Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Defenisi

Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu
keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Muttaqin dan Sari, 2011).

B. Etiologi

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2) Infeksi kuman: ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polycstis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
2. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi.
2) Dyslipidemia dan SLE
3) Obat-obatan
4) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
C. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:


GFR
Stadium Deskripsi
(mL/menit/1.73 m )

Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas ≥90


1
struktur atau ciri genetik menunjukkan adanya
penyakit ginjal

2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti 60-89


pada stadium 1) menunjukkan adanya penyakit ginjal

Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59


3a

Penurunan sedang fungsi ginjal


3b 30-44

4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29

5 Gagal ginjal <15

Sumber: (The Renal Association, 2013)

D. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik:
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal,selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume
overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10
ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi
perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
4. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteo distrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, clorida) (Nur arif dan Kusuma, 2015).

E. Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap


fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi
tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus
dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi
dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Sehingga
muncul maslah keperawatan gangguan eliminasi urine, dan apabila terjadi
peningkatan retensi Na dan H2O maka akan muncul masalah hipervolemia yang
ditandai dengan edema jaringan dan muncul masalah keperawatan gangguan
integritas kulit. Dan apabila CES meningkat maka tekanan kapiler naik, volume
interstitial naik, dan mengakibatkan edema paru maka akan muncul masalah
gangguan pertukaran gas. Dan apabila ginjal sudah tidak mampu
mengekskresikan asam terjadi asidosis, hiperventilasi sehingga muncul masalah
keperawatan pola napas tidak efektif. Dan apabila sekresi eritropoetin menurun
sehingga produksi hb menurun akan menimbulkan masalah keperawatan perfusi
perifer tidak efektif dan ketika oksihemoglobin menurun maka suplai oksigen
ke jaringan juga menurun sehingga otot mengalami kelelahan maka akan timbul
masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

F. Pathway
Terlampir
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium yang umum kemungkinan adanya suatu Gagal
Ginjal Kronik :
1) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia.
2) Ureum dan kreatinin meninggi
3) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.
4) Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
5) Hipokalsemia
6) Peninggian Gula Darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer).
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
2. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi, termasuk pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali,
efusi perikardial.
3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih serta prostat.
4. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

H. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Farmasi (obat-obatan)
Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
2. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
3. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Peritoneal dialysis biasanya
dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialisis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis).
1) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah makadilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
4. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal

I. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi dan asidosis metabolic.
2. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian sebagai langkah awal dalam proses keperawatan meliputi : usia,

jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status perkawinan, suku, budaya, agama,

pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan, system pelayanan kesehatan

yang tersedia dan terjangkau, serta bagaimana individu memanfaatkan keberadaan

sistem pelayanan kesehatan tersebut saat mengalami masalah kesehatan. Kondisi

diatas akan mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan ADL dan perawatan

dirinya (Currentnursing, 2012).

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang

mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti

proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya.

Data fokus pada pasien CKD meliputi:

1. Riwayat kesehatan meliputi penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran
kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
2. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaranpasien
dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadimeningkat
dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan (mengukur IMT).
4) Pemeriksaan B6
Menurut Muttaqin dan Sari (2014) yaitu:
a. B1 Pernafasan (Breath)
Klien bernafas dengan bau urine (Fetor Uremik) sering didapatkan pada
fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernafasan kusmaul. Pola
nafas cepat dan dalam, merupakan pembuangan karbondioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
b. B2 Kardiovaskuler/ Sirkulasi (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
pericardial. Didapatkan tanda gagal jantung kongestif, TD meningkat,
akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada/angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema, penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemia, dan gangguan konduksi
alektrikal otot ventrikel.
c. B3 Persyarafan (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral (perubahan
proses piker dan disorientasi), klien sering kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet perifer, restless leg syndrome, kram otot dan nyeri
otot.
d. B4 Perkemihan/ Eliminasi Urin (Bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/hari, terjadi penurunan libido berat.
e. B5 Percernaan/ Eliminasi Alvi (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
kulit gatal, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), patekie, area
ekimosis pada kulit, terjadi keterbatasan gerak sendi.

B. Diagnosis Keperawatan

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) menjadi panduan dalam


penegakan diagnosis keperawatan. Dari diagnosis ini kemudian akan dibuat
perencanaan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien.
Diagnosis pada pasien CKD yaitu:
1. Pola napas tidak efektif
2. Gangguan eliminasi urin
3. Hipervolemia
4. Defisist nutrisi
5. Perfusi perifer tidak efektif
6. Gangguan integritas kulit.
7. Gangguan pertukaran gas
8. Intoleransi aktivitas
9. Ansietas

C. Intervensi

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) menjadi panduan dalam

tindakan keperawatan. Dalam tindakan terdapat observasi, terapeutik, edukasi, dan

kolaborasi.
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

tindakan keperawatan Sesuai Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

terdiri dari 4 bagian yaitu observasi, terapeutik, Edukasi, dan kolaboratif.

E. Evaluasi Keperawatan

Tujuan dari evaluasi keperawatan adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

keperawatan tercapai dengan baik atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang

sehingga perawat dapat mengambil keutusan.

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang

ditetapkan)

2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan

dalam mencapai tujuan)

3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang

lebih lama untuk mencapai tujuan).

Evaluasi keperawatan disusun menggunakan format SOAP yaitu:

S: ungkapan perasaan/keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga

setelah diberikan implementasi keperawatan

O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawata menggunakan

pengamatan yang objektif.

A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis


DAFTAR PUSTAKA

Aprisunadi.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Aprisunadi.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Aprisunadi.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan


SistemPerkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan


SistemPerkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide


to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Smeltzer, S.2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai