ABSTRACT
Soekarno dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Sukemi
Sosrodihardjo yang berasal dari Blitar dan Ida Ayu Nyoman Rai yang berasal dari
Bali. Di Mojokerto, ayahnya diangkat menjadi guru di Ongkoloro dan Soekarno masuk
ke sekolah tempat ayahnya mengajar pada tahun 1908. Kemudian ayahnya
memasukkannya lagi ke sekolah ELS (Europese Lagree School) supaya ia bisa diterima
sebagai murid sekolah menengah Eropa. Pada tahun 1915 ia lulus dari sekolah
tersebut. Setelah itu, Soekarno berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Surabaya.
Ayahnya mendaftarkanya ke HBS (Hogree Burger School) dan ia dititipkan di rumah
HOS Tjokroaminoto. Di HBS Soekarno belajar selama lima tahun, dan pada tanggal 10
Juni 1921 ia lulus dari HBS. Soekarno mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Teknik
(Technise Hogeschool) di Bandug. Ia dinyatakan lulus pada tahun 1926 sebagai
Insinyur. Dari hasil belajarnya, Soekarno menghasilkan pemikiran-pemikiran yang
progresif. Baik itu di bidang filsafat, kenegaraan dan juga keagamaan. Pemikirannya
dianggap progresif karena pada masa itu Soekarno menonjolkan pemikiran-pemikiran
baru di Indonesia. Pemikiran yang paling dikenal dari Soekarno adalah Marhaenisme.
PENDAHULUAN
Kemerdekaan Indonesia tidak serta merta didapatkan dengan mudah, akan tetapi
didapatkan dengan penuh perjuangan dari berbagai kalangan. Adapun klimaks dari
perjuangan banyak kalangan itu adalah proklamasi 17 Agustus 1945. Di antara berbagai
kalangan itu, salah seorang di antaranya adalah Soekarno. Dialah yang telah
memproklamirkan Indonesia sebagai negara yang merdeka dari penjajahan colonial
Belanda dan Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya kedudukan Soekarno
1
dalam peristiwa penegakan kemerdekaan itu. Setelah Indonesia dimerdekakan,
Soakarno-lah yang menjadi Presiden Republik Indoensia yang pertama.
PEMBAHASAN
Soekarno dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Sukemi
Sosrodihardjo yang berasal dari Blitar dan Ida Ayu Nyoman Rai yang berasal dari Bali.
Ayah Soekarno, Raden Sukemi Sosrodihardjo termasuk golongan bangsawan Jawa.
Sukemi dan istrinya pindah ke Surabaya setelah kelahiran anaknya yang pertama,
Sukarmini. Ketika di Surabaya lahirlah Soekarno. Soekarno melewatkan masa kecilnya
di Tulungagung, Kediri, dan tinggal bersama kakeknya. Soekarno dididik untuk
bersikap jujur dan adil, kakeknya juga membiarkannya berkehendak menuruti hatinya
sendiri.
Selain dekat dengan kakeknya, Soekarno juga dekat dengan seorang pembantu
keluarganya yang bernama Sarinah, yang kemudian hari nama itu dipujanya sebagai
lambang wanita Indonesia. Soekarno mengakui bahwa Sarinah bersar pengaruhnya di
dalam hidupnya. Melalui Sarinah-lah Soekarno belajar mencintai rakyat jelata. Di
Tulungagung, Soekarno hanya menjalani masa yang singkat. Ketika umurnya enam
tahun, keluarga Soekarno pindah ke Sidoarjo dan kemudian pindah lagi ke Mojokerto.
Di Mojokerto, ayahnya diangkat menjadi guru di Ongkoloro dan Soekarno masuk ke
sekolah tempat ayahnya mengajar pada tahun 1908. Kemudian ayahnya
memasukkannya lagi ke sekolah ELS (Europese Lagree School) supaya ia bisa diterima
sebagai murid sekolah menengah Eropa. Pada tahun 1915 ia lulus dari sekolah tersebut.
2
Tjokroaminoto. Di HBS Soekarno belajar selama lima tahun. Dan pada tanggal 10 Juni
1921 ia lulus dari HBS. Soekarno menginginkan melanjutkan pendidikannya ke
Belanda, namun ibunya tidak memberikannya izin. Akhirnya Soekarno mendaftarkan
diri di Sekolah Tinggi Teknik (Technise Hogeschool) di Bandug. Ia dinyatakan lulus
pada tahun 1926 sebagai Insinyur.1
Pada masa jajahan Jepang, Soekarno aktif dalam organisasi yang dibuat oleh
Jepang seperti Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Organisasi yang direncanakan sebagai
jembatan mencapai pemerintahan sendiri bersama Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan
KH. M. Mansur yang didirikan pada tanggal 3 Maret 1943.
1
Agus Supriadi, Pemikiran Soekarno Tengtang Marhaenisme, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2007),
7-11.
3
1950, Soekarno kembali memproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).2
2
Wibowo, Marhaenisme; Ideologi Perjuangan Soekarno, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005), 29.
3
Agus Supriadi, Pemikiran Soekarno Tengtang Marhaenisme, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2007),
14-15.
4
O. P. Simorangkir, Renungan Bapak Marhaen Indonesia; Bung Karno, (Jakarta: Univ.
Krisnadwipayana, 2002), 17.
4
Dari pemerasan dan kekejaman Belanda selaa itulah muncul suatu kelas yang
pada awalnya tidak ada di Indonesia, yaitu kaum proletar yang berasal dari petani yang
sama sekali tidak punya tanah. Kaum proletar, kaum tani yang melarat itulah disebut
oleh Soekarno dengan satu nama kolektif yaitu Marehaen, yaitu suatu kelas yang
diperas terus menerus pada masa Belanda, oleh imperialisme dan kapitalisme. Selama
kaum penjajah bersama dengan kaum feodal berkuasa, rakyat akan terus menerus hidup
dalam keadaan takut dan menderita. Oleh karena itulah kaum Marhaen dan pemikiran-
pemikiran Soekarno lahir sebagai paham perjuangan, yang kemudian disebut
Marhaenisme.
Asal muasal kata Marhaenisme muncul ketika Soekarno merasa perlu mencari
kata pemersatu rakyat. Menurut Soekarno, di Indonesia yang miskin bukan hanya
golongan proletar, tetapi hampir seluruh rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan
akibat kapitalisme. Soekarno mendapatkan istilah Marhaenisme ketika saat berjalan-
jalan di desa Kiduleun Cigereleng, Bandung. Pada saat itu ia berjumpa dengan seorang
petani yang sedang menggarap sawahnya kepunyaannya sendiri, dan dengan
menggunakan alatnya sendiri. Dalam benak Soekarno terbesit jelas bahwa ia bukanlah
proletar karena tidak menjual tenaganya, walaupun petani tersebut hidup dalam
kemiskinan. Dan ketika Soekarno menyakan nama petani tersebut, ia menjawab bahwa
namanya Marhaen. Setelah peristiwa itulah Soekarno mendapatkan ilham dan
menggunakan namanya untuk menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia.
Kata Marhaen sudah jelas dan nyata sebagai kata pemersatu, karena di Indonesia
yang miskin bukan hanya proletar yang menjualkan jasanya, tetapi orang yang memiliki
kebun dan alat sendiri pun termasuk ke dalam kaum proletar. Entah itu sebagai petani,
buruh, nelayan, sarjana, pegawai, maupun dokter selama ia dalam keadaan miskin dan
melarat, maka ia adalah Marhaen. Dalam pembelaannya, Soekarno memaknai istilah
Marhaenisme dengan makna yang lebih luas. Marhenisme disamakan dengan
massaisme atau kekuatan massa, meskipun mereka kecil dalam status kepemilikan,
namun mereka besar dalam jumlah jika dipersatukan, dan bisa menjadi kekuatan sangat
besar ketika melawan kolonialisme.5
Kaum Marhaen bukan hanya kaum buruh, melainkan juga para petani kecil,
pedagang kecil, dan pelajar kecil. Bahkan dalam perkembangannya, kaum Marhaen
5
Agus Supriadi, Pemikiran Soekarno Tengtang Marhaenisme, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2007),
16-20.
5
bukan hanya kaum kecil atau kaum melarat saja. Setelah Marhaenisme dijadikan asas
oleh Partindo, maka orang yang disebut Marhaenis adalah tiap-tiap orang yang
menjalankan Marhaenisme. Sebagaimana dalam perkataan Soekarno:
“Pergulan hidup merk marhaen, pergaulan hidup yang sebagian
besar sekali adalah terdiri kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum
pedagang kecil, kaum pelajar kecil, pendek kata ..... kaum kromo dan
kaum marhaen yang apa-apanya semua kecil.”6
6
Soekarno, Indonesia Menggugat, (Jakarta: S. K. Seno, 1956), 137.
7
Agus Supriadi, Pemikiran Soekarno Tengtang Marhaenisme, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2007),
17-20.
6
Soekarno adalah nasionalisme yang sadar akan penderitaan masyarakat karena
penindasan imperialis dan sadar akan keharusan menentang dan meruntuhkannya,
suapaya dapat mendirikan masyarakat yang adil dan makmur tanpa ada yang menderita.
Dalam artian, berasaskan perikemanusiaan.
8
Ibid., 20-22.
9
Soekarno, Islam Sontoloyo, (Yogyakarta: Basabasi,2017), 81.
7
pikiran. Soekarno dalam bukunya itu menukilkan perkataan Professor Farid Wadjdi:
“Agama Islam hanya dapat berkembang betul, bilamana umat Islam memperhatikan
benar-benar tiga buah sendi-sendinya: kemerdekaan ruh, kemerdekaan akal,
kemerdekaan pengetahuan”. Bagi Soekarno, agama hanyalah untuk orang-orang
berakal, dan orang berakal hanyalah orang yang bisa menggunakan akalnya dengan
merdeka. Orang yang akalnya masih terikat bukanlah orang yang berakal. 10
KESIMPULAN
10
Ibid., 93.
8
DAFTAR PUSTAKA