BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan
kualitas hidup. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan
luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit
lainnya, sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah,
tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Salah satu
kesehatan mulut adalah kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi hal yang penting,
khususnya bagi perkembangan anak. Seiring dengan pertumbuhan balita maka
kebutuhan gizi akan semakin bertambah diantaranya adalah pemberian vitamin,
susu formula dan makanan pendamping ASI. Susu formula yang diberikan dengan
menggunakan botol/ Dot sering menjadi penyebab munculnya caries gigi atau gigi
berlubang, caries gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut
yang sering kita jumpai di masyarakat saat ini, penyakit ini dapat terjadi pada
semua usia, baik balita, anak- anak, remaja, maupun orang dewasa (Arisman, 2010)
Karies gigi adalah salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk karena
ada sisa makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan
pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah.
(Sinaga, 2013)
Menurut data survei World Health Organization tercatat bahwa di seluruh
dunia 60–90% anak mengalami karies gigi. Prevelensi tertinggi karies gigi pada
anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa, indeks agak rendah dari Mediterania
Timur dan wilayah barat pasifik, sementara prevalensi terendah adalah Asia
tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral health, indeks karies gigi global di
antara anak usia 12 tahun dan rata-rata 1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang
mengalami kerusakan gigi lebih dari satu gigi (WHO, 2003). Di Indonesia, hasil
2
Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, antara lain: prevalensi penduduk yang
mempunyai masalah gigimulut adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan
seluruh gigi aslinya adalah 1,6%, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan
penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan
dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010).
Penderita karies gigi di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan
penderita terbesar adalah golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Semakin meningkatnya angka karies gigi saat ini dipengaruhi oleh salah
satunya adalah faktor perilaku masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak
menyadari pentingnya merawat kesehatan mulut dan gigi. Ketidaktahuan
masyarakat tersebut yang mengakibatkan penurunan produktivitas karena
pengaruh sakit yang dirasakan. Hal ini karena menurunnya jaringan pendukung
gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi sumber infeksi yang dapat mengakibatkan
beberapa penyakit sistemik. (Nurhidayat dkk., 2012). Dampak yang ditimbulkan
akibat karies gigi secara ekonomi adalah semakin lemahnya produktivitas
masyarakat. Jika yang mengalami anak-anak maka akan menghambat
perkembangan anak sehingga akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, yang
secara jangka panjang akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat (Asse,
2010).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Playgroup
Islam Terpadu Ukhuwah Banjarmasin (Kalimantan selatan). Dengan responden
sejumlah 80 0rang anak dimana 40 anak merupakan anak yang menkonsumsi susu
dengan botol dan 40 anak mengkonsumsi susu tanpa menggunakan botol. Peneliti
menemukan bahwa indeks karies anak yang mengkonsumsi susu botol lebih tinggi
dibanding tanpa botol. Penelitian menunjukkan bahwa indeks karies pada anak
yang mengkonsumsi susu botol sebesar 5,3 termasuk kategori tinggi, sedangkan
indeks karies mengkonsumsi susu tanpa botol sebesar 3,4 termasuk dalam kategori
sedang.
3
Usaha pencegahan karies pada anak harus dilakukan sedini mungkin yaitu
ketika gigi susu mulai tumbuh. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan
menghilangkan plak secara periodik, mengurangi paparan asam pada gigi,
mengatur pola makan (mengurangi konsumsi makanan yang banyakmengandung
gula), menyikat gigi dengan teratur (setelah makan dan sebelum tidur), merubah
kebiasaan minum susu dari botol ke minum susu dari gelas,(Sutrisno & Umi, 2013).
B. Rumusan Masalah
Hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian susu formula terhadap angka
karies pada anak TK di Samarinda.
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian
susu formula terhadap angka karies pada anak TK di Samarinda.
D. Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara penggunaan botol dot dalam pemberian susu formula
terhadap angka karies pada anak TK di Samarinda.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan botol dot dalam pemberian susu
formula dengan angka karies pada anak TK di Samarinda
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pengunaan botol dot dalam pemberian susu
formula pada anak TK di Samarinda.
b. Mengetahui gambaran kejadian karies gigi pada anak TK di Samarinda.
4
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan atau informasi kepada
masyarakat terutama ibu tentang hubungan antara pola pemberian susu
formula dengan kesehatan gigi pada balita, agar dapat mengoptimalkan
kesehatan gigi balita
2. Bagi Profesi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang
keperawatan khususnya keperawatan anak dan keperawatan komunitas tentang
hubungan antara pola pemberian susu formula dengan kesehatan gigi pada
balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses belajar
mengajar yang berhubungan dengan kesehatan gigi pada anak TK
4. Peneliti
Penelitian ini menjadi sumber data dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Dasar Penggunaan Botol dot (Botol susu)
a. Perawatan Botol Susu dengan mencuci botol dan putting botol setelah
digunakan dan membilas botol sampai bersih dari susu formula segera
setelah digunakan dengan menggunakan sikat botol dan sikat dengan
sabun dan air panas.
b. Cara Penggunaan Botol Susu
1) Usahakan untuk memberi secara perlahan jumlah susu yang diberikan
kepada bayi. Tetapi perlu diingat untuk membiarkan bayi
memutuskan sendini jumlah formula yang diinginkan.
2) Orang tua yang memberi bayinya susu formula menggunakan botol
dapat mengetahui dengan pasti jumlah susu yang di konsumsi, di
tempat umum pemberian susu formula lebih nyaman untuk wanita
yang membutuhkan privasi jika menyusui bayinya karena efektif dan
efisien serta pemberian susu botol memungkinkan ayah bayi untuk
ikut berperan aktif memberi makan bayi dan mengambil tanggung
jawab yang sama dalam pemberian susu.
3) Kadang-kadang bayi akan berhenti mengisap di tengah-tengah
menyusu. Jangan mengganggap anak tidak berselera untuk menyusu.
Bayi mungkin hanya beristinahat. Orang tua harus bersabar, dan jika
bayi merasa sudah siap, ia akan meneruskan menyusu kembali. (Paula,
2010).
c. Caries berlatar belakang botol. Perlubangan gigi ( caries) terlalu dini
kerap dirujuk sebagai baby bottle tooth decay karena dibiarkan terlalu
lama mengisap botol yang berisi karbohidrat yang yang mudah terjadi
6
(susu formula). Ketika anak telah disapih dan dibiarkan akrap bahkan
ketiduran sambil menggisap susu dari botol (Arisman, 2010)
d. Kategori menggunaan botol susu yang menyebabkan caries meliputi
1) Pemberian yang dilakukan sepanjang hari (sepanjang malam dan
siang) dimana gula dari sisa minuman dan bakteri akan menempel
pada waktu tertentu dan berubah menjadi asam laktat yang
menurunkan pH mulut menjadi kritis (sekitar pH 5,5)
2) Berikan botol hanya pada makan saja, jangan gunakan botol minum
sebagai dot
4) Gunakan air yang bersih dan sikat gigi ukuran anak untuk pembersihan
setiap hari.
6) Ketika anak menginjak usia 2 tahun, orang tua harus menyikat gigi satu
atau dua kali selesai makan dan sebelum tidur (syaifuddin, 2008).
2. Konsep Dasar Pemberian Susu Formula
a. Pengertian Susu Formula
Susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati didalamnya,tidak ada
sel yang hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi,
serta tidak mengandung enzim maupun hormon yang mengandung faktor
7
Susu formula mengandung gizi utama yang diperlukan bayi. Karena dalam
formula ditambahkan vitamin, pemberian suplemen vitamin tidak
diperlukan. Jika menggunakan susu bubuk atau bentuk cairan konsentrat,
bayi akan memperoleh zat fluorida yang dibutuhkannya dan sumber air
yang digunakan. (Jika sumber air tidak mengandung fluorida, suplemen
mungkin diperlukan).
3) Promosi susu formula dan botol susu yang menarik dan mempunyai
pengaruh terhadap praktik pemberian ASI (Arini, 2012).
6) Jenis Kelamin
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Milham-Turkehem (1996)
pada gigi M1 laki–laki dan perempuan di peroleh kesimpulan bahwa
presentase karies gigi pada wanita lebih tinggi di banding dengan laki –
laki.
7) Umur
Umur digunakan dalam salah satu faktor predisposisi terjadinya karies
yang terdiri dalam 3 pase umur :
a) Pase I gigi bercampur ,disini molar 1 paling sering terkena karies
karna gigi ini gigi yang paling pertama tumbuh
b) Pase II pubertas ( remaja )umur antara 14-20 tahun yaitu masa
pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan
pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang
terjaga. Inilah yang menyebabkan presentase karies lebih tinggi
pada pase ini.
c) Pase III antara 40-50 tahun pada umur ini sudah terjadi retraksi atau
menurunya gusi dan papilla sehingga, sisa–sisa makanan sering
lebih sukar dibersihkan,sehingga yang pada akhirnya menjadi salah
satu penyebab terjadinya karies
8) Saliva
Pengaruh saliva terhadap gigi sudah lama diketehui terutama dengan
mempengaruhi kekerasan email. Saliva ini dikeluarkan oleh kelenjar
parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis, selama 24
jam saliva dikeluarkan ketiga kelenjar tersbut diatas sebanyak 1000-
2500 ml.Kelenjar submandibularis mengeluarkan 40% dan kelenjar
parotis 26%. Pada malam hari pengeluaran saliva lebih sedikit, secara
mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan
yang dikunyah.
13
B. Kerangka Konsep
1. Mudah
2. Membuat anak tenang
3. Orang tua tetap dapat Kontak gigi dengan sukrosa yang lama
beraktifitas
Karies Gigi
Pada kerangka konsep ini akan menghubungkan antara pemakaian botol susu
untuk konsumsi susu formula dengan kejadian karies gigi anak balita, adapun yang
menjadi variabel bebas adalah pemakaian botol susu untuk konsumsi susu formula
dan variabel terikat adalah kejadian karies gigi anak. Selain disebabkan oleh minum
susu formula dengan botol susu, kejadian karies gigi anak juga bisa disebabkan
oleh berbagai faktor seperti waktu pemberian, botol susu, riwayat karies ibu,
status sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, lama pemberian ASI, tingkat
saliva rendah pada malam hari, kebiasaan makan, kebersihan mulut.
C. Definisi Operasional
Dengan menggunakan
lembar observasi
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross
sectional. Penelitian ini termasuk penelitian observasional karena penelitian hanya
mengamati tanpa memberikan suatu perlakuan. Berdasarkan jenisnya penelitian ini
termasuk deskriptif analitik yaitu menggambarkan bagaimana hubungan variabel-
variabel yang diteliti, juga menjelaskan karakteristik dari sampel yang diteliti.
Sedangkan berdasarkan waktunya, penelitian ini bersifat cross sectional karena
peneliti melakukan pengamatan dan pengukuran variabel pada satu waktu
tertentu.
C. Populasi Penelitian
1. Populasi Target
Populasi target menurut Polit dan Hungler(1999) bersifat umum dan biasanya
pada penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik demografis ( meliputi jenis
kelamin dan usia) dalam penelitian ini adalah anak-anak di salah satu TK di
Samarinda.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan
biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya (Nursalam, 2017).
17
G. Analisa Data
Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan digunakan
ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dianalisis.
Sebelum analisa data, dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah distribusi
data normal atau tidak normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan metode
deskriptif dan analitik.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
suatu instrument. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi,
sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu
variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi
2. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah salah satu cara untuk mengetahui tingkat kehandalan suatu
instrument yang diperoleh dengan cara uji coba berdasarkan data instrument
tersebut (Arikunto, 2011).
19
H. Alur Penelitian
Proposal
Hipotesis
H0 Tidak ada hubungan pemberian susu menggunakan dengan angka karies pada anak TK
Ha Terdapat hubungan antara pemberian susu formula dengan angka karies pada anak TK
Populasi
Sampel
Instrument
Mengurus Ijin
Pengumpulan Data
Variabel Dependen Variabel Independen
Analisa Data Penggunaan dot dalam
caries gigi pada anak
pemberian susu formula
TK
Pembahasan
20
I. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada institusi
Prodi S1 Keperawatan Stikes Wiyata Husada Samarinda untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah itu baru peneliti melakukan penelitian pada responden
dengan menekankan masalah etika yang meliputi antara lain :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk Peneliti
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.
Di samping itu peneliti juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. Sebagai ungkapan
peneliti menghormati harkat dan martabat subyek penelitian, peneliti
seyogyanya mempersiapkan (informed concent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy
and confidentiality).
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subyek. Peneliti seyogyanya cukup menggunakan coding
sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/ keterbukaan (respect for justice an inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua
subyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.
21