Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS (TB)

Laporan ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal
Bedah I

Disusun Oleh :
Rossa Hartini (1810701009)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DIII KEPERAWATAN
2018

BAB I
LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat
menahan tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama,
paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di
tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi
dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur
toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian
terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut
pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-
paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus
atas dan bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan
bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang
dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap
lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan
pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus
sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan
menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi
lender yang membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam
jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir
dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam
duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen
dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-
sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel
alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi
sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir
dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting
(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Pengertian
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2008).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan
percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain
saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium
tuberculosis, (Smeltzer, 2002).

3. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer,
yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebuT.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin
Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan

4. Patofisiologis
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas
atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T
) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya.
Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini.
Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau
proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan
cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa
kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

5. Pathway
.
6. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi
produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada
tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
3. Sesak bernafas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur
pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi ilang timbul secara tidak teratur.

7. Komplikasi
Berdasarkan data pengkajian, potensial komplikasi dapat mencakup:

1. Maternitas

2. Efek samping terapi obat-obatan: Hepatitis, perubahan


neurologis(ketulian atau neuritis), ruam kulit, gangguan GI

3. Resistensi banyak obat

4. Penyebaran infeksi TB (TB Miliaris)

8. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu
1– 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas klien: selain nama klien, kota dan daerah, jumlah keluarga
2. Keluhan: klien sampai dibawa ke rumah sakit
3. Riwayat penyakit sekarang: Tanda dan gejala klinis TB serta mengandung
benjolan / bisul di tempat tempat sesuai dengan: leher , inguinal, aksila dan sub
mandibula.
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya
5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

1. Diagnosa Keperawaatan
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
infeksi kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan
membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk
menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan,
informasi yang tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif.

1. Rencana Keperawatan
1. Bersihkaan jalan napas
2. Monitor ketidak seimbangan nutrisi
3. Kaji adanya nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : Laban, Yoannes. 2012. Penyakit TBC Dan Cara Pencegahannya.


Yogyakarta:Kansius.

Black J.M., Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis


untuk hasil yang diharapkan (3-vol set). Edisi Bahasa Indonesia 8. Elsevier Pte.
Ltd

Bunner & amp; Suddarth. 2013.Keperawatan Medikal-Bedah Edisi12.Jakarta


:EGC

Black, J.M., & Hawk, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcomes.

(7th Ed), St. Louis, Missouri : Elsevier Saunders.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis &


Penatalaksanaan Di Indonesia.;

Vilcheze, C. Kremer, L. (2017). Acid-Fast Positive and Acid-Fast Negative


Mycobacterium tuberculosis: The Koch Paradox. Microbiol Spectrum 5(2), pp. 1-
14.
Riello, F. et. al. (2016). Diagnosis of Mycobacterial Infections Based on Acid-Fast
Bacilli Test and Bacterial

Growth Time and Implications on Treatment and Disease Outcome. BMC Infect
Dis. 16, pp. 142.

Campbell, I. Bah-Sow, O. (2006). Pulmonary Tuberculosis: Diagnosis and


Treatment. BMJ. 332(7551),pp.1194–1197.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2003). Artikel. Perlu Keterpaduan


untuk PemberantasanTuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai