkungkung/terikat adalah terkuantisasi. Bahkan,
tingkatan energi terkuantisasi atomik yang sudah dikenal, fisika inti dan par-
tikel adalah manifestasi kungkungan. Akan diilustrasikan keterkaitan antara
kungkungan dan tingkatan energi terkuantisasi dengan meninjau partikel
terkungkung dalam kotak.
72 4.4 Partikel dalam Kotak
Ditinjau partikel bermassa m yang bergerak pada daerah 0 < x < a. Par-
tikel ini bergerak dalam pengaruh medan energi potensial
(
0 jika 0 < x < a
V (x) = (4.32)
∞ yang lain.
~2 d2
− + V (x)ψ(x) = Eψ(x). (4.35)
2m dx2
~2 k 2
E= , (4.36)
2m
persamaan (4.35) dapat disederhanakan menjadi
d2 ψ
= −k 2 ψ. (4.37)
dx2
Bab 4 Energi dan Waktu 73
yang menjamin rapat probabilitas posisi partikel tidak berubah secara tajam
di tepi kotak.
Masalah nilai eigen energi untuk partikel dalam kotak satu dimensi yang
didefinisikan oleh persamaan diferensial (4.37) dan syarat batas persamaan
(4.38) adalah identik dengan masalah nilai eigen untuk dawai yang bergetar
yang didefinisikan oleh persamaan (4.12) dan (4.13). Pada kedua kasus,
terdapat tak berhingga fungsi eigen yang diberikan oleh {ψn (x)}n=1,2,3,... .
Mereka diberikan oleh
nπ
ψn (x) = N sin kn x, dengan kn = , (4.39)
a
dengan N adalah konstanta sebarang seperti diilustrasikan dalam Gambar
4.1. Dalam fisika klasik, fungsi eigen ψn dapat digunakan untuk mendeskrip-
sikan bentuk mode-mode normal getaran dawai yang mungkin. Dalam fisika
kuantum, fungsi eigen ψn dapat digunakan untuk mendeskripsikan bentuk
fungsi gelombang yang mungkin bagi partikel dalam kotak dengan energi
74 4.4 Partikel dalam Kotak
pasti.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan dua hal penting. Pertama,
tingkatan energi yang mungkin bagi partikel dalam kotak satu dimensi den-
gan lebar a diberikan oleh
n2 π 2 ~2
En = , dengan n = 1, 2, 3, . . . . (4.40)
2ma2
Kedua, partikel berenergi En memiliki fungsi gelombang berbentuk
Selain itu terdapat empat hal yang perlu mendapatkan perhatian. Per-
tama, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2, selisih di antara tingkatan-
tingkatan energi semakin bertambah ketika bilangan kuantum n meningkat.
Akan tetapi, jika selisih ini dibagi dengan energinya, maka nilainya akan
mengecil; bahkan
En+1 − En 2
→ ketika n → ∞.
En n
Ini berarti bahwa sifat diskret tingkatan-tingkatan energi menjadi kurang
berarti ketika energinya tinggi.
Kedua, energi terrendah yang mungkin adalah
~2 π 2
E1 =
2ma2
yang bertentangan dengan fisika klasik, yaitu energi terrendahnya sama den-
gan nol. Energi titik nol ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip
ketakpastian Heisenberg, persamaan (1.19). Jika partikel terkurung pada
daerah berukuran a, ia memiliki ketakpastian posisi ∆x ≤ a dan ketakpas-
tian momentum ∆p yang mana paling kecil berorde ~/2a. Karena magnitu-
do rata-rata momentum selalu lebih besar dari ∆p, energi kinetik rata-rata
partikel selalu lebih besar dari (∆p)2 /2m yang pada gilirannya lebih besar
dari ~2 /8ma2 .
Ketiga, bentuk spasial fungsi gelombang bagi partikel dalam kotak den-
gan energi En adalah identik dengan bentuk spasial mode normal dawai den-
gan frekuensi anguler ωn . Seperti diilustrasikan dalam Gambar 4.1, jumlah
mode meningkat ketika nilai n meningkat.
Keempat, fungsi gelombang bagi partikel dalam kotak (tidak seper-
ti pergeseran dawai) bukan observabel, tetapi ia dapat digunakan untuk
membangun sifat-sifat observabel partikel. Langkah pertama adalah menor-
malkan fungsi gelombang sedemikian sehingga
Z a
|Ψ(x, t)|2 dx = 1.
0
Bab 4 Energi dan Waktu 75
p
Seperti ditunjukan dalam sub bab 3.4, syarat ini terpenuhi jika N = 2/a.
Selanjutnya menghitung rapat probabilitas posisi dan momentum seperti
diilustrasikan dalam Gambar 3.4.
Sekarang ditinjau masalah yang lebih realistis tentang partikel yang terku-
rung dalam medan energi potensial tiga dimensi
(
0 jika 0 < x < a, 0 < y < b, 0 < z < c
V (x, y, z) = (4.42)
∞ di tempat lain.
~2
2
∂2 ∂2
∂
− + + + V (x, y, z) ψ = Eψ. (4.44)
2m ∂x2 ∂y 2 ∂z 2
Fungsi eigen dan nilai eigen energi yang mungkin bagi partikel dap-
at diperoleh dengan menentukan penyelesaian persamaan (4.44). Ditinjau
fungsi eigen berbentuk
πx πy πz
ψ(x, y, z) = N sin sin sin . (4.45)
a b c
Fungsi eigen ini bernilai nol pada permukaan
x = 0, x = a, y = 0, y = b, z = 0, dan z = c.
Hal ini merupakan kondisi yang diharapkan terkait dengan syarat batas
yang harus dipenuhi oleh fungsi eigen di tepi kotak. Selain itu, persamaan
(4.45) juga memenuhi persamaan (4.44) untuk daerah di dalam kotak den-
gan V (x, y, z) = 0 jika
~2 π 2 1
1 1
E= + + .
2m a2 b2 c2
Umumnya, terdapat tak berhingga set fungsi eigen dan nilai eigen yang
dilabeli oleh tiga bilangan kuantum nx = 1, 2, 3, . . ., ny = 1, 2, 3, . . ., dan
nz = 1, 2, 3, . . .. Karena itu, fungsi eigen memiliki bentuk
n πx n πy n πz
x y z
ψnx ,ny ,nz (x, y, z) = N sin sin sin , (4.46)
a b c
76 4.4 Partikel dalam Kotak
dengan ψn (r) adalah fungsi eigen energi dengan nilai eigen En . Sekarang
akan ditunjukkan bahwa keadaan dengan energi tak pasti diwakili oleh fungsi
gelombang berbentuk
X
Ψ(r, t) = cn ψn (r)e−iEn t/~ . (4.49)
n=1,2,...
Untuk menunjukkan hal ini diperlukan dua konsep, yaitu konsep matematik
tentang perangkat lengkap fungsi basis (a complete set of basis functions)
dan konsep fisika tentang amplitudo probabilitas energi.
Kedua, fungsi eigen ψm dengan nilai eigen Em dan ψn dengan nilai eigen
78 4.5 Keadaan Energi Tak Pasti
Selanjutnya mengalikan kedua ruas persamaan (4.54) dengan ψ3∗ (r), meng-
integrasikan hasilnya meliputi
R r, serta menggunakan persamaan (4.51) dan
(4.52), akhirnya diperoleh ψ3∗ (r)Ψ(r, 0)d3 r = c3 . Berdasarkan hasil ini
dapat diperoleh ungkapan umum untuk menentukan koefisien cn , yaitu
Z
cn = ψn∗ (r)Ψ(r, 0)d3 r. (4.55)
Z h ih i
c∗1 ψ1∗ e+iE1 t/~ + c∗2 ψ2∗ e+iE2 t/~ + . . . c1 ψ1 e−iE1 t/~ + c2 ψ2 e−iE2 t/~ + . . . d3 r.
Z X
Ψ∗ Ψd3 r = |cn |2 . (4.57)
n=1,2,...
Karena itu fungsi gelombang pada persamaan (4.56) ternormalkan jika koe-
fisien cn memenuhi syarat
X
|cn |2 = 1. (4.58)
n=1,2,...
Berikutnya dihitung nilai harap energi dan nilai harap kuadrat energi
bagi partikel dengan fungsi gelombang (4.56). Sesuai dengan persamaan
(4.26) dan (4.27), kedua nilai harap ini diberikan oleh
Z Z
hEi = Ψ ĤΨd r dan E = Ψ∗ Ĥ 2 Ψd3 r.
∗ 3
2
Sekarang dapat diberikan arti fisis bagi koefisien kompleks cn . Jika kita
ingat kembali pernyataan umum yang dibuat tentang distribusi probabilitas
dalam sub bab 3.1, dapat dilihat bahwa
Ψ∗n (r, t)Ψn (r, t) = ψn∗ (r)e+iEn t/~ ψn (r)e+iEn t/~ = ψn∗ (r)ψn (r).
Rapat probabilitas posisi untuk keadaan energi tak pasti ini adalah bergan-
tung waktu: ia diberikan oleh
1h i
Ψ∗ Ψ = |ψ1 |2 + |ψ2 |2 + ψ1∗ ψ2 e+i(E1 −E2 )t/~ + ψ1 ψ2∗ e−i(E1 −E2 )t/~ ,
2
dan berosilasi dengan frekuensi anguler |E1 − E2 |/~, yaitu dengan periode
2π~/|E1 − E2 |. Jadi, persamaan (4.62) mewakili keadaan kuantum den-
gan ketakpastian energi ∆E yang memiliki sifat observabel yang berosilasi
dengan periode π~/∆E.
Keadaan kuantum dengan energi tak pasti disebut keadaan tak stasioner
karena mereka memiliki beberapa sifat observabel yang berubah terhadap
waktu. Umumnya, sifat-sifat ini berubah lebih cepat ketika ketakpastian
energinya besar. Jika δt adalah skala waktu bagi perubahan yang signifikan
dan ∆E adalah ketakpastian energi, maka
δt∆E ≈ ~. (4.63)
4.7 Soal-Soal
1. Dalam praktek fungsi energi potensial partikel adalah fungsi real.
Dalam masalah ini diminta untuk menunjukkan implikasi bahwa nilai
eigen partikel adalah real.
Fungsi eigen ψn (x) dan konjugate kompleksnya ψn∗ (x) memenuhi per-
samaan
~2 d2
− + V (x) ψn = En ψn ,
2m dx2
dan
~2 d2
− + V (x) ψn∗ = En∗ ψn∗ .
2m dx2
~2 d dψn∗
∗ dψn
− ψ − ψn = (En − En∗ )ψn∗ ψn .
2m dx n dx dx
2. Dalam soal ini anda diminta untuk menunjukkan bahwa fungsi eigen,
ψm , adalah ψn , yang memiliki nilai eigen diskret yang berbeda Em
dan En , adalah ortogonal.
Untuk potensial real, fungsi eigen energinya ψn (x) dan konjugate kom-
pleks ψm (x) memenuhi persamaan
~2 d2
− + V (x) ψ n = En ψ n ,
2m dx2
dan
~2 d2
∗ ∗ ∗
− + V (x) ψm = Em ψm .
2m dx2
~2 d ∗
∗ dψn dψm ∗
− ψ − ψn = (En − Em )ψm ψn .
2m dx m dx dx
(a) Carilah bentuk eksplisit fungsi eigen ψnx ,ny (x, y) dan nilai eigen
Enx ,ny .
dengan
nπ
kn = dan n = 1, 2, 3, . . . .
a
Bab 4 Energi dan Waktu 85
terpenuhi.
(c) Tinjau deret Fourier sinus bagi fungsi f (x) pada interval 0 < x <
a
X
f (x) = cn ψn (x).
n=1,2,3,...
2 a
Z
cn = sin(kn x)f (x)dx.
a 0
~2 π 2
E1 = .
2ma2
(Petunjuk: Superposisi linear dari fungsi eigen-fungsi eigen sumur
persegi adalah deret Fourier sinus, dan koefisien-koefisien deretnya
diberikan oleh integral sederhana.)
n2 π 2 ~2
dengan ψn (x) adalah fungsi eigen dengan energi En = . Tun-
2ma2
jukkan bahwa fungsi gelombang kembali ke bentuk aslinya pada saat
4ma2
T = .
π~
10. Ditinjau radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang λ yang di-
pancarkan ketika atom melakukan transisi dari keadaan dengan energi
E2 ke keadaan dasar dengan energi E1 . Anggap bahwa rata-rata waktu
hidup bagi keadaan dengan energi E2 adalah τ . Tunjukkan bahwa ke-
takpastian panjang gelombang radiasi yang terpancarkan, yaitu lebar
garis asli dari garis spektral, diberikan oleh
λ2
∆λ = .
2πcτ
11. Dalam fisika partikel boson Z adalah boson gauge tak stabil yang
memainkan kaidah kunci dalam mediasi interaksi inti lemah. Ketak-
pastian fundamental dalam energi massa dari boson Z adalah ∆E =
2, 5 GeV. Hitung waktu hidup peluruhan rata-rata dari boson Z.
Bab 5
87
88 5.1 Keadaan Terikat dan Tak Terikat
∂Ψ ~2 ∂ 2 Ψ
i~ =− + V (x)Ψ. (5.2)
∂t 2m ∂x2
Seperti telah dibahas pada bab 4, terdapat dua kemungkinan keadaan bagi
partikel kuantum ini, yaitu keadaan partikel kuantum dengan energi pasti
dan keadaan partikel kuantum dengan energi tak pasti. Sekarang ditinjau
partikel yang memiliki energi pasti E sehingga fungsi gelombangnya berben-
tuk
d2 ψ 2m
+ 2 (E − V (x)) ψ = 0. (5.4)
dx2 ~
Gambar 5.1: Medan energi potensial yang diberikan oleh persamaan (5.1).
Ditinjau partikel yang memiliki energi total E negatif yang bernilai di antara
−V0 ≤ E ≤ 0. Pada daerah (−∞ < x < 0), energi potensialnya adalah tak
berhingga. Karena itu, penyelesaian berhingga persamaan (5.4) di daerah ini
adalah ψ1 (x) = 0 yang menunjukkan bahwa partikel tidak pernah ditemukan
di daerah x negatif.
Pada daerah (0 < x < a), energi potensialnya adalah V (x) = −V0 . Pada
daerah ini energi total partikel E lebih besar dari energi potensialnya −V0 .
Karena itu partikel memiliki energi kinetik positif p2 /2m dengan momentum
p = ~k0 sehingga energi total partikel adalah
~2 k02 2m
E= − V0 atau k02 = (E + V0 ) (5.7)
2m ~2
dan sekarang persamaan (5.4) dapat diungkapkan kembali dalam bentuk
d2 ψ2
= −k02 ψ2 . (5.8)
dx2
Penyelesaian umum persamaan diferensial orde dua ini memiliki bentuk
Pada daerah (a < x < ∞), energi potensialnya adalah nol. Pada daerah
ini energi total partikel E lebih kecil dari energi potensialnya. Karena itu
~2 α 2
partikel memiliki energi kinetik negatif − yang memaksa momentum
2m
partikel berupa bilangan imajiner, yaitu p = i~α yang melanggar definisi
besaran fisika. Hal ini menghasilkan energi total partikel
~2 α 2 2mE 2m
E=− = − atau α2 = − 2 = 2 (5.10)
2m ~ ~
~2 α 2
dengan = adalah energi ikat partikel. Sekarang persamaan (5.4)
2m
dapat diungkapkan kembali dalam bentuk
d2 ψ3
= α 2 ψ3 . (5.11)
dx2
Penyelesaian umumnya adalah
dari fungsi C sin(k0 x) dan Ae−αx . Ini merupakan syarat non trivial yang
hanya dipenuhi ketika parameter k0 dan α diambil untuk nialai-nilai terten-
tu. Dan nilai-nilai khusus ini telah diperoleh, kita akan menentukan energi
ikat keadaan terikat dari = ~2 α2 /2m.
Untuk menentukan energi ikat ini, kita catat bahwa α dan k0 tidak bebas
parameter. Mereka didefinisikan oleh
~2 α 2 ~2 k02
E=− dan E = − V0 ,
2m 2m
yang mengimplikasikan bahwa
~2 w 2
α2 + k02 = w2 , dengan w diberikan oleh V0 = . (5.16)
2m
Jadi, kita memiliki dua persamaan simultan bagi α dan k0 , persamaan (5.15)
dan persamaan (5.16). Persamaan-persamaan ini dapat diselesaikan secara
grafik dengan menentukan titik-titik potong kurva
2~2 π 2
V0 = .
ma2
Dalam kasus ini dua keadaan terikat ada, keadaan dasar dan keadaan terek-
92 5.1 Keadaan Terikat dan Tak Terikat
~2 π 2 ~2 π 2
1 = 3, 26 dan 2 = 1, 17 .
2ma2 2ma2
Fungsi eigen yang sesuai ditunjukkan pada Gambar 5.3. Fungsi eigen ini me-
nunjukkan bahwa partikel kuantum dapat ditemukan diluar daerah kungkun-
gan klasik (0 < x < a). Khususnya, untuk x > 0, fungsi eigen keadaan
terikat memiliki nilai tak nol yang diberikan oleh
ψ(x) = Ae−αx .
Akan ditinjau partikel dengan energi positif E yang mendekati sumur, di-
tunjukkan Gambar 5.1, dari kanan dan kemudian terpantulkan di x = 0.
Sangat berguna menuliskan energi partikel sebagai
~2 k02 ~2 k 2
E= − V0 = (5.17)
2m 2m
94 5.1 Keadaan Terikat dan Tak Terikat
dan catat bahwa, jika partikel dikuasai oleh fisika klasik, momentumnya
adalah ~k0 didalam sumur dan ~k diluar sumur. TEtapi partikel sesung-
guhnya dikuasai oleh mekanika kuantum. Ia memiliki fungsi gelombang
berbentuk
Ψ(x, t) = ψ(x)e−iEt/~
dengan fungsi eigen ψ(x) memenuhi persamaan nilai eigen (5.4) untuk se-
mua nilai x. Akan dicari fungsi eigen ini dengan prosedur yang telah di-
gunakan untuk menentukan fungsi eigen keadaan terikat sebagai berikut:
ditentukan penyelesaian persamaan (5.4) dalamtiga daerah x dan kemudian
menghubungkan penyelesaian ini di x = 0 dan x = a.
Pertama, fungsi eigen ψ(x) nol di daerah (−∞ < x < 0) karena energi
potensialnya tak berhingga di daerah ini.
Kedua, dalam daerah 0 < x < a dengan energi potensial −V0 , per-
samaan nilai eigen untuk keadaan tak terikat memiliki bentuk yang sama
seperti persamaan nilei eigen untuk keadaan terikat, persamaan (5.8), an-
penyelesaiannya diberikan oleh persamaan (5.9), yaitu
Ketiga, dalam daerah (a < x < +∞) dengan energi potensial nol, per-
samaan nilai eigen memiliki bentuk
d2 ψ
= −k 2 ψ, (5.19)
dx2
dan penyelesaiannya adalah
Persamaan ini mengeset syarat untuk menyambung secara halus fungsi C sin(k0 x)
dan D sin(kx+δ) di x = a. Ketika meninjau persamaan analogi untuk fungsi
eigen keadaan terikat, persamaan (5.15), diperoleh bahwa penyambungan
hanya smooth ketika energi mengambil nilai-nilai diskret khusus. Ini bukan
kasus keadaan terikat. Disini dapat dipilih sebarang nilai energi E, mene-
mukan k dan k0 dari persamaan (5.17) dan menggunakan persamaan (5.23)
untuk menemukan pergeseran fase δ. Jadi, untuk sebarang energi positif E,
selalu dapat diperoleh fungsi eigen smooth berbentuk
0 jika −∞ < x < 0
ψ(x) = C sin(k0 x) jika 0 < x < a (5.24)
D sin(kx + δ) jika a < x < ∞.
e+iθ − e−iθ
sin θ =
2i
dan jika diperkenalkan dua konstanta baru
C De−2iδ
A0 = − dan A = ,
2i 2i
diperoleh
A0 e−ik0 x − A0 eik0 x
(
jika 0 < x < a
ψ(x) = (5.25)
Ae−ikx − Ae2iδ e+ikx jika a < x < ∞.
Fungsi c(E 0 ) adalah amplitudo probabilitas energi dan |c(E 0 )|2 dE 0 adalah
probabilitas partikel memiliki energi di antara E 0 dan E 0 + dE 0 . Jika fungsi
|c(E 0 )|2 dipuncah pada E 0 = E, maka paket gelombang √ mewakili partikel
datang dan pergi dengan energi E, momentum p = 2mE dan kecepatan
v = p/m. Dalam kasus ini, dapat ditunjukkan bahwa
dan
dan
Z ∞
−i(Et−px−2~δ)/~ 0
Ψf (x, t) = e c(E 0 )e−i(E −E)(t−x/v−2~dδ/dE)/~ dE 0 .
0
Ψi (x, t) ∝ F (t + x/v)
dan
Jadi, kita memiliki paket gelombang datang dengan kecepatan v dan, sete-
lah waktu tunda 2~dδ/dE, paket gelombang pergi dengan kecepatan v.
Dalam perhitungan aproksimasi ini bentuk paket gelombang datang dan
pergi adalah sama, tetapi dalam praktek paket gelombang berubah bentuk
ketika mereka bergerak.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4, kita memiliki tanggul persegi berket-
inggian VB memisahkan daerah (−∞ < x < 0) dan (a < x < +∞).
Jika paerikle klasik mendekati tanggul ini dari kiri, ia akan dipantulkan
jika energinya di bawah VB dan ia akan ditransmisikan jika energinya di
atas VB . Akan di lihat bahwa ketika partikel kuantum bertemu penghalang,
hasilnya tidak pasti; ia dapat dipantulkan atau ditransmisikan. Lebih pent-
ing, akan ditunjukkan bahwa partikel dapat ditransmisikan bahkan ketika
energinya di bawah VB , da akan dihitung probabilitas hal ini terjadi.
Perilaku partikel bermassa m dalam potensial V (x) dideskripsikan oleh
fungsi gelombang Ψ(x, t) yang merupaka penyelesaian persmaan Schrödinger
∂Ψ ~2 ∂ 2 Ψ
i~ =− + V (x)Ψ.
∂t 2m ∂x2
Untuk mendeskripsikan dinamika ketakpastian bertemu dengan tanggul, di-
cari fungsi gelombang Ψ(x, t) yang mendeskripsikan partikel datang dan
kemungkinan refleksi dan transmisi. Fungsi gelombang ini memberikan
pengaruh terhadap denyut (pulse) datang dari probabilitas wakilan par-
tikel yang mendekati tanggul sebelum berbenturan. Setelah berbenturan,
terdapat dua denyut probabilitas, satu mewakili kemungkinan partikel ter-
pantuk dan yang lain kemungkinan partikel di transmisikan. Sesuai den-
gan interpretasi standart fungsi gelombang, refleksi dan transmisi berlang-
sung ketika pilihan yang mungkin sampai partikel terdeteksi. Ketika hal
ini terjadi, fungsi gelombang Ψ(x, t) runtuh dan satu atau yang lain dari
dua pilihan terrealisasi dengan kemungkinan yang dikuasai oleh besarnya
Bab 5 Potensial Sumur Persegi dan Tanggul 99
Gambar 5.4: Tanggul potensial yang diberikan oleh persamaan (5.29) yang
digunakan untuk mengilustrasikan penerowongan mekanika kuantum.
dengan ψE 0 (x) adalah fungsi eigen dengan energi E 0 dengan syarat batas
yang sesuai. Fungsi c(E 0 ) adlah amplitudo probabilitas energi dan |c(E 0 )|2 dE 0
adalah probabilitas bahwa partikel mmemiliki energi di antara E 0 dan E 0 +
dE 0 . Jika fungsi |c(E 0 )|2 di puncak pada E 0 = E, fungsi gelombang Ψ(x, t)
terdiri dari paket gelombang terlokalisir yang mewakili partikel berenergi E
bertemu tanggul.
Walaupun mekanika kuantum gayut waktu merupakan penting sekali
untuk memahami secara konseptual ketakpastian bertemu dengan tanggul
potensial, ia tidak diperlukan untuk menghitung probabilitas refleksi dan
transmisi. Sekarang akan ditunjukkan bagaimana probabilitas ini dapat
diperoleh secara sederhana dengan menggunakan mekanika kuantum bebas
waktu.
dengan ψE (x) adalah fungsi eigen dengan energi E yang memenuhi per-
samaan nieli eigen
~2 d2 ψE
− + V (x)ψE = EψE . (5.31)
2m dx2
Karena sifat sederhana potensial V (x) ditunjukkan dalam Gambar 5.4, mu-
dah untuk menentukan fungsi eigen yang mendeskripsikan gelombang datang,
terrefleksi, dan tertransmisikan. Prosedur ini untuk menentukan penyelesa-
ian persamaan (5.31) dalam daerah x yang berbeda dan kemudian menyam-
bungkan secara smooth penyelesaiannya.
Di kiri tanggul, energi potensial V (x) adalh nol dan fungsi eigen ψE (x)
memenuhi persamaan diferensial
d2 ψE 2 ~2 k 2
= −k ψ E , dengan E = . (5.32)
dx2 2m
Bentuk fungsi eigen dalam tanggul bergantung pada apakah energi partikel
di atas atau di bawah tanggul. Ketika E > VB , daerah (0 < x < a) adalah
daerah yang diijinkan secara klasik dan fungsi eigennya dikuasai oleh
d2 ψE 2 ~2 kB
2
= −kB ψ E , dengan E = + VB . (5.34)
dx2 2m
Penyelesaian umumnya memuat dua konstanta sebarang dan berandulasi
dengan bilangan gelombang kB sebagai berikut
Ketika E < VB , daerah (0 < x < a) adalah daerah terlarang secara klasik.
Disini, fungsi eigen dikuasai oleh
d2 ψE 2 ~2 β 2
= β ψ E , dengan E = − + VB , (5.36)
dx2 2m
dan penyelesaian umumnya adalah
|AR |2 |AT |2
R= dan T = . (5.39)
|AI |2 |AI |2
R + T = 1. (5.40)
2β (β + ik)
AT eika = Be−βa dan B 0 = Be−2βa . (5.43)
(β − ik) (β − ik)
4ikβe−βa
AT eika ≈ − AI .
(β − ik)2
E ≈ kT ≈ 1keV.
Energi potensial gabungan dari dua proton bergantung pada jarak pisahnya.
Seperti diilustrasikan dalam Gambar 5.5, energi potensial pada jaraj pisah
sebesar r didominasi oleh tolakan potensial Coulomb
e2
V (r) = .
4π0 r
Tetapi pada jarak pisah yang kecil, ketika r menjadi sebanding dengan
rentang gaya nuklir yang diberikan oleh rN ≈ 2 × 10−15 m, energi potensial-
nya menjadi menarik. Pengaruh total tanggul Coulomb yang berpengaruh
pada ketinggian sekitar 1 MeV pada jarak pisah sekitar 2 × 10−15 m atau 2
fm.
Jadi ketika proton saling mendekat sekitar pusat matahari, mereka melakukan
dengan energi berorde keV dan mereka bertemu dengan tanggul Coulomb
yang diukur dalam MeV. Sesuai dengan fisika klasik, terdapat jarak pen-
dekatan paling dekat rC yang terdefinisikan dengan baik, yang diberikan
Bab 5 Potensial Sumur Persegi dan Tanggul 105
Gambar 5.5: Representasi skematik energi potensial V (r) dari dua proton
dengan separasi r. Ketika separasi kurang dari rN ≈ 2 × 10−15 m, terdpaat
tarikan nuklir yang kaut dan proton dapat bergabung untuk membentuk
deutron. Fusi nuklir terhalangi oleh rintangan Coulomb yang tingginya sek-
itar 1 MeV. Jarak rC adalah jarak klasik dari pendekatan paling dekat untuk
proton dengan energi pendekatan sama dengan E.
oleh
e2
E= . (5.48)
4π0 rC
Karena jarak ini orde magnitudonya tiga kali lebih besar dari rentang gaya
inti rN , kemungkinan pertemuan yang dekat dan kemungkinan fusi nuklir
tampaknya kecil. Bahkan, pada tinjauan awal, matahari tidak cukup panas
untuk bersinar.
dengan V (r) adalah potensial yang ditunjukkan dalam Gambar 5.5 dan µ
sama dengan mp /2, massa dua atom terreduksi. Untuk dua proton den-
gan energi rendah, fungsi eigen yang relevan tidak memiliki kebergantungan
106 5.2 Penembusan Tanggul
u(r)
ψ(r) = , (5.50)
r
dengan u(r), seperti ditunjukkan dalam soal nomor 2 pada akhir bab ini,
mematuhi
~2 d2 u
− + V (r)u = E. (5.51)
2µ dr2
Kita tidak akan berusaha untuk menyelesaikan persamaan ini. Sebagai
penggantinya, kita akan menggunakan hasil-hasil yang telah kita peroleh
untuk tanggul satu dimensi untuk menuliskan bentuk yang masuk akal dari
fungsi eigen dan kemudian mengestimasi probabilitas penerowonganmele-
wati tanggul Coulomb.
Kita mulai dengan meninjau tanggul satu dimensi dengan tinggi konstan
VB dan lebar rC − rN . Dalam kasus ini, fungsi u(r) meluruh secara ekspo-
nensial dalam daerah terlarang secara klasik ketika r kecil dan ia diberikan
oleh
u(r) ∝ eβr ,
~2 β 2
E=− + VB .
2µ
Probabilitas proton menerowong dari r = rC ke r = rN secara pendekatan
sama dengan perbandingan dari |u(rN )|2 terhadap |u(rC )|2 , dan ia diberikan
oleh
2
T ≈ e−β(rC −rN ) . (5.52)
u(r) ∝ eβr ,
~2 β 2 e2
E=− + .
2µ 4π0 r
Probabilitas dua proton menerowong dari r = rC ke r = rN secara pen-
Bab 5 Potensial Sumur Persegi dan Tanggul 107
βdr 2
R rC
−
T ≈ e rN . (5.53)
T ≈ e−22 ≈ 3 × 10−10 .
5.3 Soal-Soal
ψ(x) = +ψ(−x)
ψ(x) = −ψ(−x).
p
dengan A dan C konstanta dan k0 = 2m(E + V0 )/~2 .
(b) Tunjukkan bahwa kontinuitas ψ(x) dan dψ/dx di ujung-ujung
sumur potensial mengimplikasikan bahwa
α = k0 tan(k0 a).
δ(E) = 3, 53.
~2 α 2
E=−
2m
dan fungsi eigen
N xe−αx jika 0 ≤ x ≤ ∞
ψ(x) =
0 di tempat lain,
(b) Diberikan bahwa fungsi eigen ψ(x) yang diberikan dalam bagian
(a) mendeskripsikan keadaan dasar dari partikel dalam poten-
sial V (x), sketsalah fungsi eigen yang mendeskripsikan keadaan
tereksitasi pertama.
∂Ψ∗
i~ ∗ ∂Ψ
j(x, t) = Ψ −Ψ ,
2m ∂x ∂x
Ψ(x, t) = ψ(x)e−iEt/~
ψE (x) = AT e+ikx .
110 5.3 Soal-Soal
~k ~k
j(x, t) = |AI |2 − |AR |2
m m
dan di kanan
~k
j(x, t) = |AT |2 .
m
(b) Dengan memeriksa bahwa rapat probabilitas posisi |Ψ(x, t)|2 adalah
konstan untuk keadaan stasioner, tunjukkan bahwa
~k ~k ~k
|AI |2 = |AR |2 + |AT |2 .
m m m
Ini mengimplikasikan bahwa arus probabilitas datang sama den-
gan jumlahan dari arus refleksi dan transmisi, dan bahwa proba-
bilitas refleksi dan transmisi memenuhi kaitan
R + T = 1.
~2 kB
2
~2 k 2
E= + VB =
2m 2m
dan tunjukkan bahwa probabilitas transmisi diberikan oleh
|AT |2 1
T = 2
=
|AI | 1 + (S sin 2kB a)2
dengan
(k 2 − kB
2)
S= .
2kkB
Tunjukkan bahwa tanggul tersebut transparan secara sempurna untuk
Bab 5 Potensial Sumur Persegi dan Tanggul 111
Osilator Harmonis
Contoh paling sederhana osilator harmonis adalah partikel pada pegas den-
gan konstanta elastisitas k. Ketika partikel digeser dari kesetimbangan den-
gan jarak x, terdapat gaya F = −kx yang melawan pergeseran. Karena
kerja yang diperlukan untuk menggerakkan partikel dari x ke x + dx adalah
kxdx, energi potensial yang tersimpan dengan menggeser partikel sejauh x
adalah
Z x
1
V (x) = kx0 dx0 = kx2 . (6.1)
0 2
113
114 6.1 Osilator Harmonis
d2 x
m = −kx, (6.2)
dt2
dan ini biasanya dituliskan sebagai
ẍ = −ω 2 x, (6.3)
p
dengan ẍ adalah percepatan partikel dan ω = k/m. Penyelesaian umum-
nya adalah
dengan A dan α adalah dua konstanta yang dapat ditentukan dengan mene-
tapkan posisi dan kecepatan awal partikel; sebagai contoh, jika partikel
dilepaskan dari keadaan diam di posisi x0 , maka A = x0 dan α = 0.
Persamaan (6.4) mendeskripsikan gerak harmonik sederhana dengan am-
plitudo A, fase α, dan frekuansi anguler ω atau periode 2π/ω. Selama berg-
erak, energi potensialnya meningkat dan menurun ketika energi kinetiknya
menurun dan meningkat. Tetapi energi totalnya E, jumlahan energi kinetik
dan energi potensial, tetap konstan dan sama dengan
1 1 1
E = mẋ2 + kx2 = mω 2 A2 . (6.5)
2 2 2
~2 ∂ 2 1
Ĥ = − 2
+ mω 2 x2 . (6.7)
2m ∂x 2
Suku pertama menyatakan operator energi kinetik untuk partikel bermassa
m dan suku kedua menyatakan operator energi potensial bagi partikel dalam
Bab 6 Osilator Harmonis 115
sumur potensial yang, dalam fisika klasik, akan memberikan pengaruh ter-
hadap gerak harmonik sederhana dengan frekuensi anguler ω.
Perilaku partikel dalam potensial osilator harmonik lebih bervariasi dalam
fisika kuantum dari pada dalam fisika klasik. Terdapat tak berhingga keadaan
kuantum; sebagain adalah keadaan stasioner dengan energi pasti dan seba-
gain keadaan tak stasioner dengan energi tak pasti. Setiap keadaan ini
dideskripsikan oleh fungsi gelombang Ψ(x, t) yang memenuhi persamaan
Schrödinger,
∂Ψ
i~ = ĤΨ, (6.8)
∂t
dengan Hamiltonian diberikan oleh persamaan (6.7).
Keadaan kuantum dengan energi pasti menjadi perhatian utama kita. Seper-
ti telah ditunjukkan pada subbab 4.3, keadaan dengan energi E diwakili oleh
fungsi gelombang berbentuk
dengan ψ(x) adalah fungsi eigen yang memiliki nilai eigen energi E. Jika
Ψ(x, t) disubstitusikan ke dalam persamaan (6.8) dan digunakan persamaan
(6.7), diperoleh persamaan nilai eigen energi:
~2 d2
1 2 2
− + mω x ψ(x) = Eψ(x). (6.10)
2m dx2 2
d2
2
− 2 + q ψ(q) = 2ψ(q). (6.13)
dq
d2
2 d d
− 2 + q ψ(q) = q + q− ψ(q) − ψ(q) (6.14)
dq dq dq
yang memberikan
d d
q+ q− ψ(q) = (2 + 1)ψ(q). (6.15)
dq dq
Dengan cara yang serupa dapat ditunjukkan bahwa persamaan (6.13) dapat
juga dituliskan sebagai
d d
q− q+ ψ(q) = (2 − 1)ψ(q). (6.16)
dq dq
Sekarang fungsi eigen ψ dan nilai eigennya dapat diperoleh dari per-
samaan (6.15) dan (6.16). Pertama, persamaan (6.15) terpenuhi jika
1 d
=− dan q− ψ(q) = 0.
2 dq
yang dapat diterima karena ψ(q) → 0 ketika q → ±∞. Persamaan (6.19) ini
merupakan fungsi eigen untuk keadaan dasar sehingga digunakan bilangan
kuantum n = 0 sebagai label. Karena itu, nilai eigen dan fungsi eigen untuk
keadaan dasar dituliskan sebagai
1 2 /2
0 = + dan u0 (q) = A0 e−q (6.18)
2
dengan A0 konstanta normalisasi.
= n + 1. (6.22)
h i
d
Ini berarti bahwa ketika operator q − dq bekerja pada fungsi eigen ψn (q)
dengan nilai eigen n , ia menghasilkan fungsi eigen lain ψn+1 (q) dengan nilai
eigen n+1 , yaitu
d
ψn+1 (q) = q − ψn (q) dengan n+1 = n + 1. (6.23)
dq
Karena itu, nilai eigen dan fungsi eigen keadaan dasar yang diberikan oleh
118 6.1 Osilator Harmonis
d 2 −q2 /2
5
ψ2 (q) = A2 q − e dengan 1 = , (6.25)
dq 2
dan seterusnya. Sekarang fungsi eigen dan nilai eigen bagi osilator harmonik
untuk keadaan dasar dan tereksitasi dapat dituliskan sebagai
d n −q2 /2
1
ψn (q) = An q − e dan n = n + (6.26)
dq 2
dengan fungsi eigen ψn (x) diberikan oeh persamaan (6.27) dan nilai eigen
energi En diberikan oleh persamaan (6.29). Bentuk fungsi eigen empat
keadaan terrendah osilator yang diberikan pada Tabel 6.1 ditunjukkan pada
Gambar 6.2. Perhatikan bahwa fungsi eigen ke n memiliki n simpul, yaitu
Bab 6 Osilator Harmonis 119
Tabel 6.1: Fungsi eigen ternormalisasi untuk empat keadaan terrendah osi-
lator harmonik satu dimensi.
terdapat n nilai x yang menghasilkan ψn (x) = 0. Dalam sub bab 4.4 ditun-
jukkan bahwa fungsi eigen sumur persegi tak hingga memiliki sifat-sifat yang
serupa. Secara umum, fungsi eigen keadaan terikat tereksitasi selalu memi-
liki jumlah simpul yang meningkat dengan derajat eksitasi, hanya ketika
mode normal osilasi secara klasik dari frekuensi yang lebih tinggi memiliki
jumlah simpul yang lebih tinggi.
Sementara, nilai eigen energi osilator harmonik En dengan frekuensi an-
guler klasik ω diilustrasikan pada Gambar 6.1. Tingkatan-tingkatan en-
erginya memiliki jarak yang sama, yaitu ~ω. Sedangkan tingkatan energi
terrendahnya adalah E0 = 21 ~ω.
Berdasarkan fungsi gelombang pada persamaan (6.30) dapat digali infor-
masi tentang sifat-sifat observabel keadaan kuantum bagi partikel bermassa
m dan berenergi En yang terletak dalam medan energi potensial osilator
harmonik. Sifat-sifat observabel keadaan kuantum tersebut adalah sebagai
berikut.
• Fungsi eigen memiliki sifat observabel yang disebut paritas, yang akan
didiskusikan dalam sub bab 9.1 dan 9.4. Jika koordinat posisi berubah
dari x ke −x, fungsi eigennya memiliki simetri tertentu:
dan
x → x0 = −x.
adalah bebas waktu, seperti yang diharapkan dari sub bab 4.8, dimana
telah ditunjukkan bahwa keadaan kuantum energi pasti merupakan
keadaan stasioner, yaitu keadaan dengan tidak ada observabel yang
bergantung waktu. Seperti diilustrasikan dalam Gambar 6.3, partikel
dapat memiliki sebarang lokasi di antara x = −∞ dan x = +∞,
in marked berlawanan dengan partikel klasik yang terkurung dalam
daerah −A < x < +A, dengan A adalah amplitudo osilasi
Gambar 6.2: Bentuk spasial dari fungsi-fungsi eigen ψn (x) untuk empat
keadaan terrendah
p dari osilator harmonik satu dimensi dengan parameter
panjang a = ~/mω = 1.
~2
1
hpi = 0 dan p2 =
n+ ,
2 a2
Gambar 6.3: Rapat probabilitas posisi |ψn (x)|2 untuk empat keadaan ter-
rendah
p dari osilator harmonik satu dimensi dengan parameter panjang
a = ~/mω = 1.
memiliki bentuk
X
Ψ(x, t) = cn ψn (x)e−iEn t/~ . (6.35)
n=0,1,2,...
Fungsi gelombang ini mewakili keadaan energi tak pasti karena ketika en-
erginya diukur diperoleh banyak energi yang mungkin: E0 = 12 ~ω, 32 ~ω, . . .
dengan probabilitas |c0 |2 , |c1 |2 , . . ..
Fungsi gelombang ini juga merepresentasikan keadaan tak stasioner,
keadaan dengan sifat-sifat observabel bergantung waktu. Sebagai contoh,
amplitudo probabilitas posisi |Ψx,t |2 memiliki suku-suku bergantung waktu
yang muncul dari interferensi suku-suku yang memuat fungsi eigen ener-
gi yang berbeda, ψn (x). Secara khusus, interferensi antara ψm (x)e−Em t/~
dan ψn (x)e−En t/~ memberikan peningkatan terhadap suku yang berosilasi
dengan frekuensi anguler
|Em − En |
ωm,n = , (6.36)
~
yang merupakan perkalian bulat dari frekuansi anguler klasik. Jadi, rapat
probabilitas posisinya, |Ψ(x, t)|2 , dapat berosilasi dengan rentang frekuensi
anguler: ω, 2ω, 3ω, dan seterusnya.
Pada peninjauan pertama, diharapkan rata-rata posisi partikel untuk
berosilasi dengan frekuensi sama, karena, ketika nilai harapnya dihitung
Z +∞
hx(t)i = Ψ∗ (x, t)xΨ(x, t)dx,
−∞
p21 p2 1
Eklasik = + 2 + kx2 .
2m1 2m2 2
dengan m1 dan m2 adalah massa nuklei dan p1 dan p2 adalah magnitud
momentumnya. Dalam kerangka pusat massa, dapat di set p1 = p2 = p
Bab 6 Osilator Harmonis 127
p2 1
Eklasik = + kx2 .
2µ 2
Energi ini adalah sama seperti energi partikel tunggal bermassa m pada
pegas dengan konstanta k. Karena itu, diharapkan nuklei yang bergetar
dalam molekul diatomik
p untuk berperilaku seperti osilator harmonik dengan
frekuensi klasik ω = k/µ, dengan µ adalah massa terreduksi dan k adalah
konstanta elastik yang mengkarakterisasikan kekuatan ikatan molekuler di
antara nuklei.
Perilaku nekanika kuantum dari osilator ini dideskripsikan oleh fungsi
gelombang Ψ(x, t) yang memenuhi persamaan Schrödinger
2 2
∂Ψ ~ ∂ 1 2 2
i~ = − + k x Ψ. (6.38)
∂t 2µ ∂x2 2
Persamaan ini hampir identik dengan persamaan (6.8), yang dibentuk titik
awal untuk diskusi tentang osilator kuantum. Bahkan, jika massa m di-
ganti dengan massa terreduksi µ, seluruh hasilnya dapat diterapkan pada
molekul diatomik. Lebih penting lagi, persmaan (??) dapat digunakan un-
tuk menuliskan ulang ungkapan untuk tingkatan-tingkatan energi vibrasion-
al dari molekul diatomik dengan massa terreduksi µ dan konstanta elastik
k:
s
1 k
En = n + ~ω, dengan ω = . (6.39)
2 µ
Bab ini akan diakhiri dengan meninjau partikel bermassa m dalam potensial
osilator harmonik tiga dimensi
1 1
V (r) = kr2 = k(x2 + y 2 + z 2 ). (6.41)
2 2
Partikel kalsik pada jarak r dari pusat akan mengalami gaya sentral men-
garah ke pusat dengan besar kr. Ketika digeser dari pusat dan dilepaskan,
p ia
mengalami gerak harmonik sederhana dengan frekuansi anguler ω = k/m,
tetapigerak yang lebih rumit terjadi ketika partikel digeser dan juga diberi
kecepatan transversal.
Perilaku partikel kuantum dikuasai oleh operator Hamiltonian Ĥ yang
Bab 6 Osilator Harmonis 129
dengan
~2 ∂ 2 1
Ĥx = − + mω 2 x2 ,
2m ∂x2 2
~2 ∂ 2 1
Ĥy = − + mω 2 y 2 ,
2m ∂y 2 2
~2 ∂ 2 1
Ĥz = − 2
+ mω 2 z 2 .
2m ∂z 2
Keadaan stasioner dengan energi pasti direpresentasikan oleh fungsi-
fungsi gelombang berbentuk
Ĥψnx ,ny ,nz (x, y, z)(x, y, z) = Enx ,ny ,nz ψnx ,ny ,nz (x, y, z) (6.46)
asalkan
3
Enx ,ny ,nz = nx + ny + nz + ~ω. (6.47)
2
Jadi, nilai-nilai eigen dan fungsi-fungsi eigen dari osilator tiga dimesi di-
130 6.3 Osilator Tiga Dimensi
Dalam cara yang serupa dapat diperoleh enam keadaan dengan energi 7~ω/2,
sepuluh keadaan dengan energi 9~ω/2, dan seterusnya.
6.4 Soal-soal
1. Dalam soal ini prinsip ketakpastian Heisenberg
1
∆x∆p ≥ ~
2
digunakan untuk menurunkan ikatan energi partikel bermassa m ter-
rendah dalam potensial osilator harmonik dengan frekuensi anguler
klasik ω.
A2
F (∆x) = + B 2 (∆x)2
(∆x)2
adalah 2AB.
132 6.4 Soal-soal
(c) Tunjukkan bahwa nilai harap energi dari partikel dalam sumur
osilator harmonik memenuhi ketaksamaan
1
hEi ≥ ~ω.
2
4. Tinjau potensial
∞ jika x < 0
V (x) = 1 2 x2 jika x > 0
2 mω
1
Ψ(x, 0) = √ [ψ0 (x) + ψ1 (x)]
2
dengan ψ0 (x) dan ψ1 (x) adalah fungsi-fungsi real, ternormalisasi, dan
ortogonal untuk keadaan-keadaan dasar dan tereksitasi pertama dari
osilator.
(a) Tuliskan ungkapan untuk Ψ(x, t), fungsi gelombang pada saat t.
(b) Tunjukkan bahwa Ψ(x, t) fungsi gelombang ternormalkan.
(c) Gunakan pemahaman anda tentang tingkatan-tingkatan energi
dari potensial osilator harmonik untuk menunjukkan bahwa rapat
probabilitas |Ψ(x, t)|2 berosilasi dengan frekuansi anguler ω.
Bab 6 Osilator Harmonis 133
~2
2
∂2
∂ 1 2 2 2
− + + mω (x + y ) ψnx ,ny (x, y) = Enx ,ny ψnx ,ny (x, y).
2m ∂x2 ∂y 2 2
(c) Dengan mengungkapkan ψ1,0 dan ψ0,1 pada bidang koordinat po-
lar (r, φ), tentukan fungsi ψa (r, φ) dan ψb (r, φ) yang mematuhi
persamaan
∂ψa ∂ψb
−i~ = +~ψa dan − i~ = −~ψb .
∂φ ∂φ
9. Dalam
soal ini
anda diminta untuk menunjukkan bahwa ketika oper-
d
ator q + bekerja pada fungsi eigen ψn (q) dengan nilai eigen en ,
dq
ia memberikan fungsi eigen ψn−1 (q) dengan nilai eigen n−1 = n − 1.
10. Umumnya, fungsi-fungsi eigen ψn (q) dan ψn+1 (q) terkait oleh
d
q− ψn (q) = an ψn+1 (q)
dq
jika fungsi f (q)g(q) menuju nol ketika q → ±∞, dan gunakan per-
samaan (6.15).
|bn |2 = 2n.
dan bahwa
d2
Z +∞
1
ψn∗ (q) − 2 ψn (q) dq = n + .
−∞ dq 2
Buktikan bahwa
2 1
a2
hxi = 0 dan x = n+
2
dan bahwa
2 1
hpi = 0 dan p = n+ ~/a2
2
136 6.4 Soal-soal
Petunjuk: Tuliskan
1 d 1 d
q= q+ + q−
2 dq 2 dq
dan
d 1 d 1 d
= q+ − q− ,
dq 2 dq 2 dq
d d
gunakan fakta bahwa q − dan q + adalah operator
dq dq
yang menaikkan dan menurunkan energi, perhatikan bahwa fungsi-
fungsi eigen mematuhi kaitan ortogonalitas persamaan (6.32),
dan gunakan persamaan (6.15) dan (6.16).
Bab 7
r̂ = r dan p̂ = −i~∇
telah digunakan untuk menghitung nilai harap dan ketak pastian posisi dan
momentum dari partikel. Dalam Bab 4 operator Hamiltonian
~2 2
Ĥ = − ∇ + V (r)
2m
digunakan untuk mengeksplorasi sifat-sifat energi bagi partikel. Dan dalam
bab ini akan ditinjau secara terperinci operator ke empat, operator yang
mendeskripsikan momentum anguler orbital bagi partikel,
L̂ = r̂ × p̂.
Dalam bab ini ditinjau beberapa sifat fisis observabel dalam mekanika
kuantum dan mengkaitkan sifat-sifat ini dengan sifat-sifat metematik dari
operator-operator yang mendeskripsikan observabel. Konsep-konsep yang
implisit dalam menggunakan operstor dalam awal bab akan dijelaskan dan
diturunkan. Bab ini akan membahas konsep-konsep yang lebih abstrak dan
matematis dari pada bahasan lain di buku ini.
137
138 7.1 Sifat-sifat Dasar
1. Operator  harus operator linear. Ini berarti bahwa, jika aksi  pada
fungsi gelombang Ψ1 dan Ψ2 diberikan oleh
Â(c1 Ψ1 + c2 Ψ2 ) = c1 Φ1 + c2 Φ2 . (7.1)
Sifat abstrak ini dipenuhi oleh operator Ĥ, r̂, p̂ dan oleh semua opera-
tor lain yang mendeskripsikan observabel-observabel dalam mekanika
kuantum. Hal ini menjamin bahwa observabel-observabel ini konsisten
dengan prinsip superposisi linear yang menyatakna bahwa sebarang
keadaan kuantum merupakan superposisi linear dari keadaan-keadaan
kuantum lain.
Âψan = an ψan
dan/atau fungsi eigen ψa0 dengan nilai eigen kontinue a0 diberikan oleh
 = ψa0 = a0 ψa0 .
Dalam ungkapan ini can (t) dan c(a0 , t) adalah amplitudo probabilitas
bagi observabel A. Jika pengukuran dilakukan pada saat t pada par-
tikel dengan fungsi gelombang Ψ, maka |can (t)|2 adalah probabilitas
hasil an dan |c(a0 , t)|2 da0 adalah probabilitas hasil di antara a0 dan
a0 + da0 .
akan dilakukan dengan meninjau partikel yang bergerak dalam satu dimen-
si. Akan ditunjukkan fungsi eigen bagi partikel dengan nilai eigen posisi x0
oleh ψx0 (x) dan fungsi eigen bagi partikel dengan nilai eigen momentum p0
oleh ψp0 (x).
Persamaan ini menyatakan bahwa ψx0 (x) dikalikan dengan x adalah sama
dengan ψx0 (x) dikalikan dengan nilai eigen x0 . Ini hanya mungkin jika ψx0 (x)
merupakan fungsi yang sangat khas yang puncaknya tak berhingga di x = x0 .
Fungsi seperti ini dituliskan sebagai
dengan fungsi c0 (x0 , t) adalah amplitudo probabilitas posisi dan |c0 (x0 , t)|2 dx0
adalah probabilitas menemukan partikel di antara x0 dan x0 +dx pada saat t.
Jika digunakan persamaan (7.6) dan definisi fungsi delta Dirac, persamaan
(7.7), diperoleh
Z +∞
Ψ(x, t) = c(x0 , t)δ(x0 − x)dx0 = c(x, t).
−∞
Fungsi eigen bagi partikel dengan nilai eigen momentum p0 , ψp0 (x), memenuhi
persamaan
∂ψp0 (x)
−i~ = p0 ψp0 (x) (7.10)
∂x
yang memiliki penyelesaian berbentuk
1 0
ψp0 (x) = √ eip x/~ . (7.11)
2π~
Seperti yang diharapkan, fungsi eigen dengan momentum p0 adalah gelom-
bang bidang dengan bilangan 0 0
0 0
√ gelombang k = p /~ dan panjang gelombang
λ = h/p . Konstanta 1/ 2π~ merupakan konvensi/perjanjian yang san-
gat berguna yang menjamin fungsi eigen momentum dan posisi mematuhi
syarat normalisasi yang serupa.
Karena fungsi eigen momentum membentuk set lengkap fungsi basis,
sebarang fungsi gelombang Ψ(x, t) dapat dituliskan sebagai
Z +∞
Ψ(x, t) = c(p0 , t)ψp0 (x)dp0 (7.12)
−∞
yang telah diperkenalakan pada bab 3 ketika dibuat asumsi bahwa transfor-
˜ t) adalah amplitudo probabilitas
masi Fourier dari fungsi gelombang Ψ(p,
bagi momentum, lihat persamaan (3.25). Sekarang dapat dilihat bahwa
asumsi yang dibuat alam bab 3 tersebut konsisten dengan deskripsi umum
observabel yang dikembangkan dalam bab ini.
Jika persamaan (7.6) dan definisi fungsi delta Dirac persamaan (7.7)
digunakan, diperoleh bahwa fungsi eigen posisi mematuhi syarat
Z +∞
ψx∗0 ψx00 (x)dx = δ(x0 − x00 ). (7.13)
−∞
Karena fungsi delta adalah nol ketika x0 6= x00 dan tak berhingga ketika
x0 = x00 , disimpulkan bahwa fungsi eigen-fungsi eigen posisi saling ortogonal
tetapi mereka tidak dapat dinormalkan sama dengan satu.
Teknik transformasi Fourier dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa
fungsi eigen-fungsi eigen momentum yang diberikan oleh persamaan (7.11)
mematuhi syarat
Z +∞
ψp∗0 ψp00 (x)dx = δ(p0 − p00 ). (7.14)
−∞
Karena itu fungsi eigen-fungsi eigen juga saling ortogonal tetapi tidak ter-
normalka sama dengan satu.
Perlu diingat bahwa fungsi gelombang harus ternormalkan sama den-
gan satu, seperti dalam persamaan (3.23), jika ia mendeskripsikan partikel
yang dapat selalu di temukan di suatu tempat. Jadi, singkatnya, fungsi
eigen-fungsi eigen posisi dan momentum seperti dalam persamaan (7.6) dan
(7.11) tidak dapat digunakan untuk mendeskripsikan fungsi gelombang yang
dapat diterima secara fisis. akan tetapi, fungsi gelombang yang dapat di-
normalkan dapat di bentuk dengan mengambil superposisi linear dari fungsi
eigen-fungsi eigen ini dan fungsi gelombang-fungsi gelombang ini merupakan
paket gelombang yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan partikel den-
gan ketakpastian posisi atau ketakpastian momentumnya sangat kecil.
Kahirnya, penggunaan fungsi delta dapat dihindari dengan membayangkan
partikel terletak dalam kotak berdimensi sangat besar. Ketika pendekatan
ini diadopsi, fungsi eigen-fungsi eigen posiis dan momentum ternormalkan
dapat dikonstuk/dibangun.
harus dipilih subset dari observabel yang dapat ditentukan tanpa saling in-
terferensi atau kontradiksi. Observabel yang demikain disebut observabel
yang rukun. Ketika set lengkap dari observabel yang rukun ditentukan, se-
cara prinsip dapat dituliskan fungsi gelombang yang mendeskripsikan secar
lengkap keadaan kuantumnya. Semua informasi pada set lengkap observ-
abel dan semua informasi pada probabilitas bagi nilai-nilai tak pasti dari
observabel lain akan termuak dalam fungsi gelombang ini.
Untuk mengilustrasikan gagasan umum ini pertama ditinjau partikel
yang bergerak dalam satu dimensi dan kemudian partikel yang bergerak
dalam tiga dimensi.
Keadaan klasik bagi partikel dalam satu dimensi dapat didefinisikan oleh
dua observabel, yaitu posisi dan momentumnya. Sebaliknya, keadaan kuan-
tum bagi partikel dalam satu dimensi didefinisikan secara lengkap jika satu
observabel ditentukan secara tepat. Sebagai contoh, keadaan kuantum dap-
at didefinisikan oleh energi; suatu keadaan sangat berguna karena ia meru-
pakan keadaan stasioner, keadaan tanpa sifat-sifat observabel gayut waktu.
Observabel-observabel lain diperlukan untuk menentukan keadaan par-
tikel yang baergerak dalam tiga dimensi. Keadaan kalsik didefinisikan oleh
enam observabel, yaitu tiga koordinat posisi dan tiga komponen momentum,
tetapi keadaan kuantum dapat didefinisikan hanya oleh tiga observabel ter-
tentu secara tepat. Sebagi contoh dapat ditetapkan koordinat x, y dan z
dan memiliki tiga komponen momentum yang tak pasti atau ditetapkan ko-
ordinat x, y dan komponen z dari momentum dan ketak pastian momentum
dalam arah x dan y dan ketak pastian koordinat z. Akan tetapi, karena
keadaan dengan energi pasti merupakan keadaan stasioner, ia sering sangat
berguna untuk menetapkan energi dan dua obeservabel lain.
7.4 Komutator
Kaidah observabel yang rukun dan tak rukun dalam mekanika kuantum da-
pat dibuat paling jelas dengan memperkenalkan konsep matematik tentang
komutator dari dua operator.
Komutator dari dua operator  dan B̂ didefinisikan oleh
[Â, B̂] 6= 0
Bab 7 Observabel dan Operator 145
(x̂p̂ − p̂x̂)Ψ(x, t)
dengan Ψ(x, t) merupakan sebarang fungsi gelombang bagi partikel. Ini tak
nol karena urutan dari x̂ dan p̂ berarti. Diperoleh
∂
x̂p̂Ψ(x, t) = x −i~ Ψ(x, t)
∂x
dan
∂
p̂x̂Ψ(x, t) = −i~xΨ(x, t)
∂x
∂
= −i~Ψ(x, t) + x −i~ Ψ(x, t)
∂x
sehingga
Karena ini adalah benar untuk sebarang fungsi gelombang Ψ(x, t), disim-
pulkan bahwa operasi yang didefinisikan oleh (x̂p̂ − p̂x̂) selalu merupakan
perkalian oleh bilangan i~. Jadi komutator dari x̂ dan p̂ adalah
Kaitan ini sangat penting dalam mekanika kuantum. Kaitan ini disebut
kaitan kamutasi kanonik.
Signifikansi fisis dari kaitan komutasi kanonik dapat dinyatakan dengan
mengasumsikan hal yang mustahil, yaitu eksistensi dari fungsi eigen dari
posisi dan momentum ψx0 p0 (x) secara simultan yang memenuhi persamaan
nilai eigen
x̂ψx0 p0 (x) = xψx0 p0 (x) dan p̂ψx0 p0 (x) = p0 ψx0 p0 (x) . (7.18)
Ditinjau aksi komutator dari x̂ dan p̂ pada fungsi eigen secara simultan
hipotetsi ini. Jika persamaan (7.18), diperoleh
[x̂, p̂]ψx0 p0 (x) = (x̂p̂ − p̂x̂)ψx0 p0 (x) = (x̂0 p̂0 − p̂0 x̂0 )ψx0 p0 (x) = 0.
i~ψx0 p0 (x) = 0.
Jadi, telah diasumsikan eksistensi fungsi eigen dari posisi dan momentum
secara simultan ψx0 p0 (x) dan telah ditunjukkan bahwa ia harus sama dengan
nol untuk seluruh x. Dengan kata lain, telah ditunjukkan bahwa keadaan
kuantum dengan posisi dan momentum pasti tidak dapat ada. Ditekankan
bahwa alasan matematik bagi tak-keberadaan keadaan yang demikian, dan
karenanya ketakrukunan posisi dan momentum, adalah komutator x̂ dan p̂
tak nol.
dengan operator ∆x
c dan ∆p
c didefinisikan sebagai
c ≡ x̂ − hxi dan ∆p
∆x c ≡ p̂ − hpi .
[∆x,
c ∆p]
c = i~. (7.19)
5 untuk memberikan
2
1 +∞ ∗ c c
Z
2 2
(∆x) (∆p) ≥ Ψ [∆x, ∆p]Ψdx
4 −∞
~2
(∆x)2 (∆p)2 ≥
4
atau
~
∆x∆p ≥ .
2
Jadi, prinsip ketak pastian Heisenberg, yang diperkenalkan dalam bab 1 un-
tuk mengilustrasikan ketakpastian yang melekat pada pengukuran posisi dan
momentum, dapat diturunkan dengan mengasumsikan bahwa observabel po-
sisi dan momentum dideskripsikan oleh operator-operator yang mematuhi
kaitan komutasi kanonik persamaan (7.17).
Dengan meninjau partikel yang bergerak dalam tiga dimensi, dapat diilus-
trasikan keterkaitan antara komutator dan observabel yang rukun. Dalam
kasus ini, keadaan kuantum yang unik didefinisikan oleh tiga observabel
yang rukun yang dideskripsikan oleh tiga operator yang komut satu dengan
yang lain.
Sebagai contoh, dapat ditetapkan koordinat x dan y serta komponen z
momentum bagi partikel untuk mendefinisikan keadaan kuantum. Observabel-
observabel ini dideskripsikan oleh operator
∂
x̂ = x, ŷ = y, dan p̂z = −i~ .
∂z
Mudah untuk menunjukkan bahwa sebarang dua dari operator ini komut.
Contoh
∂ ∂
x̂p̂z Ψ = x −i~ Ψ = −i~x Ψ
∂z ∂z
dan
∂ ∂
p̂z x̂Ψ = −i~ xΨ = −i~x Ψ.
∂z ∂z
148 7.5 Konstanta-konstanta Gerak
Kenyataannya
Umumnya, nilai harap hA(t)i akan bervariasi dengan waktu ketika fungsi
gelombang Ψ(r, t) berkurang dan mengalir sesuai dengan Persamaan Schrödinger
∂Ψ
i~ = ĤΨ. (7.21)
∂t
Laju perubahan hA(t)i dapat ditentukan dengan mendeferensialkan kedua
ruas persamaan (7.20). Menggunakan kaidah untuk diferensiasi perkalian
Bab 7 Observabel dan Operator 149
d hA(t)i ∂Ψ∗
Z Z
∂Ψ 3
= ÂΨd r + Ψ∗ Â
3
d r.
dt ∂t ∂t
d hA(t)i
Z Z
1 1
=− (ĤΨ∗ )ÂΨd3 r + Ψ∗ Â(ĤΨ)d3 r.
dt i~ i~
Karena Hamiltonian Ĥ, seperti sebarang operator lain bagi observabel dalam
mekanika kuantum, merupakan operator Hermitian, persamaan (7.2) dapat
digunakan untuk menunjukkan bahwa
Z Z
(ĤΨ )ÂΨd r = Ψ∗ Ĥ ÂΨd3 r
∗ 3
dan menuliskan kembali ungkapan bagi laju perubahan dari hA(t)i sebagai
d hAi
Z
1
= Ψ∗ [Â, Ĥ]Ψd3 r (7.22)
dt i~
dengan [Â, Ĥ] merupakan komutator. Persamaan ini dapat digunakan untuk
menentukan ketergayutan waktu bagi nilai harap dari sebarang observabel.
Untuk observabel A yang rukun dengan energi, komutator [Â, Ĥ] adalah
nol dan persamaan (7.22) memberikan
d hAi
= 0.
dt
Observabel yang demikian disebut konstanta dari gerak karena nilai harap-
nya tidak berubah ketika fungsi gelombangnya berevolusi terhadap waktu.
Gagasan ini dapat diilustrasikan dengan meninjau partikel dengan Hamil-
tonian
~2 2
Ĥ = − ∇ + V (r)
2m
dengan V (r) merupakan energi potensial yang hanya bergantung pada jarak
r bagi partikel dari pusat yang tetap. Untuk Hamiltonian ini, mudah untuk
menunjukkan bahwa
7.6 Soal-soal
1. Ditinjau partikel yang bergerak dalam medan energi potensial satu
dimensi V (x). TUnjukkan bahwa operator yang mendeskripsikan po-
sisi, momentum, dan energi bagi partikel memenuhi kaitan matematik
berikut
[p̂, T̂ ] = 0.
ψ(x) = A cos(kx)
[x̂, p̂x ] = i~, [ŷ, p̂y ] = i~, dan [ẑ, p̂z ] = i~,
dan semua komutator lain yang memuat x̂, p̂x , ŷ, p̂y , ẑ, p̂z adalah nol.
Kaitan-kaitan tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa
operator bagi momentum anguler orbital mematuhi kaitan komutasi
sebagai berikut
[L̂x , L̂y ] = i~L̂z , [L̂y , L̂z ] = i~L̂x , dan [L̂z , L̂x ] = i~L̂y .
(a) Menggunakan
buktikan bahwa
buktikan bahwa
[L̂x , L̂y ] = i~L̂z , [L̂y , L̂z ] = i~L̂x , dan [L̂z , L̂x ] = i~L̂y ,
buktikan bahwa
[L̂2 , L̂z ] = 0
dengan
mengimplikasikan bahwa
4. Dalam soal ini dan soal no 5 dan 6 akan ditinjau beberapa sifat matem-
atik umum dari operator yang mendeskripsikan observabel dalam mekani-
ka kuantum. Untuk menjaga metematik yang digunkana sesederhana
mungkin hanya ditinjau partikel yang bergerak sepanjang sumbu x.
Umumnya, operator  yang mendeskripsikan observabel A adalah op-
erator Hermitian yang berarti bahwa ia memetuhi syarat
Z +∞ Z +∞
∗
Ψ1 ÂΨ2 dx = (ÂΨ1 )∗ Ψ2 dx
−∞ −∞
adalah real.
(b) TUnjukkan bahwa nilai harap Â2 diberikan oleh
Z +∞
(ÂΨ)∗ (ÂΨ)Ψ dx.
2
A =
−∞
adalah imajiner.
diperoleh
Z +∞ Z +∞ Z +∞ Z +∞
2 ∗ ∗ ∗ ∗
|α| dx + α β dx + λ β α dx + λ λ |β|2 β dx ≥ 0.
−∞ −∞ −∞ −∞
(b) Gantilah ÂΨ dengan fungsi α(x) dan B̂Ψ dengan fungsi β(x) dan
gunakan soal 5(b) untuk menunjukkan bahwa
Z +∞
2
2 2 ∗
A B ≥ Ψ ÂB̂Ψ dx .
−∞
~2
2
∂2 ∂2
∂
Ĥ = − + + + V (x, y, z).
2m ∂x2 ∂y 2 ∂z 2
~2
2
1 ∂2 ∂2
∂ 1 ∂
Ĥ = − + + + + V (r, φ, z)
2m ∂r2 r ∂r r2 ∂φ2 ∂z 2
154 7.6 Soal-soal
~2 ∇2
T̂ = −
2m
dan operator energi potensial yang diberikan oleh
V̂ = V (r).
i~ 2
[r̂ • p̂, T̂ ] = p̂
m
dan
dV
[r̂ • p̂, V̂ ] = −i~r .
dr
(b) Ditinjau ψE (r), fungsi eigen dari Ĥ dengan nilai eigen E. Dike-
tahui bahwa Ĥ adalah operator Hermitian, tunjukkan bahwa
Z
∗
ψE [r̂ • p̂, V̂ ]ψE d3 r = 0.
Tunjukkan bahwa
Z Z
∗ ∗ dV
2 ψE T̂ ψE d3 r = ψE r ψE d3 r
dr
yang merupakan pernyataan teorema virial.
(c) Tunjukkan bahwa nilai harap bagi energi kinerik dan energi poten-
sial bagi partikel dalam keadaan dengan energi pasti dikaitkan
oleh
1
hT i = hV i jika potensialnya adalah V (r) = mω 2 r2 ,
2
Bab 7 Observabel dan Operator 155
dan oleh
e2
2 hT i = hV i jika potensialnya adalah V (r) = − .
4π0 r
156 7.6 Soal-soal
Bab 8
Momentum Anguler
157
158 8.1 Dasar-dasar Momentum Anguler
pasti dan nilai pasti bagi hanya satu dari tiga komponen kartesiannya. Jadi,
momentum anguler dalam fisika kuantum dapat ditentukan menggunakan
dua bilangan kuantum. Umumnya, l dan ml digunakan untuk mendeskrip-
sikan momentum anguler orbital, s dan ms digunakan untuk momentum
anguler spin, dan bilangan kuantum j dan mj digunakan ketika momentum
anguler muncul dari kombinasi spin dan momentum anguler orbital, dan
ketika momentum anguler secara umum dideskripsikan.
Hanya nilai-nilai yang tepat yang mungkin bagi besar momentum an-
guler orbital diberikan oleh
p
L = l(l + 1)~ dengan l = 0, 1, 2, 3, . . . (8.1)
TEtapi ketika ini dilakukan, momentum anguler orbital dalam arah x dan
y tidak pasti, jika dipilih untuk mengukur komponen x dan y, hasil yang
mungkin akan memiliki nilai-nilai terkuantisasi di suatu tempat dalam rentang
−l~ sampai +l~. Akan dicek validitas dari semua pernyataan umum ini ten-
tang momentum anguler orbital dalam subbab 8.3. Klasifikasi dari spektrum
atomik ...untuk notasi spektroskopik dalam mana huruf s, p, d, f, dan g di-
gunakan untuk menandakan keadaan kuantum dengan l = 0, l = 1, l = 2, l =
3, l = 4. Jadi, keadaan dengan l = 0 disebut keadaan s, keadaan dengan
l = 1 disebut keadaan p dan seterusnya.
z diberikan oleh
+s
+(s − 1)
Sz = ms ~ dengan ms = .. (8.3)
.
−(s − 1)
−s.
j = l + s, l + s − 1, . . . , |l − s|. (8.6)
j = j1 + j2 , j1 + j2 − 1, . . . , |j1 − j2 |.
bilangan kuantum sebagai vektor fuzzy. Kekaburan ini muncul karena, keti-
ka satu dari komponen Kartesiannya terdefinisikan secara jelas, dua kompo-
nen lainnya tak pasti tetapi terkauntisasi ketika diukur. Dari sudut pandang
ketakpastian kita berhadapan dengan ketakpastian posisi, momentum, an
energi, momentum anguler tak pasti bukan hal yang mengejutkan. Ba-
hakan, ketakpastian momentum anguler orbitalnya dapat ditemukan secara
langsung dengan ketakpastian posisi dan momentum dari partikel, seperti
ditunjukkan dalam soal 3 bab 7. Tetapi hal mengejutkan adalah momentum
anguler dalam sebarang arah yang diberikan hanya dapat sama dengan su-
atu integer atau tengahan integer dikalikan ~. Akan dilihat bagaimana sifat
yang mengejutkan ini dapat di perkuat secara eksperimen.
Gambar 8.1: Partikel dengan muatan q dan massa m bergerak dalam or-
bit melingkar dengan momentum anguler orbital L = mr × v memberikan
kenaikan terhadap momen magnet µ = qL/2m.
dan dari momentum anguler orbital dengan besar dan komponen z diberikan
oleh
p
L = l(l + 1)~ dan Lz = ml ~.
Momen magnet terasosiasi diberikan oleh rumus yang serupa dengan per-
samaan (8.7), tetapi dengan sedikit modifikasi. Khususnya, komponen z
dari momen magnet yang disebabkan spin elektron adalah
e e~
µSpin
z = −2 Sz = −2 ms (8.8)
2me 2me
dan momentum anguler orbital adalah
e e~
µOrbital
z =− Lz = − ml (8.9)
2me 2me
dengan me adalah massa elektron dan −e mauatan elektron. Momentum
anguler spin elektron dua kali momentum anguler orbital; faktor tamba-
han 2 dalam persamaan (8.8) dijelaskan oleh persamaan Dirac, persamaan
gelombang untuk relativistik, titik mirip partikel kuantum dengan spin ten-
162 8.2 Moment Magnetik
gahan.
Momen magnet dari atom muncul dari spin dan momentum anguler or-
bital yang terkombinasi dari elektron-elektron utama yang dapat dideskrip-
sikan oleh bilangan kuantum j dan mj . Dalam medan magnet lemah, kom-
ponen z dari momen magnet atom adalah
e e~
µAtom
z = −g Jz = −g mz (8.10)
2me 2me
dengan Jz = mj ~ adalah komponen z momentum anguler dan g adlaah
faktor numerik yang disebut faktor Landé g. Faktor Landé g bagi keadaan
atomik dengan bilangan kuantum j, l, dan s adalah
dengan mp adalah massa proton. Satuan natural bagi moment magnet ini,
dan juga bagi momen magnet dari nuklei yang memuat proton dan netron,
adalah
e~
µN = = 5, 05 × 10−27 JT−1 . (8.13)
2mp
Emag = −µ • B. (8.14)
Emag = mj gµB B
dengan µB adalah megneton Bohr dan g faktor Landé g. Jadi, untuk nilai
j yang diberikan, terdapat 2j + 1 tingkatan-tingkatan energi magnet yang
diberikan oleh
+jgµB B
+(j − 1)gµB B
Emag = .. (8.16)
.
−(j − 1)gµB B
−jgµB B.
1
Ketika j = terdapat dua tingkatan energi, ketika j = 1 terdapat tiga
2
3
tingkatan energi, ketika j = terdapat empat tingkatan energi, dan seterus-
2
nya seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.2.
Bukti tak langsung bagi tingkatan-tingkatan magnet atomik diberikan
oleh pengamatan efek medan magnet pada garis spektral. Medan mag-
net memisahkan tingkatan-tingkatan energi atomik dengan j yang diberikan
dalam 2j + 1 tingkatan-tingkatan energi magnet dengan nilai-nilai mj yang
berbeda, dan transisi radiatif di antara keadaan dengan nilai j yang berbe-
da sekarang diberikan meningkat terhadap beberapa garis spektral berjarak
secara berdekatan instead of one. Efek ini disebut dengan efek Zeeman.
Akan tetapi, bukti langsung bagi kauntisasi energi magnet diberikan oleh
164 8.2 Moment Magnetik
yang bergantung pada komponen z dari momen magnet µz dan pada lokasi
dalam medan magnet. Karena energi medan magnet ini bervariasu sangat
kuat terhadap z,atomnya dibelokkan oleh gaya dalam arah z yang diberikan
oleh
∂Emag ∂B
F =− = µz .
∂z ∂z
Jika komponen z momen megnet dapat mengambil sebarang nilai di antara
+µ dan −µ, berkas atomik dapat di smeared out ketika atom-atom terseret
ke atas dan kebawah dengan jumlah yang bervariasi. Tetapi untuk atom ny-
ata dalam keadaan dengan bilangan kuantum j, komponen z momen magnet
hanya dapat mengambil 2j + 1 nilai-nilai diskret dan berkas atom terbagi
Bab 8 Momentum Anguler 165
L=r×p
L̂ = r̂ × p̂ = −i~r × ∇. (8.17)
z (x + iy) (x − iy)
ψ(1,0) = R(r) , ψ1,+1 = R(r) , ψ(1,−1) = R(r) . (8.19)
r r r
Dasar pemikiran untuk label (0, 0), (1, 0) dan (1, ±1) akan menjadi jelas sete-
lah ditentukan sifat-sifat momentum anguler dari keadaan yang dideskrip-
sikan oleh fungsi-fungsi gelombang ini.
Gambar 8.4: Rapat probabilitas posisi pada permukaan bola bagi partikel
dengan fungsi gelombang ψ0,0 , ψ1,0 , dan ψ1,±1 yang diberikan persamaan
(8.18) dan (8.19). Fungsi gelombang ini memiliki bilangan kuantum anguler
orbital (l, ml ) sama dengan (0, 0), (1, 0), dan (1, ±1).
z2 2 2
2 (x + y )
|ψ(0,0) |2 = |R(r)|2 , |ψ1,0 |2 = |R(r)|2 , dan |ψ (1,±1) |2
= |R(r)|
r2 r2
diilustrasikan dalam Gambar 8.4. Partikel yang dideskripsikan oleh fungsi
168 8.3 Momentum Anguler Orbital
dR
L̂ = −i~r × ∇ dan ∇R(r) = er
dr
dengan er adalah vektor satuan dalam arah r, diperoleh
dR
L̂R(r) = −i~r × ∇R(r) = −i~r × er .
dr
dengan
(x + iy) (x − iy)
ψ1,+1 = R(r) dan ψ1,−1 = R(r) ,
r r
keduanya mendeskripsikan partikel kuantum yang lebih mungkin ditemukan
sekitar ekuator dan tiak pernah di kutub utara atau selatan, seperti ditun-
jukkan Gambar 8.4. Dengan menghitung aksi operator momentum anguler
pada fungsi x ± iy, mudah untuk menunjukkna bahwa fungsi gelombang ini
bukan fungsi eigen dari L̂x atau L̂y , tetapi mereka keduanya fungsi eigen
yang simultan bagi L̂z dan L̂2 . Kenyataannya,
dan
L̂2 Yl,ml = l(l + 1)~2 Yl,ml dan L̂z Yl,ml = ml ~Yl,ml (8.23)
172 8.3 Momentum Anguler Orbital
dΩ = sin θdθdφ
dan bahwa
Gambar 8.6: Rapat probabilitas posisi pada permukaan bola bagi partikel
dengan bilangan kuantum (l, ml ) sama dengan (2, 0), (2, ±1), dan 2, ±2.
dengan n adalah integer yang bergerak dari −∞ sampai +∞, dan koefisien
174 8.3 Momentum Anguler Orbital
Gambar 8.7: Rapat rpobabilitas posisi pada permukaan bola bagi partikel
dengan bilangan kuantum (l, ml ) sama dengan (3, 0), (3, ±1), (3, ±2), dan
(3, ±3.
cn diberikan oleh
Z 2π
1
cn = e−inφ ψ(φ) dφ.
2π 0
Untuk membawa notasi ke dalam deret dengan konvensi dari fisika kuantum,
akan dituliskan ulang deret Fourier sebagai
X eiml φ
ψ(φ) = cml Zml (φ), dengan Zml (φ) = √ (8.27)
ml 2π
persmaan (8.27) belum merupakan contoh lain dari prinsip superposisi lin-
ear dalam mekanika kuantum, yang mana keadaan yang sebarang keadaan
kuantum merupakan superposisi linear dari keadaan-keadaan kuantum lain;
dalam kasus ini, superposisi linear dari keadaan-keadaan kuantum dengan
nilai-nilai pasti bagi Lz . Koefisien cml adalah amplitudo probabilitas bagi
Lz , karena |cml |2 adalah probabilitas bahwa nilai yang diukur dari komponen
z momentum anguler orbital sama dengan ml ~.
Dengan cara serupa, ketergayutan θ dan φ dari sebarang fungsi gelom-
bang dapat diungkapkan sebagai deret Fourier tergeneralisasi yang memu-
at fungsi-fungsi basis yang merupakan fungsi-fungsi eigen dari L̂2 dan L̂z .
Fungsi-fungsi ini membentuk set lengkap dari bentuk-bentuk anguler tiga
dimensi sedemikian sehingga sebarang fungsi gelombang ψ(r, θ, φ) dapat di-
ungkapkan sebagai
l=∞
X m=+l
X
ψ(r, θ, φ) = cl,ml (r)Yl,ml (θ, φ). (8.28)
l=0 ml =−l
”pergi”. Analogi pergeseran fase dalam proses hamburan satu dimensi telah
ditinjau dalam sub bab 5.1, tetapi dalam proses hamburan tiga dimensi, ter-
dapat pergeseran fase untuk setiap momentum anguler orbital. Pergeseran
fase ini dapat digunakan untuk menghitung tampang lintang hamburan.
8.4 Soal-soal
1. Suatu partikel memiliki momentum anguler orbital yang diberikan oleh
bilangan kuantum l = 3 dan momentum anguler spin yang diberikan
oleh bilangan kuantum s = 1.
3. Keadaan dasar dari atom hidrogen terdiri dari elektorn dan proton
dengan momentum anguler orbital nol dan dengan momen magnetik
diberikan oleh persamaan (8.8) dan (8.12). Atom tersebut diletakkan
dalam medan magnetik 0,5 T.
Bab 8 Momentum Anguler 177
(a) Jelaskan mengapa, jika efek momen magnet proton dapat di abaikan,
energi keadaan dasar terpisah mejadi dua tingkatan energi. Be-
rapakah spasi di antara tingkatan-tingkatan energi ini dalam eV?
(b) Jelaskan mengapa setiap tingkatan energi magnet ini terdiri dari
dua tingkatan energi yang spasinya berdekatan jika ekef momen
magnet proton diambil dalam perhitungan, dan jika medan mag-
net eksternal besar dibandingkan dengan sebarang medan inter-
nal. Berapakah spasi di antara tingkatan yang berjarak dekat
dalam eV?
(a) Tuliskan ungkapan bagi energi kinetik klasik rotasi dari sistem,
dan tunjukkan bahwa tingkatan-tingkatan energi rotasi kuantum-
nya diberikan oleh
l(l + 1)~2
El = dengan l = 0, 1, 2, . . .
maa
eiml φ
Zml (φ) = √
2π
adalah sama dengan satu jika m0l = ml dan nol jika m0l 6= ml .
(e) Tunjukkan bahwa, jika
X
ψ(r, θ, φ) = cml (r, θ)Zml (φ),
ml
maka
Z 2π
∗
cml (r, θ) = Zm l
(φ)ψ(r, θ, φ) dφ.
0
ψ(r, θ, φ) ∝ cos2 φ.
Tunjukkan bahwa fungsi-fungsi eigen simultan dari L̂2 dan L̂z memiliki
bentuk
d2 Fl,ml m2l
cos θ dFl,ml
+ + l(l + 1) − Fl,ml = 0.
dθ2 sin θ dθ sin2 θ
Atom Hidrogen
e2
V (r) = − . (9.1)
4π0 r
Dalam bab ini akan dicari nilai-nilai energi dan fungsi-fungsi eigen untuk
elektron dan menggunakan hasil-hasil ini untuk mendeskripsikan ciri-ciri
utama dari atom hidrogen. Kemudian akan ditunjukkan bagaimana deskrip-
si ini dapat dikembangkan dengan memasukkan efek-efek kecil terkait den-
gan relativitas dan gerak nukleus.
181
182 9.1 Potensial Sentral
p2r L2
E= + + V (r). (9.2)
2m 2mr2
Bab 9 Atom Hidrogen 183
Energi partikel dapat diungkapkan sebagai jumlahan dari dua suku, en-
ergi kinetik radial p2r /2m dan energi potensial efektif berbentuk
L2
Ve (r) = + V (r). (9.3)
2mr2
Gaya efektif yang sesuai dengan potensial efektif ini bekerja dalam arah
radial dan memiliki besar
dVe L2 dV
Fe = − = 3
− .
dr mr dr
Suku L2 /mr3 , yang sama dengan mv 2 /r bagi partikel yang bergerak dengan
kelajuan v dalam lingkaran berjari0jari r dengan momentum anguler L =
mrv, merepresentasikan gaya sentrifugal keluar. Jadi, suku L2 /2mr2 dalam-
potensial efektif persamaan (9.3) dapat difikirkan sebagai energi potensial
sentrifugal atau energi kinetik transversal.
Sebagian besar contoh penting dari gerak klasik dalam potensial sen-
tral adalah gerak planit. Planet bermassa m bergerak mengitari matahari
dengan energi potensial gravitasi
GmM
V (r) = −
r
dengan M adalah massa matahari dan G adalah konstanta fundamental
gravitasi Newton. Buku-buku tentang mekanika klasik menunjukkan bahwa
planit-planit dalam sistem tatasurya bergerak dalam orbit elips. Jika planet
dapat memancarkan kelebihan energinya orbit akan menjadi lingkaran. Jika
ia dapat memperoleh energi sedemikian sehingga ia dapat melepaskan diri
dari matahari, orbitnya akan menjadi parabola, dan ketika energinya lebih
tinggi orbitnya akan menjadi hiperbola.
Atom hidrogen memberikan contoh lain dari gerak dalam potensial sen-
tral. Dalam kasus ini, elektron dengan muatan −e bergerak mengelilingi
nukleus dengan muatan e dalam potensial Coulomb persamaan (9.1). Keti-
ka elektron memiliki momentum anguler jauh lebih besar dari ~, mekani-
ka klasik dapat digunakan dan elektron melintasi suatu orbit yang meru-
pakan conic section. Tetapi, ketika momentum anguler sebanding dengan
~, mekanika kuantum harus digunakan dan elektron dideskripsikan oleh
keadaan kuantum dengan sifat-sifat tak pasti.
184 9.1 Potensial Sentral
~2 2
− ∇ + V (r) ψ = Eψ. (9.5)
2m
Dalam persamaan ini, Yl,ml (θ, φ) merupakan fungsi eigen simultan dari L̂2
dan L̂z yang memenuhi persamaan (8.23) dan R(r) merupakan fungsi dari
r tak diketahui. Jika persamaan (9.6) disubstitusikan ke dalam persamaan
(9.5), menggunakan identitas
dan
∂2 1 ∂2
2 2 cos θ ∂
L̂ = −~ + + ,
∂θ2 sin θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
u(r)
R(r) ≡ , (9.8)
r
diperoleh
~2 d2 u l(l + 1)~2
− + + V (r) u = Eu. (9.9)
2m dr2 2mr2
l(l + 1)~2
Ve (r) = + V (r). (9.10)
2mr2
Jika potensial ini dibandingkan dengan potensial efektif yang analog dalam
mekanika klasik diberikan dalam persamaan (9.3), tampak bahwa suku per-
tama, l(l + 1)~2 /2mr2 , dapat dipikirkan sebagai energi kinetik yang dia-
sosiasikan dengan gerak tranversal atau sebagai potensial sentifugal yang
muncul dari momentum anguler orbital dari partikel.
Ketika penyelesaian persamaan Schrödinger radial dicari, syarat batas
u(r) = 0 di r = 0
harus diterapkan untuk menjamin bahwa fungsi R(r) = u(r)/r, dan kare-
nanya fungsi eigen tiga dimensi yang sebenarnya diberikan oleh persamaan
(9.6), merupakan berhingga di pusat. penyelesaian-penyelesaian keadaan
terikat, yang mendeskripsikan partikel yang tidak dapat lepas ke tak hing-
ga, juga harus memenuhi syarat batas
u(r) → 0 ketika r → ∞.
unr ,l (r)
ψnr ,l,ml (r, θ, φ) = Yl,ml (θ, φ). (9.11)
r
Dengan menggunakan syarat normalisasi persamaan (8.25) untuk harmonik
bola, dapat dengan mudah ditunjukkan bahwa fungsi eigen ψnr ,l,ml (rθ, φ)
186 9.1 Potensial Sentral
dan energinya Enr ,l juga meningkat dengan nr karena energi kinetik rata-
rata, yang diberikan oleh
Z ∞
~2 d2
u∗nr ,l (r) − unr ,l (r) dr,
0 2m dr2
disebut memiliki paritas ganjil. Dengan menggunakan Tabel 8.1 dapat den-
gan mudah ditunjukkan bahwa fungsi eigen dengan momentum anguler or-
Bab 9 Atom Hidrogen 187
dengan
unr ,l (r)
ψnr ,l,ml (r, θ, φ) = Yl,ml (θ, φ)
r
dengan unr ,l (r) merupakan fungsi eigen yang diberikan oleh persamaan Schrödinger
radial persamaan (9.9) bagi elektron dalam potensial Coulomb
e2
V (r) = − .
4π0 r
Khususnya, fungsi eigen radialnya unr ,l (r) merupakan solusi dari persamaan
diferensial
~2 d2 unr ,l l(l + 1)~2 e2
+ − unr ,l = Enr ,l unr ,l (9.15)
2me dr2 2me r2 4π0 r
188 9.2 Mekanika Kuantum bagi Atom Hidrogen
l(l + 1)~2 e2
Ve (r) = − . (9.17)
2me r2 4π0 r
Bentuk potensial ini bagi elektron dengan nilai-nilai yang berbeda untuk
bilangan kuantum momentum anguler orbital l ditunjukkan dalam Gambar
9.2. Tampak bahwa, untuk nilai-nilai tak nol dari l, potensial efektif menarik
pada r besar dan menolak di r yang kecil. Dengan menseting dVe /dr menuju
nol, dapat dengan mudah di tunjukkan bahwa Ve (r) memiliki nilai minimum
dari
ER
Ve (r) = − di r = l(l + 1)a0 (9.18)
l(l + 1)
dengan a0 dan ER merupakan satuan dasar dari panjang dan energi dalam
fisika atomik, yang didefinisikan sebagai berikut: jari-jari Bohr
4π0 ~2
a0 = = 0, 529 × 10−10 m (9.19)
e2 me
e2
ER = = 13, 6 eV. (9.20)
8π0 a0
Minimum yang diberikan oleh persamaan (9.18) mengimplikasikan
p bahwa
keadaan-keadaan terikat dengan momentum anguler L = l(l + 1)~ memi-
liki energi pada suatu tempat di antara E = −ER /l(l + 1) dan E = 0.
Ia juga mengimplikasikan bahwa tingkat spasial dari fungsi-fungsi eigen
keadaan terikat dengan momentum anguler rendah adalah berorde a0 dan
bahwa tingkat fungsi-fungsi eigen pada jarak yang lebih besar ketika mo-
mentum anguler meningkat. Ketika momentum anguler sangat melampaui
~, diduga banyak keadaan terikat dengan tingkat-tingkat energi yang ber-
jaraknya berdekatan yang sesuai dengan orbit lingkaran dan eliptik dari
mekanika klasik.
Dari Gambar 9.2 dapat juga dilihat bahwa potensial efektif merupakan
murni tarikan bagi elektron dengan momentum anguler nol. Dalam mekani-
ka klasik, elektron yang demikian melompat toward proton dan terdap-
Bab 9 Atom Hidrogen 189
Gambar 9.2: Energi potensial efektif Ve (r) bagi elektron dalam atom hidro-
gen dengan bilangan kuantum momentum anguler orbital l = 0, 1, 2, dan 3.
Satuan jarak adalah jari-jari Bohr a0 , yang didefinisikan dalam persamaan
(9.19), dan satuan energinya adalah energi Rydberg ER , yang didefinisikan
dalam persamaan (9.20). Potensial efektif bagi elektron dengan bilangan
kuantum l memiliki nilai minimum dari −ER /l(l + 1) di r = l(l + 1)a0 yang,
dalam fisika klasik, sesuai dengan energi pdan jari-jari lingkaran orbit dari
elektron dengan momentum anguler L = l(l + 1)~.
E ≈ −ER di r ≈ a0 .
n = nr + l + 1. (9.23)
Bilangan kuantum ini disebut bilangan kuantum utama dan dapat bernilai
n = 1, 2, 3, . . . .
Bab 9 Atom Hidrogen 191
Dalam sub bab 9.7 juga ditunjukkan bahwa fungsi radial unr ,l (r) yang
memiliki nilai eigen energi Enr ,l memiliki tiga karakteristik.
1. Dalam sub bab 5.1 telah diperolah bahwa fungsi eigen bagi partikel
dalm sumur persegi satu dimensi dengan energi ikat = ~2 α2 /2m
melurug secar eksponensial seperti e−αx . Dengan cara serupa, fungsi
eigen radial bagi elektron dalam potensial Coulomb dengan energi ikat
ER ~2 1
= =
n2 2me n2 a20
Gambar 9.4: Fungsi-fungsi eigen unr ,l (r) bagi elektron dalam atom hidrogen
dengan bilangan kuantum radial nr = 0, 1, 2 dan dengan bilangan kuantum
momentum anguler l = 0 dan 1. Fungsi-fungsi eigen dilabeli dengan meng-
gunakan notasinspektroskopik ns dan np dengan n adalah bilangan kuan-
tum utama n = nr + 1 + l dan s menunjukkan l = 0 dan p menunjukkan
l = 1. Catat bahwa satuan jarak adalah jari-jari Bohr a0 dan bahwa skala
yang berbeda digunakan untuk fungsi-fungsi eigen dengan nilai-nilai yang
berbeda dari nr .
194 9.3 Ukuran dan Bentuk
unr ,l (r)
ψnr ,l,ml (r, θ, φ) = Yl,ml (θ, φ)
r
dengan Yl,ml (θ, φ) adalah harmonik bola yang mematuhi syarat normalisasi
persamaan (8.25). Probabilitas menemukan elektron pada jarak di antara r
dan r + dr dari nukleus diberikan oleh
unr ,l (r) 2 2
Z
r dr |Yl,m (θ, φ)|2 dΩ = |un ,l (r)|2 dr.
r l r
1 2
hrinr ,l = 3nr + 6nr (l + 1) + (l + 1)(2l + 3) a0 (9.25)
2
yang menunjukkan secara eksplisit bagaiaman luas radial meningkat dengan
nr dan l.
Dengan menggunakan bentuk eksplisit untuk unr ,l dan Yl,ml (θ, φ) dap-
at dihitung rapat probabilitas |ψnr ,l,ml (r, θ, φ)|2 dan mengeksplorasi bentuk
radial dang anguler dari atom hidrogen dengan bilangan kuantum nr , l, ml .
Pertama, catat bahwa bentuk anguler tidak gayut pada sudut azimut φ kare-
na, seperti ditunjukkan oleh persamaan (8.26), harmonik bola Yl,ml (θ, φ)
memiliki ketergayutan φ eiml φ . Jadi, rapat probabilitas dari keadaan tidak
berubah jika ia dirotasikan terhadap sumbu z. Ini berarti bahwa ukuran
Bab 9 Atom Hidrogen 195
Gambar 9.5: Rapat probabilitas radial untuk keadaan 1s, 2s, 3s, 2p, 3p, dan
4p dari atom hidrogen. Catat bahwa satuan jarak adalah jari-jari Bohr a0
dan bahwa skala yang berbeda digunakan untuk keadaan dengan bilangan
node-node radial yang berbeda.
dan bentuk dari keadaan dapat di tentukan secara penuh dengan menun-
jukkan sebagian besar posisi elektron pada sebarang bidang vertikal yang
lewat melalui sumbu z, seperti didemonstrasikan dalam Gambar 9.6 dan
9.7.
Dalam Gambar 9.6 dan 9.7 ditunjukkan bahwa bentuk dan ukuran dari
keadaan 3p dan 3d dari atom hidrogen. Keadaan 3p dalam Gambar 9.6
memiliki satu node radial dan ketergayutan anguler yang diberikan oleh
|Yl,ml (θ, φ)|2 dengan ml = 1, 0, dan −1. Keadaan 3d dalam Gambar 9.7
memiliki node-node tak radial dan bentuk anguler dari keadaan dengan
l = 2.
Gambar 9.6: Ukuran dan bentuk keadaan 3p dari atom hidrogen dengan
komponen z momentum anguler orbital sama dengan m~. Keadaan ini
memiliki simetri rotasional terhadap sumbu z. Kerapatan titik-titik se-
banding dengan probabilitas menemukan elektron pada bidang vertikal yang
lewat melalui sumbu z. Gambaran ini dihasilkan dengan menseleksi titik
random pada bidang dan memutuskan untuk mengeplot atau tidak sesuai
dengan |ψnr ,l,ml (r, θ, φ)|2 di titik tersebut.
ĤI = −d • E. (9.26)
Gambar 9.7: Ukuran dan bentuk keadaan 3d dari atom hidrogen dengan
komponen z dari momentum anguler orbital sama dengan m~.
∆l = ±1. (9.28)
Transisi dipole lestrik di antara keadaan low-lying dari atom hidrogen di-
tunjukkan garis putus-putus dalam Gambar 9.8 dengan notasi spektroskopik
1s, 2s, 2p, danseterusnya digunakan untuk label tingkatan-tingkatan yang
sesuai dengan keadaan-keadaan dengan nilai-nilai yang berbeda bagi bilan-
gan kuantum utama n dan bilangan kuantum momentum anguler l; contoh
2s sesuai dengan n = 2 dan l = 0 dan 2p sesuai dengan n = 2 dan l = 1.
Transisi-transisi yang ditunjukkan dalam Gambar 9.8 dapat terinduk-
si atau secara spontan. Transisi-transisi yang terinduksi di antara keadaan
dengan energi Eni dan Enf terjadi secara kuat ketika atom berinteraksi den-
gan medan elektromagnet eksternal yang berosilasi dengan frekuensi anguler
ω yang memenuhi syarat resonansi
~ω = |Enf − Eni |;
198 9.4 Transisi Radiatif
energi elektromganet terserab ketika Enf > Eni dan ia dipancarkan ketika
Enf < Eni . Transisi spontan nampaknya tidak disebabkan oleh apapun,
tetapi mereka sebenarnya disebabkan oleh interaksi atom dengan medan
radiasi terkauntisasi yang biasanya hadir, walaupun ketika atom samasekali
terisolasi. Sebagi hasil dari interaksi ini, atom dengan energi Eni meluruh
ke atom dengan energi Enf dengan mengemisikan foton dengan energi =
Eni − Enf . Transisi ini memberikan kenaikan terhadap garis-garis spektral
dengan panjang gelombang λ diberikan oleh
!
hc 1 1
= ER − 2 . (9.29)
λ n2f ni
Seperti disebutkan dalam sub bab 1.3, gari-garis ini membentuk deretan
garis-garis dalam ultra violet yang disebut deret Lyman, dengan panjang
gelombang diberikan oleh
hc 1 1
= ER − dengan ni = 2, 3, 4, . . . ,
λ 12 n2i
Bab 9 Atom Hidrogen 199
deret garis tampak disebut deret Balmer, dengan panjang gelombang yang
diberikan oleh
hc 1 1
= ER − dengan ni = 3, 4, 5, . . . ,
λ 22 n2i
p2e p2 e2
E= + N −
2me 2mN 4π0 r
dengan pe dan pN adalah besar momentum elektron dan nukleus, dan r
jarak di antara elektron dan nukleus. Dalam kerangka pusat massa dapat
diset pe = pN = p dan menentukan ungkapan bagi energi berbentuk
p2 e2 me mN
E= − dengan µ = .
2µ 4π0 r me + mN
Ungkapan ini menunjukkan bahwa sistem elektron-nukleus klasik dalam
kerangka pusat massa bekerja seperti partikel tunggal bermassa µ. Mas-
sa ini disebut massa terreduksi bagi sistem elektron-nukleon.
Dengan cara serupa suatu sistem elektron-nukleu kuantum juga bekerja
seperti partikel tunggal dengan massa terreduksi µ. Ini berarti bahwa ger-
ak nukelus dalam atom hidrogen dapat dihitung dengan mengganti massa
elektron me dengan massa terreduksi µ. Khususnya, skala panjang dan en-
ergi diberikan oleh radius Bohr a0 persamaan (9.19) dan energi Rydberg ER
200 9.6 Efek Relativistik
4π0 ~2
me
a00 = = a0
e2 µ µ
dan
e2 µ
Er0 = 0 = ER
8π0 a0 me
ER0
µ ER
En0 = − 2
= . (9.30)
n me n 2
Efek massa terreduksi dalam atom hidrogen jelas kelihatan ketika garis-garis
spektral dari hidrogen biasa dibandingkan dengan garis-garis spektral dari
hidrogen berat. Untuk atom hidrogen biasa, nukleus adalah proton dengan
massa 1836 me dan massa terreduksi adalah (1836/1837) me , sebaliknya
untuk atom hidrogen berat nukleus adalah dutron dengan massa 3671 me
dan massa terreduksi (3671/3672) me . Sedikit perbedaan di antara dua
massa terreduksi memberikan peningkatan terhadapperbedaan observabel
dalam panjang gelombang dari garis-garis spektral yang diemisikan oleh
atom-atom ini. Contoh, garis Hα dari deret Balmer, yang muncul dari
transisi dari keadaan dengan n = 3 ke satu dengan n = 2, memiliki panjang
gelombang λ yang diberikan oleh
hc µ 1 1
= ER 2 − 2 .
λ me 2 3
Untuk hidrogen biasa ini memberikan λ = 656, 4686 nm dan untuk hidrogen
berat ia memberikan λ = 656, 2899 nm. Kenyataannya, Harold Urey men-
emukan idrogen berat pada 1934 dalam eksperimen yang mengungkapkan
bahwa setiap garis dalam deret Balmer disertai oleh garis redup terkait den-
gan sedikit campuran dari hidrogen berat yang sekarang menjadi hidrogen.
p0 = αme c (9.31)
Suku pertama adalah energi massa diam, kedua adalah energi kinetik tak
relativistik dan ketiga adalah mengarahkan koreksi relativistik pada ener-
gi kinetik. Karena momentum rata-rata dari elektron dalam atom hidro-
gen adalah berorde p0 = αme c, koreksi relativistik untuk energi kinetiknya
adalah berorde
p0 4
1 1
hErel i ≈ − me c2 = − α4 me c2 . (9.33)
8 me c 8
Koreksi dari besar yang serupa juga muncul dari interaksi momen mag-
net spin dari elektron dengan medan magnet yang disebabkan oleh gerak
relatif dari nukleus dan elektron. Interaksi ini disebut interaksi spin orbit.
e2
Emag = −µ • B = L • S.
4π0 m2e c2 r3
Estimasi ini memberikan orde yang benar bagi besar interaksi spin orbit.
Perhitungan yang lebih teliti, yang melibatkan perhitungan percepatan elek-
tron, memperkenalkan faktor setengah dan memberikan
e2
Emag = L • S. (9.35)
8π0 m2e c2 r3
1. Interaksi spin orbit benar-benar efek relativistik dan ini dapat dibuk-
tikan dengan menunjukkan bahwa ia mengarahkan pada koreksi yang
dapat dibandingkan dengan koreksi relativistik untuk energi kinetik
yang diberikan oleh persamaan (9.33)
1
hErel i ≈ − α4 me c2 .
8
Menggunakan konstanta struktur halus α yang didefinisikan dalam
persamaan (9.32), persamaan (9.35) dituliskan ulang untuk energi spin
Bab 9 Atom Hidrogen 203
orbit sebagai
~ L•S
Emag = α .
2m2e c r3
hEmag i ≈ α4 me c2 .
J • J = (L + S) • (L + S) = L2 + S 2 + 2L • S
J 2 − L2 − S 2
L•S= .
2
Seperti ilustrasi kauntitatif dari efek yang dikombinasikan dalam atom hidro-
gen dari koreksi relativistik untuk energi kinetik dan untuk interaksi spin
orbit relativistik, keadaan-keadaan kuantum ditinjau dengan bilangan kuan-
tum utama n = 2. Karena interaksi spin orbit, keadaan-keadaan ini akan
memiliki energi pasti jika mereka memiliki besar spin, orbital, dan momen-
tum anguler total pasti yang diberikan oleh
p p p
S = s(s + 1)~, L = l(l + 1)~, dan J = j(j + 1)~
j = l + s, l + s − 1, . . . , |l − s|.
ER α2
E2 = − = − me c2
22 8
dengan ER adalah energi Rydberg dan α adalah konstanta struktur halus.
Ketika koreksi relativistik dan spin orbit dihitung menggunakan teori yang
disebut teori gangguan (perturbation theori ), keadaan-keadan ini diketahui
memiliki energi yang gayut pada bilangan kuantum l, s, dan j. Energi-energi
ini diberikan oleh
5 4
E(2s1/2 ) = E2 − α me c2 ,
64
5
E(2p1/2 ) = E2 − α4 me c2 ,
64
1
E(2p3/2 ) = E2 − α4 me c2 .
64
Perhatikan bahwa, perbedaan energi dari keadaan 2p3/2 dan 2p1/2 dapat
diuji dengan mengamati perbedaan yang kecil dalam panjang gelombang
radiasi yang dipancarkan oleh transisi 2p3/2 → 1s1/2 dan 2p1/2 → 1s1/2 . Se-
lain itu, keadaan 2s1/2 dan 2p1/2 dipresiksikan memiliki energi yang sama,
tetapi bahwa degenerasi ini dihilangkan oleh efek kecil yang disebut perge-
seran Lamb yang muncul dari sifat-sifat medan kuantum dari medan elek-
tromagnet.
dengan q mengukur jarak tak berdimensi dan γ 2 mengukur energi ikat tak
berdimensi. JIka digunakan definisi untuk a0 dan ER persamaan (9.19) dan
(9.20), diperoleh bahwa fungsi eigen radial u(q), ketika diungkapkan sebagai
Bab 9 Atom Hidrogen 205
d2 u
2 l(l + 1)
+ − u = γ2u (9.37)
dq 2 q q2
d2 u
= γ 2 u.
dq 2
Penyelesaian umumnya adalah
d2 u l(l + 1)u
− = 0.
dq 2 q2
dengan fungsi f (q) bukan perilaku q kecil dan q besar yang tak berlaku
lagi yang diberikan oleh persamaan (9.40) dan (9.39). Jika ungkapan ini
disubstitusikan dalam persamaan (9.37) dan digunakan
du df
= [(l + 1)q l − γq l+1 ]e−γq f + q l+1 e−γq
dq dq
206 9.7 Masalah Nilai Eigen Coulomb
untuk memberikan
d2 u
= [l(l + 1)q l−1 − 2γ(l + 1)q l + γ 2 q l+1 ]e−γq f
dq 2
df d2 f
+ 2[(l + 1)q l − γq l+1 ]e−γq + q l+1 e−γq 2 ,
dq dq
d2 f df
q 2
+ 2[(l + 1) − γq] + 2[1 − γ(l + 1)]f = 0 (9.42)
dq dq
Penyelesaian yang dapat diterima dari persamaan (9.42) hanya ada un-
tuk nilai-nilai khusus dari parameter energi γ. Yang paling sederhana adalah
f (q) = konstan
Kaitan ini menunjukkan bahwa anr +1 adalah nol dan semua koefisien-koefisien
berikutnya juga nol, jika parameter energi γ mengambil bernilai khusus
1
γ= .
nr + l + 1
Jadi, ketika γ memiliki nilai ini, deret pangkat berhenti di anr q nr untuk
memberikan penyelesaian polinomial dari persamaan (9.42) yang akan di-
tunjukkan oleh pnr ,l (q).
yang dibentuk basis dari bahasan tentang sifat-sifat hidrogen atomik dalam
sub bab 9.2.
208 9.8 Soal-soal
9.8 Soal-soal
1. Tinjau suatu elektron dalam potensial Coulomb
e2
V (r) = −
4π0 r
dengan fungsi gelombang
ψ(r) = N e−r/a
e2 ~2
hV i = − dan hT i = . (9.45)
4π0 a 2me a2
(c) Tunjukkan bahwa nilai harap energi total elektron adalah min-
imum ketika a sama dengan radius Bohr a0 . Hitunglah nilai
minimum ini. Gunakan integral
Z ∞
k!
rk e−αr dr = k+1
0 α
Integral ini juga berguna untuk mengerjakan soal nomor 3,4 dan
10.
e2
V (r) = − .
4π0 r
(a) Tunjukkan bahwa pada
L2 4π0
r = rc =
m e2
L2
Ve (rc ) = − .
2mrc2
e2
E=−
8π0 a
dengan a adalah konstnta, ketika partikelnya √
memiliki orbit di-
mana
√ jaraknya dari pusat bergerak dari a − a2 − arc sampai
a + a2 − arc .
(b) Tunjukkan bahwa radius yang paling mungkin dari keadaan terse-
but adalah
2 (2l + 4)(2l + 3)(l + 1)2 a20
r =
4
dan bahwa ketakpastian dalam radius ∆r menjadi kecil diband-
ingkan dengan hri ketika l → ∞.
(e) Tunjukkan bahwa dalam limit l → ∞, radius yang paling
mungkin dan radius rerata keduanya sama dengan rc , jari-jari
tersebut diturunkan dalam soal nomor 2 untuk orbit sirkuler dari
partikel klasik dengan momentum anguler L.
210 9.8 Soal-soal
4. Fungsi eigen untuk keadaan dasar dari atom hidrogen memiliki bentuk
ψ1 (r) = N1 e−r/a0
tentukan konstanta N1 .
(b) Diberikan bahwa fungsi eigen dari keadaan tereksitasi berbentuk
ψ2 (r) = N2 (1 + λr)e−r/2a0 ,
diberikan oleh
√ 5/2
2 2 p0
ψ̃(p) = ,
π (p2 + p20 )2
dengan p0 = ~/a0 .
Tunjukkan bahwa besarnya √ kemungkinan terbesar bagi momentum
dari elektron adalah p0 / 3 dan bahwa nilai reratanya adalah 8p0 /3π.
TUnjukkan bahwa integral ini adalah nol untuk transisi 2s → 1s, tetapi
bahwa ia tidak nol untuk transisi 2p → 1s.
10. Tunjukkan bahwa nilai harap dari energi spin orbit yang diberikan oleh
persamaan (9.35) untuk keadaan 2p3/2 dan 2p1/2 dari atom hidrogen
adalah
1 4 2 4
hEmag i2p = α me c2 dan hEmag i2p =− α me c2 .
3/2 96 1/2 96
Petunjuk: gunakan fungsi-fungsi eigen yang diberikan dalam Tabel 9.1
untuk menentukan nilai harap dari 1/r3 dan perhatikan bahwa
2
(J − L2 − S 2 ) = j(j + 1) − l(l + 1) − s(s + 1)
12. Atom hidrogen muonik adalah keadaan terikat dari muon dengan mu-
atan −e dan proton dengan muatan +e.
13. Mungkin bagi elektron dalam atom hidrogen untuk sangat dekat den-
gan nukleus. Untuk menggali kemungkinan ini, ditinjau radius R yang
jauh lebih kecil dari a0 dan tunjukkan bahwa elektron dalam keadaan
1s memiliki probabilitas sekitar 4(R/a0 )3 yang diperoleh di antara
r = 0 dan r = R.
Diketahui bahwa nukelus adalah proton dengan radius sekitar 2×10−15
m, buatlah perkiraan kasar dari probabilitas 1s elektron di dalam pro-
ton. Buatlah perkiraan serupa untuk 1s muon dalam atom hidrogen
muonik, dan jeladkan mengapa tingkatan-tingkatan energi dari atom
hidrogen muonik merupakan lebih sensitif terhadap ukuran proton dari
pada tingkatan-tingkatan energi dari atom hidrogen biasa.
14. Dengan memodifikasi rumus untuk atom hidrogen yang diberikan dalam
bab ibi, tuliskan energi En dari elektron dengan bilangan kauntum
uatama n dalam potensial Coulomb yang dihasilkan muatan titik Ze,
Ze2
V (r) = − .
4π0 r
Dengan pemeriksaan dari Tabel 9.1, tuliskan fungsi-fungsi eigen radial
1s, 2s, dan 2p untuk elektron ini.
Berapakah energi ionisasi dari ion He+ satu elektron dan Li2+ ?
Bab 9 Atom Hidrogen 213
Partikel-partikel Identik
Dalam fisika klasik secara prinsip jejak partikel dapat ditunjukkan ketika
mereka bergerak dan tetap terrekam walaupun mereka identik. Ini tidak
mungkin dalam fisika kuantum. Partikel-partikel kuantum dengan posisi
dan momentum tak pasti tidak dapat diikuti, dan, jika mereka identik,
mereka sungguh-sungguh tidak dapat dibedakan. Ketakterbedaan dari par-
tikel identik merupakan prinsip mendasar dalam fisika kuantum yang mem-
berikan peningkatan terhadap gejala yang tidak memiliki analohi klasik.
Akan ditunjukkan bagimana prinsip ini mengarahkan pada konsep penting
dari pertukaran simetri (exchange symmetry) dan pada klasifikasi partikel
kuantum menjadi dua tipe yang disebut boson dan fermion.
Bab ini, seperti bab 7, akan membahas konsep-konsep yang merupakan
lebih abstrak dari pada pokok bahasan lain yanag ada di buku ini. Walaupun
konsep-konsep ini merupakan konsep utama, mereka tidak perlu dipelajari
secara detail untuk memahami atom-atom yang topiknya terkaver dalam
Bab 11.
215
216 10.2 Konsekuansi Fisis
Ketika syarat ini untuk fungsi gelombang yang cocok dipenuhi, |Ψ(a, b, t)|2 d3 ad3 b
merupakan probabilitas bahwa satu partikel atau yang lain ditemukan di a
dan yang lain ditemukan di b.
Syarat persamaan (10.2) mengimplikasikan bahwa fungsi Ψ(a, b, t) berbe-
da dari fungsi Ψ(b, a, t) oleh faktor fase, yaitu
Akan tetapi, faktor fase eiδ hanya dapat mengamil dua nilai yang mungkin.
Ini dapat ditunjukkan bahwa dengan mencatat bahwa pertukaran a dan b
dalam persamaan (10.3) memberikan
Persamaan ini menunjukkan bahwa eiδ eiδ harus sama dengan satu dan bah-
wa faktor fase eiδ memiliki dua nilai yang mungkin:
Jadi, sebarang fungsi gelombang untuk dua partikel identik harus meru-
pakan fungsi simetrik
Fungsi-fungsi ini dikaakan memiliki pertukaran simetri pasti, sifat yang men-
jamin bahwa partikel-partikel identik tidak dapat dibedakan.
gap bahwa partikel memiliki interaksi tak langsung satu dengan yang lain
sehingga operator Hamiltoniannya diberikan oleh
~2 ∂ 2 ~2 ∂ 2 1 1
Ĥ(xp , xq ) = − − + mω 2 x2p + mω 2 x2q . (10.7)
2m ∂xp2 2m ∂xq2 2 2
Dalam soal nomor 2 di akhir bab, ditunjukkan bahwa setiap partikel dap-
at menempati keadaan partikel tunggal yang direpresentasikan oleh fungsi-
fungsi eigen ψn dengan energi yang diberikan oleh En = (n + 21 ) dengan
n = 0, 1, 2, . . ..
Pertama ditinjau dua partikel dalam keadaan partikel tunggal yang sama.
Jika keadaan ini memiliki bilangan kuantum n, energi total dari dua partikel
tersebut adalah
E = En + En = (2n + 1)~ω
Sekarang ditinjau dua partikel dalam dua kedaan partikel tunggal yang
berbeda. Ketika partikel-partikel tersebut menempati keadaan dengan bi-
langan kuantum n dan n0 , energi mereka adalah
E = En + En0 = (n + n0 + 1)~ω.
Fungsi gelombang untuk dua partikel terbedakan dengan energi ini dapat
diberikan oleh
(D)
Ψ1 (xp , xq , t) = ψn (xp )ψn0 (xq )e−i(En +En0 )t/~ (10.9)
dan oleh
(D)
Ψ2 (xp , xq , t) = ψn (xq )ψn0 (xp )e−i(En +En0 )t/~ , (10.10)
218 10.2 Konsekuansi Fisis
dan untuk partikel identik dengan fungsi gelombang entangled secara anti-
simetrik persamaan (10.13) diperoleh
Ψ(A) (x0 , x0 , t) = 0.
dan
−1 2 2 2 2
Ψ(A) (x, X, t) = √ xe−x /4a e−X /a e−i(E0 +E1 )t/~ .
a2 π
2 x2 −x2 /2a2
P (A) (x)dx = √ e dx (10.15)
a 2π a2
untuk fungsi gelombang antisimetrik. Probabilitas yang sesuai untuk dua
partikel terbedakan dengan fungsi gelombang untangled seperti itu diberikan
oleh persmaan (10.9) atau (10.10) adalah
x2
1 2 2
(D)
P (x)dx = √ 1 + 2 e−x /2a dx (10.16)
a 2π a
Rapat probabilitas P (S) (x), P (A) (x), dan P (D) (x) diplotkan dalam Gam-
bar 10.1. Grafik di sebelah kiri menunjukkan bahwa partikel identik berkumpul
bersama jika mereka memiliki funhsi gelombang simetrik dan grafik di se-
belah kanan menunjukkan bahwa partikel identik menghindari satu den-
gan yang lain jika mereka memiliki fungsi gelombang antisimetrik. Peri-
laku serupa dapat didemonstrasikan oleh partikel-partikel terbedakan, tetapi
hanya ketika fisika khususnya menyiapkan mengarah pada formasi keadaan-
keadaan entangled simetrik atau antisimetrik.
Ditekankan bahwa kecenderungan ini untuk kebersamaan atau saling
menghindar bukan merupakan konsekuensi dari gaya tarikan atau tolakan
diantara partikel-partikal; bahkan dalam contoh ilustratif kita, partikel-
partikel tersebut dikuasai oleh Hamiltonian persamaan (10.7), dalam mana
terdapat interaksi tak langsung si antara partikel. Kecenderungan ini meru-
pakan hasil pertukaran simetri bahwa selalu terdapat untuk partikel-partikel
kuantum identik.Perhatikan juga dari Gambar 10.1, bahwa efek-efek per-
tukaran simetri menjadi kurang penting ketka separasi partikel-partikel meningkat.
Ini mencerminkan kenyataan bahwa jika partikel identik dapat menjaga
jaraknya mereka menjadi hampir terbedakan.
Gambar 10.1: Sparasi dari dua partikel identik dalam potensial osilator
harmonik satu dimensi. Telah diasumsikan bahwa partikel-partikel adalah
dalam keadaan partikel tunggal dengan bilangan kuantum n = 0 dan n0 = 1
dan bahwa parameter panjang osilator harmonik a sama dengan satu. Rapat
probabilitas P (S) (x) dan P (A) (x) untuk fungsi-fungsi gelombang simetrik
dan antisimetrik dilabeli (S) dan (A), dan mereka dibandingkan dnegan
rapat probabilitas yang dilabeli (D) untuk dua partikel terbedakan dengan
fungsi gelombang untangled diberikan oleh persamaan (10.9) dan (10.10).
oleh
+s
+(s − 1)
S=
p
s(s + 1)~ dan Sz = ms ~, dengan ms = ..
.
−(s − 1)
−s.
Dari sub bab 8.3 ingat kembali bahwa semua sifat-sifat momentump an-
guler orbital dari partikel p dengan momentum anguler orbital l(l + 1)~
dapat dideskripsikan dengan menggunakan 2l + 1 fungsi eigen Yl,ml (θp , ψp ).
222 10.3 Pertukaran Simetri dengan Spin
Secara serupa.
p semua sifat-sifat momentum anguler intrinsik partikel p den-
gan spin s(s + 1)~ dapat dideskripsikan menggunakan 2s+1 vektro-vektro
eigen χs,ms (p) dengan ms = −s, −s + 1, . . . , +s. Khususnya, dalam analo-
gi dengan persamaan (8.28), sebagian keadaan spin secara umum memiliki
bentuk
s
X
χ(p) = cms χs,ms (p)
ms =−s
Tetapi keadaan dua partikel antisimetrik untuk dua partikel identik tidak
dapat dikonstruk ketika kedua partikel menempati keadaan partikel tunggal
yang sama. Ini mengimplikasikan bahwa, ketika partikel-partikel identik
memiliki pertukaran simetri antisimetrik, dua atau lebih partikel tidak dapat
menempati keadaan partikel tunggal yang sama.
Ketika partikel-partikelnya diasosiasikan dengan dua keadaan partikel
tunggal yang berbeda, mungkin untuk mengkonstuk kedua keadaan dua par-
tikel simetrik dan antisimetrik. Contoh, diketahui keadaan simetrik berben-
tuk
1
Φ(S) (p, q) = √ [Φn,l,ml ,ms (p)Φn0 ,l0 ,m0 ,m0s (q)
l
2
+ Φn,l,ml ,ms (q)Φn0 ,l0 ,m0l ,m0s (p)] (10.18)
Bab 10 Partikel-partikel Identik 223
yang sesuai dengan S = 1 dan MS = +1, 0, −1, dan satu keadaan spin
antisimetrik
(A) 1
χ0,0 (p, q) = √ [χ+ (p)χ− (q) − χ+ (q)χ− (p)] (10.21)
2
yang sesuai dengan S = 0 dan MS = 0.
Keadaan spin dua partikel ini dapat digabungkan dengan fungsi-fungsi
gelombang dua partikel untuk menghasilkan keadaan kuantum dua partikel
dengan pertukaran simetri yang pastik. Contoh, keadaan-keadaan kuantum
sntisimetrik untuk dua elektron dapat dibangun dengan dua cara. Pertama,
224 10.4 Boson dan Fermion
Dipilih contoh ini karena, ketika menemukan dalam sub bab berikutnya,
keadaan kuantum elektron selalu antisimetrik. Ini berarti bahwa simetri
dari fungsi gelombang dari dua elektron ditentukan oleh nilai dari spin dari
elektron yang terkombinasikan yang sesuai dengan persamaan (10.22) dan
(10.23).
Akhirnya, dalam rangka untuk menjaga hal ini dan preceding sub bab
sesederhana mungkin, hanya dibahas keadaan kuantum untuk dua partikel
identik. Ketika beberapa partikel identik ditinjau, syarat serupa untuk
keadaan-keadaan kuantum yang dapat diterima muncul. Mereka adalah
keadaan kuantum dari sistem partikel-partikel identik harus simetrik atau
antisimetrik ketika sebarang dua partikel dipertukarkan.
1. Boson merupakan partikel dengan spin integer dan sistem dari bo-
son identik harus memiliki keadaan-keadaan kauntum yang merupakan
simetrik ketika dua partikel dipertukarkan.
yang jauh untuk sifat-sifat bahan diidentifikasikan pada awal mekanika kaun-
tum dan setelah ini ditunjukkan ia menjadi konsekuansi teoritik dari teori
medan kauntum relativistik. Teorema spin statistik berarti bahwa dalam
mekanika kuantum yang dipergunakan kita menghadapi dua cara yang tak
terbedakan, cara boson dan cara fermion.
Karena elektron-elektron memiliki spin setengah, mereka tak terbedakan
dalam cara fermion. Mereka tidak pernah memiliki keadaan simetrik seper-
ti persamaan (10.8) tetapi hanya keadaan antisimetrik seperti persamaan
(10.19). Keadaan antisimerik untuk elektron-elektron ini sangat relevan
untuk memahami dunia sekitar kita karena sifat-sifat atom dan zat pa-
dat ditentukan secara luas oleh mekanika kuantum dari elektron-elektron.
Tiga konsekuansi paling penting dari antisimetrik keadaan kuantum elek-
tron adalah sebagai berikut.
Pertama, keadaan partikel tunggal dapat ditempati paling banyak oleh
satu elektron, karena jika ia ditempati oleh lebih dari satu elektron, keadaan
kauntum elektron banyak akan menjasi simetrik dan bukan anti simetrik
ketika elektron-elektron dipertukarkan. Karakteristik elektron-elektron ini
disebut prinsip ekslusi Pauli. Prinsip Pauli memainakan kaidah yang men-
guasai dalam menentukan sifat-sifat fisis dan kimia dari atom dan mengan-
tarkan, seperti telah ditunjukkan dalam bab berikutnya, pada pemahaman
tentang tabel periodeik unsur-unsur. Ia juga memiliki kaidah yang sangat
penting dalam menentukan sifat-sifat listrik dan termal dari elektron dalam
zat padat.
Kedua, ketika bagian spin dari keadaan kauntum dua elektron meru-
pakan simetrik, bagian spasialnya, yaitu fungsi gelombangnya, merupakan
perlu antisimetrik seperti dalam persamaan (10.22). Ketika ini merupakan
kasusnya, elektron-elektron, seperti dua partikel-partikel identik dalam poten-
sial osilator harmonik yang dideskripsikan oleh grafik sebelah kanan dalam
Gambar 10.1, memiliki kecenderungan yang kuat untuk saling menghin-
dar satu dengan yang lain. Kecenderungan ini untuk penghindaran pada
akhirnya bertanggungjawab untuk ketegaran dari bahan biasa; zat padat
melawan pemampatan karena elektron-elektron identik menghindar satu
dengan yang lain mencegah atom dari berdekatan.
Ketiga, ketika keadaan spin dua elektron adalah antisimetrik, fungsi
gelombangnya perlu simetrik seperti dalam persamaan (10.23). Dalam ka-
sus ini, elektron, seperti dua partikel identik yang dideskripsikan oleh grafik
sebelah kiri pada Gambar 10.1, memiliki kecenderungan untuk berkumpul
bersama. Ketika ini terjadi di antara atom-atom yang berdekatan, ikatan
kovalen di antara atom-atom dapat dibuat dan molekul terbentuk.
Proton dan neutron, seperti elektron, juga fermion spin tengahan, dan
ketakterbedakan seperti fermion dari proton dan neutron memainkan kaidah
yang menguasai dalam model kulit dari nukleus. Dalam model ini proton
dan meutron menempati keadaan-keadaan partikel tunggal, tetapi keadaan
partikel tunggal dapat ditempati oleh paling banyak satu proton dan oleh
226 10.4 Boson dan Fermion
satu neutron. Secara serupa, model proton, neutron, dan hadron yang lain
secara teoritik dikuasai oleh gagasan bahwa quark dari rasa dan warna spesi-
fik juga bekerja seperti sistem dari fermion identik dengan keadaan-keadaan
kuantum antisimetrik.
10.5 Soal-soal
1. Dalam sub bab 10.1, dijelaskan mengapa fungsi gelombang dari dua
partikel identik memiliki pertukaran simetri pasti. Dalam soal ini
ditunjukkan bahwa pertukaran simetri ini tetap tak berubah ketika
fungsi gelombangnya berkembang.
Diketahui evolusi waktu fungsi gelombang bagi dua partikel dikuasai
oleh persamaan Schrödinger
∂Ψ(rp , rq , t)
i~ = Ĥ(rp , rq )Ψ(rp , rq , t),
∂t
~2 ∂ 2 ~2 ∂ 2
1 2 2 1 2 2
− − + mω xp + mω xq ψ = Eψ.
2m ∂x2p 2m ∂x2q 2 2
3~2 π 2 6~2 π 2
E= + .
2ma2 2ma2
Menggunakan fungsi-fungsi eigen
yang diberikan oleh persamaan (4.46) dalam sub bab 4.4, tuliskan
fungsi gelombang dua partikel yang dapat mendeskripsikan sistem keti-
ka partikel adalah
6. Molekul hidrogen berisi dua identik, nuklei spin setengah yang da-
pat bervibrasi dan berrotasi. Telah dibahas energi-energi vibrasion-
al dalam sub bab 6.4 dan energi-energi rotasional dalam soal 4 di
akhir bab 8. Nuklei dilabeli dengan p dan q, dan mendeskripsikan
sifat-sifat spinnya yang menggunakan keadaan spin χS,MS (p, q) den-
gan S = 1, MS = 1, 0, −1 dan S = 0, MS = 0. Ketika molekul adalah
dalam keadaan rotasional dengan bilangan kauntum momentum an-
guler orbital l dan ml , pemeisahan spasial dari nuklei r = rp − rq
dikuasai oleh fungsi gelombang berbentuk
Atom
Seperti yang dikatakan Richard Feynman, why do chemists count funny? Se-
bagai pengganti 1, 2, 3, 4, . . ., mereka mengatakan hidrogen, helium, litium,
berilium, . . .. Alasannya luar biasa. Suatu atom dengan Z elektron adalah
identik untuk semua atom-atom yang lain dengan Z elektron. Mereka memi-
liki ukuran yang sama, energi ionisasi yang sama dan kecenderungan untuk
memberi reaksi atau tidak memberi reaksi yang sama. Kesamaan atomik
dapat dilabeli dengan satu bilangan, bilangan atomik Z, dan terdapat hanya
100 atua tipe-tipe yang berbeda. Selain itu, kesamaan ini berpegas. Ketika
atom tereksitasi dengan bertemu dengan foton, elektron, atau atom lain, ia
akan selalu kembali ke keadaan aslinya.
Kesamaan yang berpengas dari atom dengan bilangan atomik Z tidak
dapat dipahami dalam bentuk fisika klasik. Hal tersebut merupakan sifat
keadaan kauntum dari Z elektron. Keistimewaan sifat-sifat dasar dari keadaan
kauntum ini dapat dipahami dengan mengkombinasikan, dengan cara pen-
dekatan, konsep-konsep yang digunakan untuk medeskripsikan atom hidro-
gen dengan implikasi yang muncul dari fakta bahwa elektron-elektron adalah
fermion-fermion takterbedakan. Bahkan kita harus ..kandungan dengan
representasi secar apendekatan untuk keadaan-keadaan kauntum dari atom
dengan bilangan atomik Z, keadaan-keadaan ini secara prinsip menyediakan
deskripsi lengkap yang unik untuk semua atom dengan bilangan atomik Z.
Suatu atom dengan bilangan atomik Z terdiri dari Z elektron yang berkumpul
bersama dalam medan energi potensial yang disebabkan tarikan Coulomb
dari inti dan tolakan Coulomb di anatara setiap pasangan elektron-elektron.
Dalam atom helium, sebagai contoh, dua elektron dalam medan energi
231
232 11.1 Keadaan-keadaan Kuantum Atomik
potensial
2e2 2e2 e2
V (rp , rq ) = − + + , (11.1)
4π0 rp 4π0 rq 4π0 |rp − rq |
~2
2 2
− (∇ + ∇q ) + V (rp , rq ) ψ(rp , rq ) = Eψ(rp , rq ). (11.2)
2me p
Penyelesaian secara numerik yang akurat dari persamaan ini dapat dipeor-
leh, tetapi untuk atom dengan banyak elektron, metode pendekatan yang
didasarkan pada pendekatan medan terpusat harus digunakan. Metode
ini, yang pertamakali dekembangkan oleh E. Fermi, D.R. Hartree dan L.H.
Thomas, menghasilkan deskripsi kualitatif dari keadaan kauntum atomik.
e2
VB (rp ) = − . (11.3)
4π0 rp
z(rp )e2
VA (rtextp ) = − dengan z(rp ) = (Z − 1)e−r/a + 1. (11.4)
4π0 rp
r2 2
− ∇ + V (r) ψ(r) = Eψ(r). (11.5)
2me
Persamaan ini identik dengan persamaan (9.5) yang merupakan titik permu-
laan untuk bahasan kita dalam bab 9 dari mekanika kuantum bagi partikel
dalam potensial sentral dan bagi atom hidrogen. Ini berarti bahwa fungsi-
fungsi eigen bagi keadaan-keadaan partikel tunggal ini dapat dilabeli den-
gan bilangan-bilnagan kauntum yang sama yang digunakan untuk melebaeli
fungsi-fungsi eigen dari atom hidrogen: bilangan kauntum uatama n, bilana-
gan kuantum anguler orbital l dan ml , dan bilangan kauntum spin elektron
ms . Tetapi berlawanan dengan persamaan (9.22) utnuk atom hidrogen,
tingkatan-tingkatan energi bergantung pada dua dari bilnagan kuantum, n
dan l. Energi dari tingkatan-tingkatan ini dapat dilabeli Enl tetapi akan
digunakan notasi spektroskopik 1s, 2s, 2p, dst. Kita juga akan mengikuti
konvensi fisika atomik berkenaan dengan keadaan partikel tunggal ini seba-
gai orbital-orbital.
Efek skrining pada energi-energi orbital dalam atom karbon diilustrasikan
dalam Gambar 11.2. Tingkatan-tingkatan energi 1s, 2s, dan 2p untuk
potensial unscreened Vc (r) ditunjukkan pada kolom kiri dan untuk poten-
234 11.1 Keadaan-keadaan Kuantum Atomik
sial sreened VA (r) ditunjukkan pada kolom kanan. Perhatikan bahwa untuk
potensial terskrining, energi potensialnya orbital meningkat ketika bilangan
kauntum utama n meningkat, dan bahwa, unutk nilai n yang diberikan,
energinya meningkat ketika bilangan kuantum momentum anguler orbital
l meningkat. Peningkatan terhadap l ini dapat dipahami dengan mengin-
gat subbab 9.1 bahwa potensial efektif dalam persamaan Schrödinger radial
memuat potensial sentrifugal, l(l+1)~2 /2me r2 . Karena potensial sentrifugal
menjadi lebih repulsif ketika l meningkat, suatu elektron dengan probabilitas
lebih tinggi yang diletakkan pada jarak yang besar dengan nukleus terskrin-
ing oleh elektron dalam. Efek total dari l yang lebih tinggi meruapakan
tarikan yang lebih lemah oleh nukleus dan energi yang lebih tinggi.
Fungsi-fungsi eigen untik orbital-orbiyal ini dapat digunakan untuk mem-
bangun keadaan-keadaan multi elektron secara pendekatan untuk atom se-
cara keseluruhan. Seperti telah dibahas dalam Bab 10, keadaan-keadaan
kauntum yang mendeskripsikan suatu sistem dari elektron-elektron yang
tak terbedakan harus antisimetrik kapanpun dua elektron dipertukarkan.
Ini hanya dapat dicapai jika elektron-elektron ditempatkan pada orbital-
orbital yang memenuhi prinsip ekslusi Pauli; yaitu tidak lebih satu elektron
dapat menempati suatu orbital dengan bilangan kuantum n, l, ml , ms yang
sama. Ini berarti bahwa paling banyak dua elektron dapat ditempatkan pa-
da orbital-orbital 1s, satu dengan bilangan kuantum n = 1, l = 0, ml = 0,
dan ms = + 12 dan satu dengan bilangan kuantum n = 1, l = 0, ml = 0,
dan ms = − 21 , Dengan cara yang sama, tidak lebih dari dua elektron dap-
at ditempatkan pada orbital-orbital 2s, tetapi sampai dengan enam elektron
dapat ditempatkan pada orbital 2p karena terdapat enam dari orbial-orbital
ini dnegan bilangan kauntum n = 2, l = 1, ml = +1, 0, 1; dan ms = ± 21 .
Ketika orbital 1s, 2s, 2p ditempati seluruhnya, elektron tambahan hanya
dapat ditempatkan pada orbital-orbital dengan bilangan kauntum utama n
lebiha besar dari 2. Orbital ini memiliki energi yang lebih tinggi dan juga
kapasitasnya terbatas.
Kita dapat mengilustrasikan bagaimana menggunakan kotak tafsiran ini
bagi keadaan-keadaan atomik dengan meninjau atom karbon yang memu-
at enam elektron yang dapat menempati tingkatan-tingkatan energi serupa
dengan yang ditunjukkan pada kolom kanan pada Gambar 11.2. Keadaan
dasarnya diperoleh dengan menempatkan enam elektron pada orbital-orbitalnya
dengan energi yang mungkin yang terrendah; suatu maksimum dari dua elek-
tron dapat memiliki energi E1s , suatu maksimum dari dua elektron berikut-
nya dapat memiliki energi E2s , dan energi inimum dari setiap dua elektron
tersisa adalah E2p . Penempatan ini memberikan konfigurasi elektron yang
ditunjukkan oleh (1s)2 (2s)2 (2p)2 dengan energi
Keadaan eksitasi pertama dari atom karbon diperoleh dengan hanya men-
Bab 11 Atom 235
empatkan satu elektron pada orbital 2s dan tiga elektron pada orbital 2p. Ini
memberikan peningkatan pada konfigurasin elektron (1s)2 (2s)(2p)3 dengan
energi
237
238 Bibliografi
Lampiran A
BAB 1
1. Tuliskan ulang persamaan-persamaan untuk kekekalan momentum dan
energi dalam bentuk
|pi − pf | = |pf − pi | i − f = Ef − Ei
dan buatlah kaitan antara energi dan momentum dari partikel. Ter-
akhir, buatlah kaitan antara energi foton dan panjang gelombangnya.
c(kT )4
I = σT 4 = f
(hc)3
e2
R=
4π0 me c2
adalah panjang fundamental dalam teori relativitas dari elektron. Tun-
jukkan bahwa panjang ini adalah α2 a0 dengan a0 adalah radius Bohr
239
240
12. Estimasikan energi termal dari molekul oksigen pada T = 273 K dan
tunjukkan bahwa panjang gelombang de Broglie jauh lebih kecil dari
jarak tipikal di antara molekul-molekul dalam udara.
BAB 2
1. Kecepatan fase dan grup diberikan oleh
ω dω
vfase = dan vgrup = .
k dk
Buktikan bahwa vgrup = 32 vfase .
Bab A Petunjuk Soal-Soal Pilihan 241
2. Gunakan
sin k 0 (x − ct)
Z
cos k 0 (x − ct) dk 0 =
(x − ct)
dan
A+B A−B
sin A − sin B = 2 cos sin
2 2
∂ cos(kx − ωt)
= ω sin(kx − ωt)
∂t
dan
∂ 2 cos(kx − ωt)
= −k 2 cos(kx − ωt).
∂x2
4. Ungkapan
6. (a) Gunakan
dω
vgrup = .
dk
BAB 3
1. Gunakan
∞
−a
X an
e = e−a e+a = 1.
n!
n=0
242
dρ x
= − 2ρ
dx σ
dan hitung x2 dengan menggunakan
Z +∞ Z +∞
2 2 dρ
x ρ(x) dx = −σ x dx
−∞ −∞ dx
(c) Gunakan
q q
∆x = hx2 i − hx2 i2 dan ∆p = hp2 i − hp2 i2 .
a 2a2
x2 =
hxi = dan .
2 7
Tunjukkan bahwa
2 10~2
hpi = 0 dan p = 2 .
a
hxi = dan
α α
2 ~2 α 2
hpi = 0 dan p = .
4
BAB 4
3. (a) Anggap lebah sumur a adalah sama dengan radius Bohr a0 dan
perhatikan bahwa energi Rydberg diberikan oleh
~2
ER = = 13, 6 eV.
2me a20
e+ikn x − e−ikn x
sin kn x = .
2i
dengan ψn (x) adalah fungsi eigen dari partikel dengan energi En dalam
sumur persegi tak berhingga dengan lebar a. Seperti dalam soal 7
2 a
Z
cn = sin kn x Ψ(x, 0) dx.
a 0
Tentukan |c1 |2 .
BAB 5
1. (a) Persamaan nilai eigen diberikan oleh persamaan (5.8) ketika |x| <
a dan oleh persamaan (5.11) ketika |x| > a.
(b) dan (c) Modifikasilah matematiknya yang mengantarkan sam-
pai persamaan (5.15) dan penyelesaian secara grafik ditunjukkan
dalan Gambar 5.2.
~2 d2 ψ
− + V (x)ψ = Eψ
2m dx2
Bab A Petunjuk Soal-Soal Pilihan 245
BAB 6
3. Tunjukkan bahwa jika energipparikel klasik dengan amplitudo A sama
dengan 12 ~ω maka A = a = ~/mω.
Tunjukkan bahwa probabilitas untuk menemukan partikel kuantum
dalam daerah |x| > A adalah
Z ∞
2 2 2
√ e−x /a dx.
a π a
BAB 7
1. Tunjukkanlah bahwa
~2 ∂ dV
[x̂, p̂] = i~, [x̂, Ĥ] = dan [p̂, Ĥ] = −i~ .
m ∂x dx
Sehingga
hAi∗ = hAi .
8. (a) Gunakan
ˆ
r̂ = r dan p̂ = −i∇.
untuk memperoleh
Z
∗
ψE [r̂ • p̂, Ĥ]ψE d3 r = 0.
BAB 8
2. (a) Momentum anguler klasik,pmvr = 9, 1 × 10−33 J s, adalah secar
pendekatan sama dengan l(l + 1)~ jika l = 86.
3. (a) Energi pemisah muncul dari interaksi dari momen magnetik elek-
tron dengan medan magnet. Sesuai dengan persamaan (8.16),
pemisahnya adalah 2 × µB B = 5, 8 × 10−5 eV.
248
6. Gunakan
e+i2φ − e−i2φ e+iφ + e−iφ
sin 2φ = dan cos φ =
2i 2
dan tunjukkan bahwa
BAB 9
1. (a) Fungsi gelombang simetrik bola mengimplikasikan momentum
anguler orbital nol.
Bab A Petunjuk Soal-Soal Pilihan 249
dan
∞
−~2 d2
Z
−αr −αr
hT i = Ne rN e 4πr2 dr.
0 2me r dr2
(c) Tentukan minimum dari hEi = hT i+hV i dengan mengeset d hEi /da =
0.
dVe L2 e2
= − = 0.
dr mr3 4π0 r2
jika λ = −1/2a0 .
BAB 10
1. Pertukaran simetri adalah konstanta gerak jika operator Hamiltonian
adalah tak berubah ketika partikel-partikel dipertukarkan.
BAB 11
1. (a) Jari-jari muatan rerata diberikan oleh
R∞
rρ(r)4πr2 dr
R0 ∞ .
2
0 ρ(r)4πr dr
Bab A Petunjuk Soal-Soal Pilihan 251
~2 e2 (Z − 1)(Z − 2) e2
E = (Z − 1) − Z(Z − 1) + .
2me R2 4π0 R 2 4π0 Ree