Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

HERPES SIMPLEK

Disusun Oleh :
Disusun Oleh :

AKADEMI KEPERAWATAN HANG TUAH JAKARTA


Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
Jl. Bendungan Hilir No.17 Jakarta Pusat, Telp. (021) 5743272
Tahun Ajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Herpes Simplek”.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami dibantu, dibimbing, dan didukung
oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak
yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya makalah ini, terutama kepada:
1. Direktur Akper Hang Tuah Jakarta; Rita Wismajuani, SKM, S.Kep., M.AP
2. Wadir I Akper Hang Tuah Jakarta; Ns. Amir Wibianto, S.Kep., MKM..
3. Wadir II Akper Hang Tuah Jakarta; Soeroso, AMKG
4. Wadir III Akper Hang Tuah Jakarta; Ns. Sugeng Haryono, M.Kep.
5. Koordinator Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah 2; Ns. Handayani Sitorus,
S.Kep., M.Kep.
6. Wali kelas tingkat II, Tri purnamawati, M. Kep., Ns. Sp. Kep. An.
7. Orang Tua yang telah membantu dan mendukung baik secara moral maupun
materiil.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa/i.

Jakarta, Agustus 2018

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok
di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko,
2010). Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang
disebabkan oleh Varicella Zoster Virus dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai
oleh adanya vesikelvesikel. (Rampengan, 2008). Sedangkan Herpes Zoster adalah
radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus varisela-zoster
dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer
oleh virus (Marwali, 2000). Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan
menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar,
2005). Sekitar 50 juta penduduk di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada
usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi
sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006). Infeksi primer varicella memiliki
tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus dengan case fatality rate pada anak
berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian per 100.000 kasus). Menurut Mehta
2006, insiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10%
pada usia lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah
2 per 100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised
lebih besar. Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung
periode infeksi pada ibu Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan
dapat muncul sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada
perbedaan dalam morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa
dan Amerika Utara, diperkirakan ada sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada
segala usia dan kejadian meningkat tajam pada usia lebih dari 60 tahun yaitu
sekitar 7-11 per 1000 orang per tahun (Gnann dan Whitley, 2002 dalam Finn,
Adam 2005.). Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana
lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di

1
2

bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012 dalam Katsambas, Andreas. 2015).
Gejala yang ditimbulkan dari herpes simpleks berupa perasaan gatal, rasa terbakar,
eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar, 2005).sedangkan pada Varicella,
virus Varicela zoster dapat menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada
kontak dengan virus varicella zoster akan terjadi varisela; kemudian setelah
penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten
(tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian virusvaricella zoster diaktivasi oleh
trauma sehingga menyebabkan herpes zoster (Richar E, 2012). Pada pasien dengan
herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk membatasi berkembangnya
penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan lesi di dermatom primer, mencegah
penyakit di tempat lain, dan mencegah NPH (Prabhu, 2009). Hingga kini belum
ada imunisasi untuk mencegah infeksi herpes simpleks. Imunisasi yang ada saat
ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau cacar air yang nantinya
dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi tertular penyakit herpes dengan
menghindari kontak kulit ke kulit dengan orang yang sedang mengalami infeksi
primer herpes, dan tetap menjaga imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir
pada dasarnya bertujuan untuk memperpendek masa serangan terjadi dan
mencegah kekambuhan. Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya
akan menyebabkan penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang
(Arnold et al., 1990). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek,
Varicella dan Herpes Zoster ini perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan
keperawatan sistem integumen secara komprehensif.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i mampu memahami tentang herpes simplek.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasisiwa/i mampu mengerti dan memahami pengertian herpes
simplek.
b. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami etiologi herpes simpek.
3

c. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami patofisiologi herpes


simplek.
d. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami patoflow herpes
simplek.
e. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami jenis-jenis herpes
simplek.
f. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami manifestasi klinis
herpes simplek.
g. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami pemeriksaan
penunjang herpes simplek.
h. Agar mahaiswa/i mampu mengerti dan memahami penatalaksanaan medis
herpes simplek.
i. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami komplikasi herpes
simplek.
j. Agar mahasiswa/i mampu mengerti dan memahami asuhan keperawatan
pada pasien herpes simplek.

C. Metode Penulisan
1. Studi Kepustakaan
Dalam metode ini menggunakan buku-buku yang sesuai dengan topik bahasan.
2. Penelusuran Melalui Internet
Bahan penulisan berupa jurnal dan artikel yang diperoleh melalui internet.

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari makalah ini adalah Bab I Pendahuluan yang
terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Teori terdiri atas pengertian, etiologi, patofisiologi,
patoflow, jenis herpes simpleks, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis, komplikasi, dan asuhan keperawatan pada pasien herpes
simplek. Bab III Penutup terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(Virus Herpes Hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel
yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
(Adhi Djuanda, 2011)
Herpes simpleks adalah sekelompok virus yang menulari manusia yang
menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama biasanya
adalah gatal-gatal dan kesemutan atau perasaan geli diikuti dengan lepuh yang
membuka dan menjadi sangat sakit.
Herpes simpleks adalah suatu infeksi virus herpes yang ditandai lesi kulit lokal
yang bertendensi kambuh kembali atau sebutan lainnya Human Herpes Virus.
(Faisal, 2008)

B. Etiologi
Herpes simpleks virus (HSV) tipe 1 dan tipe 2 merupakan virus DNA. Pembagian
tipe 1 dan tipe 2 berdasarkan kerakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenik markes dan lokasi klinis tempat predileksi. HVS tipe 1 sering
dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe 2 dihubungkan dengan
infeksi genital. Semakin sering infeksi HSV tipe 1 di daerah genital dan infeksi
HSV tipe 2 di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan
cara oral-genital.
Secara serologic, biologik, dan sifat fisikokimia HSV-1 dan HSV-2 sukar
dibedakan. Dari penelitian seroepidemiologik didapat bahwa antibody HVS-1
sudah terdapat pada anak-anak sekitar umur lima tahun, meningkat 70% pada usia
remaja dan 97% pada orang tua. Penelitian seroepidemiologik terdapat antibodi
HSV-2 sulit untuk dinilai berhubung adanya reaksi silang antara respons imun
humoral HSV-1 dan HSV-2. Dari data yang dikumpulkan WHO dapat diambil
kesimpulan bahwa antibodi terhadap HSV-2 rata-rata baru terbentuk setelah

4
melakukan aktivitas seksual. Pada kelompok remaja didapatkan kurang dai
30%, pada kelompok wanita di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, dan pada
pekerja seks wanita (PSW) ternyata antibodi HSV-2 sepuluh kali lebih tinggi
dari pada orang normal.

C. Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau
setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang
lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil
kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemampuan untuk menginvasi
beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Pada infeksi aktif
primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak,
menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk
menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar
melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfa
denopati
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi
tidakd apat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul
fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiks dorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia

D. Patoflow

E. Jenis Herpes Simpleks


Herpes simpleks (genetalia) terbagi menjadi dua, yaitu HSV-1 dan HSV-2,
tergantung letak dimana herpes itu timbul. Infeksi HSV-1 terjadi didaerah mulut
dan bibir sedangkan HSV-2 timbul didaerah genetalia.
1. Herpes pada alat kelamin (herpes genetalia)

5
Pada perempuan herpes mengenai daerah vulva, vagina, dan cervix. Dengan
tanda dan gejala, yaitu:
a. Kelainan kulit disertai demam
b. Nyeri waktu buang air kecil
c. Keputihan
d. Pembesaran kelenjar limpe lipat paha
e. Nyeri pada alat kelamin
f. Lesi kulit bisa meluas ke perineum, bagian bawah perut dan pangkal
paha.
Pernah dilaporkan herpes yang berat berupa radang rectum pada penderita
homoseksual lelaki. Karena permainan seks sudah berbagai variasi, maka
penyakit herpes bisa kemulut dan anus.
2. Herpes NonGenetalia
a. Herpes mulut (oral herpes)
Keluhan dan lesi seperti herpes pada cervix (leher rahim)
b. Herpes bibir
Meskipun bibir merupakan jalur utama masuk virus herpes, tetapi
seringnya lesi bentuk lepuh (uside) yang sangat peka nyeri seperti
terbakar. Lesi timbul untuk 3-10 hari. Daerah lesi kulit biasanya selaput
lendir (mukosa) bibir bawah dan kulit bibir atas. Para ahli
mengungkapkan herpes bibir dengan kejadian kanker bibir dan biasanya
virus penyebabnya adalah virus herpes tipe-1 (HSV-1).

F. Manifestasi Klinis
Menurut Faisal (2008) tanda dan gejala herpes simpleks adalah :
1. Kelainan dasar, timbul bercak kulit mengelompok kecil-kecil melepuh
dengan dasar kulit kemerahan (eritematous) yang nyeri.
2. Lesi herpes timbul pada bibir, sekirar mulut, kulit wajah, daerah kelamin,
kulit pinggul, dan daera sekitar mata.
3. Lesi kulit daerah kelamin sering menjadi masalah pada penyakit kelamin
4. Lesi pada kornea mata merupakan jenis penyakit herpes yang berat

6
5. Kejadian infeksi virus herpes dirangsang oleh beberpa faktor seperti
demam, terik matahari, trauma, ovulasi, kecapaian habis bersenggama,
gangguan saluran cerna.

G. Pemeriksaan Penunjang
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat
dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes
tzanck dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear(Handoko,2010)
Tes tzanck dapat diselesaikan kurang lebih 30 menit. Caranya dengan membuka
vesikel dan korek dengan lembut dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas
obyek kemudian biarkan mengering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan. Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue,wright,giemsa)
selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi
dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang
multiklear dan berukuran besar berwarna biru.(frankel,2006)
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (sterry,2006).
Tes serologi mengguknakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa
yang berpotensi menularkan.(Mcphee,2007)

H. Penatalaksaan Medis
1. Hilangkan faktor perangsang timbulnya infeksi (triger factor) Misalnya,
menghindari dingin dan terik matahari, mengurangi makan makanan yang
mungkin mempengaruhi kejadian infeksi herpes seperti coklat, makanan
dari laut (seafood). Bila kelainan herpes kulit berulang pada bibir dan mulut,
periksa kebersihan mulut dan nasehati hindari sikat gigi yang menimbulkan
iritasi, dan membetulkan gigi yang berpinggir tajam dan tidak rata.
2. Pada fase akut penyakit, lesi kulit bisa dikompres dengan cairan burrow
3. Menggunakan cream steroid
4. Banyak dokter ahli kulit memberikan cortikosteroid sistemik.

7
I. Komplikasi
1. Superinfeksi bakteri dan jamur
2. Balanitis: terjadinya akibat infeksi bakteri pada ulkus herpetic
3. Kandidas vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genetalis
primer, terutama pada pasien Diabetes Mellitus. Herpes ulseratif dengan lesi
keputihan pada mukosa sulit dibedakan dari infeksi jamur
4. Infeksi mata, sering terjadi pada anak, disebabkan oleh HSV-1, kecuali pada
anak neonates (bisa disebabkan oleh HSV-2) Bermanifestasi sebagai
konjungtivitis folikuler unilateral atau keratokonjungtivitis herpatik akut
dengan ulkus kornea dendritic.
5. Infeksi kulit, yang dapat berupa:
a. Eksim Herpatikum: terjadi pada individu dengan dermatitis
sebelumnya, dapat terlokalisir (sehingga sulit dibedakan dengan herpes
zoster) atau tersebar luas. Bentuk ini juga dapat terjadi pada pasien
dengan kerusakan kulit luas, seperti luka bakar, sindrom pemphigus,
atau sezary.
b. Herpatic whitlow: infeksi HSV pada jari, terjadi pada atau dekat
kutikula atau area lain akibat trauma. Bila daerah kuku juga terkena,
maka akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri pathogen yang
memerlukan insisi atau drainase. Herpatic whitlow dikaitkan dengan
HSV-1 pada pekerja ditempat perawatan kesehatan dan anak- anak
akibat saliva dan dengan HSV-2 akibat paparan genito-digital.
c. Herpes gladiotorum: lesi kulit HSV-1 yang tersebar telah ditemukan
pada pegulat yang tertular akibat paparan saliva terinveksi selama
pertandingan.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Perawatan Sekarang
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan adanya rasa tidak nyaman
dan adanya lepuhan yang dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk

8
sebuah gelembung cair pada daerah bibir. Sebelumnya Klien mengalami
gatal-gatal selama 2 hari. Klien mengeluh nyeri.
b. Riwayat keperawatan yang lalu
Keluarga tidak ada yang pernah menderita sakit yang dialami pasien saat
ini.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada yang pernah menderita sakit yang dialami pasien saat
ini dan keluarga serta pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung,
DM maupun hipertensi.
d. Pola manajemen kesehatan
Klien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa
tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.
e. Pola nutrisi
Sebelum sakit klien makan dengan porsi sedang 3 x sehari ditambah
makanan ringan serta minum 4 gelas/ hari. Namun saat sakit nafsu
makan klien berkurang, tetapi tidak sampai kehilangan nafsu makan. Di
rumah sakit klien masih dapat menghabiskan porsi makannya.
f. Pola eliminasi
Untuk BAB dan BAK tidak mengalami gangguan selama sakitnya yaitu
1x BAB dan 4x BAK.
g. Pola persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera
klien masih berfungsi dalam batas normal.
h. Pola aktivitas
Klien beraktivitas seperti biasa yaitu pergi ke kantor untuk bekerja, dan
melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan rutinitasnya.
i. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu
6- 8 jam/ hari. Ketika sakit klien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur
karena merasakan nyeri.
j. Pola persepsi diri dan konsep diri

9
Klien tahu kondisinya penyakitnya saat ini dan akan berusaha menerima
segala kondisinya saat ini. Klien tidak merasa malu dan rendah diri
dengan kondisinya saat ini.
k. Pola peran dan hubungan
Klien tidak mengalami masalah dalam hubungan sosialnya.
l. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien berjenis kelamin , sudah menikah
m. Pola koping dan toleransi stress
Klien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi
harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa.
n. Pola nilai dan kepercayaan/ agama
Klien masih menjalankan ibadah rutin.
o. Pemeriksaan Fisik

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d. kerusakan integritas kulit dan inflamasi jaringan.
b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, skunder akibat penyakit
herpes simpleks.
c. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung,
tidak langsung).

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses inflamasi.
Tujuan dan Kriteria hasil :
 Klien mengungkapkan nyeri berkurang
 Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode
untuk mengontrol nyeri secara benar
Rencana keperawatan :
 Pantau bintik- bintik kemerahan pada pasien
R:/Dengan memantau bintik – bintik kemerahan pada pasien, maka
perawat dapat mengetahui tingkat perkembangan kesembuhan pasien.

10
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R:/Dengan menciptakan lingkungam yang tenang dan nyaman, maka
pasien akan dapat beristirahat dengan tenang.
 Kolaborasi pemberian analgetik ( asam mefenamat)
R:/Dengan melakukan kolaborasi dengan pemberian analgetik ( asam
mefenamat) akan dapat mengurangi tingkat nyeri pasien.
 Kolaborasi pemberian asiklovir
R:/Dengan melakukan kolaboraaasi dengan pemberian asiklovir, maka
akan dapat menyembuhkan penyakit pasien

b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat


penyakitherpes simpleks.
Tujuan dan Kriteria hasil :
 Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya
 Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri.
 Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru
Rencana keperawatan:
 Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.
R:/Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan terlantarka,
menunjukkan rasa menghargai dan menerima ,membantu meningkatkan
rasa percya diri.
 Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara ia
merasakan , berpikir, atau memandang dirinya.
R:/Dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk
menerima realita
 Hindari mengkritik
R:/Membantu pasien untuk merasa diterimah pada kondisi yang
sekarang
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas

11
R:/Membantu pasien dan keluarga untuk merasa menerima dengan
keadaaan sekarang tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan
perasaaan harga diri dan kontrol
 Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
R:/Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi
pasien untuk memecahkan masalah

c. Resiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak


langsung,tidak langsung , kontak droplet).
Tujuan dan Kriteria hasil :
 Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi
menularkaninfeksi.
 Klien dapat menjelaskan cara penularan penyakit.
Rencana keperawatan:
 Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan,
dan akibat yang ditimbulkan.
R:/Memberikan pengetahuan dasar di man pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
 Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual
selamasakit dan jika perlu menggunakan kondom.
R:/Mengurangi penularan penyakit ; meningkatkan kesehatan pada
masa berkurangnya kemampuan sistem imun.
 Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual
dengansatu orang (satu sama lain setia) dan pasangan yang tidak
terinfeksi(hubungan seks yang sehat)
R:/Mengurangi kesalahan konsepsi dan meningkatkan keamanan bagi
pasien / orang lain.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (Virus Herpes Hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer
maupun rekurens. (Adhi Djuanda, 2011). Herpes simpleks virus (HSV) tipe 1
dan tipe 2 merupakan virus DNA. HVS tipe 1 sering dihubungkan dengan
infeksi oral sedangkan HSV tipe 2 dihubungkan dengan infeksi genital.
Semakin sering infeksi HSV tipe 1 di daerah genital dan infeksi HSV tipe 2 di
daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-
genital. Tanda & gejala yang akan timbul pada klien dengan herpes simpleks
antara lain kelainan dasar, timbul bercak kulit mengelompok kecil-kecil
melepuh dengan dasar kulit kemerahan (eritematous) yang nyeri, lesi herpes
timbul pada bibir, sekirar mulut, kulit wajah, daerah kelamin, kulit pinggul, dan
daerah sekitar mata, lesi kulit daerah kelamin sering menjadi masalah pada
penyakit kelamin (Faisal, 2008).
Herpes simpleks (genetalia) terbagi menjadi dua, yaitu HSV-1 dan HSV-2,
tergantung letak dimana herpes itu timbul. Infeksi HSV-1 terjadi didaerah mulut
dan bibir sedangkan HSV-2 timbul didaerah genetalia.
Saat timbul tanda & gejala tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk memastikan penyakit ini. Pemeriksaannya bisa berupa bila pada keadaan
tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes tzanck dengan
pewarnaan giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi
intranuklear. Test tersebut membutuhkan waktu 30 menit.
Bila tidak segera diobati, memungkinkan akan muncul komplikasi seperti
superinfeksi bakteri dan jamur, balanitis: terjadinya akibat infeksi bakteri pada
ulkus herpetic, infeksi mata (sering terjadi pada anak) yang disebabkan oleh

13
HSV-1. Sehingga akan muncul masalah keperawatan seperti nyeri, gangguan
citra tubuh dan resiko penularan infeksi.

B. Saran
1. Institusi dapat membantu dalam mendukung dan mengembangkan
pengetahuan tentang herpes simpleks dengan cara memperbanyak
referensi buku yang ada dan mengadakan seminar untuk menambah
wawasan.
2. Mahasiswa/i
Kami berharap mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami penyakit herpes
simpleks. Serta, mahasiswa/i menjadi lebih tertarik untuk mempelajari
penyakit lain karena perawat sebagai ilmu dan profesi harus didukung oleh
teori-teori yang kuat agar pelayanan yang diberikan semakin profesional

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Eppy. (2017). Infeksi Virus Simpleks Dan Komplikasinya. Jakarta: Continuing Medical
Education.
Yatim, F. (2007). Macam-macam Penyakit Menular. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
https://dwinoviakrismawanti.wordpress.com/2014/03/29/herpes-simplex/ (Diakses pada
hari Minggu, 19 Agustus 2018)
https://www.alodokter.com/herpes-genital (Diakses pada hari Jumat, 18 agustus 2018)
http://www.immunize.org/viz/in_var.pdf (Diakses pada hari Jumat, 18 Agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai