Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Konjungtivitis


1.1.1Anatomi dan Fisiologi

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat
ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu:

a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus


b. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva selain konjungtiva tarsal, berhubungan longgar dengan jaringan dibawahnya, oleh
karenanya bola mata mudah digerakkan.

Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundal). Lapisan adenoid mengandung
jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
stratum germativum.

Hipertropi papilar adalah reaksi konjungtiva non-spesifik berupa eksudat radang yang berkumpul
di antara serabut-serabut konjungtiva yang membentuk tonjolan pada konjungtiva. Kemosis yang
hebat sangat mengarah pada konjungtivitis alergika. Folikel tampak pada sebagian besar kasus
konjungtivitis viral. Folikel sendiri merupakan hiperplasi limfoid lokal di dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai pusat germinal. Pseudomembran dan membran merupakan
hasil dari proses eksudatif hanya berbeda derajat. Pada psedomembran epitel tetap utuh
sedangkan pada membran melibatkan koagulasi epitel juga.
1.1.2 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit
ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin
banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.
1.1.3 Etiologi

Konjungtivitis dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik.
Konjungtivitis hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut
adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui
tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu
sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

1.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik
segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih
purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema
pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun
mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi
pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi
hari sewaktu bangun tidur.
1.1.5 Patofisiologi

Jaringan permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci dan
jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah
koloni flora normal tersebut Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
seperti streptococci, dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat
terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui
aliran darah.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora
normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme
pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
1.1.6 Pathway

1.1.7 PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada kasus yang tidak memberikan respon terhadap terapi
yang diberikan, konjungtivitis yang dicurigai akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae atau
Chlamydia trachomatis, serta pada kasus konjungtivitis dengan gejala yang berat. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah pewarnaan gram, kultur, dan PCR DNA.
1.1.8 Penatalaksanaan

Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical,
bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat. Bila
konjungtivitis disebabkan oleh mokroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
instruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan
menggunakan kain lap, handuk dan sapu tangan baru yang terpisah. Asuhan khusus harus
dilakukan oleh personel asuhan kesehatan untuk menghindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.

1.2 Rencana Asuhan Keperawatan


1.2.1 Diagnose Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri akut bd peradangan konjungtiva
Diagnosa 2 : gangguan rasa nyaman bd gejala penyakit terkait
1.2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : - lakukan pengkajian nyeri secara komprehensip
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri
- Kurangi factor presipitasi nyeri
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat

Diganosa 2 : - gunakan pendekatan yang menenangkan

- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien


- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Berikan obat untuk menguangi kecemasan
1.2.3 Tujuan dan criteria hasil :

Mampu mngontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri, mampu mengenali skala nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Mampu mengontrol kecemasan, status lingkungan yang nyaman, mengontrol nyeri, kualitas
tidue dan istirahat adekuat, Agresi pengendalian diri, reson terhadap pengobatan, control gejala,
status kenyamanan meningkat, dapat mengontrol ketakutan, support social, keiginan untuk hidup

Anda mungkin juga menyukai