Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok merupakan kegagalan sirkulasi yang menyebabkan perfusi dan

penghantaran oksigen di tingkat seluler tidak memadai sehingga kebutuhan

metabolisme jaringan tidak terpenuhi. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen

yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini

hanya dapat ditoleransi tubuh untuk sementara waktu, selanjutnya dapat timbul

kerusakan irreversible pada jaringan organ vital yang dapat menyebabkan

kematian.1 Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun,

meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.2 Diagnosa adanya syok harus

ditegakkan berdasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang

jelas. Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya

yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok didasari pada patofisiologi

penyebab syok. Pemahaman yang baik mengenai syok dan tatalaksananya

sangatlah penting bagi tenaga kesehatan. 3

1.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat yang berjudul “Syok” adalah :

1. Untuk memahami fisiologi sirkulasi

2. Untuk memahami definisi syok

3. Untuk memahamai klasifikasi syok

4. Untuk memahami pemeriksaan penunjang syok

5. Untuk memahami penatalaksanaan syok


2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi


darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian
karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan
metabolisme sel. Terapi syok bertujuan mengembalikan perfusi dan oksigenasi
jaringan dengan mengembalikan volume sirulasi ntravaskuler. Syok didefinisikan
juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi,
pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke
organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). 4
2. 2 Fisiologi Sirkulasi

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Gambar 2.1 Anatomi jantung

Jantung merupakan organ yang berperan memompa darah dalam system

sirkulasi. Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium
3

(serambi) dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). Atrium kanan berfungsi

sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Kemudian darah

dipompakan ke ventrikel kanan melalui katup dan selanjutnya ke paru. Atrium

kiri berfungsi untuk menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4

buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub

dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium dipisahkan oleh

sekat yang disebut septum atrium.


Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke

paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan

dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat

yang disebut septum ventrikel.


Katup jantung terdiri dari katup atrioventrikular dan semilunar. Katup

atrioventrikular terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara

atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup dan disebut

katup trikuspid. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel

kiri mempunyai dua buah daun katup dan disebut katup bikuspid atau katup

mitral. Katup atrioventrikular memungkinkan darah mengalir dari atrium ke

ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal dan aorta. Katup Pulmonal

terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari ventrikel

kanan. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup

yang simetris. Katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing

ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.

Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi,

dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.
4

Gambar 2.2 Sirkulasi Jantung

Dalam melayani kebutuhan jaringan, jantung bekerja dalam 3 jenis

sirkulasi, yaitu sirkulasi sistemik, sirkulasi pulmonal, dan sirkulasi koroner.

1. Sirkulasi Sistemik

Sirkulasi sistemik berawal dari bagian kiri jantung. Atrium kiri menerima

darah kaya oksigen yang berasal dari paru. Selanjutnya darah dialirkan ke

ventrikel kiri yang kemudian akan dipompakan ke seluruh tubuh. Jumlah darah

yang dipompa ke dalam aorta oleh jantung setiap menit disebut sebagai cardiac

output (curah jantung). Jumlah darah yang dipompakan oleh jantung dalam sekali

pompa disebut stroke volume (isi sekuncup). Pada orang dewasa sehat, jumlah

stroke volume adalah sekitar 70 ml.


5

Jumlah cardiac output bervariasi, tergantung pada aktivitas tubuh.

Perhitungannya dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah stroke volume dan

frekuensi nadi. Seorang laki-laki dewasa muda yang sehat rata-rata memiliki

cardiac output saat istirahat sebesar 5,6 L/menit. Untuk wanita nilainya lebih

kecil, yaitu sekitar 4,9 L/menit. Pada pertambahan usia dewasa dimana aktivitas

tubuh menurun, cardiac output akan ikut turun.

Berdasarkan hukum Frank-Starling, jantung dapat beradaptasi terhadap

beban yang diberikan. Jika ada peningkatan volume darah yang mengalir ke

jantung, hal ini akan meregangkan dinding ruang jantung. Otot jantung akan

berkontraksi lebih kuat untuk mengosongkan darah tambahan yang telah masuk

dari sirkulasi sistemik. Volume darah yang masuk ke ventrikel kiri disebut sebagai

preload atau End Diastolic Volume. Besar volume darah ini ditentukan oleh

besarnya jumlah seluruh aliran darah lokal yang melalui seluruh segmen jaringan

pada sirkulasi perifer. Adanya peningkatan preload dapat dipengaruhi oleh

berbagai aktivitas tubuh, terutama peningkatan metabolisme.

Jantung memiliki batasan dalam menghasilkan cardiac output. Terdapat

keadaan dimana jantung dapat menjadi hiperefektif dan hipoefektif. Keadaan

hiperefektif adalah meningkatnya cardiac output baik oleh karena peningkatan

frekuensi maupun kontraktilitas. Perangsangan saraf simpatis dan penghambatan

parasimpatis dapat menyebabkan adanya keadaan ini. Dalam kondisi fisiologis,

efektivitas pemompaan jantung dapat meningkat karena adanya hipertrofi.

Seorang olahragawan atau pekerja fisik berat telah terbiasa melatih kerja otot

jantung lebih berat dari orang biasa. Massa jantung dan kekuatan kontraksinya
6

bertambah seiring penambahan aktivitas kerja. Akibatnya, darah yang

dipompakan ke seluruh tubuh akan meningkat.

Adapun keadaan hipoefektif dapat disebabkan oleh keadaan patologis

seperti blok arteri koroner, hambatan pada inervasi jantung, gangguan irama

jantung, penyakit katup jantung, hipoksia jantung, dan lain-lain.

2. Sirkulasi Pulmonal

Sirkulasi ini terjadi di bagian kanan jantung dan memfasilitasi pertukaran

gas dalam pernafasan. Darah dengan kadar oksigen yang rendah memasuki

atrium kanan melalui 3 struktur vena utama, yaitu vena cava superior, vena cava

inferior, dan sinus coronarius. Darah ini dipompakan ke ventrikel kanan melalui

katup trikuspid dan kemudian diteruskan ke arteri pulmonalis melalui katup

pulmonal. Darah dengan kadar oksigen rendah ini akan mengalami pertukaran gas

di alveolus paru. Setelah pertukaran gas terjadi dan darah yang kaya oksigen

dialirkan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis, sirkulasi pulmonal berakhir.

Gambar 2.3 Sirkulasi Pulmonal

2.2.2 Pembuluh Darah


7

Aliran darah utama melalui jalur tertutup yang diperantarai arteri dan artiriole,

vena dan venule, serta pembuluh kapiler. Selain menjadi lintasan bagi peredaran

darah dan limfe, pembuluh darah juga memiliki fungsi yang penting bagi sistem

tubuh lainnya, seperti :

1. Sistem respirasi, memfasilitasi proses pertukaran oksigen dengan karbon

dioksida. Proses pertukaran gas ini terjadi pada pembuluh kapiler di alveoli.

Selanjutnya, oksigen akan dibawa oleh darah ke jantung dan seluruh tubuh.

2. Sistem pencernaan, sebagai perantara transportasi nutrien yang dihasilkan

pada proses pencernaan makanan. Melalui pembuluh darah arteri, nutrien

diedarkan oleh darah menuju jaringan tubuh.

3. Sistem urin dan ginjal, sebagai perantara transportasi sisa hasil metabolit yang

sudah tidak digunakan oleh tubuh.

4. Pengatur suhu tubuh, dimana regulasi suhu didukung oleh aliran darah di

berbagai bagian tubuh. Panas dihasilkan oleh jaringan setelah terjadi metabolisme

untuk memproduksi energi, regenerasi jaringan, dan pembuangan zat sisa.

Darah yang kaya oksigen mengalir melalui sistem sirkulasi setelah dipompa oleh

jantung. Arteri bercabang menjadi semakin kecil memperantarai transportasi

oksigen dan nutrien menuju sel target. Setelah darah mengalir pada pembuluh

kapiler, oksigen dan nutrien masuk ke dalam sel disertai pengeluaran hasil

metabolit dari dalam sel ke pembuluh kapiler. Zat-zat yang sudah tidak

dibutuhkan oleh tubuh diangkut oleh darah meninggalkan pembuluh kapiler,

melalui vena yang akan bercabang menjadi semakin besar hingga mencapai vena

cava superior dan inferior. Aliran darah dan cairan tubuh terjadi secara terus

menerus seirama dengan kinerja pompa jantung. Oleh karena itu, bila terjadi
8

hambatan pada segmen sirkulasi (pada jantung, paru dan pembuluh darah atau

limfe) akan menimbulkan edema.

Lapisan pembuluh darah terdiri dari 3 lapisan, yaitu Tunica externa yang disusun

oleh jaringan kolagen, Tunica media yang merupakan lapisan otot polos, dan

Tunica intima yang terdiri dari epitel pipih simpleks.

Gambar 2.4 Struktur Pembuluh Darah

Masing-masing pembuluh darah memiliki tekanan dan tahanan. Tekanan

dihasilkan oleh gaya yg ditimbulkan oleh darah pada dinding pembuluh darah di

suatu area tertentu. Sedangkan tahanan adalah daya yang diberikan pembuluh

untuk menahan aliran darah. Tahanan dapat dipengaruhi oleh viskositas darah,

panjang, dan diameter pembuluh darah. Jumlah darah yang melalui organ,

pembuluh, dan sirkulasi disebut sebagai aliran darah dan sangat dipengaruhi oleh

kedua komponen ini..

Perbedaantekanan darah(∆ P)
Aliran darah ( F )=
Tahanan perifer (R)
9

Arteri merupakan pembuluh darah jalur cepat, memiliki diameter besar

dan resistensi rendah. Selain mengalirkan darah dari jantung ke jaringan, arteri

berperan sebagai reservoir tekanan. Artinya, saat jantung berada pada keadaan

relaksasi, arteri menghasilkan gaya pendorong untuk mengalirkan darah. Arteri

terdiri dari aorta, arteri, arteriole, dan metarteriol. Dinding arteri tebal dan banyak

mengandung jaringan elastin sehingga memungkinkan untuk melakukan elastic

recoil, tetapi lumennya sempit.

Gambar 2.5 Elastic Recoil pada Arteri

Sistem tekanan pada arteri ini berpengaruh pada tekanan darah. Besarnya

tekanan darah bergantung pada volume darah di dalam pembuluh dan

distensibilitas (daya regang) pembuluh. Tekanan darah sistemik terbesar di aorta

dan terendah di vena cava. Penurunan tekanan darah arteri terjadi di arteriol yg

memiliki resistensi terbesar.

Tekanan arteri terdiri dari :


10

- Tekanan sistolik, yaitu tekanan maksimum yg ditimbulkan di arteri

selama sistol

- Tekanan diastolik, tekanan minimum di dalam arteri selama diastol

- Tekanan nadi (pulse pressure), yaitu selisih antara tekanan sistolik

dan tekanan diastolik, dipengaruhi oleh stroke volume dan kapasitas arteri.

- Tekanan darah rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP), yang

merupakan gaya pendorong utama agar darah mengalir

2 diastole+sistole
MAP=
3

Pengaturan mean arterial pressure dilakukan dgn mengontrol curah

jantung, resistensi perifer total dan volume darah.

MAP=CO x R

Pengaturan tekanan darah jangka pendek dilakukan oleh pusat

pengontrolan tekanan darah di medula oblongata melalui refleks baroreseptor.

Pengaturan tekanan darah jangka panjang melibatkan sistem urin.

Vena berfungsi sebagai reservoir darah dan jalan untuk kembali ke

jantung. Kapasitas vena bergantung pd distensibilitas dinding vena dan semua

pengaruh tekanan eksternal yg mempengaruhi vena. Tekanan vena biasanya

sangat rendah, kecepatan aliran di venula dan vena-vena kecil kontinyu,

sedangkan di vena sedang dan besar terjadi fluktuasi aliran darah kembali. Volume

darah yang masuk ke tiap atrium per menit dari vena disebut aliran balik vena atau

venous return. Besarnya aliran balik vena dapat dipengaruhi beberapa faktor

eksternal. Vena memiliki katup yg memungkinkan aliran darah hanya satu arah

menuju jantung.
11

Gambar 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Venous Return

Pada pembuluh kapiler terdapat sfingter prakapiler, yaitu sel otot polos

berbentuk spiral yg mengelilingi metarteriol. Sfingter ini tidak diinervasi saraf,

tetapi memiliki tingkat tonus miogenik yang tinggi dan peka terhadap perubahan

metabolik lokal. Fungsinya adalah untuk mengontrol aliran darah melalui kapiler

tertentu. Pada pembuluh kapiler terjadi proses filtrasi dan absorpsi. Perubahan

tekanan hidrostatik kapiler dan interstisial, tekanan osmotik koloid kapiler

interstisial, serta adanya pembuluh limfe mempengaruhi proses pertukaran zat.

Gambar 2.7 Sistem Pertukaran Gas di Pembuluh Kapiler


12

2.2.3 Darah

Darah memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, yaitu transportasi,

regulasi, dan pencegahan. Fungsi transportasi darah yaitu mengantarkan hormon,

oksigen, dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, juga membantu proses ekskresi

sisa hasil metabolit yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Darah juga berfungsi untuk

meregulasi suhu dan pH tubuh, serta volume cairan. Fungsi pencegahan yang

dilakukan oleh darah, yaitu pencegahan terhadap hilangnya banyak darah melalui

mekanisme pembekuan, juga mencegah infeksi melalui sistem imun.

Ada 2 bagian utama pada darah, yaitu plasma dan sel. Plasma darah terdiri

dari air dan zat terlarut seperti protein (albumin, faktor pembekuan) dan non

protein (nutrien, hasil metabolik, hormon, dan lain-lain). Sel darah terdiri dari

eritrosit, leukosit, dan trombosit.

Gambar 2.8 Komponen Darah

1. Eritrosit

Komponen darah terbanyak adalah eritrosit, yaitu sekitar 45% dari volume

darah. Bentuk eritrosit berupa lempeng pipih bikonkaf, seperti cakram dan tidak

berinti, bagian tengahnya lebih pucat sekitar 1/3 dari diameter sel. Bentuk ini
13

memungkinkan eritrosit dapat melewati celah terkecil arteriole. Fungsi utama

eritrosit adalah untuk transportasi oksigen. Normalnya, darah dalam sirkulasi

memiliki variasi bentuk dan ukuran sel yang seragam.

Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin (Hb), sekitar 250 juta per

sel. Transportasi oksigen dan karbondioksida dilakukan oleh hemoglobin. Ikatan

antara hemoglobin, besi, dan oksigen menghasilkan warna merah pada eritrosit,

yang kemudian bisa kita sebut sebagai ikatan oxyhemoglobin. Karbon monoksida

(CO) memiliki afinitas terhadap hemoglobin (Hb) lebih besar dibandingkan

karbon dioksida (CO2). Jika terjadi kompetisi antara CO dan CO2, maka CO yang

lebih cepat berikatan dan tertahan lebih lama dalam plasma selama beberapa jam.

Akibatnya, hemoglobin tidak bisa menjalankan fungsi transportasi O2.

Eritrosit memiliki sekitar 200 juta molekul hemoglobin. Jika semua

molekul ini terkumpul dalam plasma dan tidak di dalam sel, viskositas darah akan

terlalu tinggi sehingga jantung kesulitan memompakan darah ke seluruh tubuh.

Semakin besar viskositas darah, semakin besar gaya yang dibutuhkan oleh jantung

untuk memompa.

Mengatur keseimbangan pH darah sangat penting. Keadaan normal pH

darah adalah 7,35-7,45, yaitu keadaan basa. Untuk menjaga keseimbangan pH, sel

darah merah memiliki molekul yang sangat kecil. Eritrosit tidak memiliki inti,

DNA, dan organel. Artinya, sel ini tidak bisa membelah atau bereplikasi seperti

sel-sel lain di tubuh. Eritrosit memiliki waktu hidup pendek, yaitu 120 hari. Akan

tetapi, selama jaringan myeloid bekerja dengan baik, tubuh akan memproduksi 2-

3 juta eritrosit per detik. Jadi, dalam sehari tubuh bisa memproduksi 200 juta sel,

memungkinkan kita bisa cepat mengganti sel yang terdestruksi. Ketika terjadi
14

destruksi, eritrosit dihancurkan dan hemoglobin dikeluarkan. Globin (salah satu

bagian hemoglobin) diubah bentuknya menjadi komponen asam amino yang

kemudian didaur ulang oleh tubuh. Besi dipulihkan dan dikembalikan ke sumsum

tulang belakang untuk dipakai kembali. Heme mengalami perubahan kimia, lalu

disekresikan sebagai bilirubin.

2. Trombosit

Trombosit atau platelet (keping darah) tidak punya inti sel. Diameternya

hanya 1-2 micrometer dan terdistribusi < 1% dalam darah. Trombosit dihasilkan

oleh fragmentasi Megakaryosit yang berasal dari stem sel di sumsum tulang

belakang. Trombosit diproduksi sekitar 200 miliar per hari dan diregulasi oleh

hormon Thrombopoietin. Lama sirkulasi trombosit adalah 8-0 hari.

Dalam proses penghentian perdarahan, permukaan trombosit yang lengket

berkumpul di bagian pembuluh darah yang terluka atau disebut sebagai agregasi.

Kemudian, trombosit mengeluarkan faktor pembekuan yang semakin menambah

agregasi, vasokonstriksi, dan koagulasi.

Gambar 2.9 Hemostasis


15

3. Leukosit
Leukosit (sel darah putih) terdistribusi dalam darah dalam jumlah kecil,

hanya sekitar 1% dari volume darah. Jumlah normalnya 4800-10800/uL darah.

Fungsi utama leukosit adalah sebagai pelindung, melalui respon imun.

Gambar 2.10 Komponen Sel Darah Putih

2.3 Patofisiologi Syok


Syok didefinisikan sebagai penurunan perfusi jaringan yang dapat

menyebabkan kerusakan sel. Jika tidak ditangani dengan baik, mediator inflamasi

akan terus keluar dan akan semakin membahayakan perfusi jaringan hingga

berujung pada kematian organ.

Penyebab terjadinya syok ada 2, yaitu :

1. Penurunan Curah Jantung

Syok biasanya disebabkan oleh curah jantung yang tidak adekuat. Oleh

karena itu setiap keadaan yang menurunkan curah jantung dibawah normal akan

mungkin menyebabkan syok sirkulasi. Ada dua macam faktor yang dapat

memperberat penurunan curah jantung :

a. Kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk

memompa darah. Kelainan ini meliputi khususnya infark miokard tetapi juga
16

keadaan toksik jantung, disfungsi katup jantung yang berat, aritmia jantung, dan

keadaan lainnya. Syok yang disebabkan oleh penurunan fungsi jantung adalah

syok kardiogenik.

b. Faktor-faktor yang menurunkan aliran balik vena juga menurunkan

curah jantung karena jantung tidak dapat memompa darah yang tidak mengalir ke

dalamnya. Penyebab paling sering penurunan balik vena adalah penurunan

volume darah, tetapi aliran balik vena juga dapat berkurang sebagai akibat

penurunan tonus vaskuler, terutama pada saluran penampung darah vena atau

obstruksi aliran darah pada beberapa tempat di sirkulasi, terutama di lintasan

aliran balik vena ke jantung.

2. Syok tanpa Penurunan Curah Jantung

Hal ini bisa diakibatkan oleh (1) Laju metabolisme yang berlebihan,

sehingga curah jantung yang normal pun tidak mencukupi atau (2) Pola perfusi

jaringan yang abnormal sehingga sebagian besar curah jantung mengalir melalui

pembuluh darah yang tidak menyediakan nutrisi bagi jaringan lokal. Semua itu

menyebabkan kurangnya pengiriman zat makanan ke jaringan dan organ penting,

dan juga menyebabkan kurangnya pembuangan produk buangan sel dari jaringan.

Ada 3 tahapan syok, yaitu progresif, non progresif, dan irreversible. Syok

progresif terjadi apabila tubuh bisa mengkompensasi kebutuhan oksigen dan

nutrisi jaringan. Mekanisme ini dapat terjadi karena :


17

 Aktivasi sistem saraf simpatis oleh refleks baroreseptor dan respon

iskemik sistem saraf pusat yang akan merangsang pengeluaran katekolamin,

takikardi, takipnea, meningkatkan glikogenolisis, dan vasokonstriksi.

 Aktivasi RAAS menyebabkan vasokonstriksi yang diinduksi oleh

vasopresin dan retensi natrium. Retensi natrium juga menyebabkan berpindahnya

cairan dari kompartemen ekstravaskuler ke intravaskuler.

Syok dapat terkompensasi apabila mekanisme di atas dapat memenuhi

kebutuhan jaringan terhadap oksigen. Dengan kata lain, kompensasi ini akan

efektif apabila didukung oleh penyesuaian kembali volume darah melalui absorbsi

cairan dari ruang intersisial dan traktus intestinal. Konsumsi oral berupa air dan

garam tambahan juga perlu diberikan untuk mempercepat penyesuaian kembali

volume darah sehingga syok tidak memasuki tahap progresif.


18

Gambar 2.11 Konsekuensi dan kompensasi perdarahan

Dekompensasi terhadap syok terjadi apabila kebutuhan oksigen tidak

terpenuhi dan respirasi anaerob dimulai. Pada tahap ini, syok menjadi progresif

karena ada umpan balik positif yang dapat menekan curah jantung. Mekanisme

umpan balik positif ini antara lain :

1. Penurunan tekanan arteri menyebabkan penurunan aliran darah koroner.

Hal ini menyebabkan nutrisi yang diterima oleh otot jantung tidak adekuat.

Kontraksi otot jantung melemah, sehingga curah jantung akan menurun. Dengan

demikian, syok akan semakin buruk.


19

2. Terjadinya vasokonstriksi akibat aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan

turunnya aliran darah ke otak, termasuk bagian pusat vasomotor. Secara

perlahan, aktivitas pusat vasomotor akan berkurang sampai akhirnya tidak

aktif sama sekali. Akibatnya, terjadi dilatasi pembuluh darah yang nantinya

akan memperparah kondisi syok. Hal ini dapat terjadi pada kondisi tekanan

arteri di bawah 30 mmHg.

3. Adanya kerusakan kapiler akibat hipoksia sel menyebabkan permeabilitas

kapiler meningkat. Sejumlah cairan akan mengalami transudasi ke dalam

jaringan. Volume darah menjadi semakin turun, sehingga syok semakin berat.

Keadaan ini terjadi pada tahap lanjut syok yang berlangsung lama.

4. Terjadinya respirasi anaerob menyebabkan peningkatan produksi asam laktat.

5. Keadaan syok merangsang pelepasan toksin oleh jaringan iskemik. Toksin ini

antara lain histamin, seorotonin, dan enzim jaringan yang dapat menimbulkan

kerusakan lebih lanjut pada sistem sirkulasi. Metabolisme semakin meningkat,

sementara intake nutrisi sangat kurang akibat gagalnya sirkulasi. Kerusakan

sel semakin luas, nekrosis jaringan terjadi tidak menyeluruh akibat aliran

darah yang tidak sempurna. Hal ini terus berlanjut menjadi lingkaran setan

syok progresif.
20

Gambar 2.12 Gambaran Syok Progresif

Setelah syok berlanjut hingga mencapai suatu tahap tertentu, maka

transfusi atau bentuk terapi lain apapun tidak akan mampu lagi untuk menolong

hidup orang tersebut. Orang tersebut dikatakan berada dalam tahap irreversible

shock. Suatu terapi kadang dapat mengembalikan tekanan arteri dan bahkan

curah jantung ke nilai normal atau mendekati normal untuk waktu yang singkat,

tetapi sistem sirkulasi terus mengalami kerusakan lebih lanjut dan kematian

menyusul dalam beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Pada tahap ini

telah terjadi berbagai perubahan yang bersifat merusak pada sel-sel otot jantung

yang tidak selalu memengaruhi kemampuan segera jantung untuk memompa

darah namun bila terjadi dalam waktu yang lama akan cukup menekan

kemampuan ini sehingga dapat menyebabkan kematian. Pada satu titik tertentu,

banyak kerusakan jaringan telah terjadi, begitu banyak enzim destruktif yang

dikeluarkan ke dalam cairan tubuh, begitu hebat asidosis yang timbul, dan begitu

banyak faktor destruktif lainnya ini terbentuk, sehingga curah jantung yang

normal pun selama beberapa menit tidak mampu memperbaiki keadaan. Oleh
21

karena itu pada syok berat, akhirnya pasien akan mati, meskipun terapi yang luar

biasa mungkin masih dapat mengembalikan curah jantung ke nilai normal untuk

waktu yang singkat.

Salah satu hasil akhir syok yang paling buruk dan bermakna adalah

habisnya cadangan fosfat selular berenergi tinggi. Cadangan fosfat berenergi

tinggi di jaringan tubuh, terutama di hati dan jantung, akan sangat berkurang pada

syok berat. Semua kreatinin fosfat telah terurai dan hampir semua adenine

trifosfat telah terurai menjadi adenine difosfat, adenine monofosfat dan akhirnya

menjadi adenosine. Kemudian banyak adenosine ini berdifusi keluar dari sel

masuk ke dalam sirkulasi dan diubah menjadi asam urat, suatu bahan yang tidak

dapat masuk kembali ke dalam sel guna membentuk system adenosine fosfat.

Adenosin baru dapat disintesis hanya sekitar 2% dari jumlah selular normal dalam

satu jam, yang berarti bahwa cadangan fosfat berenergi tinggi sulit diganti setelah

cadangan fosfat berenergi tinggi dalam sel habis.

2.3.2 Klasifikasi Syok

Hinshaw dan Cox (1972) mengklasifikasikan syok berdasarkan perbedaan profil

hemodinamik menjadi 4, yaitu syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok

obstruktif, dan syok distributif.

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik adalah kondisi hilangnya cairan atau darah dalam tubuh secara

drastis yang mengakibatkan tidak adekuatnya volume sirkulasi dan perfusi

jaringan. Penurunan volume sirkulasi menyebabkan turunnya stroke volume. Jika

keadaan ini terus berlanjut, cardiac output dan tekanan darah akan ikut turun.
22

Namun, tubuh lebih dulu mengkompensasi agar cardiac output tetap berada dalam

jumlah yang cukup melalui tahapan non progresif.

Penyebab terbanyak syok hipovolemik adalah perdarahan, yang dapat

terjadi karena trauma, penggunaan antikoagulan, penyakit hepar, atau gangguan

lainnya yang dapat menyebabkan perdarahan. Syok hipovolemik non-hemorrhagic

dapat terjadi karena kondisi lingkungan seperti peningkatan suhu ekstrim, burn

injury, diare dan vomit profuse, serta dehidrasi berat.

Syok hipovolemik dapat ditandai dengan :

 Penurunan kesadaran

 Nadi cepat dan halus

 Hipotensi

 Akral pucat dan dingin

 Penurunan output urine

Tabel 2.1 Klasifikasi Syok Hemorrhagic


23

Melalui gejala objektif yang didapat dari pembagian kelas syok, kebutuhan

cairan dapat dihitung dengan rumus berikut :

EBV =70 cc x BB

Dimana EBV (Estimated Blood Volume) adalah perkiraan jumlah volume

darah dalam tubuh. Selanjutnya, menghitung perkiraan volume darah yang

hilang (EBL) dengan rumus :

EBL= perdarahan x EBV

Cara pemberian cairan dimulai dengan dosis resusitasi yaitu 20 cc/kg, hingga 2-4

x EBL. Jika syok teratasi, lanjutkan pemberian cairan maintenance.

Pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh

(seperti pada dehidrasi karena diare atau muntah berat), terdapat kriteria yang

mengelompokkan derajat keparahan. Dari kriteria tersebut, jumlah dan cara

pemberian cairan dapat dihitung dengan tepat.

Tabel 2.2 Derajat Dehidrasi

Jumlah cairan yang perlu diberikan dapat dihitung dengan rumus berikut :

Perkiraankehilangan cairan=derajat dehidrasi x BB

Hasil yang diperoleh memiliki satuan liter, kemudian dikonversikan menjadi cc.

Cara pemberian cairannya adalah dengan memberikan 20 cc/kg selama 10-20

menit. Jika belum teratasi, ulangi pemberian dengan dosis yang sama. Jika sudah
24

teratasi, lanjutkan dengan maintenance. Sisa defisit cairan ditambahkan dengan

kebutuhan cairan maintenance lalu dibagi 2, diberikan pada 8 jam pertama dan 16

jam berikutnya. Kebutuhan cairan maintenance dewasa adalah 40-50 cc/kg/hari.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik,dilanjutkan

pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab utama syok. Pemeriksaan ini

dilakukan setelah pasien distabilkan keadaan hemodinamiknya. Tes darah lengkap

dilakukan terutama untuk melihat kadar hemoglobin, leukosit, dan trombosit.

Pemeriksaan elektrolit dilakukan dengan indikasi, juga pemeriksaan laktat, faal

hemostasis, Analisis Gas Darah, dan urinalisis (pada pasien trauma). Pemeriksaan

golongan darah perlu dilakukan jika ada indikasi transfusi.

Pemeriksaan penunjang radiologi dilakukan hanya jika ada kecurigaan

pada diagnosis tertentu. Pemeriksaan USG dilakukan pada pasien dengan

kecurigaan aneurisma aorta. Jika curiga perdarahan saluran gastrointestinal, dapat

dilakukan kumbah lambung melalui pemasangan NGT. Endoskopi juga dapat

dilakukan untuk menunjang diagnosis dan mencari sumber utama perdarahan.

Pada wanita usia subur, perlu juga dilakukan tes kehamilan karena syok

hipovolemik karena kehamilan ektopik terganggu sering terjadi. Jika didapatkan

trauma abdomen, USG perlu dilakukan baik kepada pasien yang stabil mau pun

yang belum stabil. Perdarahan internal merupakan trauma yang mengancam

nyawa, sehingga kecepatan diagnosis dan ketepatan terapi sangat penting untuk

menyelamatkan nyawa. Pemasangan EKG dilakukan untuk diagnosis dan

monitoring progres terapi. Pemeriksaan CT scan, aortografi, dan pemeriksaan

penunjang mutakhir lainnya dapat dilakukan sesuai indikasi.


25

Syok hipovolemik dapat terjadi pada kondisi kecelakaan, sehingga

penatalaksanaannya harus dimulai dengan kondisi yang sama pada kegawatan.

Manajemen airway dengan kontrol C-spine, penilaian breathing dan sirkulasi,

pemindahan pasien ke tempat yang lebih aman, juga transportasi ke rumah sakit

harus dilakukan secara cepat. Jika ada perdarahan aktif, lakukan direct pressure

pada sumbernya untuk mencegah kehilangan darah yang lebih banyak. Imobilisasi

juga dilakukan jika ada indikasi pada pasien trauma, untuk menjaga airway,

ventilasi pernafasan, dan memaksimalkan fungsi sirkulasi.

Ada 3 tujuan utama dalam penatalaksaan syok hipovolemik, yaitu (1)

memaksimalkan transportasi oksigen dengan cara menjaga proses ventilasi

pernafasan tetap adekuat, meningkatkan saturasi oksigen, dan memperbaiki aliran

darah, (2) mengontrol hilangnya darah yang lebih banyak, dan (3) resusitasi

cairan. Selama melakukan ketiga terapi ini, tanda-tanda vital pasien harus terus

dimonitor.

Pemberian oksigen perlu dilakukan baik dengan nasal canule atau mask,

dimulai dari aliran 4 L/menit. Terapi cairan dimulai dengan memberikan 20-40

ml/kgBB selama 10-20 menit untuk dewasa dan 30-60 menit pada anak. Setelah

itu, lihat kemajuan resusitasi. Jika masih syok, ulangi langkah resusitasi dan jika

sudah membaik, hitung sisa defisit untuk memberikan cairan maintenance.

Pasien yang mengalami syok hipovolemik karena perdarahan perlu

diperhatikan indikasi pemberian transfusi. Pemilihan darah transfusi disesuaikan

dengan kebutuhan dan ketersediaan. Darah lengkap tidak selalu tersedia. Plasma

dapat menggantikan darah lengkap, tapi tidak bisa memulihkan hematokrit dan

hemoglobin pada keadaan normal. Transfusi trombosit dapat diberikan pada


26

pasien perdarahan yang faal hemostasisnya normal. Fresh Frozen plasma

diberikan jika ada penurunan faktor pembekuan intrinsik.

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah keadaan hipoperfusi kritis organ karena penurunan

cardiac output. Kriteria diagnosis pada syok kardiogenik, antara lain :

 Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistol

sebesar ≥ 30 mmHg secara mendadak

 Hipoperfusi yang ditandai dengan produksi urin ≤20 cc/jam, gangguan

fungsi saraf pusat, dan vasokonstriksi perifer (Akral dan keringat dingin).

Penyebab paling banyak syok kardiogenik adalah Infark Miokard Akut

(IMA) dengan diikuti oleh disfungsi ventrikel (80% kasus). Penyebab lain yang

tidak begitu sering adalah komplikasi penyakit mekanis seperti defek septum

ventrikular (4%) dan regurgitasi mitral (7%). Syok kardiogenik yang tidak

disebabkan oleh IMA bisa disebabkan oleh penyakit dekompensasi jantung,

miokarditis akut, aritmia, dan lain-lain. Pilihan terapi bermacam-macam sesuai

penyebab syoknya.

Gambar 2.13 Patofisiologi Syok Kardiogenik


27

Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan pulsasi nadi yang cepat dan

lemah, irreguler, suara nafas tambahan pada auskultasi paru, dan bisa didapatkan

edema. Bunyi jantung pada auskultasi dapat terdengar jauh.

Pemeriksaan yang segera dilakukan :

a. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.

b. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)

c. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)

d. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa

dan kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat

renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.

e. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan

prognosis.

f. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto

polos dada.

Manajemen airway, breathing, dan circulation tetap dilakukan seperti

pada syok lainnya. Monitoring dilakukan dengan pemasangan EKG, pemeriksaan

BGA, troponin, dan darah lengkap. Manajemen sirkulasi dengan pemasangan

kateter urine, kateter vena sentral, dan mengatasi aritmia.

Terapi utama syok kardiogenik disesuaikan dengan penyebabnya. Pada

syok kardiogenik karena IMA, revaskularisasi adalah yang utama. Prosedurnya

dapat dilakukan secara Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau Coronary

Artery Bypass Grafting (CABG). Antiplatelet dan antikoagulan digunakan

terutama pada pasien PCI. Aspirin dengan dosis maintenance 81 mg/hari per oral

diberikan setelah prosedur operasi dan dapat dikombinasi dengan klopidogrel 75


28

mg/hari. Untuk terapi intensif dapat diberikan vasopresor dan inotropik.

Kombinasi dobutamin dan norepinephrine dapat mendukung kontraktilitas

jantung lebih adekuat untuk memperbaiki perfusi. Dosis dobutamin yang

diberikan sebesar 2-3 µg/kg/menit dan ditingkatkan sampai efek hemodinamik

yang diinginkan tercapai.

Gambar 2.14 Algoritma Pentalaksanaan Syok Kardiogenik

3. Syok Obstruktif (Extracardiac Obstructive Shock)

Syok obstruktif terjadi apabila terdapat obstruksi mekanik pada aliran darah yang

menuju atau dari jantung karena tension pneumothorax, tamponade jantung,

emboli pulmonal, atau defek yang menyebabkan obstruksi sisi kiri jantung.

Obstruksi ini menyebabkan hipoperfusi jaringan.

Syok obstruktif dapat terjadi pada keadaan berikut :

a. Terganggunya diastolic filling (preload ventrikel menurun), yaitu pada

obstruksi vena (karena tumor), peningkatan tekanan intrathorax (pneumothorax),

menurunnya komplians jantung (tamponade jantung, konstriktif pericarditis)


29

b. Terganggunya kontraksi sistole (peningkatan afterload ventrikel),

yaitu pada emboli paru masif, hipertensi paru akut, dan diseksi aorta.

Syok obstruktif pada penumothorax terjadi karena akumulasi udara di

rongga pleura. Dapat terjadi secara spontan atau sekunder karena keadaan

patologis pada paru, seperti trauma (baik penetrasi atau trauma tumpul), asma,

fibrosis kistik, dan pneumonia. Dapat pula terjadi secara iatrogenik seperti

barotrauma karena ventilasi tekanan positif selama penempatan kateter vena di

pembuluh darah thorax.

Udara yang terperangkap dalam rongga pleura terus bertambah karena

efek one way valve. Ketika terjadi inhalasi udara bisa masuk dengan mudah, tetapi

tidak dapat keluar saat ekspirasi. Tekanan di rongga dada menjadi sama dengan

tekanan atmosfer, menjadikan paru collapse. Tekanan ini juga mendesak

mediastinum sehingga mengganggu sistem respirasi dan kardiovaskular. Venous

return menurun, menandakan adanya hipoperfusi. Gejala yang terlihat pada pasien

berupa hipoksemia, takikardia, dan distress pernafasan karena kompresi pada

paru. Gejala hipotensi dapat terlihat pada stadium yang lebih parah. Terdapat

deviasi trakhea, hipersonor pada perkusi dada, dan suara jantung jauh pada

auskultasi. Terapi untuk tension pneumothorax adalah needle thoracostomy, pada

ICS II di midclavicular line. Terapi definitifnya adalah pemasangan chest tube

thoracostomy.

Tamponade jantung terjadi karena adanya akumulasi cairan di dalam

lapisan pericardial. Pericardial effusion, pericardial inflamation, dan trauma dapat

menjadi penyebabnya. Adanya tekanan intrapericardial menyebabkan venous

return menurun dan menekan ventrikel kanan. Diastolic filling yang semakin
30

lemah menjadikan cardiac output turun. Diagnosis tamponade jantung dapat

ditegakkan dengan gejala khas yang disebut Trias Beck, yaitu hipotensi, suara

jantung jauh, dan meningkatnya tekanan vena jugular (JVP). Pasien dapat

mengalami dispnea, takikardia, dan hipoperfusi.

Pericardiosintesis adalah prosedur lifesaving. Prosedurnya lebih baik

dilakukan setelah pemasangan EKG, tapi pada kondisi darurat, tidak perlu

menunggu EKG terpasang apabila diagnosis sudah pasti tepat. Terapi

medikamentosa dengan inotropik dan resusitasi cairan merupakan terapi alternatif.

Akan tetapi, prosedur tersebut masih kontroversi karena resusitasi cairan dapat

memperburuk keadaan tamponade.

Penatalaksanaan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan

dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pemberian cairan kristaloid isotonic untuk mempertahankan volume

intravaskuler

2. Pembedahan untuk mengatasi hambatan/ obstruksi sirkulasi

4. Syok Distributif

Syok distributive apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribus

aliran darah karena vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirklasi

tidak adekuat menunjang perfusi jaringan. Beberapa jenis syok distributif antara

lain syok anafilaktik, syok sepsis, dan syok neurogenik.

1. Syok Anafilaktik

Anafilaksis merupakan kondisi alergi dimana curah jantung dan tekanan

arteri sering kali menurun dengan hebat. Syok anafilaktik adalah syok yang
31

disebabkan reaksi antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen menyebabkan

pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin, yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler disertai

bronkospasme. Gejala klinis dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema,

palpitasi, dyspnea, dan syok.

Gambar 2.15 Kriteria Diagnosis Syok Anafilaktik

Penatalaksanaan syok anafilaktik tersaji dalam gambar

berikut :
32

Gambar 2.16 Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

2. Syok Septik

Pada early septic shock terjadi penurunan tekanan diastole, peningkatan

tekanan nadi, akral hangat, oleh karena kompensasi cardiac output. Pada late

septic shock, kontraksi miokard diikuti oleh paralisis pembuluh perifer

menyebabkan induksi penurunan perfusi organ yang bergantung pada tekanan.

Akibatnya, organ-organ vital seperti jantung, otak, dan hepar mengalami

hipoperfusi.

Gangguan hemodinamik pada syok septik dan SIRS terjadi karena

keluarnya mediator inflamasi. Sitokin dan mediator fosfolipid menyebabkan

gangguan pada sistem vaskular. Pasien beresiko mengalami disfungsi sistem

organ yang dapat berlanjut pada kegagalan organ multiple.


33

Penanganan syok septik, anatra lain : pemberian antibiotic golongan

spectrum luas, memperbaiki dan mempertahankan hemodinamik dengan terapi

cairan, vasopressor, inotropic dan oksigen.

3. Syok Neurogenik

Syok neurogenik terjadi karena menghilangnya fungsi saraf simpatis pada

vaskular karena lesi pada sistem saraf. Umumnya terjadi pada kasus cervical aau

high thoracic spinal cord injury. Gejala klinis meliputi hipotensi disertai

bradikardia. Gangguan neurologis meliputi paralisis flasid, reflek ekstremitas

hilang dan priapismus.

Penanganan syok neurogenic yaitu resusitasi cairan secara adekuat dan berikan

vasopressor.

Obat Vasopresor dan inotropic

1. Dopamin

Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa

dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

2. Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor

terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal

dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,

diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan

obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari

pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan

darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena

dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.


34

3. Epinefrin

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan

dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat

dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus

diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu

diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh

diberikan pada pasien syok neurogenic

4. Dobutamin

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya

cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui

vasodilatasi perifer.

Resistensi
Cardiac Tekanan Pembuluh
Obat Dosis
Output Darah Darah
Sistemik
2,5-20
Dopamin + + +
mcg/kg/menit
0,05-2
Norepinefrin + ++ ++
mcg/kg/menit
0,05-2
Epinefrin ++ ++ +
mcg/kg/menit
2-10
Fenilefrin - ++ ++
mcg/kg/menit
2,5-10
Dobutamin + +/- -
mcg/kg/menit

2.4 Prognosis

Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila

keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat

dilakukan maka hasilnya akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik

tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik apabila

penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab

infeksi.11
35

BAB 3

KESIMPULAN

Terdapat beberapa jenis syok berdasarkan penyebabnya. Secara umum

syok merupakan kegagalan sirkulasi dan perfusi jaringan yang umumnya

disebabkan karena kehilangan/ gangguan volume cairan intravaskuler, ditandai

gejala klinis seperti takikardi, hipotensi, dan penurunan kesadaran. Terapi syok

bertujuan mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan

volume sirkulasi intravaskuler. Terapi cairan merupakan terapi paling penting dan

pemberian obat-obatan seperti epinephrine, norepinephrine, dan dopamine.


36

DAFTAR PUSTAKA

1. Bonnano, 2012, Hemorrhagic Shock “The Physiology Approach”, J Emerg

Trauma Shock,Vol. 5(4), pp.285–295.

2. Campbell et al., 2014, Emergency department diagnosis and treatment of

anaphylaxis : a practice parameter.

3. Chawla et al., 2016, The use of angiotensin II in distributive shock.

Critical Care Vol. 20(137).

4. Finfer et.al, 2018, Circulatory Shock, The New England Journal of

Medicine, Vol. 369 (18), pp. 1726 – 1734.

5. Gunawan, 2012, Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

6. Guyton, Arthur C. and John E. Hall, 2012, Textbook of Medical

Physiology, 11th Edition. Jakarta : EGC Medical Publisher.

7. Hamrell, 2018, Cardiovascular Physiology.Boca Raton:CRC Press

8. Human Anatomy & Physiology: Circulatory System, Ziser Lecture Notes,

2013.

9. Kolecki, 2016, Hypovolemic Shock : Practice and Management.

Medscape Journal.

10. Leksaman E, 2015, Dehidrasi dan syok, CDK, Vol. 42(5), pp. 391-440.

11. Morgan, Carrie and Derek S. Wheeler, 2013, Obstructive Shock. The

Open Pediatric Medicine Journal, pp. 35-37.

12. Paulsen, Friedrich and Jehn Waschke, 2013, Sobotta : Atlas Anatomi

Manusia, Ed. 23, Jilid 2 : Organ-Organ Dalam. Jakarta : EGC Medical

Publisher.
37

13. Richards, 2014, Diagnosis and management of shock in the emergency

department, emergency medicine practice, pp. 1- 24.

14. Sherwood L, 2014, Humans Physiology : From Cells to Systems, 9th edn,

Cengage Learning, USA, pp. 404 – 444.

15. Sjamsuhidayat, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, pp. 119-24.
16. Solaro, 2007,, Mechanisms of the Frank-Starling Law of the Heart: The

BeatGoes On. Biophysical Journal Volume 93 December 2007 4095–4096.

17. Thiele, 2015, Management of cardiogenic shock, European Heart Journal

Vol. 36, pp.1223–1230.

18. Thomsovky et.al, 2013, Shock Pathophysiology, vetlearn

19. Tim et al., 2012, Initial assessment and treatment with the Airway,

Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) approach.

International Journal of General Medicine, pp. 117–121.

20. Urbanowski, Michael. 2014. Anatomy and Physiology Review of The

Heart and Circulatory System. Basic Mechanism of Disease, John Hopkins

Hospital.

21. Yanagisawa, 2014, Blood and Hematopoiesis. Pathobiology Program, John

Hopkins Hospital.

Anda mungkin juga menyukai