Anda di halaman 1dari 8

Nama : Kevin Kassner

Kelas/Jurusan : Crash Program/Teologia

Mata Kuliah : Seminar Sejarah Gereja

Dosen : Dr. Jan. J. Damanik

Fundamentalisme dan Sikap Gereja

I. Latar Belakang Masalah


Fundamentalisme tidaklah muncul begitu saja, karena fundamentalisme
merupakan gejala yang selalu muncul di dalam setiap agama dan kepercayaan yang
merepresentasikan pergerakan terhadap perkembangan zaman. Perkembangan zaman
memberikan dampak kepada pertumbuhan di dalam gereja. Oleh karena itu gerakan
fundamentalisme ini hadir sebagai reaksi untuk membentengi iman. Akan tetapi menjadi
sebuah masalah yaitu, gerakan ini terlalu bersifat harafiah (fanatik). Artinya,
fundamentalis hanya melihat sisi kebenaran dari dirinya saja. Fundamentalis menganggap
apa yang berasal dari laur gerakan itu tidak benar. Maka dari itu gerakan ini dianggap
ekstrim. Sudah banyak kasus-kasus yang mau menggambarkan hadirnya gerakan ini,
seperti: ada prediksi kapan akan kiamat, ada pantangan untuk memakan darah, ada
menganggap pemakaian ulos (pakaian budaya batak) itu salah, dan banyak lagi (termasuk
kepada terorisme). Ini menjadi hal serius gereja, oleh sebab itu pada kesempatan kali ini
saya ingin menyajikan bagaimana sebenharnya cikal bakal hadirnya fundamentalisme
Kristen dan apa yang harus gereja lakukan untuk menyingkapi gerakan ini.

II. Pembahasan
II.1. Gereja
Gereja berasal dari istilah ekklesia yang ditemukan dalam Perjanjian Baru,
artinya orang-orang yang dipanggil supaya menjadi warga negara Kerajaan Allah
(Ef. 4:1, 4 ; Kol. 1:13). Mereka dipanggil keluar dari dunia bangsa-bangsa, seperti
Abraham dipanggil keluar dari lingkungannya yang dahulu (Kej. 12:1). Tetapi
gereja dipanggil keluar lalu disuruh masuk pula kedalam dunia ini sebagai saksi
bagi Tuhan (1 Petr. 2:9).1 Secara lahiriah gereja adalah suatu organisasi yang

1
B.J. Boland, Intisari Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 57.
Page 1 of 8
memerintah diri sendiri berdasarkan musyawarah dan mufakat anggota-
anggotanya yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan Tuhan. 2 Panggilan
gereja pertama-tama ialah untuk memberitakan firman Tuhan yang hidup dan
untuk melayankan sakramen menurut peraturan yang telah ditetapkan oleh gereja.
Pemberitaan firman Tuhan tidak boleh dibatasi hanya kepada anggota jemaat saja,
tetapi harus disiarkan kepada setiap bangsa dengan tidak menghiraukan jalan yang
sukar dilalui dengan tidak takut kepada besarnya perlawanan. 3 Gereja sudah
dipanggil ada (diadakan, dijadikan) oleh pekerjaan Roh Kudus (Kis 2). Gereja itu
tidaklah ada karena keputusan pemerintah, yang mengakui gereja sebagai suatu
badan hukum. Gereja itu didirikan oleh tercurahnya Roh Kudus, pada hari
Pentakosta Tuhan lah yang bertindak. Dan sebagaimana gereja telah timbul
sebagai hasil pekerjaan Roh Kudus yang membuat orang percaya kepada Kristus.
Demikian pulalah selanjutnya gereja dipergunakan sebagai alat Roh Kudus untuk
memperhadapkan orang-orang kepada Kristus.4

II.2. Fundamentalisme
II.2.1. Sejarah Fundamentalisme Kristen
Definisi umum dari fundamentalisme adalah orang yang
memahami Alkitab secara harafiah.5 Fundamentalisme muncul di
dalam gereja pada abad 19 dan abad 20. Di abad 19 gereja semakin
berhadapan secara konfrontatif dengan ilmu pengetahuan. Bisa
dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dalam kedudukan menang,
sedangkan gereja dalam keadaan mundur. Munculnya
fundamentalisme dalam keadaan seperti ini bertujuan untuk
membangun benteng yang kokoh dalam perjuangan iman kristen
melawan kekristenan di dalam gereja yang tidak tegas.
Fundamentalisme itu lahir di Amerika Serikat pada abad ke 19, pada
waktu iman kristen seolah-oleh didesak oleh ajaran-ajaran Darwin.

2
Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis, (Bandung: IKAPI, 2010), 233.
3
J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta: BPK-GM, 1985), 220.
4
G.C. Van Niftrik,dkk, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 360.
5
James Barr, Fundamentalisme,(Jakarta: BPK-GM, 1994), 1.
Page 2 of 8
Menghadapi hal tersebut diadakanlah sejumlah konfrensi Alkitab
melawan ajaran-ajaran Darwin.6
Kata Fundamentalisme nampaknya diangkat dari buku kecil yang
bernama the fundamentals (hal-hal yang asasi),yang diterbitkan di
America antara tahun 1910-1915. Di dalamnya, istilah fundamental
dipergunakan untuk unsur-unsur doktrin yang tradisional/ pewahyuan
dan otoritas Alkitab, keilahian Yesus Kristus, kelahiran perawan
dimana hal-hal tersebut penting bagi kaum fundamentalis. 7 Buku kecil
tersebut mengajak masyarakat untuk menentang umat protestan
America yang menganut paham modernitas yang bisa merusak dasar-
dasar iman dan identitas Kristiani.8 Tujuan dari gerakan
fundamenalisme adalah untuk mempertahankan penafsiran-penafsiran
tradisional Kitab Suci serta jaran-ajaran pokok tentang iman terhadap
apa yang dianggap sebagai ancaman dari penemuan-penemuan ilimiah.
Gerakan fundamentalisme lalu memformulasikan dasar ajarannya,
antara lain:
1. Inspirasi Alkitab, sehingga Alkitab tidak dapat salah.
2. Kelillahian Kristus.
3. Kematian Kristus sebagai penebusan ganti kehancuran dunia.
4. Kebangkitan harafiah Kristus dari mati.
5. Kedatangan Kristus kembali untuk kedua kalinya secara
harafiah.
Dengan kelima dasar ajaran tersebut, kaum fundamentalis mengadakan
perang total terhadap musuh-musuh mereka, yakni kaum modernis
atau kadang-kadang juga disebut liberal. Melalui kelima ajaran itu,
kalangan fundamentalisme mungkin mengharapkan reaksi dari para
pemimpin gereja-gereja arus utama, seperti denominasi Lutheran,
Calvinis/Reform, Methodis dan lain-lain. Namun ternyata, pemimpin

6
Soetarman, dkk, Fundamentalisme, Agama-agama dan Teknologi, (Jakarta: BPK-GM, 1993),
17-20.
7
James Barr, Fundamentalisme, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 2.
8
Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 22-23.
Page 3 of 8
gereja-gereja arus utama tidak memberi reaksi untuk menolak ajaran
dari pihak gerak fundamentalis 9
Gerakan dundamentalisme bersifat antar denominasi dan antar
konfesi artinya tidak terbatas pada aliran gereja ataupun pengakuan
gereja tertentu yang berkembang dan menyebar pada dasawarsa-
dasawarsa pada abad ini, mula-mula di lingkungan gereja-gereja di
america lalu meluas ke penjuru duhnia. Gerakan ini sempat kendor
pada dasawarsa pada tahun 1930an, tetapi pada tahun 1940 (teruama
sejak 1960) kembali di hidupkan terutama melalui gerakan
deoevangelical yang belakangan hanya disebut evangelical atau injil.
Fundamentalisme merupakan koalisi antara berbagai aliran gerejawi di
america termasuk revivalisme (gerakan pembangunan rohani),
pietisme dan dispensasionalisme. Koalisi ini terutama dimungkinkan
oleh suatu reaksi militan terhadap berkembangnya teologi liberal di
gereja dan sekularisme di dalam masyarakat dan kebudayaan pada
umumnya. Fundamentalisme berakar dan berhutang budi pada gerakan
kesucian.10

II.2.2. Tokoh Fundamentalisme


1. George Whitefield
Ia berkhotbah dari satu lapangan ke lapangan lain, karena
pendengarnya tidak akan cukup kalau dimasukkan ke dalam
gedung gereja. Ia sendiri adalah seorang pendeta Calvinis,
meskipun terpengaruh oleh gerakan Metodisme yang dibawa oleh
John Wesley. Sewaktu ia berkunjung ke Amerika pada tahun
1739-1740, ia menarik massa dengan khotbahnya yang berapi-api,
yang berpusat pada hukuman mengerikan bagi para pendosa jika
mereka tidak bertobat. Mereka yang hadir larut dalam eforia,
9
J.R.Hutauruk, Menghargai Dokumen Sejarah Gereja, (Medan: LAPiK, 2016), 332.
10
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di sekitar Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2015),
231-234.
Page 4 of 8
terguncang dan menangis secara emosional. Ia sendiri telah
mengalami pertobatan sewaktu masih kuliah, dan ia menamakan
pengalaman ini sebagai “lahir baru”. Istilah ini dipakai sampai
sekarang oleh para fundamentalis untuk menggambarkan suatu
pertobatan radikal untuk menerima Yesus sebagai satu-satunya
Juru Selamat.11

2. Dwight L. Moody
Yang dikenal sebagai bapak kaum fundamentalisme
Amerika, bergerak lebih maju lagi. Ia mendirikan Moody Bible
Institute di tahun 1886 dengan tujuan untuk melahirkan para
penginjil yang mampu melawan ajaran Kritik Tinggi yang
dinilainya sebagai ancaman bagi umat Kristen. Ia tidak bermaksud
mencetak teolog terpelajar melainkan menciptakan para penginjil
yang mampu memberikan penjelasan kepada umat biasa yang
bingung dengan fakta yang dibeberkan teologi liberal. Ia percaya
bahwa teologi liberal-lah yang telah menghancurkan Amerika, dan
ia ingin menyelamatkannya. Ia juga seorang premilenialis 12 yang
percaya bahwa kondisi tidak akan membaik melainkan akan terus
memburuk sampai Yesus datang. Di lain pihak ia memulai kerja
sosial dengan memberikan pelayanan sosial bagi orang-orang
miskin. Ia juga tidak menutup diri dan mau bekerja sama dengan
umat Kristen aliran mana pun, asal orang-orang berdosa mau
menerima Kristus dan diselamatkan. Moody Bible
Institute bertahan sampai saat ini sebagai salah satu kubu terkuat

11
Karen Armstrong, The Battle for God, (NewYork: Ballantine Books, 2000), 78-79.

12
Premilenialisme: Ajaran bahwa Yesus akan datang untuk kedua kalinya di saat bumi kacau
balau dan akan membereskannya, kemudian memerintah di bumi dalam masa keemasan
selama seribu tahun. Lawannya adalah ajaran posmilenialisme: ajaran yang mengatakan
bahwa manusia harus menciptakan damai di bumi selama seribu tahun, hanya setelah itu Yesus
akan datang untuk kedua kalinya
Page 5 of 8
kaum fundamentalis.13 Pengorganisasian gerakan fundamentalisme
dengan pendirian sekolah penginjil seperti ini menjadi semacam
tren. Menjelang 1930, paling tidak ada lima puluh Bible
College milik kelompok fundamentalis di seluruh Amerika Serikat.
Sewaktu Great Depression berdiri lagi sebanyak dua puluh enam
buah.14

II.2.3. Kekuatan dan Kelemahan Fundamentalisme


II.2.3.1. Kekuatan
Fundamentalisme memiliki kekuatan yaitu pembelaan
dan kesetiaan yang teguh dan militan atas seperangkat
dasar-dasar iman, terutama dalam dasar gerakkannya.
Fundamentalisme juga tampak berakar dan berhutang budi
pada gerakan kesuciaan. Fundamental (mendasar)
menyangkut iman serta semangat dan keberanian untuk
mempertahankan.15

II.2.3.2. Kelemahan
Berbeda dari gerakan-gerakan Kristen konservatif lain,
fundamentalisme itu tidak mempunyai pokok pangkal atau
titik tolak sendiri. Fundamentalisme itu lebih merupakan
reaksi terhadap ancman-ancaman yang mengancam iman
Kristen. Disinilah yang menjadi letak kelemahan
fundamentalisme yang paling pokok. Fundamentalisme itu
bisa saja jelas, galak dalam menentang, tetapi tidak jelas
dalam hal untuk apanya.16

II.3. Sikap Gereja Terhadap Fundamentalisme

13
Karen Armstrong, The Battle for God, (NewYork: Ballantine Books, 2000), 144-145.
14
Karen Armstrong, The Battle for God, (NewYork: Ballantine Books, 2000), 214.
15
Jan S.Aritonang, Belajar Memahami Sejarah di Tengah Realitas, (Bandung: Jurna Info Media
(IKAPI), 2008), 165-155.
16
Soetarman, dkk, Fundamentalisme, Agama-agama dan Teknologi, (Jakarta: BPK-GM, 1993),
22.
Page 6 of 8
Ada hal tertentu dari fundamentalisme dann penganutnya yang
patut kita hargai, yaitu keyakinan tentang hal-hal yang fundamental
(mendasar) menyangkut iman serta semangat dan keberanian untuk
mempertahankan ataupun membagikannya/memberitakannya. Akan tetapi
fudnamentalisme dan pengikutnya jatuh kedalam berbagai pola pikir dan
pola tindak yang radikal bahkan ekstrim, yang tidak hanya merusak diri
mereka, melainkan juga diri banyak orang. Salah satu ciri kaum
fundamentalisme adalah pemahaman mereka tentang Alkitab yang tidak
bisa salah atau keliru. Kita tentu meyakini bahwa Allah di dalam RohNya
menyampaikan wahyuNya kepada kita manusia. Tetapi Allah juga
menggunakan manusia sebagai alatNya dan manusia itu adalah manusia
yang penuh keterbatasan dan kelemahan, bahkan dosa. Karena itu sejak
pada naskah aslinya pun terdapat kemungkinan kesalahan, sebab proses
pewahyuan itu bukan secara mekanistis (Allah mendiktekan huruf demi
huruf). Karena itulah kita perlu tetap melakukan studi terhadap Alkitab
serta menafsirkannya dengan memperhatikan konteks penulisannya yang
sangat banyak berbeda dengan konteks kita. Fundamentalisme ini terjadi
pada setiap agama-agama. Akan tetapi perlu kita sadari bahwa
fundamentalisme Kristenpun telah berkembang pesat. Dimana seolah-olah
memabawa kebenaran mutlak dari Tuhan. Sebagai gereja yang berakar dan
dihadirkan Tuhan, kita patut menolak sikap arogan seperti itu dan
berupaya terus memabngun hubungan yang bersahabat dengan saudara-
saudara kita sebangsa.17 Gereja dalam segala hal harus beroriantasi kepada
panggilannya untuk melayani.18

III. Kesimpulan
Fundamentalisme adalah sebuah reaksi yang menghasilkan gerakan terhadap
perkembangan zaman. Fundamentalisme ada dalam setiap agama. Fundamentalisme

17
Jan S.Aritonang, Belajar Memahami Sejarah di Tengah Realitas, (Bandung: Jurna Info Media
(IKAPI), 2008), 165-166.
18
Soetarman, dkk, Fundamentalisme, Agama-agama dan Teknologi, (Jakarta: BPK-GM, 1993),
23.
Page 7 of 8
Kristen hadir pertama sekali di Amrika Serikat untuk menentang orang-orang
protestan di Amerika. Karena dianggap mereka tidak lagi mempertahankan kesucian
hidupnya. Hadirnya gerakan ini adalah untuk memurnikan kembali ajaran Alkitab.
Akan tetapi didalam gerakannya, fundamentalisme terlalu bergerak ekstrim dan tidak
memiliki tujuan jelas. Ada formulasi dasar dari gerakan ini yang menyatakan bahwa
salah satunya adalah Alkitab tidka bisa salah, dan Yesus akan datang kembali kedua
kalinya (ditafsir secara harafiah). Artinya, gerakan ini sangat berpatokkan dengan apa
yang Alkitab katakan tanpa melihat konteks perkembangan zaman dan ini menjadi
masalah bagi gereja. Oleh karena itu gereja harus mengambil sikapnya sesuai dengan
panggilannya ditengah-tengah dunia untuk melayani. Agar gerakan fundamentalisme
yang ekstrim ini tidak menjadikan kekritenan itu fanatik.

IV. Daftar Pustaka


Aritonang Jan S., Belajar Memahami Sejarah di Tengah Realitas, Bandung: Jurna Info
Media (IKAPI), 2008.
Aritonang Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM,
2015.
Armstrong Karen, The Battle for God, NewYork: Ballantine Books, 2000.
Barr James, Fundamentalisme, Jakarta: BPK-GM, 1994.
Boland B.J., Intisari Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2011.
Hutauruk J.R., Menghargai Dokumen Sejarah Gereja, Medan: LAPiK, 2016.
Indra Ichwei G., Teologi Sistematis, Bandung: IKAPI, 2010.
Knitter Paul F., Pengantar Teologi Agama-agama, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Niftrik G.C. Van,dkk, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2014.
Soetarman, dkk, Fundamentalisme, Agama-agama dan Teknologi, Jakarta: BPK-GM,
1993.
Verkuyl J., Aku Percaya, Jakarta: BPK-GM, 1985.

Page 8 of 8

Anda mungkin juga menyukai